Jumat, 11 April 2025

PARADIGMA PENELITIAN KUANTITATIF

 MATERI 4- METODOLOGI PENELITIAN KUANTITATIF

Oleh: Eny Latifah,S.E.Sy.,M.Ak


PARADIGMA PENELITIAN KUANTITATIF

 

A.    Pengertian Paradigma

Paradigma memiliki arti sebagai sebuah sudut pandang untuk menilai fenomen-fenomena yang terjadi di sekitar serta pedoman cara bersikap menanggapi fenomena yang terjadi. Paradigma diartikan sebagai sebuah rangkaian asumsi dan sebuah keyakinan. Asumsi inikemudian dianggap sebagai sebuah kebenaran yang dapat dipercaya, serta kebenarannya dapat dibuktikan secara empirik hingga akhirnya asumsi tersebut bisa divaidasi sebagai accepted assume to be true. Paradigma merupakan seperangkat konsep yang berhubungan satu sama lain secara logis dan membentuk sebuah kerangka pemikiran yang berfungsi untuk memahami, menafsirkan dan menjelaskan kenyataan dan/atau masalah yang dihadapi.

Pemahaman konsep paradigma tersebut relevan untuk pengembangan penelitian dan ilmu pengetahuan. Paradigma merupakan pandangan dasar mengenai pokok bahasan ilmu. Paradigma mendefinisikan dan membantu menemukan sesuatu yang harus diteliti dan dikaji, pertanyaan yang harus dimunculkan, cara merumuskan pertanyaan, dan aturan-aturan yang harusdiikuti dalam mengintepretasikan jawaban.

Paradigma adalah bagian dari kesepakatan (consensus) terluas dalam dunia ilmiah yang berfungsi membedakan satu komunitas ilmiah tertentu dengan komunitas lainnya. Paradigma berkaitan dengan pendefinisian, teori, metode, hubungan antara model, serta instrumen yang tercakup di dalamnya. Istilah paradigma pertama kali dikemukakan oleh Khun tahun 1996 sebagai “bangunan” yang mencangkup seluruh konstelasi kepercayaan- kepercayaan, nilai-nilai dan konsep-konsep yang dipedomani oleh komunitasa ilmiah. Jadi, dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa paradigma penelitian merupakan kerangka berpikir yang menjelaskan bagaimana cara pandangan peneliti terhadap fakta kehidupan sosial dan pelakuan peneliti terhadap ilmu dan teori, yang di konstruksi sebagai suatu pandangan yang mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari.

 

B.    Jenis-Jenis Paradigma Penelitian

Ada beberapa aliran filsafat yang dijadikan para ilmuan sebagai paradigma penelitian diantaranya yaitu positvisme dan postpositivisme/ fenomologis yang mana diantara aliran filsafat tersubut akan menjadi suatu paradigma yang dapat menetukan seorang peneliti dalam memilih metode penelitian yang akan diteliti. positivisme, menganggap realitas itu betul-betul ada secara nyata, dan dapat diselidiki secara terpisah.

Penelitian dan objek yang diteliti adalah independent dan peneliti mampu tanpa mempengaruhi objek atau dipengaruhi oleh keadaan. Cara menelitinya bisa dengan percobaan atau menipulasi, sehingga dapat dikontrol objektivitasnya. Paradigma postpositivsme mengakui tentang realitas objektif, akan tetapi pengertiannya tidak dapat ditangkap secara sempurna dan mengandung serba kemungkinan, karena kelemahan intelektual manusia dan fenomena alam yang mudah berubah. Oleh karena itu perlu keterlibatan subjektif untuk memudahkan memahami realitas sedekat mungkin dengan kenyataan yang sesungguhnya (metodelogi kualitatif). Jenis paradigma penelitian dapat dijadikan sebagai indikator untuk menentukan pendekatan, metode, dan jenis penelitian sehingga penelitiannya berkualitas.

Jenis paradigma penelitian dibagi menjadi 3, yaitu positivis, interpretif, dan kritis. Berikut penjelasan dari setiap jenis paradigma penelitian yaitu:

1.     Paradigma Positivis

Paradigma positivis lahir dari pemikiran seorang filsuf terkenal yaitu Auguste Comte. Pemikiran tersebut dituangkan dalam bukunya yang berjudul Cours de Philosophie Positive. Pemikiranpemikirannya cukup berpengaruh yang dituangkan dalam tulisan-tulisannya antara lain Cours de Philosophie Positive (Kursus filsafat positif) dan Systeme de Politique Positive (Sistem politik positif).

Pandangan paradigma ini didasarkan pada hukum-hukum dan prosedur-prosedur yang baku; ilmu dianggap bersifat deduktif,berjalan dari hal yang umum dan bersifat abstrak menuju yang konkit dan bersifat sepesifik; ilmu dianggap nomotetik, yaitu didasarkan pada hukum-hukum yang kausal yang universal dan melibatkan sejumlah variable. Paradigma positivitis pada akhirnya melahirkan pendekatan kuantitatif.

2.     Paradigma Interpretif

Paradigma interpretif adalah paradigma yang melihat bagaimana masalah dikonstruksi, pola yang terjadi, serta mencari penjelasan mengenai peristiwa sosial atau budaya.

Paradigma interpretif merupakan cara pandang yang lebih besifat subjektif karena pertimbangan utamanya berdasarkan pada perspektif dan pengalaman dari orang yang diteliti.Berkebalikan dari paradigma postivis, paradigma interpretif ciri ilmunya bersifat induktif yaitu dari spesifik menuju ke umum atau abstrak.

Secara umum, paradigma ini dilakukan dengan observasi secara langsung sehingga didapatkan fakta yang spesifik dan kontekstual yang memiliki makna yang berbeda-beda tergantung dari situasi sosialnya.Oleh sebab itu, penggunaan paradigma ini memiliki ambiguitas yang besar serta pendekatan penelitiannya bersifat kualitatif.

Pendekatan interpretif berangkat dari upaya untuk mencari penjelasan tentang peristiwa-peristiwa sosial atau budaya yang didasarkan pada perspektif dan pengalaman orang yang diteliti. Pendekatan interpretatif diadopsi dari orientasi praktis.

Secara umum pendekatan interpretatif merupakan sebuah sistem sosail yang memaknai perilaku secara detail langsung mengobservasi. Interpretif melihat fakta sebagai sesuatu yang unik dan memiliki konteks dan makna yang khusus sebagai esensi dalam memahami makna sosial. Interpretif melihat fakta sebagai hal yang cair (tidak kaku) yang melekat pada sistem makna dalam pendekatan interpretatif.

Paradigma ini menekankan pada ilmu bukanlah didasarkan pada hukum dan prosedur yang baku. Setiap gejala atau peristiwa bisa jadi memiliki makna yang berbeda; ilmu bersifat induktif, berjalan dari yang sepesifik menuju ke yang umum dan abstrak. Ilmu bersifat idiografis, artinya ilmu mengungkap realitas melalui simbol-simbol dalam bentuk deskriptif. Pendekatan interpretif pada akhirnya melahirkan pendekatan kualitatif.

3.     Paradigma Kritis

Paradigma kritis lahir dari adanya pendapat ilmuwan yang menemukan kelemahan dari paradigma sebelumnya, yaitu paradigma interpretif. Kelemahan paradigma interpretif salah satunya adalah hanya berisi penjelasan secara deskriptif mengenai suatu ilmu.

Oleh sebab itu paradigma kritis muncul tidak hanya berisi penjelasan mengenai suatu masalah, tetapi juga dibentuk melalui aksi sosial.Dalam paradigma ini terdapat konsep kritik internal yang melihat penelitian dengan memfokuskan terhadap alasan teoritis dan metode yang dilakukan dalam pengumpulan data. Konsep lainnya yaitu menggunakan logika yang difokuskan pada skeptisisme yang berkaitan dengan ide dan pemikiran melalui sosial historisnya.Dengan demikian, paradigma kritis ini berpandangan bahwa untuk mendapatkan kebenaran, perlu dilakukannya hubungan antara tindakan penelitian dengan pendekatan situasi historisnya seperti situasi politik, kebudayaan, ekonomi, dsb. Ciri khas paradigma Kritis adalah bahwa paradigma ini berbeda dengan pemikiran filsafat dan sosiologi tradisional.

Pendekatan paradigma kritis tidak bersifat kontemplatif atau spektulatif murni. Teori Kritis pada titik tertentu memandang dirinya sebagai pewaris ajaran Karl Marx, sebagai teori yang menjadi emansipatoris. Teori Kritis tidak hanya mau menjelaskan, mempertimbangkan, merefleksikan dan menata realitas sosial tapi juga bahwa iningn membongkar ideologi-ideologi yang sudah ada. pandangan paradigma ini menekankan pada ilmu bukanlah didasarkan pada hukum dan prosedur yang baku, tetapi untuk membongkar ideologi-ideologi yang sudah ada dalam pembebasan manusia dari segala belenggu penghisapan dan penindasan.

 

C.     Paradigma Penelitian Kuantitatif

Paradigma Penelitian Kuantitatif Paradigma kuantitatif adalah paradigma yang dilandasi oleh filsafat positivisme, dimana tidak mengakui adanya unsur teologi dan juga metafisik.

Paradigma yang satu ini meyakini bahwa ilmu pengetahuan merupakan satu- satunya pengetahuan yang valid. Pengetahuan yang dimaksud tersebut yaitu pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman yang sudah kita lalui. Dimana pengalaman itu kita rasakan oleh indera kita yang nantinya akan diolah oleh pikiran kita sendiri. Karena berawal dari pengalaman pribadi, maka objek penelitian biasanya tidak jauh dari hubungan dan sebab akibat antara pengalaman yang sudah kita lalui dan fenomena yang ada. Walaupun berasal dari pengalaman yang kita lalui, penelitian tetap saja berdasarkan fakta yang ada.

Selain itu, penelitian juga dapat dilandasi oleh asumsi dengan melihat fakta yang ada. Sehingga, paradigma tersebut menggunakan asumsi kita yang telah kita bangun dari fakta yang kita dapatkan dari proses berpikir kita terkait fenomena ataupun kejadian tertentu. Selain itu, paradigma kuantitatif juga mempunyai pandangan bahwa sumber ilmu salah satunya yaitu pemikiran rasional data empiris. Pemikiran tersebut didasari dari kesesuaian dengan teori terdahulu yang umumnya disebut sebagai koherensi. Dimana di dalam prosesnya, diawali dari asumsi ataupun yang biasanya kita sebut sebagai perumusan hipotesis. Untuk kemudian diverifikasi supaya mendapatkan teori baru. Dalam memandang sebuah peristiwa, paradigma kuantitatif berpandangan bahwa variabel yang ada didalamnya bisa saja berubah bergantung dengan kondisi dan situasi. Oleh sebab itu, pada penelitian kuantitatif hanya memakai variabel tertentu saja. Dimana variabel yang dipakai umumnya hanya yang berhubungan dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan.

Penelitian kuantitatif yang berlandaskan pada paham empirisme positivisme melihat bahwa kebenaran berada dalam fakta-fakta yang dapat dibuktikan atau diuji secara empiris. Penelitian ini mengelaborasi tiga poin penting untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam.

Poin yang pertama adalah menjelaskan fenomena atau gejala yang terjadi sebagai gambaran akan keingintahuan dan keinginan untuk mendapat pemahaman mengenai suatu kondisi atau kejadian.

Poin kedua adalah penggunaan jenis data numerik atau data dalam bentuk angka-angka sebagai bahan utama untuk melakukan analisis.

Poin ketiga adalah menggunakan statistik dalam melakukan analisis. Prosedur pelaksanaan penelitian kuantitatif amat ketat karena umumnya penelitian ini dilakukan untuk memverifikasi sebuah teori melalui pengujian hipotesis yang sejak awal sudah ditentukan dengan mengacu pada kerangka teori tertentu.

D.    Paradigma Penelitian Kualitatif

Paradigma penelitian kualitatif adalah penelitian yang menempatkan manusia sebagai subjek penelitian. Paradigma tersebut termasuk menganut model humanistik karena menjadikan manusia sebagai subjek penelitian di dalam fenomena ataupun peristiwa yang akan kita teliti. Selain itu, paradigma kualitatif percaya bahwa manusia yang nantinya menentukan perilaku dirinya sendiri dan juga peristiwa sosial yang terjadi.

Filsafat fenomenologis miliki Edmund Husserl yang nantinya dikembangkan dalam sosiologi oleh Max Weber menjadi landasan dari paradigma tersebut. Pandangan itu menilai bahwa perilaku manusia dilandasi oleh pemikiran ataupun doktrin yang dimiliki oleh individu itu. Sehingga saat kita menggunakan paradigma kualitatif, suatu peristiwa tak hanya dipandang secara tunggal. Namun banyak unsur, aspek, dan hal lainnya yang membentuk perilaku tersebut. Intinya, kita bisa menyebutnya sebagai alasan apa saja yang menggerakkan manusia untuk bertindak. Baik hal tersebut disadari ataupun tidak disadari oleh individu tersebut.

Pada intinya, paradigma ini percaya bahwa manusia mempunyai kontrol untuk menentukan pilihan perilaku mereka. Selain menekankan pada individu tersebut, paradigma kualitatif juga menilai bahwa fenomena atau peristiwa harus dilihat secara menyeluruh. Tak cukup hanya dengan melihat fenomena tersebut tanpa melihat alasan ataupun penyebab dari peristiwa yang terjadi. Melihat peristiwa yang terjadi disertai dengan penyebab terjadinya, maka paradigma kualitatif dapat menjadi pilihan yang tepat untuk Anda gunakan. Penelitian kualitatif merupakan suatu model penelitian yang bersifat humanistik,dimana manusia dalam penelitian ini ditempatkan sebagai subyek utama dalam suatu peristiwa sosial.

Dalam hal ini hakikat manusia sebagai subyek memiliki kebebasan berfikirdan menentukan pilihan atas dasar budaya dan sistem yang diyakini oleh masing-masing individu. Paradigma kualitatif meyakini bahwa dalam suatu sistem kemasyarakatan terdapatsuatu ikatan yang menimbulkan keteraturan. Keteraturan ini terjadi secara alamiah, oleh karenanya tugas seorang peneliti sosial adalah mencari.

Berdasarkan hal tersebut penelitian kualitatif pada dasarnya adalah satu kegiatan sistematis untuk menemukan suatu teori dalam sebuah Berdasarkan hal tersebut penelitian kualitatif pada dasarnya adalah satu kegiatan sistematis untuk menemukan suatu teori dalam sebuah realita sosial bukan menguji teori atau hipotesis.Sehingga, secara epistemologis paradigma kualitatif senantiasa mengakui adanya fakta empiris dilapangan yang dijadikan sumber pengetahuan akan tetapi teori yang ada tidakdijadikan sebagai tolak ukur verifikasi. Dalam penelitian kualitatif ini, proses penelitian menjadi lebih penting dari pada sekedar hasil. Dalam penelitian kualitatif, proses menjadi halyang amat harus diperhatikan, dimana peneliti sebagai pengumpul instrumen harus mampu menempatkan dirinya pada posisi seobjektif mungkin sehingga data yang dikumpulkan menjadi data yang mampu untuk di pertanggungjawabkan.

 

E.     Perbedaan Paradigma Penelitian Kuantitatif dengan Kualitatif

Paradigma Kuantitatif

Paradigma Kualitatif

1.     Positivistik

2.     Deduktif-Hipotetis

3.     Partikularistik

4.     Obyektif

5.     Berorientasi kepada hasil

6.     Menggunakan pandangan ilmu pengetahuan alam

1.     Fenomenologik

2.     Induktif

3.     Holistik

4.     Subyektif

5.     Berorientasi kepada proses

6.     Menggunakan pandangan ilmu sosial/antropological

 

            Dari karakteristik masing-masing metode penelitian dapat kita ketahui perbedaan paradigma penelitian kuantitatif dan kuantitatif. Yaitu:

1.     Penelitian Kuantitatif:

a)     Cenderung menggunakan metode kuantitatif, dalam pengumpulan dan analisa data,termasuk dalam penarikan sampel.

b)    Lebih menenkankan pada proses berpikir positivisme-logis, yaitu suatu cara berpikiryang ingin menemukan fakta atau sebab dari sesuatu kejadian dengan mengesampingkan keadaan subyektif dari individu di dalamnya.

c)     Peneliti cenderung ingin menegakkan obyektifitas yang tinggi, sehingga dalam (obstrusive) dan berusaha mengendalikan stuasi (controlled).

d)    Peneliti berusaha menjaga jarak sehingga peneliti tetapberposisi sebagai orang “luar” dari obyek penelitiannya.

e)    Bertujuan untuk menguji suatu teori/pendapat untuk mendapatkan kesimpulan umum(generasilisasi) dari sampel yang ditetapkan.

f)      Berorientasi pada hasil, yang berarti juga kegiatan pengumpulan data lebihdipercayakan pada intrumen (termasuk pengumpul data lapangan).

g)    Keriteria data/ informasi lebih ditekankan pada segi realibilitas dan biasanyacenderung mengambil data konkrit (hard fact).

h)    Walaupun data diambil dari wakil populasi (sampel), namun selalu ditekankan pada pembuatan generalisasi.

i)      Fokus yang diteliti sangat spesifik (particularistik) berupa variabel-variabel tertentusaja. Jadi tidak bersifat holistik.

2.     Penelitian Kualitatif:

a)    Cenderung menggunakan metode kualitatif, baik dalam pengumpulan maupun dalamproses analisisnya.

b)    Lebih mementingkan penghayatan dan pengertian dalam menangkap gejala(fenomenologis).

c)     Pendekatannya wajar, dengan menggunakan pengamatan yang bebas (tanpa pengaturan yang ketat).

d)    Lebih mendekatkan diri pada situasi dan kondisi yang ada pada sumber data, denganberusaha menempatkan diri serta berpikir dari sudut pandang “orang dalam”.

e)    Bertujuan untuk menemukan teori dari lapangan secara deskriptif dengan menggunakanmetode berpikir induktif. Jadi bukan untuk menguji teori atau hipotesis.

f)      Berorientasi pada proses, dengan mengandalkan diri peneliti sebagai instrumen utama.Hal ini dinilai cukup penting karena dalam proses itu sendiri dapat sekaligus terjadikegiatan analisis, dan pengambilan keputusan.

g)    Keriteria data/informasi lebih menekankan pada segi validitasnya, yang tidak sajamencakup fakta konkrit saja melainkan juga informasi simbolik atau abstrak.

h)    Ruang lingkup penelitian lebih dibatasi pada kasus-kasus singular,sehingga tekannyabukan pada segi generalisasinya melainkan pada segi otensitasnya.

i)      Fokus penelitian bersifat holistik, meliputi aspek yang cukup luas (tidak dibatasi padavariabe

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Ahimsa Putra,2012 “Paradigma Profetik Dalam Pengajaran Dan Penelitian Ilmu Hukum”, dalam Jawahir Thontowi, UNISIA, Vol. XXXIV No. 76 Januari

Kasiram. Moh, (2008) Metodelogi Penelitian Refleksi Pengembangan dan Penguasaan Metodelogi Penelitian. Malang: PT UIN Malang Press

Lubis. A.Y, (2014) Filsafat Ilmu: Klasik hingga Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Muslim. (2016). Varian-Varian Paradigma, Pendekatan, Metode, Dan Jenis Penelitian Dalam Ilmu Komunikas I, Wahana, Vol. 1, No. 10, Ganjil, 78-79

Salim Agus (2016) Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif. Bandung: Alfabeta.

Suharsaputra, (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Tindakan. Bandung: Reflika Aditama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH DALAM BISNIS KONTEMPORER

  MATERI- PENGANTAR BISNIS ISLAM Oleh: Eny Latifah, S.E.Sy.,M.Ak Perspektif Ekonomi Syariah dalam Bisnis Kontemporer   A.      Pengertian Ek...