MATERI 7- MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Oleh: Eny Latifah,S.E.Sy.,M.Ak
Instrumen
(Sekuriti) Keuangan Syariah
A.
Pengertian
Instrumen Keuangan Syariah
Instrumen
keuangan Syariah adalah alat keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip
Syariah Islam, yang meliputi larangan riba (bunga) dan investasi dalam bisnis
yang tidak halal. Instrumen ini dirancang untuk menciptakan transaksi
keuangan yang adil, berkelanjutan, dan sesuai dengan nilai-nilai etika Islam.
Instrumen
keuangan syariah merupakan alat-alat keuangan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip Syariah. Prinsip utama yang harus dipatuhi adalah larangan riba
(bunga) dan investasi dalam bisnis yang dianggap tidak sesuai prinsip Syariah.
Instrumen
keuangan syariah adalah aset-aset dalam aktivitas transaksi yang sesuai
dengan hukum serta syariat Islam. Hal ini termasuk aset investasi dan
pembiayaan di bidang bisnis yang melahirkan kewajiban ekonomi menurut
prinsip syariah.
Instrumen
keuangan syariah adalah aset-aset dalam aktivitas transaksi yang sesuai dengan
hukum serta syariat Islam.
Hal ini
termasuk aset investasi dan pembiayaan di bidang bisnis yang melahirkan
kewajiban ekonomi menurut prinsip syariah.
B.
Jenis-jenis
Instrumen Keuangan Syariah
Berikut ini adalah 11
instrumen keuangan yang ada dalam lembaga keuangan islam:
1. Mudharabah
(Kemitraan Usaha).
Mudharabah adalah bentuk kemitraan di mana satu
pihak menyediakan modal, sementara pihak lain menyediakan tenaga kerja atau
keahlian. Keuntungan yang dihasilkan dari usaha tersebut dibagi sesuai dengan
kesepakatan awal. Jika terjadi kerugian, hanya pemilik modal yang menanggungnya,
kecuali jika kerugian disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan pihak pengelola.
2. Musharakah
(Kemitraan Modal).
Musharakah adalah kemitraan di mana semua pihak
yang terlibat menyumbangkan modal ke dalam usaha dan berbagi keuntungan serta
kerugian berdasarkan proporsi modal yang disertakan. Instrumen ini mendorong
partisipasi aktif dari semua mitra dalam manajemen usaha.
3. Murabahah
(Pembiayaan Berdasarkan Jual Beli)
Murabahah adalah bentuk pembiayaan di mana lembaga
keuangan membeli barang yang diinginkan oleh nasabah, kemudian menjualnya
kembali kepada nasabah dengan margin keuntungan yang telah disepakati.
Pembayaran dilakukan secara bertahap atau sekaligus oleh nasabah. Murabahah
sering digunakan dalam pembiayaan rumah, kendaraan, atau barang modal lainnya.
4. Ijarah
(Sewa atau Leasing).
Ijarah adalah perjanjian sewa di mana lembaga
keuangan membeli dan menyewakan aset kepada nasabah untuk jangka waktu tertentu
dengan biaya sewa yang telah disepakati. Pada akhir periode sewa, nasabah dapat
memilih untuk memperpanjang sewa atau membeli aset tersebut dengan harga yang
telah ditentukan.
5. Sukuk
(Obligasi Syariah)
Sukuk merupakan instrumen investasi syariah yang
dapat digunakan untuk pembiayaan perusahaan. Segala proses yang dijalankan,
mulai dari penerbitan hingga perdagangan, tetap harus sesuai dengan prinsip
ekonomi syariah. Dengan demikian, sukuk atau yang juga biasa disebut obligasi
syariah ini harus bebas dari unsur riba, gharar, serta maysir.
Adapun ciri-ciri obligasi syariah yang lain adalah
sebagai berikut:
a)
Mempunyai aset yang mendasari
penerbitannya, seperti jasa, tanah, hingga bangunan
b)
Imbal hasil dapat berupa nisbah yang
disesuaikan dengan jenis akad, margin, atau upah
c)
Beberapa jenis obligasi syariah di
antaranya adalah sukuk ritel, sukuk tabungan, serta sukuk korporasi.
6. Wakalah
(Agen atau Perwakilan)
Wakalah adalah perjanjian di mana seseorang atau
lembaga ditunjuk sebagai agen untuk mewakili pihak lain dalam mengelola usaha
atau aset. Agen menerima biaya atau komisi sebagai imbalan atas jasanya. Wakalah
sering digunakan dalam transaksi investasi atau asuransi syariah.
7. Takaful
(Asuransi Syariah)
Instrumen keuangan syariah yang terakhir adalah
takaful. Takaful merupakan asuransi yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah
dan menggunakan konsep bagi hasil. Jadi, risiko dan keuntungan yang timbul akan
dibagi secara merata pada semua peserta, baik lembaga keuangan maupun pemegang
polis. Apabila ada klaim, biaya berasal dari kontribusi yang dibayarkan seluruh
peserta. Namun, apabila tidak ada klaim, uang kontribusi dapat dikelola untuk
tujuan investasi. Sama seperti asuransi konvensional, takaful juga memiliki
berbagai jenis, seperti takaful jiwa, takaful kesehatan, dan takaful umum yang
melindungi berbagai risiko bisnis.
8. Saham
Syariah
Instrumen investasi syariah yang bisa kamu pilih,
salah satunya yaitu saham syariah. Perbedaan saham syariah dengan konvensional
ada pada jenis usaha yang diperbolehkan untuk mengeluarkannya.
Pada saham syariah, emiten atau perusahaan yang
mengeluarkan harus menjalankan usaha sesuai syariat Islam. Jadi, perusahaan
rokok, minuman keras, dan penyedia judi tidak diperbolehkan untuk mengeluarkan
saham syariah.
Keuntungan dari instrumen investasi syariah yang
satu ini adalah sebagai berikut:
a) Transaksi
yang dilakukan aman dan terpercaya karena mendapat pengawasan dari Dewan
Pengawas Syariah (DPS), OJK, serta BEI
b) Keuntungan
yang diperoleh sudah pasti halal karena perusahaan penerbit saham tidak
bergerak di bidang produksi produk-produk haram
c) Sudah
bisa berinvestasi meskipun dengan nominal yang minim
d) Segala
aktivitas bisnis dijalankan menurut syariah Islam, sehingga terhindar dari
riba, gharar (ketidakpastian), dan maysir (judi)
Meskipun begitu, saham
syariah juga tidak lepas dari kelemahan. Adapun beberapa kelemahan saham
syariah adalah sebagai berikut:
a. Memiliki
potensi capital loss, delisting dari bursa efek, dan adanya likuidasi
perusahaan, sama seperti saham konvensional
b. Variasi
dan nilai saham dapat lebih rendah jika dibandingkan dengan jenis konvensional.
Hal ini karena tak semua perusahaan dapat menerbitkan saham syariah
9. Deposito
Syariah
Instrumen keuangan syariah selanjutnya merupakan
produk deposito. Jenis deposito ini merupakan simpanan berjangka yang dikelola
sesuai syariat Islam.
Perbedaan dari deposito biasa adalah tidak adanya
bunga karena Islam mengharamkan unsur riba. Akan tetapi, deposito syariah tetap
menguntungkan karena pemilik dana akan mendapat bagi hasil dari pengelola
simpanannya. Deposito ini menawarkan nisbah dengan rasio 60:40. Dalam hal ini,
nasabah akan mendapatkan bagian atau rasio terbesar.
10.
Reksadana Syariah
Reksadana syariah merupakan instrumen
investasi syariah di mana dana dari investor akan dikumpulkan dan kemudian
diinvestasikan ke dalam pasar uang, saham, serta obligasi sesuai prinsip
ekonomi Islam. Pengelolaan dana dari investor nantinya akan dilakukan oleh
manajer investasi. Jadi, investor yang memberikan dananya tinggal menikmati
hasilnya saja.
11.
Wadiah
Wadiah adalah konsep titipan dalam
perbankan syariah, di mana nasabah menyimpan uang atau barang di lembaga
keuangan sebagai titipan. Ada dua jenis wadiah: wadiah yad amanah
(titipan tanpa jaminan keuntungan) dan wadiah yad dhamanah (titipan
dengan jaminan). Pada wadiah yad
dhamanah, bank dapat menggunakan dana tersebut dan memberikan keuntungan
kepada nasabah sebagai bonus, meskipun tidak wajib. Prinsip wadiah ini
memastikan bahwa nasabah dapat menarik simpanannya kapan saja tanpa melanggar
hukum syariah.
C.
Regulasi dari Instrument
Keuangan Syariah
Regulasi
instrumen keuangan syariah bertujuan untuk memastikan bahwa instrumen tersebut
beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Regulasi ini mencakup
berbagai aspek, mulai dari penetapan kebijakan oleh pemerintah hingga
pengawasan dan perlindungan konsumen oleh otoritas yang berwenang.
Tujuan adanya
Regulasi atas Instrumen Keuangan Syariah adalah:
1.
Penyusunan Produk dan
Layanan: Regulasi
membantu menciptakan produk dan layanan keuangan syariah yang memenuhi
persyaratan syariah, seperti bebas dari riba, gharar, dan maysir.
2.
Pengawasan dan
Perlindungan Konsumen: Regulasi memastikan bahwa lembaga keuangan syariah beroperasi
secara transparan dan bertanggung jawab, serta melindungi hak-hak konsumen.
3.
Stabilitas Sistem
Keuangan: Regulasi
membantu menjaga stabilitas sistem keuangan dengan meminimalkan risiko yang
mungkin timbul dari lembaga keuangan syariah.
Regulasi
yang Terlibat terkait dengan Instrumen Keuangan Syariah yaitu:
1.
UU No. 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah: UU ini menjadi dasar hukum utama dalam mengatur perbankan
syariah di Indonesia, termasuk kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan
prinsip-prinsip perbankan syariah.
2.
Otoritas Jasa Keuangan
(OJK): OJK
memiliki peran penting dalam mengatur, mengawasi, dan melindungi kepentingan
konsumen dalam industri jasa keuangan, termasuk perbankan syariah.
3.
Dewan Syariah Nasional
(DSN) - Majelis Ulama Indonesia (MUI): DSN-MUI memberikan fatwa dan rekomendasi syariah
terkait dengan instrumen keuangan syariah, serta mengawasi pelaksanaan syariah
di lembaga keuangan.
4.
Bank Indonesia (BI):
BI berperan dalam menjaga stabilitas sistem
keuangan dan mempromosikan pengembangan keuangan syariah di Indonesia.
3.
Dampak
Positif Regulasi Instrument Keuangan Syariah:
1) Meningkatkan
Kepercayaan:
Regulasi yang kuat meningkatkan kepercayaan
investor dan nasabah terhadap lembaga keuangan syariah.
2) Mendorong
Pertumbuhan:
Regulasi yang jelas dan stabil menciptakan
lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan industri keuangan syariah.
3) Membantu
Pembangunan Berkelanjutan:
Regulasi keuangan syariah dapat mendukung
pembangunan berkelanjutan melalui instrumen seperti wakaf dan infaq.
D.
Perkembangan Instrument
Keuangan Syariah di Indonesia
Perkembangan
instrumen keuangan syariah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang
signifikan, didorong oleh meningkatnya minat masyarakat terhadap layanan
keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah. Lembaga keuangan syariah kini
tidak hanya terbatas pada perbankan, namun juga mencakup asuransi, pembiayaan,
hingga modal ventura. Pemerintah juga mendukung perkembangan sektor ini melalui
regulasi dan infrastruktur yang kondusif.
Perkembangan
instrumen keuangan Syariah di Indonesia saat ini mengalami pertumbuhan yang
sangat pesat, baik dari sisi literasi, aset, maupun pangsa
pasar. Indonesia juga menunjukkan peningkatan dalam berbagai indikator
keuangan syariah global, seperti peringkat dalam Islamic Finance Development
Indicator (IFDI) dan Global Islamic Fintech Index.
Indeks
literasi keuangan syariah nasional meningkat dari 9,14% pada tahun 2022 menjadi
39,11% pada tahun 2023, menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam pemahaman
masyarakat terhadap instrumen keuangan Syariah.
Total
aset keuangan syariah di Indonesia terus tumbuh, dengan pertumbuhan hingga
9,52% pada Maret 2024. Sektor pasar modal syariah mendominasi dengan pangsa
60%.
Indonesia
berada di posisi ketujuh untuk total aset keuangan syariah terbesar di dunia
dengan nilai US$139 miliar pada tahun 2022.
Indonesia
terus mempertahankan peringkat ketiga dalam Islamic Finance Development
Indicator (IFDI) dan Global Islamic Fintech Index.
Pemerintah
terus mendorong perkembangan keuangan syariah melalui berbagai inisiatif,
termasuk Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan
Rencana Aksi Nasional Perbankan Syariah.
Lahirnya
Bank Syariah Indonesia (BSI) pada 1 Februari 2021 merupakan momen penting dalam
perkembangan perbankan syariah di Indonesia.
Sektor
keuangan syariah di Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat, baik dari sisi
jumlah lembaga keuangan syariah maupun aset yang dikelola.
Selain
perbankan syariah, instrumen keuangan syariah telah berkembang ke berbagai
sektor seperti asuransi syariah (takaful), pembiayaan syariah (seperti
murabahah), hingga modal ventura syariah.
Pemerintah
melalui Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) dan Undang-Undang
No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah mendukung perkembangan industri
keuangan syariah.
Instrumen
keuangan syariah didasarkan pada prinsip-prinsip syariah yang menekankan pada
keadilan, transparansi, dan keberlanjutan.
Beberapa
contoh instrumen keuangan syariah meliputi sukuk (obligasi syariah), reksa dana
syariah, saham syariah, pembiayaan syariah (murabahah, ijarah, mudharabah,
musharakah), asuransi syariah (takaful), dan instrumen keuangan sosial seperti
zakat, infak, sedekah, dan wakaf.
E.
Proses Investasi Instrumen
Keuangan Syariah
Investasi
dalam instrumen keuangan syariah menawarkan peluang bagi individu dan institusi
untuk berinvestasi dengan cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Proses
investasi ini didasarkan pada aturan-aturan syariah yang memastikan semua
aktivitas investasi dilakukan secara adil, transparan, dan etis.
Berikut
adalah penjelasan mengenai proses investasi dalam beberapa instrumen keuangan
syariah yang umum digunakan:
1.
Identifikasi dan Pemilihan
Instrumen Investasi:
Langkah Pertama: Investor memulai proses dengan
mengidentifikasi dan memilih instrumen keuangan syariah yang paling sesuai
dengan tujuan dan profil risiko mereka. Instrumen ini bisa berupa sukuk,
mudharabah, musharakah, murabahah, atau ijarah.
Pertimbangan Syariah: Investor harus memastikan
bahwa instrumen yang dipilih sepenuhnya mematuhi prinsip-prinsip syariah,
termasuk larangan terhadap riba, gharar, dan maisir.
2.
Kajian dan Analisis
Syariah
Langkah Kedua: Sebelum berinvestasi, investor
melakukan kajian dan analisis syariah terhadap instrumen yang dipilih. Ini
mencakup evaluasi atas kesesuaian produk dengan prinsip-prinsip syariah serta
potensi keuntungan dan risiko yang terkait.
Peran Dewan Pengawas Syariah (DPS): Dalam banyak
kasus, Dewan Pengawas Syariah yang terdiri dari para ahli syariah akan
melakukan peninjauan dan memberikan persetujuan atas instrumen keuangan
tersebut. Mereka juga bertanggung jawab untuk memastikan bahwa seluruh proses
investasi berjalan sesuai dengan hukum Islam.
3.
Penyusunan Kontrak
Investasi
Langkah Ketiga: Setelah instrumen dipilih dan
disetujui, investor dan penyedia instrumen akan menyusun kontrak investasi.
Kontrak ini harus memuat semua rincian terkait, termasuk pembagian keuntungan,
tanggung jawab, dan syarat-syarat lain yang relevan.
Transparansi dan Keadilan: Kontrak ini harus
disusun dengan cara yang transparan dan adil, sesuai dengan prinsip syariah.
Setiap pihak harus memahami hak dan kewajibannya dengan jelas.
4.
Penyetoran Modal dan
Pelaksanaan Investasi
Langkah Keempat: Investor kemudian menyetorkan
modal sesuai dengan kontrak yang telah disepakati. Modal ini akan digunakan
untuk mendanai proyek atau usaha yang terkait dengan instrumen keuangan syariah
yang dipilih.
Pengawasan Syariah: Selama pelaksanaan investasi,
Dewan Pengawas Syariah terus memantau untuk memastikan bahwa dana digunakan
sesuai dengan hukum Islam dan tujuan investasi yang telah disepakati.
5.
Pengelolaan dan Pengawasan
Investasi
Langkah Kelima: Instrumen keuangan syariah,
seperti mudharabah atau musharakah, seringkali memerlukan partisipasi aktif
dari pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan usaha. Pengawasan dilakukan
untuk memastikan bahwa usaha berjalan dengan baik dan sesuai dengan prinsip
syariah.
Laporan Keuangan: Investor menerima laporan
keuangan secara berkala yang memberikan gambaran tentang kinerja investasi,
keuntungan yang diperoleh, serta pembagian keuntungan sesuai dengan kontrak
yang telah disepakati.
6.
Pembagian Keuntungan dan
Penarikan Investasi
Langkah Keenam: Setelah investasi berjalan dan
menghasilkan keuntungan, pembagian keuntungan dilakukan sesuai dengan
kesepakatan awal dalam kontrak. Dalam instrumen seperti mudharabah atau
musharakah, keuntungan dibagi antara pemilik modal dan pengelola usaha sesuai
dengan proporsi yang telah ditentukan. Penarikan Investasi: Investor dapat
memilih untuk menarik investasi mereka sesuai dengan syarat-syarat yang
disepakati dalam kontrak atau dapat memilih untuk reinvestasi dalam proyek atau
instrumen lain.
F. Prinsip Syariah dalam Instrumen Keuangan Syariah
Instrumen
keuangan syariah berlandaskan pada prinsip-prinsip yang diatur dalam hukum Islam,
yang bertujuan untuk memastikan bahwa semua transaksi keuangan dilakukan dengan
cara yang adil, transparan, dan sesuai dengan nilai-nilai etika Islam.
Prinsip-prinsip ini mengatur bagaimana instrumen keuangan syariah harus
dirancang dan digunakan untuk menghindari praktik-praktik yang dilarang dalam
Islam, seperti riba (bunga), gharar (ketidakpastian), dan maisir (perjudian).
Berikut adalah prinsip-prinsip utama syariah yang
diterapkan dalam instrumen keuangan syariah:
1.
Larangan Riba (Bunga): Riba
adalah tambahan atau bunga yang dikenakan pada pinjaman atau transaksi jual
beli yang dianggap tidak adil dan eksploitatif dalam Islam.
Instrumen keuangan syariah harus dirancang tanpa
adanya unsur riba. Sebagai gantinya, keuntungan diperoleh melalui mekanisme
pembagian keuntungan seperti dalam mudharabah atau melalui margin keuntungan
dalam murabahah.
2.
Larangan Gharar
(Ketidakpastian):Gharar merujuk pada ketidakpastian atau spekulasi yang dapat
menimbulkan risiko dan kerugian yang tidak jelas bagi salah satu pihak dalam
transaksi. Untuk menghindari gharar, semua kontrak dalam keuangan syariah harus
jelas dan transparan. Setiap detail mengenai objek transaksi, harga, dan
syarat-syarat harus disepakati oleh semua pihak sebelum transaksi dilakukan.
3.
Larangan Maisir (Perjudian):
Maisir adalah segala bentuk transaksi yang melibatkan unsur perjudian atau
spekulasi tinggi yang dapat menyebabkan kerugian satu pihak demi keuntungan
pihak lain. Instrumen keuangan syariah harus bebas dari unsur maisir, yang
berarti bahwa investasi dan transaksi harus didasarkan pada nilai yang riil dan
adil, bukan pada spekulasi atau perjudian.
4.
Prinsip Profit and Loss
Sharing (Berbagi Keuntungan dan Kerugian): Dalam Islam, transaksi keuangan
idealnya harus melibatkan pembagian keuntungan dan kerugian secara adil antara
pihak-pihak yang terlibat. Instrumen seperti mudharabah dan musharakah
menerapkan prinsip ini, di mana keuntungan dan kerugian dibagi sesuai dengan
kontribusi modal dan kerja masing-masing pihak. Ini mendorong tanggung jawab
bersama dan partisipasi aktif dalam usaha yang dijalankan.
5.
Prinsip Kehalalan Objek
Transaksi: Semua transaksi dalam keuangan syariah harus melibatkan objek atau
produk yang halal, yang artinya diperbolehkan dalam Islam. Instrumen keuangan
syariah tidak boleh digunakan untuk mendanai atau terlibat dalam kegiatan yang
haram, seperti perjudian, produksi alkohol, atau aktivitas yang melanggar etika
Islam.
6.
Prinsip Keadilan dan
Keseimbangan: Keadilan dan keseimbangan adalah inti dari semua transaksi
syariah, di mana tidak boleh ada pihak yang dirugikan atau diperlakukan tidak
adil. Instrumen keuangan syariah harus memastikan bahwa semua pihak terlibat
dalam transaksi diperlakukan dengan adil, dengan kesepakatan yang jelas dan
seimbang, sehingga tidak ada pihak yang mengambil keuntungan secara tidak adil
dari pihak lain.
Prinsip-prinsip
syariah dalam instrumen keuangan syariah memastikan bahwa transaksi keuangan
dilakukan dengan cara yang adil, transparan, dan sesuai dengan etika Islam.
G.
Manfaat Instrumen Keuangan
Syariah
Instrumen
keuangan syariah tidak hanya menjadi pilihan yang sesuai dengan prinsip-prinsip
Islam, tetapi juga menawarkan berbagai manfaat yang mendukung keadilan ekonomi
dan kesejahteraan masyarakat. Dengan menghindari praktik yang dilarang dalam
hukum Islam, seperti riba, gharar, dan maisir, instrumen keuangan syariah
memberikan solusi keuangan yang etis dan bertanggung jawab. Berikut adalah
beberapa manfaat utama dari instrumen keuangan syariah:
1. Menghindari
Riba dan Menjaga Keadilan
Instrumen keuangan syariah dirancang untuk
menghindari riba (bunga) yang dianggap tidak adil dan merugikan. Dengan
menghapuskan riba, instrumen ini mendorong transaksi yang lebih adil dan saling
menguntungkan antara pihak-pihak yang terlibat.
2. Mendorong
Keterlibatan dan Partisipasi Aktif
Melalui instrumen seperti mudharabah dan
musharakah, instrumen keuangan syariah mendorong keterlibatan aktif semua pihak
dalam suatu usaha. Ini membantu menciptakan kemitraan yang adil di mana
keuntungan dan kerugian dibagi berdasarkan kontribusi masing-masing pihak.
3. Mengurangi
Risiko Ketidakpastian (Gharar)
Dalam instrumen keuangan syariah, transaksi harus
dilakukan dengan jelas dan transparan untuk menghindari gharar
(ketidakpastian). Hal ini membantu mengurangi risiko dan ketidakpastian dalam
transaksi, sehingga memberikan rasa aman bagi semua pihak yang terlibat.
4. Mendukung
Tujuan Sosial dan Kesejahteraan Masyarakat
Instrumen keuangan syariah seringkali dikaitkan
dengan tujuan sosial, seperti zakat, infak, dan sedekah, yang digunakan untuk
mendukung kesejahteraan masyarakat. Misalnya, dana yang dikumpulkan melalui
instrumen seperti sukuk sering digunakan untuk proyek-proyek yang bermanfaat
bagi publik, seperti infrastruktur dan pendidikan.
5. Transparansi
dan Kepercayaan dalam Transaksi
Instrumen keuangan syariah menekankan pada
transparansi dan kepercayaan antara semua pihak yang terlibat. Semua perjanjian
dan kontrak harus jelas dan dipahami oleh semua pihak, yang membantu membangun
hubungan bisnis yang lebih kuat dan bertanggung jawab.
6. Menyediakan
Alternatif Investasi yang Etis
Instrumen seperti sukuk dan wakalah menawarkan
alternatif investasi yang sesuai dengan prinsip syariah. Ini memberikan peluang
bagi investor untuk menanamkan modal mereka dalam proyek-proyek yang etis dan
sesuai dengan nilai-nilai Islam, sambil tetap mendapatkan keuntungan yang sah.
H. Keuntungan
Instrumen Keuangan Syariah Berdasarkan Finansial dan Moral
Instrumen keuangan syariah
menjadi pilihan yang semakin populer di kalangan masyarakat, tidak hanya karena
kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip Islam, tetapi juga karena manfaatnya yang
luas baik secara finansial maupun moral. Dengan menggabungkan aspek-aspek
ekonomi dan etika, instrumen-instrumen ini memberikan solusi keuangan yang
lebih berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Berikut adalah
keuntungan-keuntungan instrumen keuangan syariah berdasarkan aspek finansial
dan moral:
1.
Keuntungan
Finansial
(a)
Menghindari
Risiko Ketidakpastian (Gharar) : Instrumen keuangan syariah
meminimalkan risiko yang terkait dengan ketidakpastian dalam transaksi. Dengan
memastikan bahwa semua aspek dari suatu transaksi dijelaskan dengan jelas dan
transparan, instrumen ini membantu melindungi investor dan nasabah dari kerugian
yang tidak diantisipasi.
(b)
Partisipasi
dalam Keuntungan: Instrumen seperti mudharabah dan musharakah
memungkinkan partisipasi dalam keuntungan usaha. Hal ini tidak hanya memberikan
potensi pengembalian yang tinggi tetapi juga mendorong kerjasama yang lebih
erat antara pemilik modal dan pengelola usaha.
(c)
Akses ke
Pembiayaan Etis: Melalui instrumen seperti murabahah dan sukuk,
individu dan perusahaan mendapatkan akses ke pembiayaan yang tidak hanya
menguntungkan tetapi juga etis. Keuntungan yang diperoleh dari instrumen ini
tidak berasal dari riba, tetapi dari transaksi yang sah dan sesuai dengan
prinsip syariah.
(d)
Peluang
Investasi yang Lebih Aman: Sukuk dan instrumen lainnya memberikan
peluang investasi yang aman dengan risiko yang terukur, karena mereka didukung
oleh aset riil. Ini memberikan jaminan tambahan bagi investor bahwa dana mereka
diinvestasikan dalam proyek yang nyata dan menguntungkan.
