MATERI - MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Oleh: Eny Latifah,S.E.Sy.,M.Ak
Metode Pembiayaan Syariah
A. Pengertian Pembiayaan Syariah
Pembiayaan
Syariah adalah bentuk pendanaan yang diatur berdasarkan prinsip-prinsip syariah
Islam. Ini berarti setiap transaksi keuangan harus sesuai dengan ketentuan yang
ada dalam Al-Quran dan Hadis, terutama larangan terhadap riba (bunga) dan
penerapan akad yang sesuai dengan syariah.
Pembiayaan
syariah, menurut para ahli, adalah penyediaan dana atau fasilitas keuangan yang
didasarkan pada prinsip-prinsip Islam, dengan tujuan menghindari praktik riba
(bunga) dan menerapkan prinsip keadilan serta keberlanjutan.
Secara
umum, pembiayaan syariah melibatkan kesepakatan antara bank atau lembaga
keuangan dengan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan dana tersebut setelah
jangka waktu tertentu, dengan imbalan atau bagi hasil yang disepakati sesuai
dengan prinsip syariah.
Pembiayaan
Syariah mengedepankan prinsip-prinsip Islam, seperti keadilan, keseimbangan,
dan kemanfaatan.
Menurut
M. Syafi’i Antonio (2001:160), dalam bukunya yang berjudul “ Bank Syariah dan
Teori Praktek”. Pembiayaan adalah pemberian fasilitas penyediaan dana untuk
memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan devisit unit.
Menurut
Veithzal Rival dan Arifin (2010:681) dalam bukunya yang berjudul “Islamic
Banking”, Pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu
pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik
sendiri maupun lembaga. Atau pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan
yang dipersamakan dengan itu berupa :
1)
Transaksi dalam bentuk
mudharabah dan musyarakah.
2)
Transaksi sewa menyewa
dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik.
3)
Transaksi jual beli dalam
bentuk piutang mudharabah, salam, dan istishna’
4)
Transaksi pinjam-meminjam
dalam bentuk Qard, dan
5)
Transaksi sewa-menyewa
jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multi jasa.
Sistem
pembiayaan Syariah tidak menggunakan sistem bunga yang telah ditentukan,
melainkan menerapkan prinsip bagi hasil (murabaha, mudharabah, musyarakah,
dll).
Dalam pembiayaan
Syariah, keuntungan dan kerugian biasanya dibagi antara pihak yang memberikan
pembiayaan dan pihak yang menerima pembiayaan sesuai kesepakatan awal.
Pembiayaan
Syariah bertujuan untuk mendukung kegiatan ekonomi yang halal, meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, dan menghindari transaksi yang mengandung unsur riba
atau yang dilarang oleh syariah.
Contoh
Pembiayaan Syariah: Pembiayaan syariah dapat diterapkan dalam berbagai jenis
pembiayaan, seperti pembiayaan modal kerja, investasi, konsumtif, dan
sindikasi.
B. Akad Pembiayaan Syariah
Pembiayaan
Syariah menggunakan akad-akad yang sesuai dengan prinsip syariah, seperti
murabahah (jual beli dengan harga yang lebih tinggi dari harga pokok),
mudharabah (bagi hasil), dan musyarakah (kerjasama dalam bisnis).
Akad
pembiayaan syariah adalah kontrak atau perjanjian yang digunakan dalam
transaksi keuangan berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Ada beberapa jenis
akad yang umum digunakan dalam pembiayaan syariah, seperti Murabahah, Ijarah,
Mudharabah, Musyarakah, dan Salam.
Berikut
adalah penjelasan lebih detail tentang beberapa akad pembiayaan syariah yang
umum:
1)
Murabahah:
Akad
jual beli dengan harga yang sudah termasuk margin keuntungan. Dalam
pembiayaan, bank syariah membeli barang yang dibutuhkan nasabah, lalu menjualnya
kepada nasabah dengan harga yang lebih tinggi, dan margin keuntungan tersebut
menjadi keuntungan bank.
2)
Ijarah: Akad sewa
menyewa. Dalam pembiayaan, bank syariah menyewakan aset (misalnya
kendaraan atau properti) kepada nasabah dengan perjanjian jangka waktu
tertentu. Nasabah membayar sewa bulanan kepada bank, dan setelah jangka
waktu berakhir, aset tersebut menjadi milik nasabah.
3)
Mudharabah:
Akad
investasi atau kerjasama usaha antara dua pihak, di mana salah satu pihak
(pemodal) menyediakan dana dan pihak lain (pengelola) mengelola dana
tersebut. Keuntungan yang dihasilkan dibagi sesuai dengan kesepakatan yang
telah ditentukan.
4)
Musyarakah:
Akad
kerjasama bisnis antara dua pihak atau lebih, di mana masing-masing pihak
menyetorkan modal dan berbagi keuntungan dan kerugian sesuai dengan porsi modal
yang disetor.
5)
Salam: Akad
pemesanan barang dengan pembayaran di muka. Nasabah memesan barang kepada
bank syariah dengan pembayaran di muka, dan bank syariah akan memproduksi atau
membeli barang tersebut sesuai pesanan dan diserahterimakan setelah batas waktu
yang disepakati.
6)
Ijarah
Muntahiyah bi Tamlik (sewa beli) adalah mekanisme pembiayaan di
perbankan syariah yang menggabungkan akad sewa-menyewa (ijarah) dengan akad
jual beli atau hibah di akhir masa sewa. Nasabah menyewa barang, membayar
sewa bulanan, dan di akhir masa sewa, mereka memiliki pilihan untuk membeli
atau meminjam barang tersebut melalui akad jual beli atau hibah.
7)
Istishna adalah bentuk
pembiayaan dalam perbankan syariah yang digunakan untuk membiayai pembelian
barang yang dibuat atau diproduksi sesuai dengan pesanan tertentu. Bank
menyediakan dana kepada nasabah untuk membeli barang tersebut, dengan ketentuan
harga yang disepakati dan pembayaran yang lebih tinggi sebagai keuntungan
bank. Istishna berbeda dengan pembiayaan salam, karena salam adalah jual
beli barang yang sudah ada, sedangkan istishna adalah jual beli barang yang
akan dibuat atau diproduksi.
C. Jenis-jenis Pembiayaan Syariah
Beberapa
jenis akad yang sering digunakan dalam pembiayaan Syariah antara lain murabahah
(jual beli dengan harga yang lebih tinggi dari harga pokok), mudharabah (bagi
hasil), musyarakah (kerjasama dalam bisnis), ijarah (sewa), dan salam (jual
beli dengan pembayaran tunai, namun barang diserahkan kemudian).
Menururt
sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1.
Pembiayaan produktif, yaitu
pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produktif dalam arti luas,
yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produktif, perdagangan maupun investasi.
2.
Pembiayaan konsumtif,
yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan
habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan
Menurut
keperluannya, pembiayaan produksi dibagi menjadi dua hal berikut:
1)
Pembiayaan modal kerja,
yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan:
(a)
Peningkatan produksi
(b)
Untuk keperluan
perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.
2)
Pembiayaan investasi,
yaitu untuk memenuhi kebutuhan barangbarang modal (capital goods) serta
fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.
D. Cara memilih Lembaga Pembiayaan Syariah
Saat
memilih Lembaga Pembiayaan Syariah, perhatikan beberapa hal penting. Pertama,
pastikan lembaga tersebut terdaftar dan diawasi oleh OJK (Otoritas Jasa
Keuangan). Kedua, teliti tentang akad atau prinsip pembiayaan yang
digunakan, pastikan sesuai dengan syariah Islam dan tidak mengandung riba. Ketiga,
pertimbangkan kebutuhan keuangan Anda dan pilih produk yang sesuai. Keempat,
perhatikan reputasi lembaga dan bandingkan dengan beberapa lembaga lain sebelum
memutuskan.
Langkah-langkah dalam memilih Lembaga
Pembiayaan Syariah:
1.
Cek Legalitas: Pastikan
lembaga pembiayaan sudah terdaftar dan diawasi oleh OJK. Ini penting untuk
memastikan bahwa lembaga tersebut beroperasi sesuai dengan hukum dan regulasi
yang berlaku.
2.
Pahami Prinsip Pembiayaan:
Pembiayaan syariah didasarkan pada prinsip-prinsip syariah, seperti larangan
riba, keadilan, dan transparansi. Pastikan lembaga pembiayaan yang Anda pilih
menggunakan akad yang sesuai dengan syariah, misalnya Murabahah (jual beli),
Ijarah (sewa), atau Mudharabah (bagi hasil).
3.
Evaluasi Produk dan
Layanan: Bandingkan produk pembiayaan yang ditawarkan oleh beberapa lembaga,
termasuk biaya, tenor, dan syarat-syaratnya. Pilih produk yang paling sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan Anda.
4.
Periksa Reputasi Lembaga: Pilih
lembaga pembiayaan syariah yang memiliki reputasi baik dan terpercaya. Anda
bisa mencari informasi tentang lembaga tersebut melalui berbagai sumber,
seperti media, forum online, atau rekomendasi dari orang lain.
5.
Konsultasi dengan Ahli: Jika
Anda membutuhkan bantuan dalam memilih lembaga pembiayaan syariah, jangan ragu
untuk berkonsultasi dengan pakar keuangan syariah atau konsultan syariah.
Mereka dapat membantu Anda memahami berbagai produk pembiayaan dan memilih yang
paling sesuai dengan kebutuhan Anda.
6.
Gunakan untuk Kebutuhan
Produktif: Sebaiknya, manfaatkan produk pembiayaan syariah untuk kebutuhan yang
bersifat produktif, seperti pengembangan usaha, pendidikan, atau keperluan
penting lainnya.
7.
Perhatikan Transparansi: Pastikan
lembaga pembiayaan memberikan informasi yang jelas dan transparan mengenai
biaya, akad, dan syarat-syarat pembiayaan. Ini penting untuk menghindari
potensi masalah di kemudian hari.
8.
Cari Informasi Tambahan: Selain
informasi yang diberikan oleh lembaga pembiayaan, Anda juga bisa mencari
informasi tambahan melalui sumber lain, seperti OJK atau Dewan Syariah
Nasional-Majelis Ulama Indonesia.
9.
Bandingkan Beberapa
Lembaga: Bandingkan produk pembiayaan dari beberapa lembaga pembiayaan syariah
sebelum memutuskan. Perbandingan ini akan membantu Anda menemukan produk yang
paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan Anda.
10.
Perhatikan Persyaratan dan
Proses: Pastikan persyaratan dan proses pengajuan pembiayaan mudah dan tidak
rumit. Ini akan membuat proses pembiayaan lebih efisien dan nyaman.
E. Perbedaan Pembiayaan Syariah dengan Konvensional
Perbedaan
utama antara pembiayaan syariah dan konvensional terletak pada prinsip yang
mendasarinya. Pembiayaan syariah menggunakan prinsip-prinsip Islam yang
mengharamkan riba (bunga), dan mengutamakan keadilan, transparansi, dan
kesejahteraan sosial. Sementara itu, pembiayaan konvensional didasarkan pada
sistem bunga, di mana peminjam membayar jumlah tetap tanpa memperhatikan hasil
usaha.
Secara
garis besar pembiayaan syariah menawarkan pendekatan yang lebih adil dan
transparan, dengan berbagi risiko dan keuntungan, serta kepatuhan terhadap
prinsip-prinsip syariah. Sebaliknya, pembiayaan konvensional menawarkan
fleksibilitas dan kemudahan dengan suku bunga tetap, tetapi risiko lebih banyak
ditanggung oleh nasabah
Unsur-unsur
perbedaan pembiayaan syariah dengan konvensional adalah:
1.
Prinsip Dasar: Syariah:
Berlandaskan pada prinsip-prinsip Islam yang melarang riba dan mengutamakan
keadilan, transparansi, dan kesejahteraan sosial. Konvensional: Berfokus pada keuntungan
finansial melalui bunga, yang sering kali memberatkan nasabah.
2.
Mekanisme Keuntungan: Syariah:
Menggunakan sistem bagi hasil (profit and loss sharing), di mana keuntungan dan
kerugian dibagi antara pihak pembiaya dan nasabah. Konvensional: Menggunakan sistem bunga, di
mana nasabah membayar bunga tetap atau bunga mengambang.
3.
Perjanjian (Akad): Syariah:
Menggunakan akad yang sesuai dengan prinsip syariah, seperti Murabahah (jual
beli), Ijarah (sewa), atau Wakalah (wakil). Konvensional: Menggunakan
perjanjian yang umum, biasanya dengan suku bunga yang telah ditentukan.
4.
Risiko dan Keuntungan: Syariah:
Risiko dan keuntungan dibagi antara nasabah dan pemberi pembiayaan, sehingga
lebih adil dan transparan. Konvensional: Nasabah menanggung risiko sepenuhnya
jika tidak dapat melunasi pinjaman, sedangkan pemberi pinjaman hanya menerima
bunga.
5. Sistem Pengawasan: Syariah: Diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan Dewan Syariah Nasional (DSN). Konvensional: Diawasi oleh dewan komisaris dan regulator keuangan.
DAFTAR PUSTAKA
A
Wangsawidjaja. (2012). Pembiayaan Bank Syariah. Gramedia Pustaka Utama.
Abdullah,
T. d. (2012). Bank dan Lembaga Keuangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Antonio,
M. S. (2001). Bank Syariah dari teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani Cetakan
I
Ismail, (2011).
Perbankan Syariah, Jakarta: Kencana,
Kasmir, (2002).
Bank & Lembaga Keuangan Syariah Lainnya, Jakarta: PT Raja Grapindo Persada
Nurhadi,
N. (2018). Pembiayaan Dan Kredit Di Lembaga Keuangan. Jurnal Tabarru’: Islamic
Banking and Finance, 1(2), 14–24.
https://doi.org/10.25299/jtb.2018.vol1(2).2804
Syafi’i Antonio. (2001). Bank Syariah dari
Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar