MATERI- EKONOMI MIKRO ISLAM'
Oleh: Eny Latifah,S.E.Sy.,M.Ak
Teori Perilaku Konsumen Islam
- Pengertian Perilaku Islam
Perilaku
adalah serangkaian tindakan, aktivitas, atau respon yang dilakukan oleh
individu terhadap stimulus dari dalam (internal) maupun luar (eksternal).
Perilaku mencakup cara seseorang bertindak, baik dalam hal pikiran, perasaan,
maupun tindakan nyata.
Perilaku
mencakup semua tindakan dan aktivitas yang dilakukan oleh individu, mulai dari
hal-hal sederhana seperti berjalan, berbicara, hingga aktivitas kompleks
seperti bekerja, belajar, atau berinteraksi dengan orang lain.
Perilaku
adalah respons atau reaksi terhadap rangsangan yang diterima, baik dari
lingkungan sekitar maupun dari dalam diri individu. Perilaku dapat dipicu oleh stimulus internal
seperti pikiran, perasaan, atau dorongan, serta stimulus eksternal seperti
interaksi dengan orang lain, lingkungan fisik, atau peristiwa yang terjadi. Perilaku juga dapat dilihat dari beberapa
aspek, seperti pengetahuan, sikap, dan tindakan nyata yang ditunjukkan oleh
individu. Perilaku juga dianggap sebagai suatu proses yang dinamis, yang dapat
berubah seiring dengan waktu dan interaksi dengan lingkungan.
Perilaku
Islam adalah segala tindakan, perkataan, dan perbuatan yang dilakukan seseorang
dengan didasari oleh ajaran Islam, keyakinan kepada Allah, dan rasa takut akan
hukuman-Nya. Perilaku Islami mencakup berbagai aspek kehidupan, mulai dari
hubungan dengan Allah, dengan sesama manusia, hingga dengan lingkungan.
Perilaku
Islami mencakup:
1.
Perbuatan: Segala tindakan
jasmani yang dilakukan, seperti beribadah, bekerja, dan berinteraksi dengan
orang lain.
2.
Perkataan: Segala ucapan
yang diucapkan, baik dalam bentuk doa, nasihat, atau komunikasi sehari-hari.
3.
Sikap: Sikap batin dan
karakter yang mencerminkan nilai-nilai Islam, seperti kejujuran, keadilan,
kasih sayang, dan kesabaran.
4.
Didasari oleh ajaran
Islam: Perilaku Islami harus selaras dengan ajaran-ajaran yang ada dalam
Al-Quran dan Sunnah, seperti perintah dan larangan, serta nilai-nilai yang
dianut.
5.
Keyakinan kepada Allah: Perilaku
Islami harus didasari oleh keyakinan akan keesaan Allah, rasa takut akan
hukuman-Nya di akhirat, dan harapan akan rahmat-Nya di dunia.
6.
Menjunjung tinggi
nilai-nilai Islam: Perilaku Islami harus mencerminkan nilai-nilai Islam yang
luhur, seperti kejujuran, keadilan, kasih sayang, kesabaran, dan tanggung
jawab.
7.
Aplikasi dalam kehidupan
sehari-hari:
8.
Perilaku Islami harus
diimplementasikan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari hubungan dengan
keluarga, masyarakat, hingga lingkungan.
B.
Surplus Konsumen
Surplus
konsumen adalah selisih antara jumlah maksimum yang bersedia dibayar konsumen
untuk suatu barang atau jasa dan harga yang sebenarnya mereka bayarkan. Dengan
kata lain, surplus konsumen adalah manfaat atau keuntungan yang dirasakan
konsumen karena dapat membeli barang atau jasa dengan harga lebih rendah dari
yang mereka rencanakan.
Surplus
konsumen adalah nilai tersembunyi dalam transaksi sehari-hari selisih
antara apa yang dibayar konsumen dan apa yang bersedia mereka bayar. Konsep ini
tidak hanya mengukur kepuasan konsumen; konsep ini menggerakkan pasar,
membentuk strategi bisnis, dan menginformasikan kebijakan ekonomi.
Surplus
konsumen mengukur nilai yang dirasakan konsumen melebihi harga pasar yang
mereka bayarkan.
Contoh: Jika
Anda bersedia membayar Rp 50.000 untuk sebuah buku, tetapi menemukan buku
tersebut dijual dengan harga Rp 30.000, maka surplus konsumen Anda adalah Rp
20.000.
Pengukuran:
Surplus konsumen dapat diukur secara grafis sebagai area di bawah kurva
permintaan dan di atas garis harga pasar.
Relevansi:
Surplus konsumen adalah konsep penting dalam ekonomi karena menunjukkan manfaat
ekonomi yang diciptakan oleh pasar.
Manfaat: Surplus
konsumen memberikan indikasi kepuasan konsumen dan juga mendorong pasar,
bisnis, dan kebijakan ekonomi.
- Surplus Produsen
Surplus
produsen adalah keuntungan tambahan yang diterima produsen karena harga pasar
produk yang mereka jual lebih tinggi dari harga minimum yang mereka bersedia
terima. Dengan kata lain, ini adalah selisih antara harga pasar dan harga yang
bersedia diterima produsen.
Surplus
produsen adalah selisih antara jumlah yang sebenarnya diperoleh produsen dari
penjualan suatu barang atau jasa dengan jumlah minimum yang bersedia mereka
terima.
Contoh: Jika
seorang produsen bersedia menjual produknya dengan harga Rp 10.000, tetapi
produk tersebut terjual dengan harga Rp 12.000 di pasar, maka surplus produsennya
adalah Rp 2.000.
Perbedaannya
dengan Surplus Konsumen: Surplus konsumen adalah selisih antara harga yang
konsumen bersedia bayar dengan harga yang mereka bayar, sementara surplus
produsen adalah selisih antara harga yang produsen terima dengan harga minimum
yang mereka bersedia terima.
Mengapa
Surplus Produsen Penting: Surplus produsen menunjukkan tingkat kesejahteraan
produsen, dan dapat digunakan untuk menganalisis efisiensi pasar dan dampak
kebijakan pemerintah pada produsen.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Surplus Produsen:Harga pasar, kurva penawaran, dan biaya
produksi.
- Efesiensi Pasar
Efisiensi
pasar adalah konsep yang mengacu pada sejauh mana harga pasar mencerminkan
semua informasi yang tersedia. Pasar yang efisien adalah pasar yang bereaksi
dengan cepat dan akurat untuk mencapai harga keseimbangan baru yang sepenuhnya
mencerminkan informasi yang tersedia di pasar. Jika harga pasar tidak
sepenuhnya mencerminkan informasi, maka ada peluang untuk memperoleh keuntungan
dari pengumpulan dan pemrosesan informasi.
Efisiensi
pasar adalah kondisi di mana harga suatu aset di pasar mencerminkan semua
informasi yang relevan dan tersedia secara publik.
Tiga
Bentuk Efisiensi Pasar:
1)
Bentuk Lemah (Weak Form):
Harga mencerminkan semua informasi historis seperti harga dan volume transaksi
masa lalu. Efisiensi bentuk lemah menyatakan bahwa harga aset sudah
mencerminkan semua informasi historis seperti harga dan volume perdagangan masa
lalu.
Contoh 1:
Jika Anda
mencoba mengidentifikasi pola naik turun harga saham Alphabet (GOOGL) dari hari
Senin ke Jumat dan berharap memperoleh keuntungan, Anda mungkin akan gagal.
Pasar efisien dalam bentuk lemah akan membuat harga saham tidak akan naik
secara signifikan setelah pola ini ditemukan karena semua informasi ini sudah
tercermin dalam harga saat ini.
Contoh 2: J
ika Anda melihat Apple (AAPL) terus-menerus
mengalahkan ekspektasi laba analis selama beberapa tahun dan mencoba membeli
saham sebelum pengumuman laba, Anda mungkin tidak akan memperoleh keuntungan.
Jika pasar efisien bentuk lemah, harga saham akan sudah mencerminkan ekspektasi
ini, sehingga tidak akan ada keuntungan berlebih saat pengumuman laba.
2)
Bentuk Setengah Kuat (Semistrong
Form): Harga mencerminkan semua informasi yang dipublikasikan, termasuk
laporan keuangan, pengumuman perusahaan, dan berita ekonomi.
Efisiensi bentuk setengah kuat menyatakan bahwa
harga aset mencerminkan semua informasi publik seperti pengumuman laba,
pembagian dividen, dan berita penting lainnya.
Contoh 1:
Ketika sebuah perusahaan mengumumkan merger atau
akuisisi, harga saham perusahaan terkait mungkin akan naik atau turun segera setelah
pengumuman tersebut. Ini karena informasi publik tentang merger/akuisisi
ini telah segera tercermin dalam harga pasar.
Contoh 2:
Jika sebuah perusahaan mengumumkan kenaikan laba
yang signifikan, harga saham perusahaan tersebut mungkin akan naik karena
informasi publik tentang kenaikan laba ini telah segera tercermin dalam harga
pasar.
3)
Bentuk Kuat (Strong
Form): Harga mencerminkan semua informasi, termasuk informasi yang tidak
tersedia publik (informasi privat). Efisiensi bentuk kuat menyatakan bahwa
harga aset mencerminkan semua informasi, termasuk informasi publik dan privat
(insider information).
Contoh 1:
Seorang insider perusahaan mengetahui rencana
merger yang akan datang. Jika pasar efisien bentuk kuat, bahkan informasi
dari insider tersebut akan segera tercermin dalam harga saham, sehingga tidak
akan ada keuntungan berlebih yang bisa diperoleh oleh insider atau orang lain
yang mengetahui informasi tersebut.
Contoh 2:
Jika seorang insider mengetahui bahwa suatu perusahaan akan
mengalami kesulitan keuangan, harga saham akan turun secara signifikan segera
setelah informasi tersebut bocor atau diungkapkan, meskipun informasi ini tidak
dipublikasikan secara resmi.
Dalam
pasar efisien, tidak mungkin untuk memperoleh keuntungan yang abnormal secara
konsisten melalui penggunaan informasi publik atau privat. Harga sudah
mencerminkan semua informasi yang tersedia, sehingga tidak ada kesempatan untuk
"mengalahkan pasar".
Uji
Efisiensi Pasar: Efisiensi pasar diuji dengan mengamati apakah ada return
abnormal yang terjadi, yaitu return yang melebihi return yang diharapkan
berdasarkan risiko aset. Jika return abnormal tidak terlihat, maka pasar
dianggap efisien.
Contoh: Jika
sebuah perusahaan mengumumkan laporan keuangan yang menguntungkan, harga saham
perusahaan tersebut akan segera naik di pasar yang efisien, mencerminkan
informasi positif tersebut. Di pasar yang tidak efisien, kenaikan harga saham
mungkin akan terjadi setelah beberapa waktu, atau bahkan tidak terjadi sama
sekali.
Untuk
mencapai efisiensi pasar, beberapa langkah yang bisa diambil meliputi:
1)
Meningkatkan
jumlah peserta pasar: Semakin banyak peserta yang terlibat, semakin
banyak persaingan dan informasi yang berbeda yang dibawa, sehingga membuat
harga lebih akurat.
2)
Memastikan
informasi tersedia luas dan tepat waktu: Informasi yang relevan
harus tersedia secara luas dan dirilis kepada investor pada waktu yang hampir
bersamaan.
3)
Memperbaiki
biaya transaksi: Biaya transaksi yang lebih murah akan mendorong
lebih banyak transaksi dan menjaga pasar tetap likuid.
4)
Meningkatkan
aksesibilitas informasi: Investor harus mudah mengakses informasi yang
dibutuhkan untuk membuat keputusan investasi.
5)
Mengurangi
asimetri informasi: Asimetri informasi dapat menciptakan kesempatan
bagi investor yang lebih berpengetahuan untuk memperoleh keuntungan, sehingga
mengurangi efisiensi pasar.
- Motif Perilaku Konsumsi Masyarakat
Motif
perilaku konsumsi masyarakat dapat beragam, mulai dari memenuhi kebutuhan dasar
hingga keinginan untuk meningkatkan status sosial atau mencapai
kepuasan. Perilaku konsumsi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
budaya, gaya hidup, pendapatan, dan mudahnya akses terhadap produk.
Motif
perilaku konsumsi masyarakat merujuk pada alasan atau dorongan yang
mendasari seseorang atau kelompok untuk melakukan tindakan konsumsi (pembelian,
penggunaan, atau pengeluaran) terhadap barang dan jasa. Motivasi ini bisa
bersifat internal (dari diri sendiri) atau eksternal (dari lingkungan) dan
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kebutuhan, keinginan, budaya, sosial,
dan psikologis.
Motif
perilaku konsumsi adalah alasan di balik mengapa seseorang memilih untuk
membeli, menggunakan, atau menghabiskan suatu barang atau jasa.
Motif perilaku
konsumsi dibagi menjadi 2(dua):
1)
Motif Internal: Contohnya
adalah kebutuhan fisiologis (makan, minum), kebutuhan psikologis (rasa aman,
harga diri), dan keinginan (produk baru, gaya hidup).
2)
Motif Eksternal: Contohnya
adalah pengaruh dari kelompok sosial (teman, keluarga), iklan, tren, dan
budaya.
Faktor
yang Mempengaruhi:
1.
Kebutuhan: Perilaku
konsumsi sering kali didorong oleh kebutuhan dasar (makan, pakaian, tempat
tinggal), kebutuhan sosial (interaksi, keanggotaan), dan kebutuhan pribadi
(keinginan, hobi).
2.
Keinginan: Keinginan
adalah bentuk keinginan atau hasrat yang lebih tinggi dibandingkan kebutuhan.
3.
Budaya: Nilai-nilai,
norma, dan tradisi dalam masyarakat dapat memengaruhi pilihan konsumsi.
4.
Sosial: Interaksi
dengan orang lain, pengaruh kelompok rujukan, dan tren sosial dapat mendorong
perilaku konsumsi.
5.
Psikologi: Faktor
psikologis seperti persepsi, motivasi, kepercayaan, sikap, dan pembelajaran
juga berperan dalam perilaku konsumsi.
Contoh:
1)
Membeli baju baru: Motif
bisa karena kebutuhan (memperbarui pakaian), keinginan (gaya baru), atau
pengaruh sosial (tren fashion).
2)
Makan di restoran: Motif
bisa karena kebutuhan (makan), keinginan (berbagai menu), atau pengaruh sosial
(perayaan).
3)
Menggunakan jasa
transportasi online: Motif bisa karena kebutuhan (pergi ke suatu
tempat), keinginan (kemudahan), atau pengaruh sosial (rekomendasi).
Dengan memahami
motif perilaku konsumsi, produsen dan pemasar dapat mengidentifikasi kebutuhan
dan keinginan konsumen, serta mengembangkan strategi pemasaran yang lebih
efektif untuk menarik perhatian dan meningkatkan penjualan
- Etika Konsumsi dalam Islam
Etika konsumsi dalam Islam menekankan pentingnya menjaga
keseimbangan dalam memenuhi kebutuhan, tidak boros, dan menghindari kemewahan
berlebihan. Konsumsi harus halal, tidak haram, dan memberikan manfaat bagi
individu dan masyarakat.
Etika
konsumsi dalam Islam adalah pedoman moral dan prinsip-prinsip yang
mengatur bagaimana seorang Muslim berinteraksi dengan barang dan jasa dalam
kehidupan sehari-hari, dengan tujuan mencapai kesejahteraan dunia dan akhirat
(maslahah).
Etika ini
menekankan pada penggunaan kekayaan secara bertanggung jawab, menghindari
pemborosan, dan mengutamakan kebutuhan yang mendasar sebelum keinginan yang
berlebihan.
Etika
konsumsi dalam Islam menekankan beberapa aspek penting:
1)
Kebutuhan
vs. Keinginan: Prioritaskan kebutuhan yang mendasar sebelum
keinginan yang tidak perlu.
2)
Menghindari
Tabzir dan Israf: Tidak boros dan pemborosan dalam konsumsi.
3)
Konsumsi
Halal: Memastikan konsumsi produk-produk yang halal dan tidak
haram.
4)
Menjaga
Keseimbangan: Tidak berlebihan dalam konsumsi dan tidak
juga terlalu kikir.
5)
Menjaga
Kualitas Konsumsi: Memilih produk yang baik dan bermanfaat bagi
diri sendiri dan masyarakat.
6)
Mengutamakan
Maslahah: Memastikan konsumsi yang memberikan manfaat bagi diri
sendiri, keluarga, dan masyarakat.
7)
Kesederhanaan: Tidak
bermewah-mewahan dan hidup sederhana dalam konsumsi.
Tujuan
Etika Konsumsi: Tujuan utama dari etika konsumsi dalam Islam adalah untuk
mencapai maslahah, yaitu kesejahteraan di dunia dan akhirat. Konsumsi yang
sesuai dengan etika Islam akan membantu mencapai kesejahteraan tersebut
karena: Menjaga stabilitas ekonomi, Menghindari kemiskinan dan
kesengsaraan, Mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dengan
mengikuti etika konsumsi dalam Islam, seorang Muslim dapat mengelola
kekayaannya secara bijaksana, menghindari pemborosan, dan mencapai tujuan hidup
yang lebih tinggi, yaitu meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Prinsip dasar etika konsumsi dalam Islam mencakup:
1)
Moderasi: Tidak berlebihan dalam mengkonsumsi, seperti yang
dijelaskan dalam Al-Quran (QS. 7:31).
2)
Kesederhanaan: Tidak berlebihan dalam gaya hidup dan konsumsi, serta
menghindari pemborosan.
3)
Maslahah: Konsumsi harus memberikan manfaat bagi individu dan
masyarakat, serta tidak merugikan orang lain.
4)
Halal: Produk yang dikonsumsi harus halal, sesuai dengan aturan
syariat Islam.
5)
Kesadaran: Menyadari bahwa harta adalah amanah yang harus digunakan
dengan benar dan bijaksana.
6)
Prioritas: Memperhatikan prioritas kebutuhan, memenuhi kebutuhan
pokok terlebih dahulu sebelum memenuhi keinginan.
Etika konsumsi dalam Islam juga menekankan pentingnya
menjaga lingkungan dan keberlanjutan sumber daya.
- Perilaku Konsumsi dalam Pandangan Ekonomi Islam
Perilaku
konsumsi dalam pandangan Ekonomi Islam menekankan pada penggunaan barang
dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan menghindari pemborosan serta
kemewahan (tabzir) yang berlebihan.
Fokus
utama adalah memaksimalkan maslahah (kebaikan) dan kesejahteraan, baik di dunia
maupun di akhirat.
Penerapan
perilaku konsumsi dalam Ekonomi Islam dapat dilihat dari prinsip-prinsip berikut:
1.
Keseimbangan: Konsumsi
harus seimbang, tidak boros (tabzir) dan tidak kikir (bakil), melainkan sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan. Penerapan prinsip keadilan dalam mengelola
pendapatan, konsumsi, dan simpanan.
2.
Kehalalan dan Keharaman:
Konsumsi harus halal (sesuai dengan syariat) dan menghindari barang/jasa yang
haram. Batasan konsumsi juga meliputi aspek kebaikan, kecocokan, kebersihan,
dan menghindari hal-hal yang menjijikan.
3.
Pemenuhan Kebutuhan, Bukan
Keinginan: Tujuan utama konsumsi adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup, bukan
sekadar pemenuhan keinginan atau kesenangan. Konsumsi yang berlebihan
dianggap sebagai bentuk pemborosan dan tidak sesuai dengan prinsip Ekonomi
Islam.
4.
Moralitas dan Keberkahan:
Perilaku konsumsi harus mencerminkan hubungan dengan Allah (hablu minallah) dan
manusia (hablu minannas). Tindakan konsumsi harus dapat menghasilkan pahala dan
membawa kebaikan bagi diri sendiri dan orang lain.
5.
Pengelolaan Harta: Harta
bukan tujuan akhir, melainkan alat untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat
(falah). Perilaku konsumsi harus dapat mendukung pemenuhan kebutuhan
keluarga dan juga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.
6.
Prinsip Maslahah: Dalam
Ekonomi Islam, tujuan konsumsi adalah memaksimalkan maslahah (kebaikan) yang
meliputi agama, kehidupan, harta, akal, dan keluarga. Maslahah adalah sifat
atau kemampuan barang/jasa yang mendukung elemen-elemen dasar kehidupan
manusia.
7.
Etika Konsumsi: Konsumen
Muslim seharusnya tidak mengikuti gaya konsumsi yang berlebihan dan
bermewah-mewahan (taraf). Konsumen Muslim juga harus menghindari sikap
boros dan pemborosan (israf).
8.
Prioritas Kebutuhan: Kebutuhan
pokok (makanan, pakaian, tempat tinggal, dll) harus menjadi prioritas utama
dalam konsumsi. Konsumsi yang berlebihan pada barang-barang yang tidak
terlalu penting dapat mengabaikan kebutuhan pokok lainnya.
Dengan
demikian, perilaku konsumsi dalam Ekonomi Islam adalah tindakan yang
bertanggung jawab, terukur, dan beretika, dengan tujuan untuk mencapai
kesejahteraan duniawi dan akhirat.
DAFTAR
PUSTAKA
Kahf, Monzer, 2000. Ekonomi
Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Muflih, Muhammad.
2006. Perilaku Konsumen dalam Perspektif Ilmu Ekonomi Islam, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Muhammad,
2004. Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, Yogyakarta: BPFEYogyakarta
Pujiyono,
Arif, Teori Konsumsi Islam, Jurnal Dinamika Pembangunan, vol. 3 No. 2, 2006.
Qardhawi,
Yusuf, 1999. Norma dan Etika Ekonomi Islam, cet 1, Jakarta: Gema Insani.
Rahayu
Ekawati Ningsih. 2010. Perilaku Konsumen Pengembangan Konsep dan Praktek dalam
Pemasaran, Kudus: Media Nora Enterprise,
Ristiyanti
Prasetijo dan John J.O.I Lhalauw. 2004. Perilaku Konsumen, Yogyakarta: Andi
Yogyakarta.
Simamora,
Bilson, 2002. Panduan Riset Perilaku Konsumen, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar