MATERI- MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Oleh: Eny Latifah,S.E.Sy.,M.Ak
Manajemen
Keuangan dalam Pespektif Ekonomi Syariah
A.
Pengertian Manajemen
Keuangan Syariah
Manajemen
Keuangan Syariah adalah pengelolaan keuangan yang berlandaskan prinsip-prinsip
syariah Islam. Ini berarti kegiatan keuangan, seperti perencanaan,
penganggaran, pengeluaran, dan investasi, harus dilakukan sesuai dengan ajaran
Islam yang menghindari riba, gharar (ketidakpastian), dan maisir (perjudian).
Manajemen
keuangan syariah, menurut para ahli, adalah kegiatan pengelolaan keuangan yang
disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah (hukum Islam). Ini mencakup
semua aktivitas keuangan, mulai dari perencanaan, penganggaran, analisis,
pengendalian, hingga penggunaan dana, dengan prinsip menghindari riba, gharar,
dan maysir. Tujuannya adalah menciptakan sistem keuangan yang adil,
berkelanjutan, dan sesuai dengan maqashid syariah.
Manajemen
keuangan syariah selalu berlandaskan pada prinsip-prinsip Islam, seperti
menghindari riba (bunga), gharar (ketidakpastian), dan maysir (perjudian).
Sama
seperti manajemen keuangan konvensional, manajemen keuangan syariah juga
melibatkan perencanaan, analisis, dan pengendalian terhadap kegiatan keuangan.
Selain
memperoleh dana, manajemen keuangan syariah juga berfokus pada bagaimana dana
tersebut digunakan, baik untuk investasi, pembiayaan, maupun kegiatan bisnis
lain yang sesuai dengan prinsip syariah.
Tujuan
utama manajemen keuangan syariah adalah untuk menciptakan sistem keuangan yang
adil, berkelanjutan, dan sesuai dengan maqashid syariah (tujuan-tujuan
syariah), yaitu menjaga kehidupan, agama, akal, keturunan, dan harta.
Penerapan
manajemen keuangan syariah dapat dilihat dalam berbagai produk dan layanan
keuangan syariah, seperti reksadana syariah, pembiayaan tanpa bunga (akad
murabahah), dan penggunaan zakat sebagai instrumen keuangan sosial.
Pengelolaan
arus kas dalam manajemen keuangan syariah juga penting untuk memastikan
stabilitas operasional perusahaan dan kesesuaian dengan prinsip syariah.
Manajemen
bisnis syariah membantu pelaku usaha menerapkan prinsip bagi hasil dan
memberikan keuntungan secara adil kepada karyawan dan investor.
Singkatnya,
manajemen keuangan syariah adalah penerapan prinsip-prinsip Islam dalam
pengelolaan keuangan, dengan tujuan menciptakan sistem keuangan yang adil,
berkelanjutan, dan sesuai dengan maqashid syariah.
B.
Teori Ekonomi Syariah
Teori
ekonomi syariah adalah studi tentang masalah-masalah ekonomi yang diilhami
oleh nilai-nilai dan prinsip-prinsip syariah Islam, seperti Al-Quran, Hadits,
Ijma, dan Qiyas.
Beberapa
ahli yang memberikan pengertian tentang ekonomi syariah, antara lain:
1.
M.A.
Mannan: Ekonomi syariah adalah ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai
syariah.
2.
Yusuf
Qardhawi: Ekonomi syariah adalah ekonomi yang berdasarkan ketuhanan,
dengan titik tolak dan tujuan akhir pada Allah SWT, serta menggunakan sarana
yang tidak bertentangan dengan syariat Allah SWT.
3.
Prof. Dr.
Zainuddin Ali: Ekonomi syariah adalah kumpulan norma hukum yang
bersumber dari Al-Quran dan Hadits yang mengatur perekonomian umat manusia.
4.
Dr.
Mardani: Ekonomi syariah adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan, baik bersifat komersial maupun tidak komersial,
berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
5.
Kursyid
Ahmad: Ekonomi Islam adalah upaya sistematis untuk memahami masalah
ekonomi dan perilaku manusia secara relasional dari perspektif Islam.
Prinsip-prinsip
ekonomi syariah didasarkan pada ajaran Islam, termasuk keadilan, kejujuran,
tanggung jawab, dan keberkahan.
Ekonomi
syariah tidak hanya fokus pada keuntungan duniawi, tetapi juga memperhatikan
kesejahteraan di akhirat.
Ekonomi
syariah bertujuan untuk menciptakan sistem ekonomi yang adil dan berkelanjutan
bagi semua pihak, termasuk masyarakat kecil.
Ekonomi
syariah melarang praktik-praktik seperti riba (bunga) dan transaksi yang tidak
halal.
Dalam
ekonomi syariah, metode bagi hasil (profit sharing) sering digunakan sebagai
alternatif dari bunga.
C.
Larangan Riba dalam
Mendapatkan Modal
Larangan
riba dalam mendapatkan modal adalah prinsip penting dalam ekonomi
Islam. Riba, dalam pengertian umum, adalah penambahan atau keuntungan yang
diambil dari pinjaman atau hutang, yang diharamkan dalam Islam.
Praktek riba
dihindari karena:
1.
Merugikan pihak yang
berutang: Riba dapat membuat pihak yang berutang terbebani oleh penambahan
biaya, sehingga sulit untuk melunasi hutang.
2.
Menimbulkan ketidakadilan:
Riba
menciptakan ketimpangan ekonomi, di mana pihak yang meminjamkan mendapatkan
keuntungan tanpa harus berusaha atau berisiko.
3.
Mengganggu stabilitas
ekonomi: Praktek riba dapat menyebabkan akumulasi hutang dan inflasi,
yang dapat merusak stabilitas ekonomi.
Peraturan
Islam tentang Riba:
1)
Dilarang keras: Riba
dilarang keras dalam Islam, baik dalam bentuk pinjaman, jual beli, maupun
transaksi keuangan lainnya.
2)
Penjelasan dalam Al-Qur'an
dan Hadis: Larangan riba dijelaskan secara jelas dalam
Al-Qur'an, seperti dalam surat Ali Imran ayat 130, dan juga melalui hadis-hadis
Rasulullah SAW.
Ada berbagai jenis riba, seperti riba qardh, riba
fadhl, riba nasi'ah, dan riba jahiliyah.
Dalam ekonomi Islam, terdapat berbagai alternatif
lain untuk mendapatkan modal, seperti ijarah, murabaha, syari'ah, dan wakalah.
Pentingnya
menghindari Riba:
1.
Menjaga kesejahteraan: Riba
dapat menghambat kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh, karena dapat
menyebabkan ketidakadilan dan kemiskinan.
2.
Mematuhi ajaran Islam: Menghindari
riba adalah bentuk kepatuhan pada ajaran Islam dan menjalankan transaksi yang
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
3.
Menjaga keberkahan: Riba
dianggap sebagai perbuatan yang tidak diridhoi Allah, sehingga dapat mengganggu
keberkahan dan keberhasilan dalam usaha.
Contoh
alternatif modal tanpa riba:
1)
Pinjaman syariah: Beberapa
lembaga keuangan syariah menawarkan pinjaman dengan prinsip-prinsip syariah,
yang bebas dari riba.
2)
Bantuan modal usaha: Ada
berbagai program bantuan modal usaha yang disediakan oleh pemerintah atau
lembaga swadaya masyarakat, yang dapat menjadi alternatif untuk mendapatkan
modal.
3)
Pencarian investor: Mencari
investor yang bersedia untuk berinvestasi di usaha dengan prinsip syariah juga
dapat menjadi cara untuk mendapatkan modal tanpa riba.
D.
Menggunakan Modal Pada
Investasi Real Aset
Menggunakan
modal dalam investasi real aset (atau "investasi riil") berarti
menanamkan modal pada aset berwujud, seperti tanah, bangunan, atau
infrastruktur, dengan tujuan mendapatkan keuntungan di masa depan.
Aset riil
adalah aset berwujud yang memiliki nilai karena karakteristik fisiknya, seperti
tanah, bangunan, atau infrastruktur.
Contoh
Investasi Riil: Investasi riil dapat berupa pembelian properti (rumah,
apartemen, tanah), pembangunan pabrik, atau investasi pada sektor pertambangan,
perkebunan, atau emas.
Modal
Investasi Riil: Modal yang digunakan dalam investasi riil bisa berupa uang
tunai, aset yang dimiliki sebelumnya, atau bahkan pinjaman.
Tujuan
Investasi Riil: Tujuan utama investasi riil adalah untuk menghasilkan
keuntungan melalui kenaikan nilai aset, pendapatan sewa (jika properti
disewakan), atau peningkatan nilai aset seiring berjalannya waktu.
Investasi
riil seringkali memerlukan modal yang lebih besar dibandingkan dengan investasi
finansial, namun potensi keuntungan yang lebih besar juga menjadi daya tarik.
Selain itu, investasi riil juga memiliki risiko, seperti penurunan nilai aset,
likuiditas yang rendah, atau perubahan peraturan pemerintah yang dapat
mempengaruhi nilai aset.
E.
Larangan Maysir dan Gharar
dalam Menggunakan Modal
Larangan
maysir dan gharar dalam menggunakan modal adalah prinsip penting dalam
ekonomi syariah. Maysir (perjudian) dan gharar
(ketidakpastian/ketidakjelasan) adalah bentuk transaksi yang dilarang karena
dapat menimbulkan kerugian dan tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan
kebenaran.
1.
Maysir
Transaksi yang mengandung unsur perjudian atau
taruhan, di mana hasil akhirnya tidak dapat diprediksi dan bergantung pada
keberuntungan.
Contoh: Judi, undian, atau permainan yang
melibatkan taruhan uang.
Larangan: Dianggap haram karena melanggar
prinsip keadilan dan dapat menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.
Dampak: Dapat menimbulkan kerugian finansial
dan sosial bagi masyarakat.
2.
Gharar
Ketidakpastian atau ketidakjelasan dalam transaksi
yang dapat menyebabkan kerugian atau tidak adil bagi salah satu pihak.
Contoh: Jual beli barang yang belum jelas
spesifikasinya, atau jual beli yang tidak memiliki jaminan.
Larangan: Dianggap haram karena dapat menimbulkan
ketidakadilan dan kerugian bagi salah satu pihak.
Dampak: Dapat menimbulkan perselisihan,
kerugian finansial, dan tidak memberikan kepastian dalam transaksi.
Pentingnya
menghindari maysir dan gharar dalam menggunakan modal:
1)
Prinsip keadilan: Transaksi
yang bebas dari maysir dan gharar menjamin keadilan bagi semua pihak yang
terlibat.
2)
Keamanan investasi: Modal
yang digunakan dalam transaksi yang bebas dari maysir dan gharar lebih aman dan
memberikan kepastian.
3)
Peningkatan kualitas
ekonomi: Transaksi yang bebas dari maysir dan gharar dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan adil.
4)
Pencegahan kerugian: Dengan
menghindari maysir dan gharar, masyarakat dapat mencegah terjadinya kerugian
finansial dan sosial.
Dengan memahami dan menghindari maysir dan gharar,
masyarakat dapat membangun ekonomi yang lebih adil, aman, dan berkelanjutan
F. Mendapatkan Modal dengan Sistem Berbagi Keuntungan dan Resiko
Rugi
Mendapatkan
modal dengan sistem berbagi keuntungan dan risiko rugi (profit and loss
sharing) berarti keuntungan dan kerugian dari suatu bisnis ditanggung
bersama-sama oleh pihak yang memberikan modal dan pihak yang mengelola
usaha. Dalam sistem ini, keuntungan yang dihasilkan dibagi sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati, dan begitu pula kerugian yang mungkin timbul.
Model
bagi hasil untung dan rugi ini memiliki dua bentuk utama:
1)
Mudharabah: Model ini
melibatkan dua pihak, yaitu pemilik modal (shahibul maal) dan pengelola modal
(mudharib). Pemilik modal memberikan seluruh modal, sedangkan pengelola
bertanggung jawab mengelola usaha dan mendapatkan bagian dari
keuntungan. Risiko kerugian ditanggung oleh pemilik modal, sedangkan
pengelola tidak bertanggung jawab atas kerugian tersebut, kecuali jika terjadi
karena kelalaian atau kesalahan dalam mengelola usaha.
2)
Musyarakah: Model
ini merupakan usaha patungan di mana dua atau lebih pihak memberikan modal
untuk membangun usaha bersama. Semua pihak berbagi keuntungan atau
kerugian dari usaha tersebut secara proporsional. Risiko kerugian
ditanggung bersama, sesuai dengan porsi modal yang disetor oleh masing-masing
pihak.
Prinsip-Prinsip
dalam Sistem Bagi Hasil:
1)
Keuntungan Dibagi: Keuntungan
yang dihasilkan dari usaha dibagi antara pemilik modal dan pengelola modal (dalam
mudharabah) atau di antara semua mitra (dalam musyarakah) sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati.
2)
Risiko Kerugian Ditanggung
Bersama: Kerugian yang mungkin timbul dari usaha ditanggung bersama
oleh semua pihak yang terlibat.
Semua
aspek perjanjian bagi hasil harus transparan dan jelas, termasuk nisbah
pembagian keuntungan, tanggung jawab masing-masing pihak, dan prosedur
penanganan kerugian.
Pembagian
keuntungan dan risiko harus bersifat adil dan sesuai dengan prinsip-prinsip
ekonomi syariah.
Sistem
bagi hasil harus didasarkan pada kesepakatan yang jelas antara semua pihak yang
terlibat.
Keuntungan
Sistem Bagi Hasil:
1)
Meningkatkan Motivasi: Sistem
bagi hasil dapat meningkatkan motivasi dan semangat kerja pengelola usaha
karena mereka mendapatkan bagian dari keuntungan.
2)
Mengurangi Risiko bagi
Investor: Investor (pemilik modal) tidak perlu khawatir akan bunga atau
riba karena keuntungan yang mereka dapatkan berasal dari hasil usaha.
3)
Fleksibilitas: Sistem
bagi hasil dapat diterapkan dalam berbagai jenis usaha dan bisnis.
4)
Dapat Disesuaikan: Pembagian
keuntungan dan risiko dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan semua
pihak yang terlibat.
Menunjang
Pertumbuhan Bisnis: Sistem bagi hasil dapat membantu pertumbuhan
bisnis dengan memberikan insentif bagi pengelola usaha untuk bekerja lebih
keras dan menghasilkan keuntungan.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah, Boedi. 2018. Manajemen
Keuangan Syariah. Bandung: CVPustaka Setia.
Abbasi, Abdus Sattar dkk. 2010.
Islamic Management Model. AfricanJournal of Business Management, volume. 4(9)
Arnesih, A. (2016). Strategi
Manajemen Keuangan Dalam Rumah Tangga (Berbasis Ekonomi Syariah). HISTORIA:
Jurnal Program Studi Pendidikan Sejarah, 1(1).
Bazher, S. S. B. A., &
Suprayogi, N. (2017). “Bagaimana Pola Perencanaan dan Pengelolaan Keuangan
Keluarga Muslim Etnis Arab Yang Berprofesi Ustadz dan Dokter di Surabaya”.
Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan, 4(3), 203.
Iskadar, Jamaluddin. 2019.
Implementasi Sistem Manajemen KeuanganPendidikan. Jurnal Idaraah, volume. 3(1).
I.Tabash, Mosab. & S.
Dhankar, Raj. 2014. The Flow Of Islamic Financeand economic growth: An
empirical evidence of Middle East. Volume. 2(1).
Muhamad. 2019. Sistem Keuangan Islam Prinsip dan Operasionalnyadi Indonesia. Depok: PT. Rajagrafindo Persada.
Mulyawan, Setia. 2015. Manajemen Keuangan. Bandung: Pustaka Setia. Mulyani, Sri. 2016. Metode Analisis dan Perancangan Sistem. Bandung: Abdi Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar