MATERI FILANTROPI ISLAM
Oleh: Eny Latifah,S.E.Sy.,M.Ak
Prosedural
dalam Filantropi Islam
A. Prosedural dalam Filantropi Islam
Prosedural
dalam filantropi Islam meliputi beberapa tahapan penting, mulai dari
perencanaan, pengumpulan dana, hingga distribusi dan pengelolaan
dana. Filantropi Islam biasanya diwujudkan melalui zakat, infak, sedekah,
dan wakaf (ZISWAF).
1.
Perencanaan:
a.
Identifikasi kebutuhan: Menentukan
kebutuhan masyarakat yang akan dilayani, misalnya di bidang pendidikan,
kesehatan, ekonomi, atau lingkungan.
b.
Menentukan target dan
tujuan: Mengidentifikasi sasaran penerima manfaat dan tujuan yang
ingin dicapai melalui kegiatan filantropi.
c.
Penyusunan program dan
kegiatan: Merancang program-program yang akan dijalankan untuk memenuhi
kebutuhan yang telah diidentifikasi.
2.
Pengumpulan Dana:
a.
Zakat, infak, sedekah, dan
wakaf: Mengumpulkan dana melalui berbagai bentuk, termasuk
kewajiban zakat bagi yang memenuhi syarat, infak dan sedekah sebagai bentuk
sukarela, serta wakaf untuk penggunaan aset secara permanen.
b.
Penggalangan dana dari
berbagai pihak: Melibatkan individu, komunitas, dan lembaga
untuk memberikan sumbangan.
c.
Pengelolaan dana secara
profesional: Mengelola dana yang terkumpul dengan efisien
dan transparan, sesuai dengan prinsip-prinsip keuangan syariah.
3.
Distribusi dan Pengelolaan
Dana:
a.
Penyaluran dana sesuai
kebutuhan: Mendistribusikan dana kepada pihak yang
membutuhkan, sesuai dengan target dan tujuan yang telah ditetapkan.
b.
Pengelolaan aset wakaf: Mengelola
aset wakaf secara efektif dan efisien untuk memberikan manfaat jangka panjang
bagi masyarakat.
c.
Pemberdayaan ekonomi: Membantu
masyarakat dalam meningkatkan taraf hidup melalui berbagai program, seperti
bantuan modal usaha, pelatihan keterampilan, dan pengembangan infrastruktur.
d.
Evaluasi dan monitoring: Melakukan
evaluasi dan monitoring terhadap kegiatan filantropi untuk memastikan
keberhasilan dan dampak yang positif.
4.
Penerapan Prinsip
Filantropi Islam:
a.
Keadilan dan pemerataan: Menjamin
bahwa dana filantropi didistribusikan secara adil dan merata kepada masyarakat
yang membutuhkan.
b.
Kemanusiaan dan keadilan
sosial: Berusaha menciptakan keadilan sosial dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat secara umum.
c.
Pemberdayaan: Memberikan
dukungan kepada masyarakat untuk menjadi mandiri dan berdaya guna dalam
berbagai bidang.
Filantropi
Islam bukan hanya tentang memberi, tetapi juga tentang membangun masyarakat
yang lebih baik dan berkeadilan.
B. Tata Kelola Sentralistik dalam Filantropi Islam
Tata
kelola sentralistik dalam filantropi Islam merujuk pada model pengelolaan
organisasi filantropi yang memusatkan kekuasaan dan pengambilan keputusan di
satu titik atau kelompok tertentu. Ini berbeda dengan model desentralistik
di mana pengambilan keputusan dan pengelolaan dana lebih fleksibel dan
melibatkan berbagai pihak. Dalam konteks filantropi Islam, tata kelola
sentralistik bisa berarti pemusatan kewenangan pada pengelola lembaga,
pengurus, atau tokoh agama tertentu dalam mengelola dana filantropi, termasuk
dana zakat, infak, sedekah, dan wakaf.
Berikut
adalah beberapa poin penting tentang tata kelola sentralistik dalam filantropi
Islam:
5.
Pemusatan dapat
memungkinkan pengelolaan dana yang lebih efisien dan terkoordinasi, terutama
jika organisasi filantropi memiliki skala yang besar dan cakupan wilayah yang
luas.
6.
Tata kelola sentralistik
dapat memberikan kontrol yang lebih kuat atas penggunaan dana, memastikan
kepatuhan terhadap aturan dan tujuan filantropi.
7.
Pemusatan dapat
memungkinkan pengadaan tenaga profesional yang ahli dalam pengelolaan dana dan
program filantropi, sehingga meningkatkan kualitas dan efektivitas
kegiatan.
8.
Tata kelola sentralistik
dapat kurang demokratis karena tidak melibatkan berbagai pihak dalam
pengambilan keputusan. Ini bisa mengurangi partisipasi masyarakat dan
menciptakan jarak antara pengelola dan penerima manfaat.
9.
Pemusatan dapat membuat
organisasi kurang fleksibel dalam menyesuaikan program filantropi dengan
kebutuhan dan kondisi di lapangan, terutama jika ada perbedaan kebutuhan antar
wilayah atau kelompok penerima manfaat.
10.
Pemusatan kekuasaan dapat
menimbulkan risiko korupsi dan penyalahgunaan dana jika tidak ada pengawasan
yang ketat dan mekanisme pertanggungjawaban yang jelas.
Contoh:
a)
Lembaga Amil Zakat (LAZ)
Nasional:
Beberapa LAZ nasional mengadopsi model
sentralistik di mana pengambilan keputusan dan pengelolaan dana dilakukan
secara pusat.
b)
Lembaga Filantropi
Terpusat:
Beberapa lembaga filantropi yang lebih besar dan
terorganisir juga cenderung menggunakan model sentralistik dalam pengelolaan
dana dan program.
Penting
untuk mempertimbangkan berbagai aspek, baik kelebihan maupun kekurangan,
sebelum menerapkan tata kelola sentralistik dalam filantropi Islam. Selain
itu, penting untuk melakukan evaluasi dan adaptasi model pengelolaan sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi yang ada, serta memastikan prinsip-prinsip
keadilan, transparansi, dan pertanggungjawaban tetap dijaga.
C.
Prosedural
dalam Filantropi Islam
Prosedural
dalam filantropi Islam melibatkan penyaluran ZISWAF (Zakat, Infak,
Sedekah, dan Wakaf) secara terarah dan efisien untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, terutama bagi mereka yang membutuhkan.
1.
Zakat
Zakat wajib dibayarkan atas harta yang mencapai
nisab (batas minimal) dan telah dimiliki selama satu tahun Hijriah.
Zakat disalurkan kepada delapan asnaf (golongan
yang berhak menerima zakat) yang disebutkan dalam Al-Qur'an, seperti fakir,
miskin, amil, mualaf, dan lain-lain.
Zakat harus disalurkan dengan tepat, sesuai dengan
ketentuan dan kebutuhan penerima, serta diawasi oleh pihak yang berwenang (amil
zakat).
2.
Infak dan Sedekah
Infak dan sedekah adalah pemberian sukarela yang
dilakukan tanpa adanya kewajiban yang sama seperti zakat.
Infak dan sedekah bertujuan untuk membantu sesama,
meringankan beban orang yang membutuhkan, dan membangun kebaikan sosial.
Infak dan sedekah dapat disalurkan melalui
berbagai saluran, seperti langsung kepada individu yang membutuhkan, lembaga
sosial, atau proyek-proyek kemasyarakatan.
3.
Wakaf
Wakaf adalah pemberian aset (uang, tanah, atau
barang lainnya) untuk kepentingan umum dan tidak dapat diperjualbelikan.
Wakaf dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi
masyarakat, seperti pembangunan infrastruktur, pendanaan pendidikan, atau
layanan kesehatan.
Wakaf harus dikelola secara profesional dan
transparan oleh nadzir (pengelola wakaf) untuk memastikan keberlanjutan
manfaatnya.
4.
Lembaga Filantropi:
Lembaga filantropi (seperti yayasan, organisasi
sosial, atau lembaga amal) berperan penting dalam mengumpulkan, mengelola, dan
menyalurkan dana filantropi Islam.
Lembaga filantropi memiliki prosedur internal
untuk memastikan transparansi, akuntabilitas, dan efektivitas dalam pengelolaan
dana filantropi.
Lembaga filantropi seringkali bekerja sama dengan
pemerintah, organisasi masyarakat, dan lembaga kemanusiaan lainnya untuk
mencapai tujuan bersama dalam pemberdayaan masyarakat.
D.
Peran
pemerintah dalam prosedural Filantropi Islam
Pemerintah
memiliki peran penting dalam mendukung filantropi Islam melalui regulasi,
pembentukan lembaga, dan kolaborasi dengan pihak swasta dan masyarakat sipil.
Pemerintah
dapat mendirikan lembaga filantropi seperti BAZNAS, mendorong kolaborasi, dan
mengeluarkan regulasi yang mengatur pengelolaan dana filantropi.
1.
Regulasi dan Pengaturan: Pemerintah
dapat membuat undang-undang dan peraturan yang mengatur pengelolaan zakat,
infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF) untuk memastikan transparansi dan
akuntabilitas.
2.
Pembentukan Lembaga: Pemerintah
dapat mendirikan lembaga amil zakat (BAZNAS) dan lembaga wakaf (BWI) untuk
mengumpulkan, mengelola, dan mendistribusikan dana ZISWAF.
3.
Kolaborasi: Pemerintah
mendorong kolaborasi antara sektor publik, swasta, dan masyarakat sipil untuk
meningkatkan kontribusi filantropi dan mencapai tujuan pembangunan yang
berkelanjutan.
4.
Dukungan dan Pembinaan: Pemerintah
memberikan dukungan dan pembinaan kepada lembaga filantropi, termasuk
pengawasan dan pemantauan kegiatan mereka.
5.
Optimalisasi Dana: Pemerintah
berusaha mengoptimalkan penggunaan dana filantropi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, misalnya melalui program pemberdayaan.
6.
Promosi Filantropi: Pemerintah
dapat mempromosikan nilai-nilai filantropi dan peran pentingnya dalam membangun
masyarakat yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Allamah,
Rijal, Sri Sudiarti, and Julfan Saputra. 2021. “Peran Zakat, Infaq, Shadaqah
Dan Wakaf Dalam Memberdayakan Ekonomi Ummat.” Al-Sharf: Jurnal Ekonomi Islam 2
(1): 35–46.
Barbara
Ibrahim. 2008. From Charity to Social Change; Trends in Arab Philanthropy,
(Kairo: American University in Cairo Press.
Hadi,
Solikhul. 2018. “Pemberdayaan Ekonomi Melalui Wakaf.” ZISWAF: Jurnal Zakat Dan
Wakaf 4 (2): 229–44.
Helmut
K. Anheier and Regina A. List. 2005. A. Dictionary of Civil Society,
Philanthropy and the Non-Profit Sector, London-New York: Routledge.
Lawrence
J. Friedman and Mark D. McGarvie, (2003). Charity, Philanthropy, and Civility
in American History, (New York: Cambridge University Press.
Linsay
Anderson, “Conspicuous Charity”, MA Thesis (Texas: Texas A&M University,
2007).
M.
Dawam Rahardjo. 2003. “Filantropi Islam dan Keadilan Sosial: Mengurai
Kebingungan Epistemologis”, dalam Berderma untuk Semua: Wacana dan Praktik
Filantropi Islam, ed. Idris Thaha, Jakarta: Teraju.
Marty
Sulek, “On the Classical Meaning of Philanthropia”, Nonprofit and Voluntary
Sector Quarterly, 39:3 (2010).
Murti,
Ari. 2017. “Peran Lembaga Filantropi Islam Dalam Proses Distribusi Ziswaf
(Zakat, Infak, Sodaqoh Dan Wakaf) Sebagai Pemberdayaan Ekonomi Umat.” LABATILA:
Jurnal Ilmu Ekonomi Islam 1 (01): 89–97.
Robert
L. Payton and Michael P. Moody, Understanding Philanthropy, (Bloomington and
Indianapolis: Indiana University Press, 2008).
Syafiq,
Ahmad. 2018. “Peningkatan Kesadaran Masyarakat Dalam Menunaikan Zakat, Infaq,
Sedekah Dan Wakaf (ZISWAF).” ZISWAF: Jurnal Zakat Dan Wakaf 5 (2).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar