Sabtu, 07 Juni 2025

TEORI PERILAKU KONSUMEN ISLAM

 MATERI- EKONOMI MIKRO ISLAM'

Oleh: Eny Latifah,S.E.Sy.,M.Ak


Teori Perilaku Konsumen Islam

 

  1. Pengertian Perilaku Islam

Perilaku adalah serangkaian tindakan, aktivitas, atau respon yang dilakukan oleh individu terhadap stimulus dari dalam (internal) maupun luar (eksternal). Perilaku mencakup cara seseorang bertindak, baik dalam hal pikiran, perasaan, maupun tindakan nyata.

Perilaku mencakup semua tindakan dan aktivitas yang dilakukan oleh individu, mulai dari hal-hal sederhana seperti berjalan, berbicara, hingga aktivitas kompleks seperti bekerja, belajar, atau berinteraksi dengan orang lain.

Perilaku adalah respons atau reaksi terhadap rangsangan yang diterima, baik dari lingkungan sekitar maupun dari dalam diri individu.  Perilaku dapat dipicu oleh stimulus internal seperti pikiran, perasaan, atau dorongan, serta stimulus eksternal seperti interaksi dengan orang lain, lingkungan fisik, atau peristiwa yang terjadi.  Perilaku juga dapat dilihat dari beberapa aspek, seperti pengetahuan, sikap, dan tindakan nyata yang ditunjukkan oleh individu. Perilaku juga dianggap sebagai suatu proses yang dinamis, yang dapat berubah seiring dengan waktu dan interaksi dengan lingkungan.

Perilaku Islam adalah segala tindakan, perkataan, dan perbuatan yang dilakukan seseorang dengan didasari oleh ajaran Islam, keyakinan kepada Allah, dan rasa takut akan hukuman-Nya. Perilaku Islami mencakup berbagai aspek kehidupan, mulai dari hubungan dengan Allah, dengan sesama manusia, hingga dengan lingkungan.

Perilaku Islami mencakup:

1.     Perbuatan: Segala tindakan jasmani yang dilakukan, seperti beribadah, bekerja, dan berinteraksi dengan orang lain.

2.     Perkataan: Segala ucapan yang diucapkan, baik dalam bentuk doa, nasihat, atau komunikasi sehari-hari.

3.     Sikap: Sikap batin dan karakter yang mencerminkan nilai-nilai Islam, seperti kejujuran, keadilan, kasih sayang, dan kesabaran.

4.     Didasari oleh ajaran Islam: Perilaku Islami harus selaras dengan ajaran-ajaran yang ada dalam Al-Quran dan Sunnah, seperti perintah dan larangan, serta nilai-nilai yang dianut.

5.     Keyakinan kepada Allah: Perilaku Islami harus didasari oleh keyakinan akan keesaan Allah, rasa takut akan hukuman-Nya di akhirat, dan harapan akan rahmat-Nya di dunia.

6.     Menjunjung tinggi nilai-nilai Islam: Perilaku Islami harus mencerminkan nilai-nilai Islam yang luhur, seperti kejujuran, keadilan, kasih sayang, kesabaran, dan tanggung jawab.

7.     Aplikasi dalam kehidupan sehari-hari:

8.     Perilaku Islami harus diimplementasikan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari hubungan dengan keluarga, masyarakat, hingga lingkungan.

 

B.    Surplus Konsumen

Surplus konsumen adalah selisih antara jumlah maksimum yang bersedia dibayar konsumen untuk suatu barang atau jasa dan harga yang sebenarnya mereka bayarkan. Dengan kata lain, surplus konsumen adalah manfaat atau keuntungan yang dirasakan konsumen karena dapat membeli barang atau jasa dengan harga lebih rendah dari yang mereka rencanakan.

Surplus konsumen adalah nilai tersembunyi dalam transaksi sehari-hari selisih antara apa yang dibayar konsumen dan apa yang bersedia mereka bayar. Konsep ini tidak hanya mengukur kepuasan konsumen; konsep ini menggerakkan pasar, membentuk strategi bisnis, dan menginformasikan kebijakan ekonomi.

Surplus konsumen mengukur nilai yang dirasakan konsumen melebihi harga pasar yang mereka bayarkan.

Contoh: Jika Anda bersedia membayar Rp 50.000 untuk sebuah buku, tetapi menemukan buku tersebut dijual dengan harga Rp 30.000, maka surplus konsumen Anda adalah Rp 20.000.

Pengukuran: Surplus konsumen dapat diukur secara grafis sebagai area di bawah kurva permintaan dan di atas garis harga pasar.

Relevansi: Surplus konsumen adalah konsep penting dalam ekonomi karena menunjukkan manfaat ekonomi yang diciptakan oleh pasar.

Manfaat: Surplus konsumen memberikan indikasi kepuasan konsumen dan juga mendorong pasar, bisnis, dan kebijakan ekonomi.

  1. Surplus Produsen

Surplus produsen adalah keuntungan tambahan yang diterima produsen karena harga pasar produk yang mereka jual lebih tinggi dari harga minimum yang mereka bersedia terima. Dengan kata lain, ini adalah selisih antara harga pasar dan harga yang bersedia diterima produsen.

Surplus produsen adalah selisih antara jumlah yang sebenarnya diperoleh produsen dari penjualan suatu barang atau jasa dengan jumlah minimum yang bersedia mereka terima.

Contoh: Jika seorang produsen bersedia menjual produknya dengan harga Rp 10.000, tetapi produk tersebut terjual dengan harga Rp 12.000 di pasar, maka surplus produsennya adalah Rp 2.000.

Perbedaannya dengan Surplus Konsumen: Surplus konsumen adalah selisih antara harga yang konsumen bersedia bayar dengan harga yang mereka bayar, sementara surplus produsen adalah selisih antara harga yang produsen terima dengan harga minimum yang mereka bersedia terima.

Mengapa Surplus Produsen Penting: Surplus produsen menunjukkan tingkat kesejahteraan produsen, dan dapat digunakan untuk menganalisis efisiensi pasar dan dampak kebijakan pemerintah pada produsen.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Surplus Produsen:Harga pasar, kurva penawaran, dan biaya produksi.

  1. Efesiensi Pasar

Efisiensi pasar adalah konsep yang mengacu pada sejauh mana harga pasar mencerminkan semua informasi yang tersedia. Pasar yang efisien adalah pasar yang bereaksi dengan cepat dan akurat untuk mencapai harga keseimbangan baru yang sepenuhnya mencerminkan informasi yang tersedia di pasar. Jika harga pasar tidak sepenuhnya mencerminkan informasi, maka ada peluang untuk memperoleh keuntungan dari pengumpulan dan pemrosesan informasi.

Efisiensi pasar adalah kondisi di mana harga suatu aset di pasar mencerminkan semua informasi yang relevan dan tersedia secara publik.

Tiga Bentuk Efisiensi Pasar:

1)    Bentuk Lemah (Weak Form): Harga mencerminkan semua informasi historis seperti harga dan volume transaksi masa lalu. Efisiensi bentuk lemah menyatakan bahwa harga aset sudah mencerminkan semua informasi historis seperti harga dan volume perdagangan masa lalu.

Contoh 1:

 Jika Anda mencoba mengidentifikasi pola naik turun harga saham Alphabet (GOOGL) dari hari Senin ke Jumat dan berharap memperoleh keuntungan, Anda mungkin akan gagal. Pasar efisien dalam bentuk lemah akan membuat harga saham tidak akan naik secara signifikan setelah pola ini ditemukan karena semua informasi ini sudah tercermin dalam harga saat ini.

Contoh 2: J

ika Anda melihat Apple (AAPL) terus-menerus mengalahkan ekspektasi laba analis selama beberapa tahun dan mencoba membeli saham sebelum pengumuman laba, Anda mungkin tidak akan memperoleh keuntungan. Jika pasar efisien bentuk lemah, harga saham akan sudah mencerminkan ekspektasi ini, sehingga tidak akan ada keuntungan berlebih saat pengumuman laba.

2)    Bentuk Setengah Kuat (Semistrong Form): Harga mencerminkan semua informasi yang dipublikasikan, termasuk laporan keuangan, pengumuman perusahaan, dan berita ekonomi.

Efisiensi bentuk setengah kuat menyatakan bahwa harga aset mencerminkan semua informasi publik seperti pengumuman laba, pembagian dividen, dan berita penting lainnya.

Contoh 1:

Ketika sebuah perusahaan mengumumkan merger atau akuisisi, harga saham perusahaan terkait mungkin akan naik atau turun segera setelah pengumuman tersebut. Ini karena informasi publik tentang merger/akuisisi ini telah segera tercermin dalam harga pasar. 

Contoh 2:

Jika sebuah perusahaan mengumumkan kenaikan laba yang signifikan, harga saham perusahaan tersebut mungkin akan naik karena informasi publik tentang kenaikan laba ini telah segera tercermin dalam harga pasar. 

3)    Bentuk Kuat (Strong Form): Harga mencerminkan semua informasi, termasuk informasi yang tidak tersedia publik (informasi privat). Efisiensi bentuk kuat menyatakan bahwa harga aset mencerminkan semua informasi, termasuk informasi publik dan privat (insider information).

Contoh 1:

Seorang insider perusahaan mengetahui rencana merger yang akan datang. Jika pasar efisien bentuk kuat, bahkan informasi dari insider tersebut akan segera tercermin dalam harga saham, sehingga tidak akan ada keuntungan berlebih yang bisa diperoleh oleh insider atau orang lain yang mengetahui informasi tersebut. 

Contoh 2:

Jika seorang insider mengetahui bahwa suatu perusahaan akan mengalami kesulitan keuangan, harga saham akan turun secara signifikan segera setelah informasi tersebut bocor atau diungkapkan, meskipun informasi ini tidak dipublikasikan secara resmi. 

Dalam pasar efisien, tidak mungkin untuk memperoleh keuntungan yang abnormal secara konsisten melalui penggunaan informasi publik atau privat. Harga sudah mencerminkan semua informasi yang tersedia, sehingga tidak ada kesempatan untuk "mengalahkan pasar".

Uji Efisiensi Pasar: Efisiensi pasar diuji dengan mengamati apakah ada return abnormal yang terjadi, yaitu return yang melebihi return yang diharapkan berdasarkan risiko aset. Jika return abnormal tidak terlihat, maka pasar dianggap efisien.

Contoh: Jika sebuah perusahaan mengumumkan laporan keuangan yang menguntungkan, harga saham perusahaan tersebut akan segera naik di pasar yang efisien, mencerminkan informasi positif tersebut. Di pasar yang tidak efisien, kenaikan harga saham mungkin akan terjadi setelah beberapa waktu, atau bahkan tidak terjadi sama sekali.

Untuk mencapai efisiensi pasar, beberapa langkah yang bisa diambil meliputi:

1)   Meningkatkan jumlah peserta pasar: Semakin banyak peserta yang terlibat, semakin banyak persaingan dan informasi yang berbeda yang dibawa, sehingga membuat harga lebih akurat. 

2)   Memastikan informasi tersedia luas dan tepat waktu: Informasi yang relevan harus tersedia secara luas dan dirilis kepada investor pada waktu yang hampir bersamaan. 

3)   Memperbaiki biaya transaksi: Biaya transaksi yang lebih murah akan mendorong lebih banyak transaksi dan menjaga pasar tetap likuid. 

4)   Meningkatkan aksesibilitas informasi: Investor harus mudah mengakses informasi yang dibutuhkan untuk membuat keputusan investasi. 

5)   Mengurangi asimetri informasi: Asimetri informasi dapat menciptakan kesempatan bagi investor yang lebih berpengetahuan untuk memperoleh keuntungan, sehingga mengurangi efisiensi pasar. 

  1. Motif Perilaku Konsumsi Masyarakat

Motif perilaku konsumsi masyarakat dapat beragam, mulai dari memenuhi kebutuhan dasar hingga keinginan untuk meningkatkan status sosial atau mencapai kepuasan. Perilaku konsumsi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti budaya, gaya hidup, pendapatan, dan mudahnya akses terhadap produk.

Motif perilaku konsumsi masyarakat merujuk pada alasan atau dorongan yang mendasari seseorang atau kelompok untuk melakukan tindakan konsumsi (pembelian, penggunaan, atau pengeluaran) terhadap barang dan jasa. Motivasi ini bisa bersifat internal (dari diri sendiri) atau eksternal (dari lingkungan) dan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kebutuhan, keinginan, budaya, sosial, dan psikologis. 

Motif perilaku konsumsi adalah alasan di balik mengapa seseorang memilih untuk membeli, menggunakan, atau menghabiskan suatu barang atau jasa. 

Motif perilaku konsumsi dibagi menjadi 2(dua):

1)    Motif Internal: Contohnya adalah kebutuhan fisiologis (makan, minum), kebutuhan psikologis (rasa aman, harga diri), dan keinginan (produk baru, gaya hidup).

2)    Motif Eksternal: Contohnya adalah pengaruh dari kelompok sosial (teman, keluarga), iklan, tren, dan budaya.

Faktor yang Mempengaruhi:

1.     Kebutuhan: Perilaku konsumsi sering kali didorong oleh kebutuhan dasar (makan, pakaian, tempat tinggal), kebutuhan sosial (interaksi, keanggotaan), dan kebutuhan pribadi (keinginan, hobi).

2.     Keinginan: Keinginan adalah bentuk keinginan atau hasrat yang lebih tinggi dibandingkan kebutuhan.

3.     Budaya: Nilai-nilai, norma, dan tradisi dalam masyarakat dapat memengaruhi pilihan konsumsi.

4.     Sosial: Interaksi dengan orang lain, pengaruh kelompok rujukan, dan tren sosial dapat mendorong perilaku konsumsi.

5.     Psikologi: Faktor psikologis seperti persepsi, motivasi, kepercayaan, sikap, dan pembelajaran juga berperan dalam perilaku konsumsi. 

Contoh:

1)    Membeli baju baru: Motif bisa karena kebutuhan (memperbarui pakaian), keinginan (gaya baru), atau pengaruh sosial (tren fashion).

2)    Makan di restoran: Motif bisa karena kebutuhan (makan), keinginan (berbagai menu), atau pengaruh sosial (perayaan).

3)    Menggunakan jasa transportasi online: Motif bisa karena kebutuhan (pergi ke suatu tempat), keinginan (kemudahan), atau pengaruh sosial (rekomendasi). 

Dengan memahami motif perilaku konsumsi, produsen dan pemasar dapat mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen, serta mengembangkan strategi pemasaran yang lebih efektif untuk menarik perhatian dan meningkatkan penjualan

 

  1. Etika Konsumsi dalam Islam

Etika konsumsi dalam Islam menekankan pentingnya menjaga keseimbangan dalam memenuhi kebutuhan, tidak boros, dan menghindari kemewahan berlebihan. Konsumsi harus halal, tidak haram, dan memberikan manfaat bagi individu dan masyarakat.

Etika konsumsi dalam Islam adalah pedoman moral dan prinsip-prinsip yang mengatur bagaimana seorang Muslim berinteraksi dengan barang dan jasa dalam kehidupan sehari-hari, dengan tujuan mencapai kesejahteraan dunia dan akhirat (maslahah). 

Etika ini menekankan pada penggunaan kekayaan secara bertanggung jawab, menghindari pemborosan, dan mengutamakan kebutuhan yang mendasar sebelum keinginan yang berlebihan. 

Etika konsumsi dalam Islam menekankan beberapa aspek penting:

1)   Kebutuhan vs. Keinginan: Prioritaskan kebutuhan yang mendasar sebelum keinginan yang tidak perlu. 

2)   Menghindari Tabzir dan Israf: Tidak boros dan pemborosan dalam konsumsi. 

3)   Konsumsi Halal: Memastikan konsumsi produk-produk yang halal dan tidak haram. 

4)   Menjaga Keseimbangan: Tidak berlebihan dalam konsumsi dan tidak juga terlalu kikir. 

5)   Menjaga Kualitas Konsumsi: Memilih produk yang baik dan bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat. 

6)   Mengutamakan Maslahah: Memastikan konsumsi yang memberikan manfaat bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. 

7)   Kesederhanaan: Tidak bermewah-mewahan dan hidup sederhana dalam konsumsi. 

Tujuan Etika Konsumsi: Tujuan utama dari etika konsumsi dalam Islam adalah untuk mencapai maslahah, yaitu kesejahteraan di dunia dan akhirat. Konsumsi yang sesuai dengan etika Islam akan membantu mencapai kesejahteraan tersebut karena: Menjaga stabilitas ekonomi, Menghindari kemiskinan dan kesengsaraan, Mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. 

Dengan mengikuti etika konsumsi dalam Islam, seorang Muslim dapat mengelola kekayaannya secara bijaksana, menghindari pemborosan, dan mencapai tujuan hidup yang lebih tinggi, yaitu meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. 

Prinsip dasar etika konsumsi dalam Islam mencakup:

1)    Moderasi: Tidak berlebihan dalam mengkonsumsi, seperti yang dijelaskan dalam Al-Quran (QS. 7:31).

2)    Kesederhanaan: Tidak berlebihan dalam gaya hidup dan konsumsi, serta menghindari pemborosan.

3)    Maslahah: Konsumsi harus memberikan manfaat bagi individu dan masyarakat, serta tidak merugikan orang lain.

4)    Halal: Produk yang dikonsumsi harus halal, sesuai dengan aturan syariat Islam.

5)    Kesadaran: Menyadari bahwa harta adalah amanah yang harus digunakan dengan benar dan bijaksana.

6)    Prioritas: Memperhatikan prioritas kebutuhan, memenuhi kebutuhan pokok terlebih dahulu sebelum memenuhi keinginan.

Etika konsumsi dalam Islam juga menekankan pentingnya menjaga lingkungan dan keberlanjutan sumber daya.

  1. Perilaku Konsumsi dalam Pandangan Ekonomi Islam

Perilaku konsumsi dalam pandangan Ekonomi Islam menekankan pada penggunaan barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan menghindari pemborosan serta kemewahan (tabzir) yang berlebihan. 

Fokus utama adalah memaksimalkan maslahah (kebaikan) dan kesejahteraan, baik di dunia maupun di akhirat. 

Penerapan perilaku konsumsi dalam Ekonomi Islam dapat dilihat dari prinsip-prinsip berikut:

1.     Keseimbangan:  Konsumsi harus seimbang, tidak boros (tabzir) dan tidak kikir (bakil), melainkan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan. Penerapan prinsip keadilan dalam mengelola pendapatan, konsumsi, dan simpanan.

2.     Kehalalan dan Keharaman:  Konsumsi harus halal (sesuai dengan syariat) dan menghindari barang/jasa yang haram. Batasan konsumsi juga meliputi aspek kebaikan, kecocokan, kebersihan, dan menghindari hal-hal yang menjijikan.

3.     Pemenuhan Kebutuhan, Bukan Keinginan: Tujuan utama konsumsi adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup, bukan sekadar pemenuhan keinginan atau kesenangan.  Konsumsi yang berlebihan dianggap sebagai bentuk pemborosan dan tidak sesuai dengan prinsip Ekonomi Islam. 

4.     Moralitas dan Keberkahan:  Perilaku konsumsi harus mencerminkan hubungan dengan Allah (hablu minallah) dan manusia (hablu minannas). Tindakan konsumsi harus dapat menghasilkan pahala dan membawa kebaikan bagi diri sendiri dan orang lain.

5.     Pengelolaan Harta: Harta bukan tujuan akhir, melainkan alat untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat (falah). Perilaku konsumsi harus dapat mendukung pemenuhan kebutuhan keluarga dan juga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. 

6.     Prinsip Maslahah:  Dalam Ekonomi Islam, tujuan konsumsi adalah memaksimalkan maslahah (kebaikan) yang meliputi agama, kehidupan, harta, akal, dan keluarga. Maslahah adalah sifat atau kemampuan barang/jasa yang mendukung elemen-elemen dasar kehidupan manusia.

7.     Etika Konsumsi: Konsumen Muslim seharusnya tidak mengikuti gaya konsumsi yang berlebihan dan bermewah-mewahan (taraf).  Konsumen Muslim juga harus menghindari sikap boros dan pemborosan (israf). 

8.     Prioritas Kebutuhan: Kebutuhan pokok (makanan, pakaian, tempat tinggal, dll) harus menjadi prioritas utama dalam konsumsi.  Konsumsi yang berlebihan pada barang-barang yang tidak terlalu penting dapat mengabaikan kebutuhan pokok lainnya. 

Dengan demikian, perilaku konsumsi dalam Ekonomi Islam adalah tindakan yang bertanggung jawab, terukur, dan beretika, dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan duniawi dan akhirat. 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Kahf, Monzer, 2000. Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Muflih, Muhammad. 2006. Perilaku Konsumen dalam Perspektif Ilmu Ekonomi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Muhammad, 2004. Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, Yogyakarta: BPFEYogyakarta

Pujiyono, Arif, Teori Konsumsi Islam, Jurnal Dinamika Pembangunan, vol. 3 No. 2, 2006.

Qardhawi, Yusuf, 1999. Norma dan Etika Ekonomi Islam, cet 1, Jakarta: Gema Insani.

Rahayu Ekawati Ningsih. 2010. Perilaku Konsumen Pengembangan Konsep dan Praktek dalam Pemasaran, Kudus: Media Nora Enterprise,

Ristiyanti Prasetijo dan John J.O.I Lhalauw. 2004. Perilaku Konsumen, Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Simamora, Bilson, 2002. Panduan Riset Perilaku Konsumen, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH DALAM BISNIS KONTEMPORER

  MATERI- PENGANTAR BISNIS ISLAM Oleh: Eny Latifah, S.E.Sy.,M.Ak Perspektif Ekonomi Syariah dalam Bisnis Kontemporer   A.      Pengertian Ek...