Senin, 09 Juni 2025

RASIO KEUANGAN

 MATERI- MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Oleh: Eny Latifah,S.E.Sy.,M.Ak


Rasio Keuangan

 

A.    Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas adalah rasio keuangan yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya tepat waktu. Semakin tinggi rasio likuiditas, semakin baik kemampuan perusahaan dalam melunasi utang jangka pendek. 

Rasio likuiditas adalah alat penting untuk menilai kesehatan keuangan jangka pendek perusahaan dan kemampuan untuk memenuhi kewajiban tepat waktu. Dengan memahami rasio likuiditas dan berbagai jenisnya, perusahaan dapat membuat keputusan yang lebih tepat terkait keuangan dan menarik investor. 

Rasio likuiditas umumnya digunakan untuk mengukur: 

1)   Kemampuan membayar utang jangka pendek: Ini adalah indikator utama yang menentukan apakah perusahaan dapat memenuhi kewajiban yang segera jatuh tempo. 

2)   Posisi keuangan jangka pendek: Rasio likuiditas membantu menilai kesehatan keuangan perusahaan dalam jangka pendek. 

3)   Fleksibilitas dan efisiensi modal: Rasio likuiditas membantu menganalisis bagaimana perusahaan menggunakan modalnya untuk memenuhi kewajiban jangka pendek. 

Jenis-jenis rasio likuiditas:

1.       Rasio lancar (Current Ratio): Menghitung rasio aset lancar (kas, piutang, persediaan) terhadap kewajiban lancar.

2.       Rasio cepat (Quick Ratio): Menghitung rasio aset lancar yang paling likuid (kas, piutang, surat berharga) terhadap kewajiban lancar.

3.       Rasio kas (Cash Ratio): Menghitung rasio kas dan surat berharga terhadap kewajiban lancar. 

Pentingnya rasio likuiditas: 

1.     Bagi perusahaan: Likuiditas penting untuk menjalankan operasional harian, mengantisipasi kebutuhan dana, dan menarik investor. 

2.     Bagi investor: Investor menggunakan rasio likuiditas untuk menilai kemampuan perusahaan membayar utang jangka pendek dan menilai kesehatan keuangan. 

3.     Bagi kreditor: Kreditor menggunakan rasio likuiditas untuk mengevaluasi kemampuan perusahaan melunasi utang tepat waktu. 

Contoh penghitungan rasio lancar:

Jika sebuah perusahaan memiliki aset lancar senilai Rp 1.000.000 dan kewajiban lancar senilai Rp 500.000, maka rasio lancarnya adalah 1.000.000 / 500.000 = 2. Ini menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kemampuan likuiditas yang baik karena aset lancarnya melebihi kewajiban lancarnya.  

 

B.    Rasio Solvabilitas

Rasio Solvabilitas adalah rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya, baik dalam keadaan normal maupun saat perusahaan dilikuidasi. Dengan kata lain, rasio ini menunjukkan sejauh mana aset perusahaan dibiayai oleh utang.

Rasio Solvabilitas juga dapat digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan untuk membayar bunga utang dan kewajiban lainnya. Ada beberapa jenis rasio solvabilitas, seperti Debt to Asset Ratio (DAR) dan Debt to Equity Ratio (DER), yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam mengelola utang.

Dengan kata lain, rasio solvabilitas adalah indikator penting untuk menilai kesehatan keuangan perusahaan dalam jangka panjang.

Rasio solvabilitas menunjukkan sejauh mana perusahaan dapat memenuhi kewajibannya dalam jangka panjang, baik dalam keadaan normal maupun saat perusahaan dilikuidasi.

Rasio solvabilitas dihitung dengan membandingkan total hutang perusahaan dengan total asetnya.

Jenis rasio solvabilitas:

1)    Debt to Asset Ratio (DAR): Mengukur perbandingan total hutang dengan total aset.

2)    Debt to Equity Ratio (DER): Mengukur perbandingan total hutang dengan ekuitas.

Tujuan rasio solvabilitas:

1)    Menilai kesehatan keuangan perusahaan: Rasio solvabilitas memberikan informasi tentang kesehatan keuangan perusahaan dalam jangka panjang.

2)    Membantu investor dan peminjam: Rasio solvabilitas dapat digunakan oleh investor dan peminjam untuk menilai kemampuan perusahaan dalam membayar utang.

3)    Meningkatkan kinerja perusahaan: Dengan memahami rasio solvabilitas, perusahaan dapat mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan kinerjanya.

Risiko rasio solvabilitas:

1)    Rasio solvabilitas tinggi: Dapat meningkatkan risiko perusahaan karena perusahaan terlalu bergantung pada hutang.

2)    Rasio solvabilitas rendah: Dapat menunjukkan bahwa perusahaan tidak mampu membayar kewajiban utangnya.

Soal: 

PT ABC memiliki total aset sebesar Rp 1.000.000.000 dan total utang (termasuk utang jangka pendek dan jangka panjang) sebesar Rp 500.000.000. Jika ekuitas pemegang saham PT ABC adalah Rp 500.000.000, hitunglah: 

1.     Rasio Utang terhadap Aset (Debt to Asset Ratio).

2.     Rasio Utang terhadap Ekuitas (Debt to Equity Ratio).

3.     Rasio Solvabilitas.

Penjelasan dan Cara Menghitung:

1. Rasio Utang terhadap Aset (Debt to Asset Ratio):

·         Rumus: Rasio Utang terhadap Aset = Total Utang / Total Aset

·         Penjelasan: Rasio ini mengukur seberapa besar utang yang dimiliki oleh perusahaan dibandingkan dengan total aset yang dimilikinya. Rasio ini memberikan gambaran tentang kemampuan perusahaan untuk membayar utangnya dengan menggunakan aset yang dimiliki.

·         Perhitungan: Rasio Utang terhadap Aset = Rp 500.000.000 / Rp 1.000.000.000 = 0,5

·         Interpretasi: Nilai 0,5 menunjukkan bahwa setiap Rp 1 aset, perusahaan memiliki utang sebesar Rp 0,5. Rasio ini dianggap baik karena menunjukkan bahwa perusahaan memiliki utang yang relatif kecil dibandingkan dengan asetnya, sehingga perusahaan memiliki kemampuan yang kuat untuk membayar utangnya. 

2. Rasio Utang terhadap Ekuitas (Debt to Equity Ratio):

·         Rumus: Rasio Utang terhadap Ekuitas = Total Utang / Total Ekuitas

·         Penjelasan: Rasio ini mengukur seberapa besar utang yang dibiayai oleh ekuitas pemegang saham. Ini memberikan gambaran tentang risiko yang diambil oleh pemegang saham jika perusahaan memiliki utang yang tinggi.

·         Perhitungan: Rasio Utang terhadap Ekuitas = Rp 500.000.000 / Rp 500.000.000 = 1

·         Interpretasi: Nilai 1 menunjukkan bahwa utang yang dimiliki oleh perusahaan sama dengan nilai ekuitas pemegang saham. Rasio ini masih dianggap dalam batas yang wajar, namun menunjukkan bahwa perusahaan memiliki risiko keuangan yang lebih tinggi daripada perusahaan dengan rasio utang yang lebih rendah. 

3. Rasio Solvabilitas:

·         Rumus:

Rasio Solvabilitas = (Laba Bersih + Penyusutan) / (Kewajiban Jangka Pendek + Kewajiban Jangka Panjang)

·         Penjelasan:

Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka panjangnya dengan menggunakan laba bersih dan penyusutan sebagai sumber dana. Rasio ini memberikan gambaran tentang kemampuan perusahaan untuk bertahan dalam jangka panjang. 

C.     Rasio Aktivitas

Rasio Aktivitas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa efisien sebuah perusahaan dalam menggunakan aset atau sumber daya yang dimilikinya untuk menghasilkan pendapatan dan keuntungan. Ini adalah metrik keuangan yang membantu menganalisis kinerja jangka pendek dan bagaimana perusahaan menangani manajemen persediaan.

Rasio Aktivitas memberikan gambaran tentang bagaimana perusahaan memanfaatkan asetnya untuk menghasilkan pendapatan. Ini termasuk seberapa cepat persediaan berputar, piutang dibayar, dan aktiva tetap digunakan untuk menghasilkan penjualan.

Rasio Aktivitas membantu manajemen dan analis untuk memahami efisiensi perusahaan dalam mengelola asetnya, yang penting untuk menjaga kelancaran operasional dan kesehatan keuangan secara keseluruhan.

Jenis Rasio Aktivitas:

1)    Rasio Perputaran Persediaan: Mengukur seberapa cepat persediaan terjual dan diganti dalam periode tertentu.

2)    Rasio Perputaran Piutang: Mengukur seberapa cepat piutang ditagih dan dibayarkan oleh pelanggan.

3)    Rasio Perputaran Aset: Mengukur seberapa efisien perusahaan menggunakan total asetnya untuk menghasilkan penjualan.

Manfaat dari Rasio Aktivitas adalah perusahaan dapat mengidentifikasi area di mana efisiensi dapat ditingkatkan, misalnya dengan mengurangi waktu tunggu persediaan, mempercepat pembayaran piutang, atau meningkatkan penggunaan aset.

Contoh: Jika Perusahaan A memiliki rasio perputaran persediaan yang lebih tinggi daripada Perusahaan B, maka Perusahaan A dianggap lebih efisien dalam menjual persediaannya.

Rasio Aktivitas adalah alat penting untuk mengukur efisiensi perusahaan dalam menggunakan asetnya. Dengan menganalisis rasio aktivitas, perusahaan dapat mengidentifikasi area untuk peningkatan efisiensi dan meningkatkan kinerja keuangan secara keseluruhan.

D.    Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas adalah rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atau keuntungan. Rasio ini mengukur efektivitas manajemen perusahaan dalam menghasilkan laba dari penjualan atau pendapatan.

Contoh rasio profitabilitas:

1)    Net Profit Margin (NPM): Mengukur persentase laba bersih setelah pajak terhadap pendapatan.

2)    Gross Profit Margin (GPM): Mengukur persentase laba kotor terhadap pendapatan.

3)    Return on Assets (ROA): Mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aset yang dimilikinya.

4)    Return on Equity (ROE): Mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari ekuitas pemegang saham.

5)    Return on Sales Ratio: Mengukur tingkat keuntungan setelah pembayaran biaya variabel produksi.

6)    Return on Investment (ROI): Mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari seluruh dana yang diinvestasikan dalam aktiva.

Rasio profitabilitas dapat digunakan untuk membandingkan kinerja perusahaan dengan perusahaan lain dalam industri yang sama atau untuk melacak perubahan kinerja perusahaan dari waktu ke waktu. Semakin tinggi rasio profitabilitas, semakin baik kinerja perusahaan dalam menghasilkan laba.

Rasio profitabilitas menunjukkan seberapa efisien sebuah perusahaan dalam menghasilkan laba dari pendapatan atau aset yang dimiliki. Contohnya, jika suatu perusahaan memiliki laba bersih Rp 50 juta dari total pendapatan Rp 200 juta, maka Net Profit Margin (NPM) perusahaan tersebut adalah 25%. 

Berikut beberapa contoh perhitungan rasio profitabilitas:

1. Net Profit Margin (NPM) 

·         Rumus: (Laba Bersih / Total Pendapatan) x 100%

·         Contoh: Jika laba bersih adalah Rp 100 juta dan pendapatan Rp 500 juta, maka NPM adalah (Rp 100 juta / Rp 500 juta) x 100% = 20%.

2. Return on Assets (ROA) 

·         Rumus: (Laba Bersih / Total Aset) x 100%

·         Contoh: Jika laba bersih Rp 100 juta dan total aset Rp 1 miliar, maka ROA adalah (Rp 100 juta / Rp 1 miliar) x 100% = 10%.

3. Return on Equity (ROE) 

·         Rumus: (Laba Bersih / Ekuitas Pemegang Saham) x 100%

·         Contoh: Jika laba bersih Rp 100 juta dan ekuitas pemegang saham Rp 500 juta, maka ROE adalah (Rp 100 juta / Rp 500 juta) x 100% = 20%.

4. Gross Profit Margin (GPM) 

·         Rumus: (Laba Kotor / Total Pendapatan) x 100%

·         Contoh: Jika laba kotor Rp 150 juta dan total pendapatan Rp 500 juta, maka GPM adalah (Rp 150 juta / Rp 500 juta) x 100% = 30%.

5. Return on Sales (ROS) 

·         Rumus: (Laba Sebelum Pajak dan Bunga / Total Pendapatan) x 100%

·         Contoh: Jika laba sebelum pajak dan bunga Rp 120 juta dan total pendapatan Rp 600 juta, maka ROS adalah (Rp 120 juta / Rp 600 juta) x 100% = 20%.

Penjelasan:

·         Laba Bersih: Keuntungan bersih setelah semua biaya dan hutang dibayarkan.

·         Total Pendapatan: Jumlah total pendapatan dari penjualan barang atau jasa.

·         Total Aset: Jumlah total aset yang dimiliki perusahaan.

·         Ekuitas Pemegang Saham: Nilai sisa aset setelah dikurangi hutang.

·         Laba Kotor: Keuntungan sebelum dikurangi biaya operasional lainnya.

·         Laba Sebelum Pajak dan Bunga: Keuntungan sebelum dikurangi pajak dan bunga. 

Interpretasi:

·         Semakin tinggi rasio profitabilitas, semakin baik kinerja keuangan perusahaan.

·         Rasio profitabilitas dapat digunakan untuk membandingkan kinerja perusahaan dengan perusahaan lain dalam industri yang sama atau dengan kinerja perusahaan dalam periode waktu yang berbeda. 

E.     Rasio Penilaian atau Ukuran Pasar

Rasio penilaian atau ukuran pasar (market valuation ratios) adalah rasio keuangan yang digunakan untuk menilai dan membandingkan nilai pasar suatu perusahaan dengan berbagai elemen keuangannya seperti laba, pendapatan, dan nilai buku. Rasio-rasio ini membantu investor dalam memahami bagaimana pasar menilai perusahaan, dibandingkan dengan nilai intrinsiknya berdasarkan laporan keuangan. 

Contoh Rasio Penilaian atau Ukuran Pasar:

1)      Price Earnings Ratio (PER): Mengukur harga saham yang bersedia dibayar investor untuk setiap rupiah laba yang dihasilkan perusahaan. 

2)      Dividend Yield: Mengukur tingkat keuntungan berupa dividen yang mampu dihasilkan dari investasi pada saham. 

3)      Price Book Value (PBV): Membandingkan harga pasar saham dengan nilai buku per saham. 

4)      Earning Per Share (EPS): Mengukur laba per lembar saham yang dihasilkan oleh perusahaan. 

Manfaat Rasio Penilaian atau Ukuran Pasar:

1)    Membantu investor dalam mengevaluasi dan membandingkan saham: Rasio ini memberikan gambaran tentang nilai pasar suatu saham relatif terhadap berbagai metrik keuangan. 

2)    Memberikan wawasan tentang prospek masa depan perusahaan: Rasio-rasio ini dapat mencerminkan ekspektasi pasar terhadap kinerja perusahaan di masa mendatang. 

3)    Memudahkan analisis fundamental: Rasio ini membantu investor dalam melakukan analisis fundamental untuk menilai nilai intrinsik suatu saham. 

Pentingnya Rasio Penilaian atau Ukuran Pasar: Rasio penilaian atau ukuran pasar sangat penting karena membantu investor dalam membuat keputusan investasi yang lebih tepat. Dengan memahami bagaimana pasar menilai suatu perusahaan, investor dapat lebih mudah mengidentifikasi saham yang dinilai terlalu tinggi atau terlalu rendah. 

Rasio penilaian atau ukuran pasar adalah metrik yang digunakan untuk menilai nilai atau ukuran pasar dari sebuah perusahaan atau investasi. Contoh-contoh rasio penilaian atau ukuran pasar yang umum digunakan meliputi:

1)    Rasio Harga terhadap Laba (P/E): Membandingkan harga saham dengan laba per saham, menunjukkan berapa banyak investor bersedia membayar untuk setiap rupiah laba perusahaan. 

2)    Rasio Harga terhadap Buku (P/B): Membandingkan harga saham dengan nilai buku per saham, menunjukkan berapa kali nilai buku saham diperdagangkan. 

3)    Rasio Harga terhadap Penjualan (P/S): Membandingkan harga saham dengan pendapatan per saham, menunjukkan berapa banyak investor bersedia membayar untuk setiap rupiah pendapatan perusahaan. 

4)    Rasio Pasar terhadap Nilai Buku (M/B): Membandingkan kapitalisasi pasar perusahaan dengan nilai buku ekuitasnya, memberikan gambaran tentang bagaimana pasar menilai perusahaan relatif terhadap nilainya. 

5)    Laba per Saham (EPS): Laba bersih perusahaan yang dibagi dengan jumlah saham yang beredar, memberikan indikasi laba yang dihasilkan oleh setiap lembar saham. 

6)    Nilai Buku per Saham (BVS): Total aset perusahaan dikurangi total kewajiban, kemudian dibagi dengan jumlah saham yang beredar, menunjukkan nilai buku per lembar saham. 

7)    Rasio Hasil Dividen (Dividend Yield): Membandingkan dividen yang dibayarkan dengan harga saham, menunjukkan persentase pengembalian dari dividen. 

8)    Rasio Pembayaran Dividen (Dividend Payout Ratio): Persentase laba bersih yang dibayarkan sebagai dividen, memberikan gambaran tentang seberapa banyak laba perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham. 

Rasio-rasio ini membantu investor dan analis untuk memahami bagaimana pasar menilai sebuah perusahaan, serta untuk membuat keputusan investasi yang lebih tepat. 

Contoh Penggunaan:

1)      Jika PER suatu perusahaan lebih rendah dari rata-rata industri, ini bisa menjadi indikasi bahwa saham tersebut dinilai terlalu rendah. 

2)      Jika Dividend Yield suatu perusahaan lebih tinggi dari rata-rata industri, ini bisa menjadi indikasi bahwa perusahaan tersebut memiliki potensi pendapatan dividen yang menarik. 

3)      Jika PBV suatu perusahaan lebih rendah dari 1, ini bisa menjadi indikasi bahwa saham tersebut dinilai lebih rendah dari nilai buku per sahamnya. 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Rustiani, M. E., & Wiyani, N. T. (2017). Rasio Keuangan Sebagai Indikator Untuk Mengukur Kinerja Keuangan Perusahaan Semen. Jurnal Akuntansi.

Septiana, A. (2019). Analisis Laporan Keuangan Konsep Dasar dan Deskripsi Laporan Keuangan (Vol. 96). Duta Media Publishing.

Subramanyam, K. R. dan Wild, J. J. (2010). Analisis Laporan Keuangan. Buku Satu. Jakarta: Salemba Empat.

Suhendro, D. (2018). Analisis Penilaian Kinerja Keuangan Perusahaan Menggunakan Rasio Keuangan pada PT Unilever Indonesia Tbk yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). AT-TAWASSUTH: Jurnal Ekonomi Islam, 3(1), 23-47.

Titman, Sheridan, Keown, J. A., Martin, J. D. (2018). Financial Management: Principles and Applications, Thirteenth Edition. Pearson Education Limited.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.

Warren, C. S., Reeve, J. M., & Duchac, J. E. 2018. Accounting. Edisi ke-27. Cengage Learning.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH DALAM BISNIS KONTEMPORER

  MATERI- PENGANTAR BISNIS ISLAM Oleh: Eny Latifah, S.E.Sy.,M.Ak Perspektif Ekonomi Syariah dalam Bisnis Kontemporer   A.      Pengertian Ek...