MATERI 4- FILANTROPI ISLAM
Oleh: Eny Latifah,S.E.Sy.,M.Ak
REGULASI
DAN LEMBAGA FILANTROPI ISLAM
A.
Regulasi
Dalam Lembaga Filantropi Islam
Gagasan
filantropi Islam di Indonesia yang sebagian besar termanifestasi dalam bentuk
lembaga sosial keagamaan, badan amal, dan ormas keagamaan. Selain itu, gagasan
filantropi Islam di kalangan para akademisi menjadi kajian metodologi dengan
cara mengaitkan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat dengan aspek
yang melatar belakangi perubahan sosial tersebut. Sehingga dalam
perkembangannya gagasan filantropi Islam menjadi kajian yang luas dengan
memberikan banyak pendekatan, termasuk ilmu sosial. Dalam hal ini Mukti Ali
merupakan orang yang membuka pintu masuknya ilmu-ilmu sosial humanis kedalam lingkungan
akademisi Islam. Kajian tentang keislaman kemudian menjadi lebih luas dengan
latar belakang ilmu, tidak terkecuali penggunaan pendekatan ilmu sosial yang
selama ini jarang digunakan dalam wacana pendekatan kajian keislaman. Adanya
regulasi negara dalam hal pengelolaan dana filantropi Islam, seperti
pengelolaan dana melalui lembaga filantropi Islam melalui BAZ ataupun LAZ menjadi
sangat penting untuk membina hubungan dengan Allah dan membangun relasi kasih
sayang antara sesama manusia untuk mewujudkan umat Islam yang besaudara dan
tolong menolong23. Hal tersebut didasarkan pada fungsi manajerial yang lebih
efektif dan didasarkan pada dimensi ideologis yang wajib diimani dalam Islam24.
Sehingga dimensi ideologis serta keteraturannya bisa berhubungan atau
terkorelasi baik dengan praktik ditingkat individu dan kelompok25. Sejarah
institusionalisasi filantropi Islam di Indonesia, dalam hal ini kaitanya dengan
zakat, sudah dimulai sejak pemerintahan kolonial Belanda, yakni dengan
mengeluarkan Bijblad Nomor 1892 tanggal 4 Agustus tahun 1893. Aturan ini berisi
tentang kebijakan pemerintah kolonial tentang zakat. Alasan pengeluaran aturan ini
yakni untuk mencegah penyelewengan dana zakat oleh penguhulu atau pegawai
pribumi yang bekerja mencatat administrasi kekuasaan Belanda. Serta tidak
diberi gaji untuk membiayani kehidupan mereka dan keluarganya. Untuk melemahkan
rakyat dari dana zakat, secara lebih jauh pemerintah kolonial Belanda melarang
semua pegawai pemerintah dan priyayi ikut serta dalam pengelolaan zakat
(mengumpulkan dan mendistribusikannya), dengan menerbitkan peraturan larangan
yang tertuang dalam Bijblad Nomor 6200 tanggal 28 Februari tahun 190526. Pasca
kedudukan kolonial Belanda yang digantikan oleh Jepang (1942-1945) praksis
tidak ada perkembangan pengelolaan zakat di Indonesia27. Kemudian, diikuti oleh
pemerintahan Orde Lama (1945-1967) juga tidak mengalami perkembangan dengan
tetap dikelola secara individu. Lahirnya pemerintahan Orde Baru membawa
perkembangan terhadap hadirnya lembaga zakat, yakni dengan Peraturan Menteri
Agama Nomor 4/1968 dan Nomor 5/1968 yang berisi tentang pembentukan Badan Amil
Zakat dan pembentukan Baitul Maal ditingkat pusat, provinsi dan Kabupaten/Kota.
Setahun sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Agama mengajukan Rancangan
Undang-Undang (RUU) kepada Dewan Pimpinan Rakyat (DPR) dan berharap mendapat
dukungan oleh Menteri Sosial yang mengurusi kesejahteraan sosial dan Menteri
Keuangan yang mengurusi tentang pajak. Namun, Menteri Keuangan menyatakan pada
Menteri Agama agar zakat tidak dituangkan di RUU tersebut dan cukup dengan
peraturan Menteri Agama. Sebab itulah Menteri Agama mengeluarkan Surat Intruksi
Nomor 1/1968 yang isinya menunda pelaksanaan Peraturan Menteri Agama Nomor
4/1968 dan Nomor 5/1968. Saat peringatan Isra’ Mi’raj di Istana negara tangga
22 Oktober 1968 Presiden Soeharto mengeluarkan anjuran agar menghimpun zakat
secara sistematis dalam bentuk organisasi. Hal ini pun tertuang dalam Surat
Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 07/PRIN/10/1968 yang mendorong lahirnya
badan/lembaga yang berperan dalam pengumpulan zakat. Dan DKI Jakarta yang
menjadi pelopor lahirnya Badan Amil Zakat (BAZ) pertama di tanah air. Beberapa
daerah lain pun ikut BAZ diantaranya Kalimantan Selatan (1972), Sumatera Barat
(1973), Jawa Barat (1974) dan lainnya. Meski berbeda dalam penamaannya seperti:
BAZIS (Badan Zakat, Infak dan Shadaqah), BAZ (Badan Amil Zakat), BAZI (Badan
Amil Zakat dan Infak), BAZID (Badan Amil Zakat, Infak dan Derma) serta namanama
lainnya seperti Badan Harta Agama (Aceh), Lembaga Harta Agama Islam (Sumut),
atau Yayasan Dana Sosial Islam (Sumbar). Hingga akhir 1996 BAZIS sudah
terbentuk ditiap provinsi di indonesia. Sedangkan lembaga filantropi Islam yang
dibentuk secara swadaya oleh masyarakat juga ikut bergeliat, yakni dengan
didirkannya Yayasan Dana Sosial Al Falah (YDSF) yang didirikan oleh ormas Islam
di Surabaya tahun 1989. Kemudian diikuti Dompet Dhuafa (1993), Yayasan Darul
Tauhid, Dompet Sosial Ummul Qura, Pos Keadilan Peduli Umat, Lazis Muhammadiyah,
Baitul Maal Muamalat dan lainnya.
Akhir
pemerintahan Orde Baru, gerakan kesadaran berzakat semakin bergeliat besar.
Tepatnya pada awal Agustus 1999 Menteri Agama A. Malik Fajar membacakan RUU
tentang Pengelolaan Zakat didepan sidang Paripurna DPR, setelah mengalami
perdebatan panjang, RUU tersebut disahkan menjadi Undang-Undang oleh Presiden
BJ.
Habibie
pada tanggal 23 September 1990 dengan Nomor 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat.
Untuk mengoptimalkan pelaksanaan UU tersebut Menteri Agama mengeluarkan
Keputusan Menteri Agama (KMA) RI No. 581/1999 tentang pelaksanaan UU No.
38/1999. Namun, kemudian direvisi oleh KMA RI 373/2003 dan Keputusan Dirjen
Bimas Islam dan Urusan Haji No. D/291/2000 tentang pengelolaan teknis zakat.
Keputusan tersebut secara khusus membedakan BAZ yang dibentuk pemerintah dan
LAZ yang dibentuk masyarakat dengan fungsi, organisasi dan keanggotaannya31.
Perkembangan filantropi Islam di Indonesia semakin mengalami peningkatan.
Apalagi, saat ini sudah bertebaran lembaga filantropi Islam, yang tidak hanya
menerima ZIS, melainkan juga wakaf dan CSR dari perusahaan tertentu. Lembaga
filantropi Islam di Indonesia terbagi atas 4 golongan yaitu: pertama, badan
atau lembaga yang menghimpun dana Zakat, Infak dan Sadakah. Kedua, Yayasan
badan wakaf. Ketiga, Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Keempat, model kepanitiaan
penghimpun ZIS yang tidak permanen, biasanya dibentuk oleh ormas maupun masjid
tertentu dengan pola operasi biasanya pada saat bulan Ramadhan.
B.
Regulasi
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang
Yayasan mengatur badan hukum yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan sosial,
keagamaan, dan kemanusiaan. Undang-undang ini juga mengatur pengelolaan
yayasan, termasuk lembaga filantropi Islam.
Undang-undang ini mengatur:
1)
Kekayaan yayasan yang
dipisahkan dan diperuntukkan untuk tujuan tertentu
2)
Pengelolaan kekayaan dan
kegiatan yayasan oleh pengurus
3)
Kewajiban pengurus untuk
membuat laporan tahunan
4)
Kewajiban akuntan publik
untuk mengaudit yayasan yang kekayaannya berasal dari negara, bantuan luar
negeri, atau pihak lain
5)
Kewajiban pengumuman
laporan tahunan yayasan dalam surat kabar berbahasa Indonesia
6)
Kemungkinan penggabungan
dan pembubaran yayasan
7)
Peluang bagi yayasan asing
untuk melakukan kegiatan di Indonesia
C.
Regulasi
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 63 Tahun 2008
adalah peraturan yang mengatur pelaksanaan Undang-Undang tentang
Yayasan. PP ini mengatur berbagai hal terkait yayasan, seperti
penggabungan yayasan, nama yayasan, dan persyaratan pendirian yayasan.
Ketentuan PP 63 Tahun 2008
1)
Penggabungan yayasan
adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu atau lebih yayasan untuk
bergabung dengan yayasan lain.
2)
Setiap yayasan harus
memiliki nama diri yang tidak boleh dipakai oleh yayasan lain.
3)
Yayasan dapat dihapus dari
Daftar Yayasan oleh likuidator, kurator, atau Pengurus Yayasan.
4)
Untuk mendirikan yayasan,
harus melampirkan surat pernyataan dari pengurus badan hukum yang bersangkutan
bahwa kegiatan yayasan tidak merugikan masyarakat, bangsa, dan negara
Indonesia.
Untuk memberikan masukan atau aspirasi atas
PP 63 Tahun 2008, Anda dapat:
1.
Memberikan masukan atau
aspirasi melalui form evaluasi yang telah disediakan.
2.
Masukan yang Anda berikan
akan menjadi informasi berharga untuk perbaikan dan evaluasi kebijakan di masa
mendatang.
D.
Regulasi
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2011
Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) Nomor 79/PMK.05/2011 adalah pedoman pengelolaan Badan
Layanan Umum (BLU). Dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
ini diatur: BLU beroperasi sebagai unit kerja Kementerian Negara/Lembaga untuk
tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang
didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan. Satker dapat diizinkan
untuk mengelola keuangan dengan menerapkan PPK-BLU apabila memenuhi persyaratan
substantif,teknis, dan administratif. Menteri Keuangan memberi keputusan
penetapan terhadap usulan penetapan penerapan PPK-BLU paling lama 3 (tiga)
bulan sejak dokumen persyaratan administratif terpenuhi sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
Menteri
Keuangan dapat mencabut penerapan PPK-BLU berdasarkan hasil monitoring dan
evaluasi serta penilaian kinerja yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Perbendaharaan dan /atau hasil penilaian penerapan Tata Kelola yang Baik
dan/atau usulan dari Menteri/Pimpinan Lembaga. BLU dapat memungut biaya kepada
masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan dalam bentuk
tarif. Menteri/Pimpinan Lembaga menyampaikan usulan tarif layanan kepada
Menteri Keuangan sesuai dengan kebijakan Kementerian Negara/Lembaga dalam
penetapan tarif layanan yang dikenakan kepada masyarakat oleh BLU. Pimpinan BLU
bertanggung jawab terhadap kinerja operasional BLU sesuai dengan tolok ukur
yang ditetapkan dalam RBA.
Pembinaan
teknis BLU dilakukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.BLU wajib menyampaikan
laporan pelaksanaan tata kelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 311 kepada
Menteri Keuangan dan Menteri/Pimpinan Lembaga paling lambat 6 (enam) bulan
setelah tahun buku berakhir.
E.
Regulasi
UU Nomor 40 Tahun 2004
Undang-Undang
(UU) Nomor 40 Tahun 2004 adalah regulasi yang mengatur tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN). UU ini bertujuan untuk kesejahteraan rakyat,
khususnya dalam memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak.
Prinsip penyelenggaraan SJSN
1)
Berdasarkan prinsip
kegotong-royongan
2)
Nirlaba
3)
Keterbukaan
4)
Kehati-hatian
5)
Akuntabilitas
6)
Portabilitas
7)
Kepesertaan bersifat wajib
8)
Dana amanat
Peserta SJSN
1)
Seluruh masyarakat
Indonesia, termasuk masyarakat tidak mampu
2)
Peserta dan anggota
keluarganya
Program jaminan
sosial Jaminan kesehatan, Jaminan kecelakaan kerja, Jaminan hari tua,
Jaminan pensiun, Jaminan kematian.
Pembiayaan SJSN
1)
Iuran dibayarkan secara
teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau Pemerintah
2)
Metode pembiayaan
kesehatan individu ditanggung pemerintah untuk masyarakat tidak mampu
Penyelenggaraan SJSN
1)
Dikaji dan diteliti untuk
menyusun standar operasional, prosedur, besaran iuran dan manfaat, dan lainnya
2)
Dimonitor dan dievaluasi
untuk menjamin terselenggaranya program jaminan sosial
F.
Regulasi
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011
Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2011 adalah regulasi yang mengatur pengelolaan zakat di
Indonesia. Undang-undang ini menggantikan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat.
Ketentuan
dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011
Menjamin
kemerdekaan beragama dan beribadat
1)
Menetapkan zakat sebagai
kewajiban umat Islam yang mampu
2)
Mengatur pengelolaan zakat
secara melembaga
3)
Membentuk Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS) sebagai lembaga pengelola zakat nasional
4)
Membentuk Lembaga Amil
Zakat (LAZ) yang dibentuk masyarakat
5)
Membentuk Unit Pengumpul
Zakat (UPZ) yang dibentuk BAZNAS
6)
Mengatur pembagian zakat
kepada mustahik secara adil
7)
Mengatur sanksi
administratif dan pidana
Tujuan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Meningkatkan daya guna dan hasil guna zakat,
Meningkatkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat, Menanggulangi kemiskinan.
Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2011 disahkan di Jakarta pada tanggal 25 November 2011.
G.
Lembaga
Filantropi Dompet Duafa
Dompet
Dhuafa adalah lembaga filantropi Islam dan kemanusiaan yang mengelola dana
zakat, infak, sedekah, dan wakaf (Ziswaf). Lembaga ini bergerak untuk
pemberdayaan umat dan kemanusiaan.
Sejarah
Dompet Dhuafa didirikan pada tahun 1993 oleh para jurnalis Harian Umum
Republika.
Inisiator
dan pendiri Dompet Dhuafa adalah Parni Hadi.
Para jurnalis lain yang terlibat dalam
pendirian Dompet Dhuafa adalah Haidar Bagir, Erie Sudewo, dan Sinansari
Ecip.
Program kerja
Dompet Dhuafa mengelola dana Ziswaf secara
amanah dan modern.
Dompet Dhuafa memiliki lima pilar program,
yaitu Kesehatan, Pendidikan, Ekonomi, Sosial, serta Dakwah dan Budaya.
Dompet Dhuafa mengelola fasilitas kesehatan,
seperti rumah sakit, klinik, dan apotek.
Visi dan misi
Visi Dompet Dhuafa adalah terwujudnya
masyarakat adil dan makmur.
Misi Dompet Dhuafa adalah mengoptimalkan
pemanfaatan Ziswaf untuk memberdayakan kaum dhuafa.
Prinsip kerja
Dompet Dhuafa mengedepankan konsep welas asih
atau kasih sayang sebagai akar gerakan filantropis.
H.
Lembaga
Filantropi Rumah Zakat
Rumah
Zakat adalah lembaga amil zakat nasional (LAZNAS) yang mengelola zakat,
infak, sedekah, dan dana kemanusiaan lainnya. Rumah Zakat merupakan
lembaga filantropi yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat.
Program
kerja Rumah Zakat Pendidikan, Kesehatan, Pemberdayaan ekonomi, Kelestarian
lingkungan.
Komunitas
binaan Rumah Zakat : Memiliki komunitas binaan di 94 kota dan kabupaten di
Indonesia. Setiap wilayahnya memiliki SDM fasilitator khusus
Status
hukum Rumah Zakat
Mendapatkan
status hukum sebagai LAZNAS melalui Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia
Nomor 42 Tahun 2007
Program
unggulan Rumah Zakat
Program
pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan pemberdayaan ekonomi
Peran
Rumah Zakat Berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat, Membantu
menyelesaikan masalah kemiskinan di Indonesia.
I.
Lembaga Filantropi
Yayasan Kusuma Buana
Yayasan Kusuma Buana (YKB)
adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) nirlaba yang bergerak di bidang
kesehatan, khususnya kesehatan reproduksi. YKB didirikan pada 8 Februari
1980.
Tujuan YKB
1)
Meningkatkan peran serta
masyarakat dan swasta dalam pembangunan sosial
2)
Memberdayakan masyarakat
melalui pelayanan kesehatan dasar, kesehatan reproduksi, advokasi, dan
pengembangan masyarakat
3)
Mewujudkan masyarakat
madani yang sehat, sejahtera, dan mandiri
Program YKB Program penanggulangan AIDS
pada kelompok resiko tinggi dan Dunia Kerja, Program keluarga berencana,
Program kesehatan nasional.
Kerjasama YKB
1)
Bekerja sama dengan
berbagai pemangku kepentingan, termasuk CSO, mitra pendukung, lembaga
pemerintah, dan sektor swasta
2)
Berperan sebagai
narasumber dan konsultan bagi organisasi sejenis yang bergerak di bidang
keluarga berencana dan perawatan kesehatan reproduksi
Status YKB Terdaftar di bawah
Kementerian Kehakiman, Bekerja mendukung tujuan nasional.
J.
Lembaga
Filantropi Taman Bacaan Pelangi
Taman Bacaan Pelangi adalah organisasi
nirlaba yang mendirikan perpustakaan anak-anak di daerah terpencil Indonesia
Timur. Lembaga filantropi ini bertujuan untuk meningkatkan minat baca dan
memperluas akses buku berkualitas bagi anak-anak.
Pencetus Taman Bacaan Pelangi
Pendiri Taman Bacaan Pelangi adalah Nila
Tanzil, yang lahir di Jakarta pada 29 April 1976.
Nila memperoleh gelar Master (MA) pada studi
Komunikasi Eropa dari Universiteit van Amsterdam, di Belanda.
Nila juga lulusan sarjana Hubungan Internasional
dari Universitas Katolik Parahyangan.
Program Taman Bacaan Pelangi
1)
Mendirikan perpustakaan
anak-anak di daerah terpencil
2)
Mengadvokasi adanya mata
pelajaran “Ke Perpustakaan” di setiap kelas SD
3)
Melakukan kegiatan
literasi untuk masyarakat
4)
Mendokumentasikan dan
melestarikan setiap hasil karya masyarakat
5)
Mencerdaskan anak desa
untuk pintar membaca
6)
Menjaga dan melestarikan
buku untuk tetap berkualitas
Gerakan Taman Bacaan Pelangi
Gerakan Taman Bacaan Pelangi dimulai di
Kampung Reo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, pada tahun 2009.
DAFTAR
PUSTAKA
Azra,
Azyumardi.2003. ‚Diskursus Filantropi Islam dan Civil Society‛ dalam Idris
Thaha (ed), Berderma untuk Semua: Wacana dan Praktek Filantropi Islam, Jakarta:
Teraju.
Ahmad
Azhar Basyir, 1978. Garis-Garis Sistem Ekonomi Islam. Yogyakarta: BPFE
Barbara
Ibarahim. 2008. From Charity to Social Change: Trend in Arab Philanthropy.
Kairo : American University in Cairo Press
Gibb,
H.A.R., 1954, Modern Trend in Islam, (terj.) L.E. Hakim, Jakarta: Tintamas,
Ginsberg,
Morris. 2001. Keadilan dalam Masyarakat, Yogyakarta: Pondok Edukasi.
Ibrahim,
Barbara. 2008.From Charity to Social Change: Trends in Arab Philanthropy,
Kairo: American University in Cairo Press.
Ilchman, Warren F., Stanley N. Katz dan Edward
L. Queen II. 2006‚Pendahuluan‛ dalam Filantropi di Berbagai Tradisi di Dunia,
Jakarta: CSRC UIN Syarif Hidayatullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar