Sabtu, 14 Juni 2025

TEORI PERILAKU PRODUSEN ISLAM

 MATERI- EKONOMI MIKRO ISLAM

Oleh: Eny Latifah,S.E.Sy.,M.Ak


Teori Perilaku Produsen Islam

 

A.    Pengertian Produksi Islam

Dalam pengertian sehari-hari, produksi diartikan sebagai suatu kegiatan menghasilkan barang. Pengertian tersebut merupakan pengertian yang masih sempit sifatnya. Kita ambil contoh untuk membuat sepeda kita memerlukan pipa besi, sedangkan membuat besi diperlukan biji besi yang terdapat dalam tanah, dengan demikian pula untuk membuat pakaian, rumah, obat-obatan, makanan dan lain-lain yang kita pakai sehari-hari. Jadi produksi bukanlah sekedar kegiatan menghasilkan benda atau jasa, tetapi dalam arti luas pengertian produksi mencakup ”semua usaha dan kegiatan manusia untuk menambah kegunaan suatu barang atau menciptakan barang baru”. Orang atau jasa kelompok orang, badan-badan dan perusahaan yang menghasilkan barang dan jasa disebut dengan produsen. Sedangkan orang-orang, kelompok orang dan badan-badan yang memanfaatkan guna barang disebut konsumen.

Produksi adalah transformasi atau pengubahan faktor produksi menjadi barang produksi atau suatu proses dimana masukan diubah menjadi luaran. Kita berusaha untuk mencapai efisensi produksi yaitu menghasilkan barang dan jasa dengan biaya yang paling rendah untuk jangka waktu tertentu. Efisensi dari proses produksi itu tergantung pada proporsi masukan yang digunakan. Masing-masing masukan untuk setiap penggunaannya dan perbandingan antara masukan-masukan atau faktorfaktor produksi.

Produksi adalah sebuah proses yang telah lahir di muka bumi ini semenjak manusia menghuni planet ini. Sesungguhnya produksi lahir dan tumbuh dari menyatunya manusia dengan alam. Maka untuk menyatukan antara manusia dan alam ini, Allah telah menetapkan bahwa manusia berperan sebagai khalifah. Produksi merupakan mata rantai konsumsi, yaitu menyediakan barang dan jasa yang merupakan kebutuhan konsumen yang bertujuan untuk memperoleh mashlahah maksimun melalui aktivitas. Jadi, produsen dalam ekonomi prespektif ekonomi Islam bukan lah seorang pemburu laba maksimun melaikan pemburu mashlahah.

Produksi dalam Islam adalah kegiatan manusia dalam menciptakan atau menambah nilai suatu produk, baik barang maupun jasa, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan cara yang halal dan baik menurut syariat Islam, serta berorientasi pada kemaslahatan dunia dan akhirat. 

Produksi menurut Al Quran adalah mengadakan atau mewujudkan sesuatu barang atau jasa yang bertujuan untuk kemaslahatan manusia. Dalam islam, kerja produktif bukan saja di anjurkan, tetapi dijadikan sebagai kewajiban relegius. Oleh karena itu, kerja adalah milik setiap orang, dan hasilnya menjadi milik pribadi yang dihormati dan lindungi karena terkait dengan kebutuhan, kepentingan atau kemaslahatan umum.

Dengan kata lain bahwa setiap bentuk aktifitas ekonomi yang medatangkan kemanfaatan atau menambahkannya dinilai sebagai aktifitas produksi. Dan termasuk dalam makna ini produk jasa dengan segala bentuknya. Dalam sistem ekonomi islam, kata “produksi” merupakan salah satu kata kunci terpenting, karena dari konsep dan gagasan produksi ditekankan bahwa tujuan produksi yang ingin dicapai kegiatan ekonomi yang diteorisasikan sytem ekonomi islam adalah untuk kemaslahatan individu, dan kemaslahatan masyarakat secara berimbang. Untuk menjamin kemaslahatan individu dan masyarakat. Dengan kata lain bahwa prinsip fundamental yang harus selalu diperhatikan dalam proses produksi adalah prinsip kesejateraan ekonomi dengan bertambahnya pendapatan yang diakibatkan oleh meningkatnya produksi dari hanya barang-barang yang berfaedah melalui pemanfaatan sumber daya secara maksimun, baik manusia maupun benda, dengan juga melalui ikut seranya jumlah masimun orang dalam proses produksi.

 

B.    Faktor-faktor produksi

Faktor-faktor produksi atau sumber daya tersebut apabila kita golongkan maka terdapat 4 (empat} golongan golongan faktor produksi diantaranya:

a)    Faktor produksi alam ( sumber daya alam )

b)    Faktor produksi manusia ( sumber daya manusia)

c)     Faktor produksi modal ( sumber daya modal )

d)    Faktor produksi kegiatan perusahaan (kewirausahaan)

Produksi fisik dihasilkan oleh berkerjanya beberapa faktor produksi sekaligus, yaitu tanah, modal, dan tenaga kerja. Untuk menggambarkan dan menganalisis peranan masing-masing faktor produksi terhadap produksi fisik, dari sejumlah faktor produksi yang digunakan, salah satu faktor produksi dianggap sebagai variabel (berubah-ubah), sementara faktor produksi lainnya diasumsikan konstan (tidak berubah).

Pendapat lain yang menyebutkan bahwa faktor produksi dapat dikategorikan ke dalam sumber daya lahan, manusia, modal, teknologi, informasi dan energi.

C.     Teori Biaya Produksi

Teori biaya produksi adalah konsep perhitungan semua ongkos yang harus ditanggung produsen untuk menghasilkan barang atau jasa. Teori ini mencakup berbagai aspek, mulai dari perhitungan biaya tetap dan variabel, hingga pendekatan perhitungan biaya seperti full costing dan variable costing.

Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang dikeluarkan perusahaan untuk memproduksi barang atau jasa, mulai dari bahan baku, tenaga kerja, hingga biaya overhead pabrik dan distribusi.

Jenis Biaya:

1)    Biaya Tetap (Fixed Cost): Biaya yang tidak berubah meskipun volume produksi berubah, seperti sewa pabrik atau gaji karyawan tetap.

2)    Biaya Variabel (Variable Cost): Biaya yang berubah sesuai dengan volume produksi, seperti bahan baku atau biaya tenaga kerja langsung.

3)    Biaya Marginal (Marginal Cost): Tambahan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi satu unit tambahan produk.

4)    Biaya Rata-rata (Average Cost): Biaya total dibagi dengan jumlah unit yang diproduksi.

5)    Biaya Total (Total Cost): Jumlah biaya tetap dan biaya variabel.

Metode Perhitungan:

1)    Full Costing: Metode perhitungan biaya produksi yang mencakup semua unsur biaya produksi (tetap dan variabel).

2)    Variable Costing: Metode perhitungan biaya produksi yang hanya melibatkan biaya variabel.

Contoh Soal:

Sebuah perusahaan sepatu "Sepatu Kilat" memiliki data biaya produksi sebagai berikut: 

1)      Biaya Tetap (Fixed Cost): Rp 1.000.000 per bulan (termasuk biaya sewa pabrik, penyusutan mesin, dll.)

2)      Biaya Variabel per Unit (Variable Cost per Unit): Rp 80.000 per pasang sepatu (termasuk biaya bahan baku, tenaga kerja langsung, dll.)

3)      Harga Jual per Pasang Sepatu: Rp 160.000

Pertanyaan:

1.     Hitung biaya total (Total Cost/TC) jika perusahaan memproduksi 50 pasang sepatu.

2.     Hitung Break Even Point (BEP) dalam unit (jumlah pasang sepatu yang harus dijual agar perusahaan tidak untung dan tidak rugi).

3.     Jika perusahaan memproduksi dan menjual 400 pasang sepatu, berapa laba (Profit) yang diperoleh? 

Pembahasan:

1)    Menghitung Biaya Total (TC):

o  Biaya Tetap (FC) = Rp 1.000.000

o  Biaya Variabel Total (VC) = Biaya Variabel per Unit (v) x Jumlah Unit (Q) = Rp 80.000 x 50 = Rp 4.000.000

o  Biaya Total (TC) = FC + VC = Rp 1.000.000 + Rp 4.000.000 = Rp 5.000.000 

Jadi, biaya total untuk memproduksi 50 pasang sepatu adalah Rp 5.000.000. 

2)    Menghitung Break Even Point (BEP) dalam Unit:

o    BEP (Unit) = Biaya Tetap (FC) / (Harga Jual per Unit (P) - Biaya Variabel per Unit (v))

o    BEP (Unit) = Rp 1.000.000 / (Rp 160.000 - Rp 80.000)

o    BEP (Unit) = Rp 1.000.000 / Rp 80.000

o    BEP (Unit) = 12,5 unit

Jadi, perusahaan harus menjual minimal 12,5 pasang sepatu agar mencapai BEP. Karena tidak mungkin menjual setengah pasang sepatu, maka dibulatkan menjadi 13 pasang sepatu. 

3)    Menghitung Laba (Profit) jika Memproduksi dan Menjual 400 pasang sepatu:

o    Total Pendapatan (TR) = Harga Jual per Unit (P) x Jumlah Unit (Q) = Rp 160.000 x 400 = Rp 64.000.000

o    Biaya Variabel Total (VC) = Biaya Variabel per Unit (v) x Jumlah Unit (Q) = Rp 80.000 x 400 = Rp 32.000.000

o    Biaya Total (TC) = FC + VC = Rp 1.000.000 + Rp 32.000.000 = Rp 33.000.000

o    Laba (Profit) = TR - TC = Rp 64.000.000 - Rp 33.000.000 = Rp 31.000.000

Jadi, jika perusahaan memproduksi dan menjual 400 pasang sepatu, maka laba yang diperoleh adalah Rp 31.000.000. 

D.    Prinsip-prinsip Produksi

Pada prinsipnya kegiatan produksi terkait seluruhnya dengan syariat Islam, dimana seluruh kegiatan produksi harus sejalan dengan tujuan dari konsumsi itu sendiri. Konsumsi seorang muslim dilakukan untuk mencari falah (kebahagiaan), demikian pula produksi dilakukan untuk menyediakan barang dan jasa guna falah tersebut

Untuk prinsip produksi dalam ekonomi Islam yang berkaitan dengan maqashid al-syari‟ah antara lain:

1.  Kegiatan produksi harus dilandasi nilai-nilai Islam dan sesuai dengan maqashid al-syari‟ah. Tidak memproduksi barang/jasa yang bertentangan dengan penjagaan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.

2.  Prioritas produksi harus sesuai dengan prioritas kebutuhan yaitu dharuriyyat, hajyiyat dan tahsiniyat.

e)    Kebutuhan dharuriyyat (kebutuhan primer) merupakan kebutuhan yang harus ada dan terpenuhi karena bisa mengancam keselamatan umat manusia. Pemenuhan kebutuhan dhururiyat terbagi menjadi lima yang diperlukan sebagai perlindungan keselamatan agama, keselamatan nyawa, keselamatan akal, keselamatan atau kelangsungan keturunan, terjaga dan terlidunginya harga diri dan kehormatan seorang, serta keselamatan serta perlindungan atas harta kekayaan.

f)      Kebutuhan hajiyyat (kebutuhan sekunder) merupakan kebutuhan yang diperlukan manusia, namun tidak terpenuhinya kebutuhan sampai mengancam eksistensi kehidupan manusia menjadi rusak, melainkan hanya sekedar menimbulkan kesulitan dan kesukaran.

g)    Kebutuhan tahsiniyyat (kebutuhan tersier) merupakan kebutuhan manusia yang mendukung kemudahan dan kenyamanan hidup manusia (Alaiddin Koto, 2004).

3.  Kegiatan produksi harus memperhatikan aspek keadilan, sosial, zakat, sedekah, infak dan wakaf.

4.  Mengelola sumber daya alam secara optimal, tidak boros, tidak berlebihan serta tidak merusak lingkungan.

5.  Distribusi keuntungan yang adil antara pemilik dan pengelola, manajemen dan buruh (Ika Yunia Fauzia dan Abdul Kadir Riyadi).

E.     Produksi ditempuh dengan Cara Halal

Produksi dengan cara halal adalah proses menghasilkan suatu produk atau jasa yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam, mulai dari pemilihan bahan baku hingga proses pengolahan, penyimpanan, pengemasan, distribusi, penjualan, dan penyajian. Hal ini mencakup jaminan bahwa produk tersebut bebas dari unsur-unsur yang haram atau dilarang dalam Islam, serta diproduksi dengan cara yang baik, sehat, aman, dan tidak membahayakan.

Produksi halal tidak hanya sebatas pada tidak adanya bahan haram, tetapi juga mencakup seluruh proses yang terlibat.

Bahan baku yang digunakan harus halal, yaitu tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan dalam Islam seperti babi, darah, bangkai, dan alkohol.

Proses produksi harus dilakukan dengan cara yang bersih, higienis, dan sesuai dengan syariat Islam. Ini termasuk penggunaan peralatan yang bersih dan terhindar dari najis.

Penerapan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) sangat penting untuk memastikan seluruh proses produksi terjaga kehalalannya. SJPH mencakup berbagai aspek, mulai dari pengadaan bahan, proses produksi, hingga penyimpanan dan distribusi produk.

Proses produksi halal juga harus transparan, sehingga konsumen dapat mengetahui asal usul dan cara pembuatan produk tersebut.

Thayyib: Selain halal, produk juga harus thayyib, yang berarti baik, bermanfaat, dan tidak membahayakan bagi konsumen.

Dengan demikian, produksi halal merupakan konsep yang komprehensif dan mencakup seluruh aspek dalam proses produksi untuk memastikan produk yang dihasilkan aman, baik, dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam.

F.     Keadilan dalam Produksi

Keadilan dalam produksi merujuk pada prinsip-prinsip etika dan moral dalam proses menghasilkan barang dan jasa, yang memastikan bahwa semua pihak yang terlibat mendapatkan perlakuan yang adil dan setara. Ini mencakup distribusi keuntungan yang merata, perlindungan hak-hak pekerja, dan penggunaan sumber daya yang bertanggung jawab.

Secara lebih rinci, keadilan dalam produksi meliputi beberapa aspek:

1)    Distribusi yang adil:Hasil produksi, baik berupa keuntungan maupun barang dan jasa, didistribusikan secara adil kepada semua pihak yang terlibat, termasuk pemilik modal, pekerja, dan konsumen.

2)    Perlindungan hak-hak pekerja: Pekerja diberikan upah yang layak, lingkungan kerja yang aman dan sehat, serta kesempatan untuk berkembang.

3)    Penggunaan sumber daya yang bertanggung jawab: Sumber daya alam dan lingkungan dieksploitasi secara berkelanjutan, dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap generasi mendatang.

4)    Produksi barang dan jasa yang halal: Dalam konteks ekonomi Islam, produksi harus memperhatikan aspek halal, yaitu tidak mengandung unsur-unsur yang dilarang oleh agama, seperti riba, maisir, dan gharar.

5)    Tujuan produksi yang maslahat: Produksi tidak hanya bertujuan untuk mencari keuntungan semata, tetapi juga untuk memberikan manfaat bagi masyarakat dan lingkungan.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip keadilan dalam produksi, diharapkan tercipta sistem ekonomi yang lebih berkelanjutan, inklusif, dan memberikan kesejahteraan bagi semua.

G.    Produksi yang ramah lingkungan

Produksi yang ramah lingkungan adalah proses produksi yang dirancang untuk meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Hal ini melibatkan penggunaan sumber daya secara efisien, mengurangi limbah, dan memanfaatkan energi terbarukan. Tujuan utamanya adalah menjaga keseimbangan ekosistem dan mengurangi jejak karbon dari kegiatan produksi. 

Ciri-ciri Produksi Ramah Lingkungan:

1)    Penggunaan Bahan Baku Berkelanjutan: Memilih bahan baku yang dapat diperbaharui atau didaur ulang, serta mengurangi penggunaan bahan berbahaya.

2)    Efisiensi Energi: Menggunakan energi secara efisien, termasuk penggunaan energi terbarukan seperti tenaga surya atau angin.

3)    Pengelolaan Limbah: Mengurangi, mendaur ulang, dan mengolah limbah produksi dengan benar untuk meminimalkan dampaknya terhadap lingkungan.

4)    Penggunaan Teknologi Hijau: Memanfaatkan teknologi yang ramah lingkungan, seperti sistem otomatisasi dan IoT untuk meningkatkan efisiensi proses produksi.

5)    Desain Produk Berkelanjutan: Merancang produk dengan mempertimbangkan dampak lingkungan dari produksi, penggunaan, dan pembuangannya. 

Manfaat Produksi Ramah Lingkungan:

1)      Mengurangi Dampak Lingkungan: Menurunkan emisi gas rumah kaca, polusi air, dan limbah padat.

2)      Efisiensi Biaya: Penggunaan energi dan bahan baku yang lebih efisien dapat mengurangi biaya operasional.

3)      Citra Perusahaan Positif: Perusahaan yang menerapkan produksi ramah lingkungan dapat meningkatkan reputasi dan daya saing.

4)      Kelestarian Sumber Daya: Memastikan ketersediaan sumber daya alam untuk generasi mendatang.

5)      Kesehatan Masyarakat: Mengurangi paparan zat berbahaya bagi pekerja dan masyarakat sekitar. 

H.   Produksi dalam Perspektif Ekonomi Islam

Kegiatan produksi dalam perspektif ekonomi Islam adalah terkait dengan manusia dan eksistensinya dalam aktivitas ekonomi, produksi merupakan kegiatan menciptakan kekayaan dengan pemanfaatan sumber alam oleh manusia. Berproduksi lazim diartikan menciptakan nilai barang atau menambah nilai terhadap sesuatu produk, barang dan jasa yang diproduksi itu haruslah hanya yang dibolehkan dan menguntungkan (yakni halal dan baik) menurut Islam (Mohamed Aslam Haneef, 2010).

Produksi tidak berarti hanya menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada, melainkan yang dapat dilakukan oleh manusia adalah membuat barang-barang menjadi berguna yang dihasilkan dari beberapa aktivitas produksi, karena tidak ada seorang pun yang dapat menciptakan benda yang benar-benar baru. Membuat suatu barang menjadi berguna berarti memproduksi suatu barang yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta memiliki daya jual yang yang tinggi (Ika Yunia Fauzia dan Abdul Kadir Riyadi, 2014).

Tujuan produksi dalam perspektif fiqh ekonomi khalifah Umar bin Khatab adalah sebagai berikut:

1.     Merealisasikan keuntungan seoptimal mungkin Merealisasikan keuntungan seoptimal mungkin berarti ketika berproduksi bukan sekadar berproduksi rutin atau asal produksi melainkan harus betul-betul memperhatikan realisasi keuntungan, namun demikian tujuan tersebut berbeda dengan paham kapitalis yang berusaha meraih keuntungan sebesar mungkin.

2.     Merealisasikan kecukupan individu dan keluarga Seorang Muslim wajib melakukan aktivitas yang dapat merealisasikan kecukupannya dan kecukupan orang yang menjadi kewajiban nafkahnya.

3.     Tidak mengandalkan orang lain Umar r.a sebagaimana yang diajarkan dalam Islam tidak membenarkan/membolehkan seseorang yang mampu bekerja untuk menengadahkan tangannya kepada orang lain dengan meminta-minta dan menyerukan kaum muslimin untuk bersandar kepada diri mereka sendiri, tidak mengharap apa yang ada ditangan orang lain.

4.     Melindungi harta dan mengembangkannya Harta memiliki peranan besar dalam Islam. Sebab dengan harta, dunia dan agama dapat ditegakkan. Tanpa harta, seseorang bisa saja tidak istiqamah dalam agamanya serta tidak tenang dalam kehidupannya. Dalam fiqh ekonomi Umar r.a. terdapat banyak riwayat yang menjelaskan urgensi harta, dan bahwa harta sangat banyak dibutuhkan untuk penegakan berbagai masalah dunia dan agama. Sebab, di dunia harta adalah sebagai kemuliaan dan kehormatan, serta lebih melindungi agama seseorang. Didalamnya terdapat kebaikan bagi seseorang, dan menyambungkan silaturahmi dengan orang lain. Karena itu, Umar r.a menyerukan kepada manusia untuk memelihara harta dan mengembangkannya dengan mengeksplorasinya dalam kegiatan-kegiatan produksi.

5.     Mengeksplorasi sumber-sumber ekonomi dan mempersiapkannya untuk dimanfaatkan Rezeki yang diciptakan Allah Swt. bukan hanya harta yang berada ditangan seseorang saja, namun mencakup segala sesuatu yang dititipkan oleh Allah Swt. di muka bumi ini sehingga dapat dijadikan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan dan kesenangannya. Allah Swt. telah mempersiapkan bagi manusia di dunia ini banyak sumber ekonomi, namun pada umumnya untuk dapat dimanfaatkan harus dilakukan eksplorasi dalam bentuk kegiatan produksi sehingga dapat memenuhi kebutuhan manusia.  

6.     Pembebasan dari belenggu ketergantungan ekonomi Produksi merupakan sarana terpenting dalam merealisasikan kemandirian ekonomi. Bangsa yang memproduksi kebutuhan-kebutuhanya adalah bangsa yang mandiri dan terbebas dari belengu ketergantungan ekonomi bangsa lain. Sedangkan bangsa yang hanya mengandalkan konsumsi akan selalu menjadi tawanan belenggu ekonomi bangsa lain.

7.     Taqarrub kepada Allah SWT Seorang produsen Muslim akan meraih pahala dari sisi Allah Swt. disebabkan aktivitas produksinya, baik tujuan untuk memperoleh keuntungan, merealisasi kemapanan, melindungi harta dan mengembangkannya atau tujuan lain selama ia menjadikan aktivitasnya tersebut sebagai pertolongan dalam menaati Allah Swt (Lukman Hakim, 2012).

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Adiwarman Karim. 2007. Ekonomi Mikro Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Ahyari, Agus. 1999. Manajemen Produksi, Yogyakarta: BPFE 

Fauzia, Ika Yunia dan Abdul Kadir Riyadi. 2014. Prinsip Dasar Ekonomi Islam: Perspektif Maqashid al-Syari’ah. Jakarta: Prenadamedia Group.

Hakim, Lukman. 2012. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam. Jakarta: Erlangga.

Koto, H. Alaiddin. 2004. Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih. Jakarta: Grafindo Pratama.

Muhammad. 2000. Manajemen Bank Syari'ah, Yogyakarta: UPP AMPYKPN,

Qardhawi, Yusuf. 2007. Hukum Zakat, Bogor: Litera AntarNusa. 

Sukirno, Sadono. 2006. Mikroekonomi : Teori Pengantar, Ed. 3, Cet. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Wilson, Rodney. 1990. Islamic Business Theory And Practice, terj. J.T. Salim,”Bisnis Menurut Islam dan Praktek”, Jakarta : PT Intermasa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH DALAM BISNIS KONTEMPORER

  MATERI- PENGANTAR BISNIS ISLAM Oleh: Eny Latifah, S.E.Sy.,M.Ak Perspektif Ekonomi Syariah dalam Bisnis Kontemporer   A.      Pengertian Ek...