2.
Keuntungan Moral
(a)
Mematuhi
Prinsip Syariah: Instrumen keuangan syariah dirancang untuk
sepenuhnya mematuhi hukum Islam, yang melarang praktik riba, gharar, dan
maisir. Dengan menggunakan instrumen ini, individu dan perusahaan dapat
memastikan bahwa semua transaksi mereka sesuai dengan nilai-nilai agama dan
etika Islam.
(b)
Mendukung
Keadilan Sosial : Instrumen keuangan syariah sering kali terkait
dengan tujuan sosial, seperti distribusi zakat dan infak. Melalui penggunaan
instrumen ini, dana dapat dialokasikan untuk proyek-proyek yang meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan
kesehatan.
(c)
Transparansi
dan Kepercayaan: Prinsip transparansi yang dipegang teguh dalam
keuangan syariah membantu membangun kepercayaan antara semua pihak yang
terlibat. Kepercayaan ini tidak hanya penting dalam hubungan bisnis tetapi juga
dalam memperkuat ikatan sosial dan moral di dalam masyarakat.
(d)
Keseimbangan
antara Keuntungan dan Kebaikan: Instrumen keuangan syariah
menawarkan keseimbangan antara pencarian keuntungan dan pencapaian kebaikan
sosial. Dengan demikian, mereka mendorong tanggung jawab sosial dan pengelolaan
yang etis dalam segala bentuk transaksi.
DAFTAR
PUSTAKA
Albara,
A., & Pradesyah, R. (2021). Pengelolaan Keuangan Masjid Berbasis Manajemen
Keuangan Syariah Pada Pimpinan Cabang Muhammadiyah Batang Kuis. Ihsan: Jurnal
Pengabdian Masyarakat, 3(1), 43-53.
Andri
Soemitra,2009. Bank dan Lembaga Keuangan
Syariah. Jakarta: Kencana.
Asnaini
dan Herlina Yustati. 2017. Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Ardhansyah
Putra dan Dwi Saraswati. 2020. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta:
Jakad Media.
Brigham,
E. F., & Houston, J. F. (2001). Manajemen Keuangan. Buku 1 edisi 8.
Jakarta: Erlangga.
Didin
Hafidhudin dan Fathurahman Djamil. 2009. Solusi Berasuransi, Bandung:
Salamadani.
Fasa,
M. I. (2020). Manajemen Lembaga Keuangan Syariah.
Latifah,
E., Masyhuri, M., Pahlevi, R. W., Mulyani, S., Hasanah, N., Fidiana, F., ...
& Setiadi, R. (2022). Manajemen Keuangan Syariah.
Madani,
(2015). Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia. Jakarta: Kencana.
Manunggal,
S. A. M. (2011). Etika Islam Dalam Manajemen Keuangan. Jurnal Hukum Islam Iain
Pekalongan, 9(2), 37020.
Mubayyin,
A., & Abdullah, W. (2021). Implementasi Manajemen Keuangan Syariah Sebagai
Salah Satu Upaya Untuk Memajukan dan Mengembangkan UMKM di Indonesia. JES
(Jurnal Ekonomi Syariah), 6(1), 1-14.
Nurul
Hukmiah, dkk, (2015) Jurnal Ilmu Hukum Pasca Sarjana: Wakaf Dalam Jangka Waktu
Tertentu (Suatu Analisis terhadap Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf dan Hukum Islam). Aceh: UNSYIAH.
S.
Rahardja Hadikusuma. 2006. Hukum Koperasi Indonesia (Jakarta: Rajawali Press
Sahputra,
N. (2020). Manajemen Keuangan Syariah.
Sobana,
D. H. (2018). Manajemen keuangan syari'ah.
Yusuf,
B., & Al Arif, M. N. R. (2015). Manajemen sumber daya manusia di lembaga
keuangan syariah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar