MATERI- EKONOMI MIKRO ISLAM
Oleh: Eny Latifah,S.E.Sy.,M.Ak
Teori
Perilaku Produsen Islam
A.
Pengertian
Produksi Islam
Dalam
pengertian sehari-hari, produksi diartikan sebagai suatu kegiatan menghasilkan
barang. Pengertian tersebut merupakan pengertian yang masih sempit sifatnya.
Kita ambil contoh untuk membuat sepeda kita memerlukan pipa besi, sedangkan
membuat besi diperlukan biji besi yang terdapat dalam tanah, dengan demikian
pula untuk membuat pakaian, rumah, obat-obatan, makanan dan lain-lain yang kita
pakai sehari-hari. Jadi produksi bukanlah sekedar kegiatan menghasilkan benda
atau jasa, tetapi dalam arti luas pengertian produksi mencakup ”semua usaha dan
kegiatan manusia untuk menambah kegunaan suatu barang atau menciptakan barang
baru”. Orang atau jasa kelompok orang, badan-badan dan perusahaan yang
menghasilkan barang dan jasa disebut dengan produsen. Sedangkan orang-orang,
kelompok orang dan badan-badan yang memanfaatkan guna barang disebut konsumen.
Produksi
adalah transformasi atau pengubahan faktor produksi menjadi barang produksi
atau suatu proses dimana masukan diubah menjadi luaran. Kita berusaha untuk
mencapai efisensi produksi yaitu menghasilkan barang dan jasa dengan biaya yang
paling rendah untuk jangka waktu tertentu. Efisensi dari proses produksi itu
tergantung pada proporsi masukan yang digunakan. Masing-masing masukan untuk
setiap penggunaannya dan perbandingan antara masukan-masukan atau faktorfaktor
produksi.
Produksi
adalah sebuah proses yang telah lahir di muka bumi ini semenjak manusia
menghuni planet ini. Sesungguhnya produksi lahir dan tumbuh dari menyatunya
manusia dengan alam. Maka untuk menyatukan antara manusia dan alam ini, Allah
telah menetapkan bahwa manusia berperan sebagai khalifah. Produksi merupakan
mata rantai konsumsi, yaitu menyediakan barang dan jasa yang merupakan
kebutuhan konsumen yang bertujuan untuk memperoleh mashlahah maksimun melalui
aktivitas. Jadi, produsen dalam ekonomi prespektif ekonomi Islam bukan lah
seorang pemburu laba maksimun melaikan pemburu mashlahah.
Produksi
dalam Islam adalah kegiatan manusia dalam menciptakan atau menambah nilai
suatu produk, baik barang maupun jasa, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
manusia dengan cara yang halal dan baik menurut syariat Islam, serta
berorientasi pada kemaslahatan dunia dan akhirat.
Produksi
menurut Al Quran adalah mengadakan atau mewujudkan sesuatu barang atau jasa
yang bertujuan untuk kemaslahatan manusia. Dalam islam, kerja produktif bukan
saja di anjurkan, tetapi dijadikan sebagai kewajiban relegius. Oleh karena itu,
kerja adalah milik setiap orang, dan hasilnya menjadi milik pribadi yang
dihormati dan lindungi karena terkait dengan kebutuhan, kepentingan atau
kemaslahatan umum.
Dengan
kata lain bahwa setiap bentuk aktifitas ekonomi yang medatangkan kemanfaatan
atau menambahkannya dinilai sebagai aktifitas produksi. Dan termasuk dalam
makna ini produk jasa dengan segala bentuknya. Dalam sistem ekonomi islam, kata
“produksi” merupakan salah satu kata kunci terpenting, karena dari konsep dan
gagasan produksi ditekankan bahwa tujuan produksi yang ingin dicapai kegiatan
ekonomi yang diteorisasikan sytem ekonomi islam adalah untuk kemaslahatan
individu, dan kemaslahatan masyarakat secara berimbang. Untuk menjamin
kemaslahatan individu dan masyarakat. Dengan kata lain bahwa prinsip
fundamental yang harus selalu diperhatikan dalam proses produksi adalah prinsip
kesejateraan ekonomi dengan bertambahnya pendapatan yang diakibatkan oleh
meningkatnya produksi dari hanya barang-barang yang berfaedah melalui
pemanfaatan sumber daya secara maksimun, baik manusia maupun benda, dengan juga
melalui ikut seranya jumlah masimun orang dalam proses produksi.
B. Faktor-faktor produksi
Faktor-faktor
produksi atau sumber daya tersebut apabila kita golongkan maka terdapat 4
(empat} golongan golongan faktor produksi diantaranya:
a)
Faktor produksi alam (
sumber daya alam )
b)
Faktor produksi manusia (
sumber daya manusia)
c)
Faktor produksi modal (
sumber daya modal )
d)
Faktor produksi kegiatan
perusahaan (kewirausahaan)
Produksi
fisik dihasilkan oleh berkerjanya beberapa faktor produksi sekaligus, yaitu
tanah, modal, dan tenaga kerja. Untuk menggambarkan dan menganalisis peranan
masing-masing faktor produksi terhadap produksi fisik, dari sejumlah faktor
produksi yang digunakan, salah satu faktor produksi dianggap sebagai variabel
(berubah-ubah), sementara faktor produksi lainnya diasumsikan konstan (tidak
berubah).
Pendapat
lain yang menyebutkan bahwa faktor produksi dapat dikategorikan ke dalam sumber
daya lahan, manusia, modal, teknologi, informasi dan energi.
C. Teori Biaya Produksi
Teori
biaya produksi adalah konsep perhitungan semua ongkos yang harus ditanggung
produsen untuk menghasilkan barang atau jasa. Teori ini mencakup berbagai
aspek, mulai dari perhitungan biaya tetap dan variabel, hingga pendekatan
perhitungan biaya seperti full costing dan variable costing.
Biaya
produksi adalah semua pengeluaran yang dikeluarkan perusahaan untuk memproduksi
barang atau jasa, mulai dari bahan baku, tenaga kerja, hingga biaya overhead
pabrik dan distribusi.
Jenis
Biaya:
1)
Biaya Tetap (Fixed Cost):
Biaya yang tidak berubah meskipun volume produksi berubah, seperti sewa pabrik
atau gaji karyawan tetap.
2)
Biaya Variabel (Variable
Cost): Biaya yang berubah sesuai dengan volume produksi, seperti bahan baku
atau biaya tenaga kerja langsung.
3)
Biaya Marginal (Marginal
Cost): Tambahan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi satu unit tambahan
produk.
4)
Biaya Rata-rata (Average
Cost): Biaya total dibagi dengan jumlah unit yang diproduksi.
5)
Biaya Total (Total Cost):
Jumlah biaya tetap dan biaya variabel.
Metode
Perhitungan:
1)
Full Costing: Metode
perhitungan biaya produksi yang mencakup semua unsur biaya produksi (tetap dan
variabel).
2)
Variable Costing: Metode
perhitungan biaya produksi yang hanya melibatkan biaya variabel.
Contoh
Soal:
Sebuah
perusahaan sepatu "Sepatu Kilat" memiliki data biaya produksi sebagai
berikut:
1)
Biaya Tetap (Fixed Cost): Rp
1.000.000 per bulan (termasuk biaya sewa pabrik, penyusutan mesin, dll.)
2)
Biaya Variabel per Unit
(Variable Cost per Unit): Rp 80.000 per pasang sepatu (termasuk
biaya bahan baku, tenaga kerja langsung, dll.)
3)
Harga Jual per Pasang
Sepatu: Rp 160.000
Pertanyaan:
1. Hitung
biaya total (Total Cost/TC) jika perusahaan memproduksi 50 pasang sepatu.
2. Hitung
Break Even Point (BEP) dalam unit (jumlah pasang sepatu yang harus dijual agar
perusahaan tidak untung dan tidak rugi).
3. Jika
perusahaan memproduksi dan menjual 400 pasang sepatu, berapa laba (Profit) yang
diperoleh?
Pembahasan:
1)
Menghitung Biaya Total
(TC):
o Biaya
Tetap (FC) = Rp 1.000.000
o Biaya
Variabel Total (VC) = Biaya Variabel per Unit (v) x Jumlah Unit (Q) = Rp 80.000
x 50 = Rp 4.000.000
o Biaya
Total (TC) = FC + VC = Rp 1.000.000 + Rp 4.000.000 = Rp 5.000.000
Jadi,
biaya total untuk memproduksi 50 pasang sepatu adalah Rp 5.000.000.
2)
Menghitung Break Even
Point (BEP) dalam Unit:
o BEP
(Unit) = Biaya Tetap (FC) / (Harga Jual per Unit (P) - Biaya Variabel per Unit
(v))
o BEP
(Unit) = Rp 1.000.000 / (Rp 160.000 - Rp 80.000)
o BEP
(Unit) = Rp 1.000.000 / Rp 80.000
o BEP
(Unit) = 12,5 unit
Jadi,
perusahaan harus menjual minimal 12,5 pasang sepatu agar mencapai
BEP. Karena tidak mungkin menjual setengah pasang sepatu, maka dibulatkan
menjadi 13 pasang sepatu.
3)
Menghitung Laba (Profit)
jika Memproduksi dan Menjual 400 pasang sepatu:
o Total
Pendapatan (TR) = Harga Jual per Unit (P) x Jumlah Unit (Q) = Rp 160.000 x 400
= Rp 64.000.000
o Biaya
Variabel Total (VC) = Biaya Variabel per Unit (v) x Jumlah Unit (Q) = Rp 80.000
x 400 = Rp 32.000.000
o Biaya
Total (TC) = FC + VC = Rp 1.000.000 + Rp 32.000.000 = Rp 33.000.000
o Laba
(Profit) = TR - TC = Rp 64.000.000 - Rp 33.000.000 = Rp 31.000.000
Jadi,
jika perusahaan memproduksi dan menjual 400 pasang sepatu, maka laba yang
diperoleh adalah Rp 31.000.000.
D. Prinsip-prinsip Produksi
Pada
prinsipnya kegiatan produksi terkait seluruhnya dengan syariat Islam, dimana
seluruh kegiatan produksi harus sejalan dengan tujuan dari konsumsi itu
sendiri. Konsumsi seorang muslim dilakukan untuk mencari falah (kebahagiaan),
demikian pula produksi dilakukan untuk menyediakan barang dan jasa guna falah
tersebut
Untuk
prinsip produksi dalam ekonomi Islam yang berkaitan dengan maqashid al-syari‟ah
antara lain:
1. Kegiatan
produksi harus dilandasi nilai-nilai Islam dan sesuai dengan maqashid
al-syari‟ah. Tidak memproduksi barang/jasa yang bertentangan dengan penjagaan
terhadap agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.
2. Prioritas
produksi harus sesuai dengan prioritas kebutuhan yaitu dharuriyyat, hajyiyat
dan tahsiniyat.
e)
Kebutuhan dharuriyyat
(kebutuhan primer) merupakan kebutuhan yang harus ada dan terpenuhi karena bisa
mengancam keselamatan umat manusia. Pemenuhan kebutuhan dhururiyat terbagi
menjadi lima yang diperlukan sebagai perlindungan keselamatan agama,
keselamatan nyawa, keselamatan akal, keselamatan atau kelangsungan keturunan,
terjaga dan terlidunginya harga diri dan kehormatan seorang, serta keselamatan
serta perlindungan atas harta kekayaan.
f)
Kebutuhan hajiyyat
(kebutuhan sekunder) merupakan kebutuhan yang diperlukan manusia, namun tidak
terpenuhinya kebutuhan sampai mengancam eksistensi kehidupan manusia menjadi
rusak, melainkan hanya sekedar menimbulkan kesulitan dan kesukaran.
g)
Kebutuhan tahsiniyyat
(kebutuhan tersier) merupakan kebutuhan manusia yang mendukung kemudahan dan
kenyamanan hidup manusia (Alaiddin Koto, 2004).
3. Kegiatan
produksi harus memperhatikan aspek keadilan, sosial, zakat, sedekah, infak dan
wakaf.
4. Mengelola
sumber daya alam secara optimal, tidak boros, tidak berlebihan serta tidak
merusak lingkungan.
5. Distribusi
keuntungan yang adil antara pemilik dan pengelola, manajemen dan buruh (Ika
Yunia Fauzia dan Abdul Kadir Riyadi).
E. Produksi ditempuh dengan Cara Halal
Produksi
dengan cara halal adalah proses menghasilkan suatu produk atau jasa yang sesuai
dengan prinsip-prinsip syariat Islam, mulai dari pemilihan bahan baku hingga
proses pengolahan, penyimpanan, pengemasan, distribusi, penjualan, dan
penyajian. Hal ini mencakup jaminan bahwa produk tersebut bebas dari
unsur-unsur yang haram atau dilarang dalam Islam, serta diproduksi dengan cara
yang baik, sehat, aman, dan tidak membahayakan.
Produksi
halal tidak hanya sebatas pada tidak adanya bahan haram, tetapi juga mencakup
seluruh proses yang terlibat.
Bahan
baku yang digunakan harus halal, yaitu tidak mengandung unsur-unsur yang
diharamkan dalam Islam seperti babi, darah, bangkai, dan alkohol.
Proses
produksi harus dilakukan dengan cara yang bersih, higienis, dan sesuai dengan
syariat Islam. Ini termasuk penggunaan peralatan yang bersih dan terhindar dari
najis.
Penerapan
Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) sangat penting untuk memastikan seluruh
proses produksi terjaga kehalalannya. SJPH mencakup berbagai aspek, mulai dari
pengadaan bahan, proses produksi, hingga penyimpanan dan distribusi produk.
Proses
produksi halal juga harus transparan, sehingga konsumen dapat mengetahui asal
usul dan cara pembuatan produk tersebut.
Thayyib:
Selain halal, produk juga harus thayyib, yang berarti baik, bermanfaat, dan
tidak membahayakan bagi konsumen.
Dengan
demikian, produksi halal merupakan konsep yang komprehensif dan mencakup
seluruh aspek dalam proses produksi untuk memastikan produk yang dihasilkan
aman, baik, dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam.
F. Keadilan dalam Produksi
Keadilan
dalam produksi merujuk pada prinsip-prinsip etika dan moral dalam proses
menghasilkan barang dan jasa, yang memastikan bahwa semua pihak yang terlibat
mendapatkan perlakuan yang adil dan setara. Ini mencakup distribusi keuntungan
yang merata, perlindungan hak-hak pekerja, dan penggunaan sumber daya yang
bertanggung jawab.
Secara
lebih rinci, keadilan dalam produksi meliputi beberapa aspek:
1)
Distribusi yang adil:Hasil
produksi, baik berupa keuntungan maupun barang dan jasa, didistribusikan secara
adil kepada semua pihak yang terlibat, termasuk pemilik modal, pekerja, dan
konsumen.
2)
Perlindungan hak-hak
pekerja: Pekerja diberikan upah yang layak, lingkungan kerja yang aman dan
sehat, serta kesempatan untuk berkembang.
3)
Penggunaan sumber daya
yang bertanggung jawab: Sumber daya alam dan lingkungan dieksploitasi secara
berkelanjutan, dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap generasi mendatang.
4)
Produksi barang dan jasa
yang halal: Dalam konteks ekonomi Islam, produksi harus memperhatikan aspek
halal, yaitu tidak mengandung unsur-unsur yang dilarang oleh agama, seperti
riba, maisir, dan gharar.
5)
Tujuan produksi yang
maslahat: Produksi tidak hanya bertujuan untuk mencari keuntungan semata,
tetapi juga untuk memberikan manfaat bagi masyarakat dan lingkungan.
Dengan
menerapkan prinsip-prinsip keadilan dalam produksi, diharapkan tercipta sistem
ekonomi yang lebih berkelanjutan, inklusif, dan memberikan kesejahteraan bagi semua.
G. Produksi yang ramah lingkungan
Produksi
yang ramah lingkungan adalah proses produksi yang dirancang untuk
meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Hal ini melibatkan
penggunaan sumber daya secara efisien, mengurangi limbah, dan memanfaatkan
energi terbarukan. Tujuan utamanya adalah menjaga keseimbangan ekosistem
dan mengurangi jejak karbon dari kegiatan produksi.
Ciri-ciri
Produksi Ramah Lingkungan:
1)
Penggunaan Bahan Baku
Berkelanjutan: Memilih bahan baku yang dapat diperbaharui atau
didaur ulang, serta mengurangi penggunaan bahan berbahaya.
2)
Efisiensi Energi: Menggunakan
energi secara efisien, termasuk penggunaan energi terbarukan seperti tenaga
surya atau angin.
3)
Pengelolaan Limbah: Mengurangi,
mendaur ulang, dan mengolah limbah produksi dengan benar untuk meminimalkan dampaknya
terhadap lingkungan.
4)
Penggunaan Teknologi
Hijau: Memanfaatkan teknologi yang ramah lingkungan, seperti sistem
otomatisasi dan IoT untuk meningkatkan efisiensi proses produksi.
5)
Desain Produk
Berkelanjutan: Merancang produk dengan mempertimbangkan dampak
lingkungan dari produksi, penggunaan, dan pembuangannya.
Manfaat
Produksi Ramah Lingkungan:
1)
Mengurangi Dampak
Lingkungan: Menurunkan emisi gas rumah kaca, polusi air,
dan limbah padat.
2)
Efisiensi Biaya: Penggunaan
energi dan bahan baku yang lebih efisien dapat mengurangi biaya operasional.
3)
Citra Perusahaan Positif: Perusahaan
yang menerapkan produksi ramah lingkungan dapat meningkatkan reputasi dan daya
saing.
4)
Kelestarian Sumber Daya: Memastikan
ketersediaan sumber daya alam untuk generasi mendatang.
5)
Kesehatan Masyarakat: Mengurangi
paparan zat berbahaya bagi pekerja dan masyarakat sekitar.
H. Produksi dalam Perspektif Ekonomi Islam
Kegiatan
produksi dalam perspektif ekonomi Islam adalah terkait dengan manusia dan
eksistensinya dalam aktivitas ekonomi, produksi merupakan kegiatan menciptakan
kekayaan dengan pemanfaatan sumber alam oleh manusia. Berproduksi lazim
diartikan menciptakan nilai barang atau menambah nilai terhadap sesuatu produk,
barang dan jasa yang diproduksi itu haruslah hanya yang dibolehkan dan
menguntungkan (yakni halal dan baik) menurut Islam (Mohamed Aslam Haneef,
2010).
Produksi
tidak berarti hanya menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada, melainkan
yang dapat dilakukan oleh manusia adalah membuat barang-barang menjadi berguna
yang dihasilkan dari beberapa aktivitas produksi, karena tidak ada seorang pun
yang dapat menciptakan benda yang benar-benar baru. Membuat suatu barang
menjadi berguna berarti memproduksi suatu barang yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat serta memiliki daya jual yang yang tinggi (Ika Yunia Fauzia dan
Abdul Kadir Riyadi, 2014).
Tujuan
produksi dalam perspektif fiqh ekonomi khalifah Umar bin Khatab adalah sebagai
berikut:
1.
Merealisasikan keuntungan
seoptimal mungkin Merealisasikan keuntungan seoptimal mungkin berarti ketika
berproduksi bukan sekadar berproduksi rutin atau asal produksi melainkan harus
betul-betul memperhatikan realisasi keuntungan, namun demikian tujuan tersebut
berbeda dengan paham kapitalis yang berusaha meraih keuntungan sebesar mungkin.
2.
Merealisasikan kecukupan
individu dan keluarga Seorang Muslim wajib melakukan aktivitas yang dapat
merealisasikan kecukupannya dan kecukupan orang yang menjadi kewajiban
nafkahnya.
3.
Tidak mengandalkan orang
lain Umar r.a sebagaimana yang diajarkan dalam Islam tidak
membenarkan/membolehkan seseorang yang mampu bekerja untuk menengadahkan tangannya
kepada orang lain dengan meminta-minta dan menyerukan kaum muslimin untuk
bersandar kepada diri mereka sendiri, tidak mengharap apa yang ada ditangan
orang lain.
4.
Melindungi harta dan
mengembangkannya Harta memiliki peranan besar dalam Islam. Sebab dengan harta,
dunia dan agama dapat ditegakkan. Tanpa harta, seseorang bisa saja tidak
istiqamah dalam agamanya serta tidak tenang dalam kehidupannya. Dalam fiqh
ekonomi Umar r.a. terdapat banyak riwayat yang menjelaskan urgensi harta, dan
bahwa harta sangat banyak dibutuhkan untuk penegakan berbagai masalah dunia dan
agama. Sebab, di dunia harta adalah sebagai kemuliaan dan kehormatan, serta
lebih melindungi agama seseorang. Didalamnya terdapat kebaikan bagi seseorang,
dan menyambungkan silaturahmi dengan orang lain. Karena itu, Umar r.a
menyerukan kepada manusia untuk memelihara harta dan mengembangkannya dengan
mengeksplorasinya dalam kegiatan-kegiatan produksi.
5.
Mengeksplorasi
sumber-sumber ekonomi dan mempersiapkannya untuk dimanfaatkan Rezeki yang diciptakan
Allah Swt. bukan hanya harta yang berada ditangan seseorang saja, namun
mencakup segala sesuatu yang dititipkan oleh Allah Swt. di muka bumi ini
sehingga dapat dijadikan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan dan
kesenangannya. Allah Swt. telah mempersiapkan bagi manusia di dunia ini banyak
sumber ekonomi, namun pada umumnya untuk dapat dimanfaatkan harus dilakukan
eksplorasi dalam bentuk kegiatan produksi sehingga dapat memenuhi kebutuhan manusia.
6.
Pembebasan dari belenggu
ketergantungan ekonomi Produksi merupakan sarana terpenting dalam
merealisasikan kemandirian ekonomi. Bangsa yang memproduksi
kebutuhan-kebutuhanya adalah bangsa yang mandiri dan terbebas dari belengu
ketergantungan ekonomi bangsa lain. Sedangkan bangsa yang hanya mengandalkan
konsumsi akan selalu menjadi tawanan belenggu ekonomi bangsa lain.
7.
Taqarrub kepada Allah SWT
Seorang produsen Muslim akan meraih pahala dari sisi Allah Swt. disebabkan
aktivitas produksinya, baik tujuan untuk memperoleh keuntungan, merealisasi
kemapanan, melindungi harta dan mengembangkannya atau tujuan lain selama ia
menjadikan aktivitasnya tersebut sebagai pertolongan dalam menaati Allah Swt
(Lukman Hakim, 2012).
DAFTAR
PUSTAKA
Adiwarman
Karim. 2007. Ekonomi Mikro Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Ahyari,
Agus. 1999. Manajemen Produksi, Yogyakarta: BPFE
Fauzia,
Ika Yunia dan Abdul Kadir Riyadi. 2014. Prinsip Dasar Ekonomi Islam: Perspektif
Maqashid al-Syari’ah. Jakarta: Prenadamedia Group.
Hakim,
Lukman. 2012. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam. Jakarta: Erlangga.
Koto,
H. Alaiddin. 2004. Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih. Jakarta: Grafindo Pratama.
Muhammad.
2000. Manajemen Bank Syari'ah, Yogyakarta: UPP AMPYKPN,
Qardhawi,
Yusuf. 2007. Hukum Zakat, Bogor: Litera AntarNusa.
Sukirno,
Sadono. 2006. Mikroekonomi : Teori Pengantar, Ed. 3, Cet. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
Wilson,
Rodney. 1990. Islamic Business Theory And Practice, terj. J.T. Salim,”Bisnis
Menurut Islam dan Praktek”, Jakarta : PT Intermasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar