Senin, 26 Mei 2025

METODE PEMBIAYAAN SYARIAH

 MATERI - MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Oleh: Eny Latifah,S.E.Sy.,M.Ak


Metode Pembiayaan Syariah

 

A.    Pengertian Pembiayaan Syariah

Pembiayaan Syariah adalah bentuk pendanaan yang diatur berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam. Ini berarti setiap transaksi keuangan harus sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Al-Quran dan Hadis, terutama larangan terhadap riba (bunga) dan penerapan akad yang sesuai dengan syariah.

Pembiayaan syariah, menurut para ahli, adalah penyediaan dana atau fasilitas keuangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip Islam, dengan tujuan menghindari praktik riba (bunga) dan menerapkan prinsip keadilan serta keberlanjutan. 

Secara umum, pembiayaan syariah melibatkan kesepakatan antara bank atau lembaga keuangan dengan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu, dengan imbalan atau bagi hasil yang disepakati sesuai dengan prinsip syariah. 

Pembiayaan Syariah mengedepankan prinsip-prinsip Islam, seperti keadilan, keseimbangan, dan kemanfaatan.

Menurut M. Syafi’i Antonio (2001:160), dalam bukunya yang berjudul “ Bank Syariah dan Teori Praktek”. Pembiayaan adalah pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan devisit unit.

Menurut Veithzal Rival dan Arifin (2010:681) dalam bukunya yang berjudul “Islamic Banking”, Pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik sendiri maupun lembaga. Atau pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa :

1)    Transaksi dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.

2)    Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik.

3)    Transaksi jual beli dalam bentuk piutang mudharabah, salam, dan istishna’

4)    Transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk Qard, dan

5)    Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multi jasa.

Sistem pembiayaan Syariah tidak menggunakan sistem bunga yang telah ditentukan, melainkan menerapkan prinsip bagi hasil (murabaha, mudharabah, musyarakah, dll).

Dalam pembiayaan Syariah, keuntungan dan kerugian biasanya dibagi antara pihak yang memberikan pembiayaan dan pihak yang menerima pembiayaan sesuai kesepakatan awal.

Pembiayaan Syariah bertujuan untuk mendukung kegiatan ekonomi yang halal, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan menghindari transaksi yang mengandung unsur riba atau yang dilarang oleh syariah.

Contoh Pembiayaan Syariah: Pembiayaan syariah dapat diterapkan dalam berbagai jenis pembiayaan, seperti pembiayaan modal kerja, investasi, konsumtif, dan sindikasi.

B.    Akad Pembiayaan Syariah

Pembiayaan Syariah menggunakan akad-akad yang sesuai dengan prinsip syariah, seperti murabahah (jual beli dengan harga yang lebih tinggi dari harga pokok), mudharabah (bagi hasil), dan musyarakah (kerjasama dalam bisnis).

Akad pembiayaan syariah adalah kontrak atau perjanjian yang digunakan dalam transaksi keuangan berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Ada beberapa jenis akad yang umum digunakan dalam pembiayaan syariah, seperti Murabahah, Ijarah, Mudharabah, Musyarakah, dan Salam. 

Berikut adalah penjelasan lebih detail tentang beberapa akad pembiayaan syariah yang umum: 

1)   Murabahah: Akad jual beli dengan harga yang sudah termasuk margin keuntungan. Dalam pembiayaan, bank syariah membeli barang yang dibutuhkan nasabah, lalu menjualnya kepada nasabah dengan harga yang lebih tinggi, dan margin keuntungan tersebut menjadi keuntungan bank.

2)   Ijarah: Akad sewa menyewa. Dalam pembiayaan, bank syariah menyewakan aset (misalnya kendaraan atau properti) kepada nasabah dengan perjanjian jangka waktu tertentu. Nasabah membayar sewa bulanan kepada bank, dan setelah jangka waktu berakhir, aset tersebut menjadi milik nasabah.

3)   Mudharabah: Akad investasi atau kerjasama usaha antara dua pihak, di mana salah satu pihak (pemodal) menyediakan dana dan pihak lain (pengelola) mengelola dana tersebut. Keuntungan yang dihasilkan dibagi sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan.

4)   Musyarakah: Akad kerjasama bisnis antara dua pihak atau lebih, di mana masing-masing pihak menyetorkan modal dan berbagi keuntungan dan kerugian sesuai dengan porsi modal yang disetor.

5)   Salam: Akad pemesanan barang dengan pembayaran di muka. Nasabah memesan barang kepada bank syariah dengan pembayaran di muka, dan bank syariah akan memproduksi atau membeli barang tersebut sesuai pesanan dan diserahterimakan setelah batas waktu yang disepakati.

6)   Ijarah Muntahiyah bi Tamlik (sewa beli) adalah mekanisme pembiayaan di perbankan syariah yang menggabungkan akad sewa-menyewa (ijarah) dengan akad jual beli atau hibah di akhir masa sewa. Nasabah menyewa barang, membayar sewa bulanan, dan di akhir masa sewa, mereka memiliki pilihan untuk membeli atau meminjam barang tersebut melalui akad jual beli atau hibah. 

7)   Istishna adalah bentuk pembiayaan dalam perbankan syariah yang digunakan untuk membiayai pembelian barang yang dibuat atau diproduksi sesuai dengan pesanan tertentu. Bank menyediakan dana kepada nasabah untuk membeli barang tersebut, dengan ketentuan harga yang disepakati dan pembayaran yang lebih tinggi sebagai keuntungan bank. Istishna berbeda dengan pembiayaan salam, karena salam adalah jual beli barang yang sudah ada, sedangkan istishna adalah jual beli barang yang akan dibuat atau diproduksi. 

 

C.     Jenis-jenis Pembiayaan Syariah

Beberapa jenis akad yang sering digunakan dalam pembiayaan Syariah antara lain murabahah (jual beli dengan harga yang lebih tinggi dari harga pokok), mudharabah (bagi hasil), musyarakah (kerjasama dalam bisnis), ijarah (sewa), dan salam (jual beli dengan pembayaran tunai, namun barang diserahkan kemudian).

Menururt sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua yaitu:

1.     Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produktif dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produktif, perdagangan maupun investasi.

2.     Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan

Menurut keperluannya, pembiayaan produksi dibagi menjadi dua hal berikut:

1)    Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan:

(a)             Peningkatan produksi

(b)            Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.

2)    Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barangbarang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.

D.    Cara memilih Lembaga Pembiayaan Syariah

Saat memilih Lembaga Pembiayaan Syariah, perhatikan beberapa hal penting. Pertama, pastikan lembaga tersebut terdaftar dan diawasi oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Kedua, teliti tentang akad atau prinsip pembiayaan yang digunakan, pastikan sesuai dengan syariah Islam dan tidak mengandung riba. Ketiga, pertimbangkan kebutuhan keuangan Anda dan pilih produk yang sesuai. Keempat, perhatikan reputasi lembaga dan bandingkan dengan beberapa lembaga lain sebelum memutuskan.

Langkah-langkah dalam memilih Lembaga Pembiayaan Syariah:

1.     Cek Legalitas: Pastikan lembaga pembiayaan sudah terdaftar dan diawasi oleh OJK. Ini penting untuk memastikan bahwa lembaga tersebut beroperasi sesuai dengan hukum dan regulasi yang berlaku.

2.     Pahami Prinsip Pembiayaan: Pembiayaan syariah didasarkan pada prinsip-prinsip syariah, seperti larangan riba, keadilan, dan transparansi. Pastikan lembaga pembiayaan yang Anda pilih menggunakan akad yang sesuai dengan syariah, misalnya Murabahah (jual beli), Ijarah (sewa), atau Mudharabah (bagi hasil).

3.     Evaluasi Produk dan Layanan: Bandingkan produk pembiayaan yang ditawarkan oleh beberapa lembaga, termasuk biaya, tenor, dan syarat-syaratnya. Pilih produk yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan Anda.

4.     Periksa Reputasi Lembaga: Pilih lembaga pembiayaan syariah yang memiliki reputasi baik dan terpercaya. Anda bisa mencari informasi tentang lembaga tersebut melalui berbagai sumber, seperti media, forum online, atau rekomendasi dari orang lain.

5.     Konsultasi dengan Ahli: Jika Anda membutuhkan bantuan dalam memilih lembaga pembiayaan syariah, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan pakar keuangan syariah atau konsultan syariah. Mereka dapat membantu Anda memahami berbagai produk pembiayaan dan memilih yang paling sesuai dengan kebutuhan Anda.

6.     Gunakan untuk Kebutuhan Produktif: Sebaiknya, manfaatkan produk pembiayaan syariah untuk kebutuhan yang bersifat produktif, seperti pengembangan usaha, pendidikan, atau keperluan penting lainnya.

7.     Perhatikan Transparansi: Pastikan lembaga pembiayaan memberikan informasi yang jelas dan transparan mengenai biaya, akad, dan syarat-syarat pembiayaan. Ini penting untuk menghindari potensi masalah di kemudian hari.

8.     Cari Informasi Tambahan: Selain informasi yang diberikan oleh lembaga pembiayaan, Anda juga bisa mencari informasi tambahan melalui sumber lain, seperti OJK atau Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia.

9.     Bandingkan Beberapa Lembaga: Bandingkan produk pembiayaan dari beberapa lembaga pembiayaan syariah sebelum memutuskan. Perbandingan ini akan membantu Anda menemukan produk yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan Anda.

10.            Perhatikan Persyaratan dan Proses: Pastikan persyaratan dan proses pengajuan pembiayaan mudah dan tidak rumit. Ini akan membuat proses pembiayaan lebih efisien dan nyaman.

 

E.     Perbedaan Pembiayaan Syariah dengan Konvensional

Perbedaan utama antara pembiayaan syariah dan konvensional terletak pada prinsip yang mendasarinya. Pembiayaan syariah menggunakan prinsip-prinsip Islam yang mengharamkan riba (bunga), dan mengutamakan keadilan, transparansi, dan kesejahteraan sosial. Sementara itu, pembiayaan konvensional didasarkan pada sistem bunga, di mana peminjam membayar jumlah tetap tanpa memperhatikan hasil usaha.

Secara garis besar pembiayaan syariah menawarkan pendekatan yang lebih adil dan transparan, dengan berbagi risiko dan keuntungan, serta kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah. Sebaliknya, pembiayaan konvensional menawarkan fleksibilitas dan kemudahan dengan suku bunga tetap, tetapi risiko lebih banyak ditanggung oleh nasabah

Unsur-unsur perbedaan pembiayaan syariah dengan konvensional adalah:

1.     Prinsip Dasar: Syariah: Berlandaskan pada prinsip-prinsip Islam yang melarang riba dan mengutamakan keadilan, transparansi, dan kesejahteraan sosial.  Konvensional: Berfokus pada keuntungan finansial melalui bunga, yang sering kali memberatkan nasabah.

2.     Mekanisme Keuntungan: Syariah: Menggunakan sistem bagi hasil (profit and loss sharing), di mana keuntungan dan kerugian dibagi antara pihak pembiaya dan nasabah.  Konvensional: Menggunakan sistem bunga, di mana nasabah membayar bunga tetap atau bunga mengambang.

3.     Perjanjian (Akad): Syariah: Menggunakan akad yang sesuai dengan prinsip syariah, seperti Murabahah (jual beli), Ijarah (sewa), atau Wakalah (wakil). Konvensional: Menggunakan perjanjian yang umum, biasanya dengan suku bunga yang telah ditentukan.

4.     Risiko dan Keuntungan: Syariah: Risiko dan keuntungan dibagi antara nasabah dan pemberi pembiayaan, sehingga lebih adil dan transparan. Konvensional: Nasabah menanggung risiko sepenuhnya jika tidak dapat melunasi pinjaman, sedangkan pemberi pinjaman hanya menerima bunga.

5.     Sistem Pengawasan: Syariah: Diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan Dewan Syariah Nasional (DSN).  Konvensional: Diawasi oleh dewan komisaris dan regulator keuangan.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

A Wangsawidjaja. (2012). Pembiayaan Bank Syariah. Gramedia Pustaka Utama.

Abdullah, T. d. (2012). Bank dan Lembaga Keuangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Antonio, M. S. (2001). Bank Syariah dari teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani Cetakan I

Ismail, (2011). Perbankan Syariah, Jakarta: Kencana,

Kasmir, (2002). Bank & Lembaga Keuangan Syariah Lainnya, Jakarta: PT Raja Grapindo Persada

Nurhadi, N. (2018). Pembiayaan Dan Kredit Di Lembaga Keuangan. Jurnal Tabarru’: Islamic Banking and Finance, 1(2), 14–24. https://doi.org/10.25299/jtb.2018.vol1(2).2804

 Syafi’i Antonio. (2001). Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH DALAM BISNIS KONTEMPORER

  MATERI- PENGANTAR BISNIS ISLAM Oleh: Eny Latifah, S.E.Sy.,M.Ak Perspektif Ekonomi Syariah dalam Bisnis Kontemporer   A.      Pengertian Ek...