Jumat, 11 April 2025

REGULASI DAN LEMBAGA FILANTROPI ISLAM

 MATERI 4- FILANTROPI ISLAM

Oleh: Eny Latifah,S.E.Sy.,M.Ak


REGULASI DAN LEMBAGA FILANTROPI ISLAM

 

A.    Regulasi Dalam Lembaga Filantropi Islam

Gagasan filantropi Islam di Indonesia yang sebagian besar termanifestasi dalam bentuk lembaga sosial keagamaan, badan amal, dan ormas keagamaan. Selain itu, gagasan filantropi Islam di kalangan para akademisi menjadi kajian metodologi dengan cara mengaitkan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat dengan aspek yang melatar belakangi perubahan sosial tersebut. Sehingga dalam perkembangannya gagasan filantropi Islam menjadi kajian yang luas dengan memberikan banyak pendekatan, termasuk ilmu sosial. Dalam hal ini Mukti Ali merupakan orang yang membuka pintu masuknya ilmu-ilmu sosial humanis kedalam lingkungan akademisi Islam. Kajian tentang keislaman kemudian menjadi lebih luas dengan latar belakang ilmu, tidak terkecuali penggunaan pendekatan ilmu sosial yang selama ini jarang digunakan dalam wacana pendekatan kajian keislaman. Adanya regulasi negara dalam hal pengelolaan dana filantropi Islam, seperti pengelolaan dana melalui lembaga filantropi Islam melalui BAZ ataupun LAZ menjadi sangat penting untuk membina hubungan dengan Allah dan membangun relasi kasih sayang antara sesama manusia untuk mewujudkan umat Islam yang besaudara dan tolong menolong23. Hal tersebut didasarkan pada fungsi manajerial yang lebih efektif dan didasarkan pada dimensi ideologis yang wajib diimani dalam Islam24. Sehingga dimensi ideologis serta keteraturannya bisa berhubungan atau terkorelasi baik dengan praktik ditingkat individu dan kelompok25. Sejarah institusionalisasi filantropi Islam di Indonesia, dalam hal ini kaitanya dengan zakat, sudah dimulai sejak pemerintahan kolonial Belanda, yakni dengan mengeluarkan Bijblad Nomor 1892 tanggal 4 Agustus tahun 1893. Aturan ini berisi tentang kebijakan pemerintah kolonial tentang zakat. Alasan pengeluaran aturan ini yakni untuk mencegah penyelewengan dana zakat oleh penguhulu atau pegawai pribumi yang bekerja mencatat administrasi kekuasaan Belanda. Serta tidak diberi gaji untuk membiayani kehidupan mereka dan keluarganya. Untuk melemahkan rakyat dari dana zakat, secara lebih jauh pemerintah kolonial Belanda melarang semua pegawai pemerintah dan priyayi ikut serta dalam pengelolaan zakat (mengumpulkan dan mendistribusikannya), dengan menerbitkan peraturan larangan yang tertuang dalam Bijblad Nomor 6200 tanggal 28 Februari tahun 190526. Pasca kedudukan kolonial Belanda yang digantikan oleh Jepang (1942-1945) praksis tidak ada perkembangan pengelolaan zakat di Indonesia27. Kemudian, diikuti oleh pemerintahan Orde Lama (1945-1967) juga tidak mengalami perkembangan dengan tetap dikelola secara individu. Lahirnya pemerintahan Orde Baru membawa perkembangan terhadap hadirnya lembaga zakat, yakni dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 4/1968 dan Nomor 5/1968 yang berisi tentang pembentukan Badan Amil Zakat dan pembentukan Baitul Maal ditingkat pusat, provinsi dan Kabupaten/Kota. Setahun sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Agama mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada Dewan Pimpinan Rakyat (DPR) dan berharap mendapat dukungan oleh Menteri Sosial yang mengurusi kesejahteraan sosial dan Menteri Keuangan yang mengurusi tentang pajak. Namun, Menteri Keuangan menyatakan pada Menteri Agama agar zakat tidak dituangkan di RUU tersebut dan cukup dengan peraturan Menteri Agama. Sebab itulah Menteri Agama mengeluarkan Surat Intruksi Nomor 1/1968 yang isinya menunda pelaksanaan Peraturan Menteri Agama Nomor 4/1968 dan Nomor 5/1968. Saat peringatan Isra’ Mi’raj di Istana negara tangga 22 Oktober 1968 Presiden Soeharto mengeluarkan anjuran agar menghimpun zakat secara sistematis dalam bentuk organisasi. Hal ini pun tertuang dalam Surat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 07/PRIN/10/1968 yang mendorong lahirnya badan/lembaga yang berperan dalam pengumpulan zakat. Dan DKI Jakarta yang menjadi pelopor lahirnya Badan Amil Zakat (BAZ) pertama di tanah air. Beberapa daerah lain pun ikut BAZ diantaranya Kalimantan Selatan (1972), Sumatera Barat (1973), Jawa Barat (1974) dan lainnya. Meski berbeda dalam penamaannya seperti: BAZIS (Badan Zakat, Infak dan Shadaqah), BAZ (Badan Amil Zakat), BAZI (Badan Amil Zakat dan Infak), BAZID (Badan Amil Zakat, Infak dan Derma) serta namanama lainnya seperti Badan Harta Agama (Aceh), Lembaga Harta Agama Islam (Sumut), atau Yayasan Dana Sosial Islam (Sumbar). Hingga akhir 1996 BAZIS sudah terbentuk ditiap provinsi di indonesia. Sedangkan lembaga filantropi Islam yang dibentuk secara swadaya oleh masyarakat juga ikut bergeliat, yakni dengan didirkannya Yayasan Dana Sosial Al Falah (YDSF) yang didirikan oleh ormas Islam di Surabaya tahun 1989. Kemudian diikuti Dompet Dhuafa (1993), Yayasan Darul Tauhid, Dompet Sosial Ummul Qura, Pos Keadilan Peduli Umat, Lazis Muhammadiyah, Baitul Maal Muamalat dan lainnya.

Akhir pemerintahan Orde Baru, gerakan kesadaran berzakat semakin bergeliat besar. Tepatnya pada awal Agustus 1999 Menteri Agama A. Malik Fajar membacakan RUU tentang Pengelolaan Zakat didepan sidang Paripurna DPR, setelah mengalami perdebatan panjang, RUU tersebut disahkan menjadi Undang-Undang oleh Presiden BJ.

Habibie pada tanggal 23 September 1990 dengan Nomor 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat. Untuk mengoptimalkan pelaksanaan UU tersebut Menteri Agama mengeluarkan Keputusan Menteri Agama (KMA) RI No. 581/1999 tentang pelaksanaan UU No. 38/1999. Namun, kemudian direvisi oleh KMA RI 373/2003 dan Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji No. D/291/2000 tentang pengelolaan teknis zakat. Keputusan tersebut secara khusus membedakan BAZ yang dibentuk pemerintah dan LAZ yang dibentuk masyarakat dengan fungsi, organisasi dan keanggotaannya31. Perkembangan filantropi Islam di Indonesia semakin mengalami peningkatan. Apalagi, saat ini sudah bertebaran lembaga filantropi Islam, yang tidak hanya menerima ZIS, melainkan juga wakaf dan CSR dari perusahaan tertentu. Lembaga filantropi Islam di Indonesia terbagi atas 4 golongan yaitu: pertama, badan atau lembaga yang menghimpun dana Zakat, Infak dan Sadakah. Kedua, Yayasan badan wakaf. Ketiga, Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Keempat, model kepanitiaan penghimpun ZIS yang tidak permanen, biasanya dibentuk oleh ormas maupun masjid tertentu dengan pola operasi biasanya pada saat bulan Ramadhan.

B.    Regulasi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan mengatur badan hukum yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Undang-undang ini juga mengatur pengelolaan yayasan, termasuk lembaga filantropi Islam. 

Undang-undang ini mengatur: 

1)      Kekayaan yayasan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk tujuan tertentu

2)      Pengelolaan kekayaan dan kegiatan yayasan oleh pengurus

3)      Kewajiban pengurus untuk membuat laporan tahunan

4)      Kewajiban akuntan publik untuk mengaudit yayasan yang kekayaannya berasal dari negara, bantuan luar negeri, atau pihak lain

5)      Kewajiban pengumuman laporan tahunan yayasan dalam surat kabar berbahasa Indonesia

6)      Kemungkinan penggabungan dan pembubaran yayasan

7)      Peluang bagi yayasan asing untuk melakukan kegiatan di Indonesia

 

C.     Regulasi Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 63 Tahun 2008 adalah peraturan yang mengatur pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan. PP ini mengatur berbagai hal terkait yayasan, seperti penggabungan yayasan, nama yayasan, dan persyaratan pendirian yayasan. 

Ketentuan PP 63 Tahun 2008

1)      Penggabungan yayasan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu atau lebih yayasan untuk bergabung dengan yayasan lain. 

2)      Setiap yayasan harus memiliki nama diri yang tidak boleh dipakai oleh yayasan lain. 

3)      Yayasan dapat dihapus dari Daftar Yayasan oleh likuidator, kurator, atau Pengurus Yayasan. 

4)      Untuk mendirikan yayasan, harus melampirkan surat pernyataan dari pengurus badan hukum yang bersangkutan bahwa kegiatan yayasan tidak merugikan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. 

Untuk memberikan masukan atau aspirasi atas PP 63 Tahun 2008, Anda dapat: 

1.     Memberikan masukan atau aspirasi melalui form evaluasi yang telah disediakan.

2.     Masukan yang Anda berikan akan menjadi informasi berharga untuk perbaikan dan evaluasi kebijakan di masa mendatang.

 

D.    Regulasi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2011

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 79/PMK.05/2011 adalah pedoman pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU).  Dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia ini diatur: BLU beroperasi sebagai unit kerja Kementerian Negara/Lembaga untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan. Satker dapat diizinkan untuk mengelola keuangan dengan menerapkan PPK-BLU apabila memenuhi persyaratan substantif,teknis, dan administratif. Menteri Keuangan memberi keputusan penetapan terhadap usulan penetapan penerapan PPK-BLU paling lama 3 (tiga) bulan sejak dokumen persyaratan administratif terpenuhi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.

Menteri Keuangan dapat mencabut penerapan PPK-BLU berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi serta penilaian kinerja yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan /atau hasil penilaian penerapan Tata Kelola yang Baik dan/atau usulan dari Menteri/Pimpinan Lembaga. BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan dalam bentuk tarif. Menteri/Pimpinan Lembaga menyampaikan usulan tarif layanan kepada Menteri Keuangan sesuai dengan kebijakan Kementerian Negara/Lembaga dalam penetapan tarif layanan yang dikenakan kepada masyarakat oleh BLU. Pimpinan BLU bertanggung jawab terhadap kinerja operasional BLU sesuai dengan tolok ukur yang ditetapkan dalam RBA.

Pembinaan teknis BLU dilakukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.BLU wajib menyampaikan laporan pelaksanaan tata kelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 311 kepada Menteri Keuangan dan Menteri/Pimpinan Lembaga paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir.

E.     Regulasi UU Nomor 40 Tahun 2004

Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2004 adalah regulasi yang mengatur tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU ini bertujuan untuk kesejahteraan rakyat, khususnya dalam memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak. 

Prinsip penyelenggaraan SJSN 

1)      Berdasarkan prinsip kegotong-royongan

2)      Nirlaba

3)      Keterbukaan

4)      Kehati-hatian

5)      Akuntabilitas

6)      Portabilitas

7)      Kepesertaan bersifat wajib

8)      Dana amanat

Peserta SJSN 

1)    Seluruh masyarakat Indonesia, termasuk masyarakat tidak mampu

2)    Peserta dan anggota keluarganya

Program jaminan sosial Jaminan kesehatan, Jaminan kecelakaan kerja, Jaminan hari tua, Jaminan pensiun, Jaminan kematian. 

Pembiayaan SJSN

1)      Iuran dibayarkan secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau Pemerintah 

2)      Metode pembiayaan kesehatan individu ditanggung pemerintah untuk masyarakat tidak mampu 

Penyelenggaraan SJSN 

1)      Dikaji dan diteliti untuk menyusun standar operasional, prosedur, besaran iuran dan manfaat, dan lainnya

2)      Dimonitor dan dievaluasi untuk menjamin terselenggaranya program jaminan sosial

 

F.     Regulasi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 adalah regulasi yang mengatur pengelolaan zakat di Indonesia. Undang-undang ini menggantikan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.

Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011

Menjamin kemerdekaan beragama dan beribadat

1)    Menetapkan zakat sebagai kewajiban umat Islam yang mampu

2)    Mengatur pengelolaan zakat secara melembaga

3)    Membentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) sebagai lembaga pengelola zakat nasional

4)    Membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk masyarakat

5)    Membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) yang dibentuk BAZNAS

6)    Mengatur pembagian zakat kepada mustahik secara adil

7)    Mengatur sanksi administratif dan pidana

Tujuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Meningkatkan daya guna dan hasil guna zakat, Meningkatkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat, Menanggulangi kemiskinan.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 disahkan di Jakarta pada tanggal 25 November 2011.

G.    Lembaga Filantropi Dompet Duafa

Dompet Dhuafa adalah lembaga filantropi Islam dan kemanusiaan yang mengelola dana zakat, infak, sedekah, dan wakaf (Ziswaf). Lembaga ini bergerak untuk pemberdayaan umat dan kemanusiaan. 

Sejarah Dompet Dhuafa didirikan pada tahun 1993 oleh para jurnalis Harian Umum Republika. 

Inisiator dan pendiri Dompet Dhuafa adalah Parni Hadi. 

Para jurnalis lain yang terlibat dalam pendirian Dompet Dhuafa adalah Haidar Bagir, Erie Sudewo, dan Sinansari Ecip. 

Program kerja

Dompet Dhuafa mengelola dana Ziswaf secara amanah dan modern. 

Dompet Dhuafa memiliki lima pilar program, yaitu Kesehatan, Pendidikan, Ekonomi, Sosial, serta Dakwah dan Budaya. 

Dompet Dhuafa mengelola fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit, klinik, dan apotek. 

Visi dan misi 

Visi Dompet Dhuafa adalah terwujudnya masyarakat adil dan makmur.

Misi Dompet Dhuafa adalah mengoptimalkan pemanfaatan Ziswaf untuk memberdayakan kaum dhuafa.

Prinsip kerja 

Dompet Dhuafa mengedepankan konsep welas asih atau kasih sayang sebagai akar gerakan filantropis.

 

H.   Lembaga Filantropi Rumah Zakat

Rumah Zakat adalah lembaga amil zakat nasional (LAZNAS) yang mengelola zakat, infak, sedekah, dan dana kemanusiaan lainnya. Rumah Zakat merupakan lembaga filantropi yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat. 

Program kerja Rumah Zakat Pendidikan, Kesehatan, Pemberdayaan ekonomi, Kelestarian lingkungan. 

Komunitas binaan Rumah Zakat : Memiliki komunitas binaan di 94 kota dan kabupaten di Indonesia. Setiap wilayahnya memiliki SDM fasilitator khusus

Status hukum Rumah Zakat 

Mendapatkan status hukum sebagai LAZNAS melalui Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007

Program unggulan Rumah Zakat 

Program pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan pemberdayaan ekonomi

Peran Rumah Zakat Berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat, Membantu menyelesaikan masalah kemiskinan di Indonesia. 

I.       Lembaga Filantropi Yayasan Kusuma Buana

Yayasan Kusuma Buana (YKB) adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) nirlaba yang bergerak di bidang kesehatan, khususnya kesehatan reproduksi. YKB didirikan pada 8 Februari 1980. 

Tujuan YKB 

1)   Meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pembangunan sosial

2)   Memberdayakan masyarakat melalui pelayanan kesehatan dasar, kesehatan reproduksi, advokasi, dan pengembangan masyarakat

3)   Mewujudkan masyarakat madani yang sehat, sejahtera, dan mandiri

Program YKB Program penanggulangan AIDS pada kelompok resiko tinggi dan Dunia Kerja, Program keluarga berencana, Program kesehatan nasional. 

Kerjasama YKB

1)   Bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk CSO, mitra pendukung, lembaga pemerintah, dan sektor swasta 

2)   Berperan sebagai narasumber dan konsultan bagi organisasi sejenis yang bergerak di bidang keluarga berencana dan perawatan kesehatan reproduksi 

Status YKB Terdaftar di bawah Kementerian Kehakiman, Bekerja mendukung tujuan nasional. 

J.       Lembaga Filantropi Taman Bacaan Pelangi

Taman Bacaan Pelangi adalah organisasi nirlaba yang mendirikan perpustakaan anak-anak di daerah terpencil Indonesia Timur. Lembaga filantropi ini bertujuan untuk meningkatkan minat baca dan memperluas akses buku berkualitas bagi anak-anak. 

Pencetus Taman Bacaan Pelangi 

Pendiri Taman Bacaan Pelangi adalah Nila Tanzil, yang lahir di Jakarta pada 29 April 1976.

Nila memperoleh gelar Master (MA) pada studi Komunikasi Eropa dari Universiteit van Amsterdam, di Belanda.

Nila juga lulusan sarjana Hubungan Internasional dari Universitas Katolik Parahyangan.

Program Taman Bacaan Pelangi 

1)      Mendirikan perpustakaan anak-anak di daerah terpencil

2)      Mengadvokasi adanya mata pelajaran “Ke Perpustakaan” di setiap kelas SD

3)      Melakukan kegiatan literasi untuk masyarakat

4)      Mendokumentasikan dan melestarikan setiap hasil karya masyarakat

5)      Mencerdaskan anak desa untuk pintar membaca

6)      Menjaga dan melestarikan buku untuk tetap berkualitas

Gerakan Taman Bacaan Pelangi 

Gerakan Taman Bacaan Pelangi dimulai di Kampung Reo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, pada tahun 2009.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi.2003. ‚Diskursus Filantropi Islam dan Civil Society‛ dalam Idris Thaha (ed), Berderma untuk Semua: Wacana dan Praktek Filantropi Islam, Jakarta: Teraju.

Ahmad Azhar Basyir, 1978. Garis-Garis Sistem Ekonomi Islam. Yogyakarta: BPFE

Barbara Ibarahim. 2008. From Charity to Social Change: Trend in Arab Philanthropy. Kairo : American University in Cairo Press

Gibb, H.A.R., 1954, Modern Trend in Islam, (terj.) L.E. Hakim, Jakarta: Tintamas,

Ginsberg, Morris. 2001. Keadilan dalam Masyarakat, Yogyakarta: Pondok Edukasi.

Ibrahim, Barbara. 2008.From Charity to Social Change: Trends in Arab Philanthropy, Kairo: American University in Cairo Press.

 Ilchman, Warren F., Stanley N. Katz dan Edward L. Queen II. 2006‚Pendahuluan‛ dalam Filantropi di Berbagai Tradisi di Dunia, Jakarta: CSRC UIN Syarif Hidayatullah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH DALAM BISNIS KONTEMPORER

  MATERI- PENGANTAR BISNIS ISLAM Oleh: Eny Latifah, S.E.Sy.,M.Ak Perspektif Ekonomi Syariah dalam Bisnis Kontemporer   A.      Pengertian Ek...