MATERI 4- METODOLOGI PENELITIAN KUANTITATIF
Oleh: Eny Latifah,S.E.Sy.,M.Ak
PARADIGMA
PENELITIAN KUANTITATIF
A.
Pengertian
Paradigma
Paradigma
memiliki arti sebagai sebuah sudut pandang untuk menilai fenomen-fenomena yang
terjadi di sekitar serta pedoman cara bersikap menanggapi fenomena yang
terjadi. Paradigma diartikan sebagai sebuah rangkaian asumsi dan sebuah
keyakinan. Asumsi inikemudian dianggap sebagai sebuah kebenaran yang dapat
dipercaya, serta kebenarannya dapat dibuktikan secara empirik hingga akhirnya
asumsi tersebut bisa divaidasi sebagai accepted assume to be true.
Paradigma merupakan seperangkat konsep yang berhubungan satu sama lain secara
logis dan membentuk sebuah kerangka pemikiran yang berfungsi untuk memahami,
menafsirkan dan menjelaskan kenyataan dan/atau masalah yang dihadapi.
Pemahaman
konsep paradigma tersebut relevan untuk pengembangan penelitian dan ilmu pengetahuan.
Paradigma merupakan pandangan dasar mengenai pokok bahasan ilmu. Paradigma
mendefinisikan dan membantu menemukan sesuatu yang harus diteliti dan dikaji,
pertanyaan yang harus dimunculkan, cara merumuskan pertanyaan, dan
aturan-aturan yang harusdiikuti dalam mengintepretasikan jawaban.
Paradigma
adalah bagian dari kesepakatan (consensus) terluas dalam dunia ilmiah yang
berfungsi membedakan satu komunitas ilmiah tertentu dengan komunitas lainnya.
Paradigma berkaitan dengan pendefinisian, teori, metode, hubungan antara model,
serta instrumen yang tercakup di dalamnya. Istilah paradigma pertama kali
dikemukakan oleh Khun tahun 1996 sebagai “bangunan” yang mencangkup seluruh
konstelasi kepercayaan- kepercayaan, nilai-nilai dan konsep-konsep yang dipedomani
oleh komunitasa ilmiah. Jadi, dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan
bahwa paradigma penelitian merupakan kerangka berpikir yang menjelaskan
bagaimana cara pandangan peneliti terhadap fakta kehidupan sosial dan pelakuan
peneliti terhadap ilmu dan teori, yang di konstruksi sebagai suatu pandangan
yang mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan
yang semestinya dipelajari.
B.
Jenis-Jenis
Paradigma Penelitian
Ada
beberapa aliran filsafat yang dijadikan para ilmuan sebagai paradigma
penelitian diantaranya yaitu positvisme dan postpositivisme/ fenomologis yang
mana diantara aliran filsafat tersubut akan menjadi suatu paradigma yang dapat
menetukan seorang peneliti dalam memilih metode penelitian yang akan diteliti.
positivisme, menganggap realitas itu betul-betul ada secara nyata, dan dapat
diselidiki secara terpisah.
Penelitian
dan objek yang diteliti adalah independent dan peneliti mampu tanpa
mempengaruhi objek atau dipengaruhi oleh keadaan. Cara menelitinya bisa dengan
percobaan atau menipulasi, sehingga dapat dikontrol objektivitasnya. Paradigma
postpositivsme mengakui tentang realitas objektif, akan tetapi pengertiannya
tidak dapat ditangkap secara sempurna dan mengandung serba kemungkinan, karena
kelemahan intelektual manusia dan fenomena alam yang mudah berubah. Oleh karena
itu perlu keterlibatan subjektif untuk memudahkan memahami realitas sedekat
mungkin dengan kenyataan yang sesungguhnya (metodelogi kualitatif). Jenis
paradigma penelitian dapat dijadikan sebagai indikator untuk menentukan
pendekatan, metode, dan jenis penelitian sehingga penelitiannya berkualitas.
Jenis
paradigma penelitian dibagi menjadi 3, yaitu positivis, interpretif, dan
kritis. Berikut penjelasan dari setiap jenis paradigma penelitian yaitu:
1.
Paradigma Positivis
Paradigma positivis lahir dari
pemikiran seorang filsuf terkenal yaitu Auguste Comte. Pemikiran tersebut
dituangkan dalam bukunya yang berjudul Cours de Philosophie Positive. Pemikiranpemikirannya
cukup berpengaruh yang dituangkan dalam tulisan-tulisannya antara lain Cours de
Philosophie Positive (Kursus filsafat positif) dan Systeme de Politique
Positive (Sistem politik positif).
Pandangan paradigma ini
didasarkan pada hukum-hukum dan prosedur-prosedur yang baku; ilmu dianggap
bersifat deduktif,berjalan dari hal yang umum dan bersifat abstrak menuju yang
konkit dan bersifat sepesifik; ilmu dianggap nomotetik, yaitu didasarkan pada
hukum-hukum yang kausal yang universal dan melibatkan sejumlah variable. Paradigma
positivitis pada akhirnya melahirkan pendekatan kuantitatif.
2.
Paradigma Interpretif
Paradigma interpretif adalah
paradigma yang melihat bagaimana masalah dikonstruksi, pola yang terjadi, serta
mencari penjelasan mengenai peristiwa sosial atau budaya.
Paradigma interpretif merupakan
cara pandang yang lebih besifat subjektif karena pertimbangan utamanya
berdasarkan pada perspektif dan pengalaman dari orang yang
diteliti.Berkebalikan dari paradigma postivis, paradigma interpretif ciri
ilmunya bersifat induktif yaitu dari spesifik menuju ke umum atau abstrak.
Secara umum, paradigma ini dilakukan
dengan observasi secara langsung sehingga didapatkan fakta yang spesifik dan
kontekstual yang memiliki makna yang berbeda-beda tergantung dari situasi
sosialnya.Oleh sebab itu, penggunaan paradigma ini memiliki ambiguitas yang
besar serta pendekatan penelitiannya bersifat kualitatif.
Pendekatan interpretif berangkat
dari upaya untuk mencari penjelasan tentang peristiwa-peristiwa sosial atau
budaya yang didasarkan pada perspektif dan pengalaman orang yang diteliti.
Pendekatan interpretatif diadopsi dari orientasi praktis.
Secara umum pendekatan
interpretatif merupakan sebuah sistem sosail yang memaknai perilaku secara
detail langsung mengobservasi. Interpretif melihat fakta sebagai sesuatu yang
unik dan memiliki konteks dan makna yang khusus sebagai esensi dalam memahami
makna sosial. Interpretif melihat fakta sebagai hal yang cair (tidak kaku) yang
melekat pada sistem makna dalam pendekatan interpretatif.
Paradigma ini menekankan pada
ilmu bukanlah didasarkan pada hukum dan prosedur yang baku. Setiap gejala atau
peristiwa bisa jadi memiliki makna yang berbeda; ilmu bersifat induktif,
berjalan dari yang sepesifik menuju ke yang umum dan abstrak. Ilmu bersifat
idiografis, artinya ilmu mengungkap realitas melalui simbol-simbol dalam bentuk
deskriptif. Pendekatan interpretif pada akhirnya melahirkan pendekatan
kualitatif.
3.
Paradigma Kritis
Paradigma kritis lahir dari
adanya pendapat ilmuwan yang menemukan kelemahan dari paradigma sebelumnya,
yaitu paradigma interpretif. Kelemahan paradigma interpretif salah satunya
adalah hanya berisi penjelasan secara deskriptif mengenai suatu ilmu.
Oleh sebab itu paradigma kritis
muncul tidak hanya berisi penjelasan mengenai suatu masalah, tetapi juga
dibentuk melalui aksi sosial.Dalam paradigma ini terdapat konsep kritik
internal yang melihat penelitian dengan memfokuskan terhadap alasan teoritis
dan metode yang dilakukan dalam pengumpulan data. Konsep lainnya yaitu
menggunakan logika yang difokuskan pada skeptisisme yang berkaitan dengan ide
dan pemikiran melalui sosial historisnya.Dengan demikian, paradigma kritis ini
berpandangan bahwa untuk mendapatkan kebenaran, perlu dilakukannya hubungan
antara tindakan penelitian dengan pendekatan situasi historisnya seperti
situasi politik, kebudayaan, ekonomi, dsb. Ciri khas paradigma Kritis adalah
bahwa paradigma ini berbeda dengan pemikiran filsafat dan sosiologi
tradisional.
Pendekatan paradigma kritis tidak
bersifat kontemplatif atau spektulatif murni. Teori Kritis pada titik tertentu
memandang dirinya sebagai pewaris ajaran Karl Marx, sebagai teori yang menjadi
emansipatoris. Teori Kritis tidak hanya mau menjelaskan, mempertimbangkan,
merefleksikan dan menata realitas sosial tapi juga bahwa iningn membongkar
ideologi-ideologi yang sudah ada. pandangan paradigma ini menekankan pada ilmu
bukanlah didasarkan pada hukum dan prosedur yang baku, tetapi untuk membongkar
ideologi-ideologi yang sudah ada dalam pembebasan manusia dari segala belenggu
penghisapan dan penindasan.
C.
Paradigma
Penelitian Kuantitatif
Paradigma
Penelitian Kuantitatif Paradigma kuantitatif adalah paradigma yang dilandasi
oleh filsafat positivisme, dimana tidak mengakui adanya unsur teologi dan juga
metafisik.
Paradigma
yang satu ini meyakini bahwa ilmu pengetahuan merupakan satu- satunya
pengetahuan yang valid. Pengetahuan yang dimaksud tersebut yaitu pengetahuan
yang diperoleh dari pengalaman yang sudah kita lalui. Dimana pengalaman itu
kita rasakan oleh indera kita yang nantinya akan diolah oleh pikiran kita
sendiri. Karena berawal dari pengalaman pribadi, maka objek penelitian biasanya
tidak jauh dari hubungan dan sebab akibat antara pengalaman yang sudah kita
lalui dan fenomena yang ada. Walaupun berasal dari pengalaman yang kita lalui,
penelitian tetap saja berdasarkan fakta yang ada.
Selain
itu, penelitian juga dapat dilandasi oleh asumsi dengan melihat fakta yang ada.
Sehingga, paradigma tersebut menggunakan asumsi kita yang telah kita bangun
dari fakta yang kita dapatkan dari proses berpikir kita terkait fenomena
ataupun kejadian tertentu. Selain itu, paradigma kuantitatif juga mempunyai
pandangan bahwa sumber ilmu salah satunya yaitu pemikiran rasional data
empiris. Pemikiran tersebut didasari dari kesesuaian dengan teori terdahulu
yang umumnya disebut sebagai koherensi. Dimana di dalam prosesnya, diawali dari
asumsi ataupun yang biasanya kita sebut sebagai perumusan hipotesis. Untuk
kemudian diverifikasi supaya mendapatkan teori baru. Dalam memandang sebuah
peristiwa, paradigma kuantitatif berpandangan bahwa variabel yang ada didalamnya
bisa saja berubah bergantung dengan kondisi dan situasi. Oleh sebab itu, pada
penelitian kuantitatif hanya memakai variabel tertentu saja. Dimana variabel
yang dipakai umumnya hanya yang berhubungan dengan tujuan penelitian yang akan
dilakukan.
Penelitian
kuantitatif yang berlandaskan pada paham empirisme positivisme melihat bahwa
kebenaran berada dalam fakta-fakta yang dapat dibuktikan atau diuji secara
empiris. Penelitian ini mengelaborasi tiga poin penting untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih mendalam.
Poin yang
pertama adalah menjelaskan fenomena atau gejala yang terjadi sebagai gambaran
akan keingintahuan dan keinginan untuk mendapat pemahaman mengenai suatu
kondisi atau kejadian.
Poin
kedua adalah penggunaan jenis data numerik atau data dalam bentuk angka-angka
sebagai bahan utama untuk melakukan analisis.
Poin
ketiga adalah menggunakan statistik dalam melakukan analisis. Prosedur
pelaksanaan penelitian kuantitatif amat ketat karena umumnya penelitian ini
dilakukan untuk memverifikasi sebuah teori melalui pengujian hipotesis yang
sejak awal sudah ditentukan dengan mengacu pada kerangka teori tertentu.
D.
Paradigma
Penelitian Kualitatif
Paradigma
penelitian kualitatif adalah penelitian yang menempatkan manusia sebagai subjek
penelitian. Paradigma tersebut termasuk menganut model humanistik karena
menjadikan manusia sebagai subjek penelitian di dalam fenomena ataupun
peristiwa yang akan kita teliti. Selain itu, paradigma kualitatif percaya bahwa
manusia yang nantinya menentukan perilaku dirinya sendiri dan juga peristiwa
sosial yang terjadi.
Filsafat
fenomenologis miliki Edmund Husserl yang nantinya dikembangkan dalam sosiologi
oleh Max Weber menjadi landasan dari paradigma tersebut. Pandangan itu menilai
bahwa perilaku manusia dilandasi oleh pemikiran ataupun doktrin yang dimiliki
oleh individu itu. Sehingga saat kita menggunakan paradigma kualitatif, suatu
peristiwa tak hanya dipandang secara tunggal. Namun banyak unsur, aspek, dan
hal lainnya yang membentuk perilaku tersebut. Intinya, kita bisa menyebutnya
sebagai alasan apa saja yang menggerakkan manusia untuk bertindak. Baik hal
tersebut disadari ataupun tidak disadari oleh individu tersebut.
Pada
intinya, paradigma ini percaya bahwa manusia mempunyai kontrol untuk menentukan
pilihan perilaku mereka. Selain menekankan pada individu tersebut, paradigma
kualitatif juga menilai bahwa fenomena atau peristiwa harus dilihat secara
menyeluruh. Tak cukup hanya dengan melihat fenomena tersebut tanpa melihat
alasan ataupun penyebab dari peristiwa yang terjadi. Melihat peristiwa yang
terjadi disertai dengan penyebab terjadinya, maka paradigma kualitatif dapat
menjadi pilihan yang tepat untuk Anda gunakan. Penelitian kualitatif merupakan
suatu model penelitian yang bersifat humanistik,dimana manusia dalam penelitian
ini ditempatkan sebagai subyek utama dalam suatu peristiwa sosial.
Dalam hal
ini hakikat manusia sebagai subyek memiliki kebebasan berfikirdan menentukan
pilihan atas dasar budaya dan sistem yang diyakini oleh masing-masing individu.
Paradigma kualitatif meyakini bahwa dalam suatu sistem kemasyarakatan
terdapatsuatu ikatan yang menimbulkan keteraturan. Keteraturan ini terjadi
secara alamiah, oleh karenanya tugas seorang peneliti sosial adalah mencari.
Berdasarkan
hal tersebut penelitian kualitatif pada dasarnya adalah satu kegiatan
sistematis untuk menemukan suatu teori dalam sebuah Berdasarkan hal tersebut
penelitian kualitatif pada dasarnya adalah satu kegiatan sistematis untuk
menemukan suatu teori dalam sebuah realita sosial bukan menguji teori atau
hipotesis.Sehingga, secara epistemologis paradigma kualitatif senantiasa
mengakui adanya fakta empiris dilapangan yang dijadikan sumber pengetahuan akan
tetapi teori yang ada tidakdijadikan sebagai tolak ukur verifikasi. Dalam
penelitian kualitatif ini, proses penelitian menjadi lebih penting dari pada
sekedar hasil. Dalam penelitian kualitatif, proses menjadi halyang amat harus
diperhatikan, dimana peneliti sebagai pengumpul instrumen harus mampu
menempatkan dirinya pada posisi seobjektif mungkin sehingga data yang
dikumpulkan menjadi data yang mampu untuk di pertanggungjawabkan.
E.
Perbedaan
Paradigma Penelitian Kuantitatif dengan Kualitatif
Paradigma Kuantitatif |
Paradigma Kualitatif |
1. Positivistik
2. Deduktif-Hipotetis
3. Partikularistik
4. Obyektif
5. Berorientasi
kepada hasil 6. Menggunakan
pandangan ilmu pengetahuan alam |
1. Fenomenologik
2. Induktif
3. Holistik
4. Subyektif
5. Berorientasi
kepada proses 6. Menggunakan
pandangan ilmu sosial/antropological |
Dari
karakteristik masing-masing metode penelitian dapat kita ketahui perbedaan
paradigma penelitian kuantitatif dan kuantitatif. Yaitu:
1.
Penelitian Kuantitatif:
a)
Cenderung menggunakan metode kuantitatif,
dalam pengumpulan dan analisa data,termasuk dalam penarikan sampel.
b)
Lebih menenkankan pada
proses berpikir positivisme-logis, yaitu suatu cara berpikiryang ingin
menemukan fakta atau sebab dari sesuatu kejadian dengan mengesampingkan keadaan
subyektif dari individu di dalamnya.
c)
Peneliti cenderung ingin
menegakkan obyektifitas yang tinggi, sehingga dalam (obstrusive) dan berusaha
mengendalikan stuasi (controlled).
d)
Peneliti berusaha menjaga
jarak sehingga peneliti tetapberposisi sebagai orang “luar” dari obyek
penelitiannya.
e)
Bertujuan untuk menguji
suatu teori/pendapat untuk mendapatkan kesimpulan umum(generasilisasi) dari
sampel yang ditetapkan.
f)
Berorientasi pada hasil,
yang berarti juga kegiatan pengumpulan data lebihdipercayakan pada intrumen
(termasuk pengumpul data lapangan).
g)
Keriteria data/ informasi
lebih ditekankan pada segi realibilitas dan biasanyacenderung mengambil data
konkrit (hard fact).
h)
Walaupun data diambil dari
wakil populasi (sampel), namun selalu ditekankan pada pembuatan generalisasi.
i)
Fokus yang diteliti sangat
spesifik (particularistik) berupa variabel-variabel tertentusaja. Jadi tidak
bersifat holistik.
2. Penelitian
Kualitatif:
a)
Cenderung menggunakan
metode kualitatif, baik dalam pengumpulan maupun dalamproses analisisnya.
b)
Lebih mementingkan
penghayatan dan pengertian dalam menangkap gejala(fenomenologis).
c)
Pendekatannya wajar,
dengan menggunakan pengamatan yang bebas (tanpa pengaturan yang ketat).
d)
Lebih mendekatkan diri
pada situasi dan kondisi yang ada pada sumber data, denganberusaha menempatkan
diri serta berpikir dari sudut pandang “orang dalam”.
e)
Bertujuan untuk menemukan
teori dari lapangan secara deskriptif dengan menggunakanmetode berpikir
induktif. Jadi bukan untuk menguji teori atau hipotesis.
f)
Berorientasi pada proses,
dengan mengandalkan diri peneliti sebagai instrumen utama.Hal ini dinilai cukup
penting karena dalam proses itu sendiri dapat sekaligus terjadikegiatan
analisis, dan pengambilan keputusan.
g)
Keriteria data/informasi lebih
menekankan pada segi validitasnya, yang tidak sajamencakup fakta konkrit saja
melainkan juga informasi simbolik atau abstrak.
h)
Ruang lingkup penelitian
lebih dibatasi pada kasus-kasus singular,sehingga tekannyabukan pada segi
generalisasinya melainkan pada segi otensitasnya.
i)
Fokus penelitian bersifat
holistik, meliputi aspek yang cukup luas (tidak dibatasi padavariabe
DAFTAR
PUSTAKA
Ahimsa Putra,2012 “Paradigma Profetik Dalam Pengajaran Dan Penelitian Ilmu Hukum”, dalam Jawahir Thontowi, UNISIA, Vol. XXXIV No. 76 Januari
Kasiram. Moh, (2008) Metodelogi Penelitian Refleksi Pengembangan dan Penguasaan Metodelogi Penelitian. Malang: PT UIN Malang Press
Lubis. A.Y, (2014) Filsafat Ilmu: Klasik hingga Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Muslim. (2016). Varian-Varian Paradigma, Pendekatan, Metode, Dan Jenis Penelitian Dalam Ilmu Komunikas I, Wahana, Vol. 1, No. 10, Ganjil, 78-79
Salim Agus (2016) Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif. Bandung: Alfabeta.
Suharsaputra, (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Tindakan. Bandung: Reflika Aditama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar