Sabtu, 17 Mei 2025

PEMBIAYAAN BEBAS RIBA (BERBASIS HUTANG DAN SEWA GUNA USAHA)

 MATERI 9 - MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Oleh: Eny Latifah,S.E.Sy.,M.Ak


Pembiayaan Bebas Riba (Berbasis Hutang dan Sewa Guna Usaha)

 

A.    Pengertian Pembiayaan

Pembiayaan adalah penyediaan dana atau dukungan keuangan yang diberikan oleh pihak lain untuk memenuhi kebutuhan finansial individu, bisnis, atau proyek tertentu. Secara sederhana, pembiayaan adalah cara untuk mendapatkan pendanaan atau sumber keuangan yang diperlukan untuk berbagai kegiatan, baik itu investasi, konsumsi, atau pengembangan usaha.

Pembiayaan, dalam berbagai konteks keuangan, umumnya didefinisikan sebagai penyediaan dana atau sumber daya keuangan untuk mendukung aktivitas atau proyek tertentu. Ini bisa berupa pinjaman, kredit, atau bahkan pembayaran secara bertahap. Beberapa ahli keuangan juga memberikan definisi lebih spesifik, seperti Danupranata yang mendefinisikan pembiayaan sebagai fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak yang kekurangan dana. 

Berikut beberapa definisi pembiayaan dari para ahli:

1.     Danupranata: Pembiayaan adalah pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang tergolong mengalami kekurangan dana. 

2.     UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan: Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu. 

3.     Hasibuan: Pembiayaan adalah jenis pinjaman yang harus dibayar kembali bersama bagi hasil oleh peminjam sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. 

4.     M. Nur Rianto Al-Arif: Pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. 

5.     Kasmir: Jaminan pembiayaan berfungsi untuk melindungi bank dari kerugian akibat ketidakmampuan nasabah melunasi pembiayaan. 

6.     Muhamad: Pembiayaan berfungsi untuk meningkatkan daya guna uang, meningkatkan daya saing, dan mempermudah aktivitas ekonomi. 

7.     Ismail: Pembiayaan meningkatkan arus tukar-mukar barang dan jasa, membantu melancarkan lalu lintas pertukaran barang dan jasa. 

Secara umum, pembiayaan merupakan instrumen penting dalam mendukung berbagai kegiatan ekonomi, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi maupun investasi. 

Pembiayaan berfungsi sebagai dukungan keuangan yang memungkinkan pihak yang membutuhkan dana untuk mendapatkan akses ke sumber-sumber keuangan.

Pembiayaan dapat digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan finansial, seperti membeli aset, mendanai proyek, atau memenuhi kebutuhan pribadi.

Pembiayaan melibatkan beberapa pihak, yaitu pihak yang memberikan pembiayaan (pemberi dana), pihak yang membutuhkan pembiayaan (peminjam), dan pihak yang terlibat dalam transaksi yang dibiayai (misalnya penjual, produsen).

Pembiayaan dapat berbentuk pinjaman, kredit, investasi, atau bentuk dukungan keuangan lainnya.

Pembiayaan memiliki peran penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan usaha, dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Pembiayaan juga dapat dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip syariah, yang lebih menekankan pada keadilan dan keberkahan.

B.    Pengertian Sewa Guna Usaha (Leasing)

Sewa Guna Usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan yang menyediakan barang modal untuk digunakan oleh lessee (penyewa) selama jangka waktu tertentu dengan pembayaran secara berkala. Pembiayaan ini dapat berupa sewa-guna-usaha dengan hak opsi (finance lease) atau sewa-guna-usaha tanpa hak opsi (operating lease).

Leasing adalah bentuk pembiayaan di mana pihak lessor (pemberi sewa) menyediakan barang modal (seperti kendaraan, mesin, peralatan, atau properti) kepada pihak lessee (penyewa) untuk digunakan dalam kegiatan usaha.

Sewa guna usaha (leasing) adalah bentuk pembiayaan di mana satu pihak (lessor) menyediakan barang modal kepada pihak lain (lessee) untuk digunakan selama jangka waktu tertentu dengan pembayaran secara berkala. Pembiayaan ini dapat berupa finance lease (dengan hak opsi beli) atau operating lease (tanpa hak opsi beli). 

Pengertian Sewa Guna Usaha (Leasing) Menurut Para Ahli:

1.     Abdul Halim (Analisis Kelayakan Investasi Bisnis): Sewa guna usaha adalah perjanjian antara lessor (pemilik aset) dan lessee (pengguna aset) untuk menyewakan suatu aset (misalnya mesin, peralatan pabrik, gedung). 

2.     Kieso (Accounting Theory): Sewa guna usaha adalah suatu perjanjian yang memberikan lessee hak untuk menggunakan aset tertentu yang dimiliki lessor selama jangka waktu tertentu sebagai ganti pembayaran uang. 

3.     OJK (Otoritas Jasa Keuangan): Leasing adalah bentuk pembiayaan yang memungkinkan pihak tertentu memperoleh hak penggunaan barang modal milik pihak lain dalam jangka waktu tertentu dengan membayar sewa secara berkala. 

4.     FASB (Financial Accounting Standards Board): Sewa guna usaha adalah perjanjian penyediaan barang-barang modal yang digunakan untuk suatu jangka waktu tertentu. 

5.     IAS (International Accounting Standards): Sewa guna usaha adalah perjanjian di mana lessor menyerahkan hak penggunaan aset kepada lessee sebagai imbalan pembayaran sewa untuk jangka waktu tertentu. 

 

Lessee membayar biaya sewa secara berkala (misalnya bulanan) kepada lessor selama jangka waktu yang disepakati dalam perjanjian leasing.

Hak Opsi (Finance Lease): Pada jenis finance lease, lessee memiliki hak untuk membeli barang modal setelah masa sewa berakhir, biasanya dengan nilai sisa yang disepakati.

Tanpa Hak Opsi (Operating Lease): Pada jenis operating lease, lessee tidak memiliki hak untuk membeli barang modal setelah masa sewa berakhir. Barang tersebut akan dikembalikan kepada lessor.

Manfaat Leasing dapat memberikan kemudahan bagi perusahaan atau individu dalam memperoleh barang modal tanpa harus membeli secara langsung.

Perbedaan dengan Kredit: Leasing berbeda dengan kredit karena dalam leasing, hak milik barang tetap berada pada lessor selama masa sewa, sedangkan dalam kredit, barang menjadi milik debitur setelah dilunasi.

C.     Pembiayaan Berbasis Hutang

Pembiayaan berbasis hutang (debt financing) adalah bentuk pembiayaan bisnis di mana perusahaan meminjam uang dari pemodal dan berkewajiban untuk membayar kembali pinjaman tersebut, beserta bunga atau biaya tertentu, dalam jangka waktu tertentu. Pembiayaan ini dapat melibatkan pinjaman dari bank, investor, atau sumber lain yang memberikan utang. Perusahaan yang menggunakan pembiayaan berbasis hutang akan mendapatkan modal untuk modal kerja atau belanja modal, dan berkewajiban untuk mengembalikan utang tersebut beserta bunganya. 

Pembiayaan Berbasis Hutang (debt financing) adalah bentuk pembiayaan bisnis di mana perusahaan meminjam uang dari pemodal (seperti bank atau lembaga keuangan), dengan kewajiban untuk membayar kembali pinjaman tersebut beserta bunganya dalam jangka waktu tertentu. 

Peminjaman Uang: Perusahaan meminjam dana dari lembaga keuangan, yang kemudian akan digunakan untuk berbagai keperluan, seperti modal kerja, investasi, atau ekspansi bisnis. 

Kewajiban Pembayaran Kembali: Perusahaan memiliki kewajiban untuk melunasi pinjaman yang telah diambil, termasuk bunga atau biaya administrasi yang berlaku. 

Bunga: Pembayaran bunga merupakan biaya yang dibebankan oleh lembaga keuangan atas pinjaman yang diberikan. 

Jangka Waktu: Pembiayaan utang memiliki jangka waktu tertentu, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk melunasi seluruh pinjaman beserta bunga. 

Contoh: Pinjaman bank, obligasi, atau pinjaman dari investor. 

Perbedaan dengan Pembiayaan Ekuitas: Pembiayaan utang berbeda dengan pembiayaan ekuitas (misalnya penjualan saham). Pada pembiayaan ekuitas, perusahaan mendapatkan dana dengan menjual sebagian kepemilikan saham kepada investor. Pembiayaan utang, di sisi lain, tetap mempertahankan kepemilikan perusahaan, tetapi memiliki kewajiban membayar kembali pinjaman beserta bunganya. 

Manfaat Pembiayaan Utang:

1)    Tidak Memerlukan Pengenceran Ekuitas: Pembiayaan utang memungkinkan perusahaan untuk tetap mempertahankan kepemilikan penuh tanpa harus membagi saham. 

2)    Fleksibilitas Penggunaan Dana: Dana yang diperoleh dari pembiayaan utang dapat digunakan untuk berbagai keperluan bisnis, seperti investasi, ekspansi, atau modal kerja. 

Kerugian Pembiayaan Utang:

1)    Kewajiban Pembayaran Kembali: Perusahaan harus membayar kembali pinjaman beserta bunganya dalam jangka waktu tertentu.

2)    Risiko Keuangan: Jika perusahaan mengalami kesulitan keuangan, pembayaran pinjaman dapat menjadi beban yang berat. 

D.    Aplikasi Sewa Guna Usaha Syariah (Leasing)

Aplikasi sewa guna usaha syariah (leasing) adalah kegiatan pembiayaan aset untuk dimanfaatkan dalam jangka waktu tertentu dengan pembayaran secara rutin, sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang melarang riba (bunga). Pembiayaan ini memungkinkan pihak penyewa (lessee) untuk mendapatkan hak penggunaan aset milik lessor tanpa harus memiliki aset tersebut secara langsung. 

Berikut penjelasan lebih detail:

1.     Prinsip Dasar:

a)   Pembiayaan Aset: Leasing syariah menyediakan pembiayaan untuk pengadaan barang modal yang akan digunakan untuk meningkatkan produktivitas usaha. 

b)   Penyewaan: Aset disewakan kepada pihak lessee dengan perjanjian sewa guna usaha (ijarah). 

c)    Pembayaran Berkala: Lessee membayar sewa secara rutin kepada lessor selama jangka waktu yang telah disepakati. 

d)   Tidak Ada Bunga: Sesuai dengan prinsip syariah, tidak ada suku bunga atau riba dalam transaksi leasing syariah. 

2.     Jenis-Jenis Leasing Syariah:

a)    Lease Purchase (Ijarah Muntahiya Bit Tamlik - IMBT): Sewa guna usaha dengan hak opsi, di mana lessee memiliki hak untuk membeli aset setelah masa sewa berakhir. 

b)    Operating Lease: Sewa guna usaha tanpa hak opsi, di mana lessee hanya memiliki hak untuk menggunakan aset selama masa sewa. 

3.     Perbedaan dengan Leasing Konvensional:

a)    Suku Bunga: Leasing syariah tidak menggunakan suku bunga, sedangkan leasing konvensional menggunakan suku bunga.

b)    Sistem Pembiayaan: Dalam leasing syariah, kedua pihak biasanya melakukan akad (misalnya Mudharabah) untuk menentukan pembagian hasil, sedangkan leasing konvensional menggunakan sistem kredit.

c)     Istilah: Leasing syariah lebih sering menggunakan istilah pembeli dan penjual, sementara leasing konvensional menggunakan istilah kreditur dan debitur. 

4.     Manfaat Leasing Syariah:

a)    Pembiayaan Aset: Memberikan akses pembiayaan aset tanpa harus membeli secara tunai.

b)    Pendanaan Usaha: Dapat menjadi sumber pendanaan modal usaha yang produktif selama jangka waktu tertentu.

c)     Efisiensi: Lebih efisien bagi yang belum mampu membeli aset secara tunai. 

5.     Syarat-syarat dalam Leasing Syariah:

a)    Tidak Gharar: Tidak mengandung ketidakjelasan atau keraguan dalam transaksi.

b)    Tidak Riba: Bebas dari unsur bunga atau riba.

c)     Kesimbangan (Tawazun): Menjaga keseimbangan antara kepentingan lessor dan lessee.

d)    Asas Keadilan: Transaksi harus adil bagi semua pihak.

e)    Tidak Zalim: Tidak ada praktik yang merugikan salah satu pihak. 

Contoh: Seorang pengusaha kecil ingin mendapatkan pembiayaan untuk membeli mesin produksi. Ia bisa memilih leasing syariah dengan akad IMBT, di mana ia akan membayar sewa mesin secara berkala. Setelah masa sewa berakhir, ia memiliki hak untuk membeli mesin tersebut dengan harga yang telah disepakati. 

 

E.     Riba dalam praktek Sewa Guna Usaha

Riba dalam praktik sewa guna usaha (leasing) dapat muncul dalam beberapa bentuk, khususnya terkait dengan pembayaran yang lebih tinggi dari nilai barang atau denda keterlambatan. Namun, praktik leasing yang mengikuti prinsip syariah bertujuan untuk menghindari riba dengan menggunakan akad seperti murabahah, yang memungkinkan transaksi jual beli kredit tanpa unsur riba. 

Riba dalam Leasing: dalam perspektif Islam, riba adalah tambahan pembayaran yang tidak sah atas utang atau pinjaman. Dalam konteks leasing, riba dapat terjadi jika ada tambahan pembayaran yang tidak sesuai dengan nilai barang yang disewa, atau jika ada denda keterlambatan yang dikenakan, yang dianggap sebagai tambahan pembayaran atas utang sewa. 

Prinsip Syariah dalam Leasing: Leasing yang mengikuti prinsip syariah bertujuan untuk menghindari riba. Ini dilakukan dengan menggunakan akad seperti murabahah, di mana pemilik aset menjual barang kepada lessee (penyewa) dengan harga yang telah disepakati, termasuk margin keuntungan yang telah ditentukan. 

Murabahah: adalah akad jual beli dengan harga yang sudah ditetapkan (margin keuntungan) di awal transaksi, sehingga tidak ada unsur riba. Margin keuntungan tersebut merupakan bagian dari harga jual, bukan tambahan yang tidak sah atas utang. 

Denda Keterlambatan: Denda keterlambatan dalam pembayaran sewa dapat dianggap sebagai riba, karena merupakan tambahan pembayaran yang dikenakan atas utang yang tidak terlaksana tepat waktu. Dalam leasing syariah, denda keterlambatan dihindari atau diganti dengan sanksi lain yang sesuai dengan prinsip syariah. 

Penghindaran Riba dalam Praktik: Untuk menghindari riba, praktik leasing syariah menekankan pada transparansi, kejujuran, dan kesepakatan yang jelas antara lessor (penyedia sewa) dan lessee (penyewa). Selain itu, penggunaan akad yang sesuai dengan syariah, seperti murabahah, juga membantu menghindari unsur riba. 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Albara, A., & Pradesyah, R. (2021). Pengelolaan Keuangan Masjid Berbasis Manajemen Keuangan Syariah Pada Pimpinan Cabang Muhammadiyah Batang Kuis. Ihsan: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 3(1), 43-53.

Andri Soemitra. 2009.  Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana.

Asnaini dan Herlina Yustati. 2017. Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ardhansyah Putra dan Dwi Saraswati. 2020. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Jakad Media.

Brigham, E. F., & Houston, J. F. (2001). Manajemen Keuangan. Buku 1 edisi 8. Jakarta: Erlangga.

Didin Hafidhudin dan Fathurahman Djamil. 2009. Solusi Berasuransi, Bandung: Salamadani.

Fasa, M. I. (2020). Manajemen Lembaga Keuangan Syariah.

Latifah, E., Masyhuri, M., Pahlevi, R. W., Mulyani, S., Hasanah, N., Fidiana, F., ... & Setiadi, R. (2022). Manajemen Keuangan Syariah.

Madani, (2015). Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia. Jakarta: Kencana.

Manunggal, S. A. M. (2011). Etika Islam Dalam Manajemen Keuangan. Jurnal Hukum Islam Iain Pekalongan, 9(2), 37020.

Mubayyin, A., & Abdullah, W. (2021). Implementasi Manajemen Keuangan Syariah Sebagai Salah Satu Upaya Untuk Memajukan dan Mengembangkan UMKM di Indonesia. JES (Jurnal Ekonomi Syariah), 6(1), 1-14.

Nurul Hukmiah, dkk, (2015) Jurnal Ilmu Hukum Pasca Sarjana: Wakaf Dalam Jangka Waktu Tertentu (Suatu Analisis terhadap Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Hukum Islam). Aceh: UNSYIAH.

S. Rahardja Hadikusuma. 2006. Hukum Koperasi Indonesia (Jakarta: Rajawali Press

Sahputra, N. (2020). Manajemen Keuangan Syariah.

Sobana, D. H. (2018). Manajemen keuangan syari'ah.

Yusuf, B., & Al Arif, M. N. R. (2015). Manajemen sumber daya manusia di lembaga keuangan syariah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH DALAM BISNIS KONTEMPORER

  MATERI- PENGANTAR BISNIS ISLAM Oleh: Eny Latifah, S.E.Sy.,M.Ak Perspektif Ekonomi Syariah dalam Bisnis Kontemporer   A.      Pengertian Ek...