Sabtu, 12 April 2025

PRINSIP DALAM BERBISNIS

 MATERI 4- PENGANTAR BISNIS ISLAM

Oleh: Eny Latifah,S.E.Sy.,M.Ak


Prinsip dalam Berbisnis

 

A.    Prinsip Umum Ekonomi Islam

Prinsip-prinsip ekonomi Islam yang merupakan bangunan ekonomi Islam didasarkan atas lima nilai universal yakni : tauhid (keimanan), ‘adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintah) dan ma’ad (hasil). Kelima nilai ini menjadi dasar inspirasi untuk menyusun teori-teori ekonomi Islam(Adimarwan,2012:13).

Namun teori yang kuat dan baik tanpa diterapkan menjadi sistem, akan menjadikan ekonomi Islam hanya sebagai kajian ilmu saja tanpa member dampak pada kehidupan ekonomi. Karena itu, dari kelima nilai-nilai universal tersebut, dibangunlah tiga prinsip derivatif yang menjadi ciri-ciri dan cikal bakal sistem ekonomi Islami. Ketiga prinsip derivatif itu adalah multitype ownership, freedom to act, dan social justice.

Di atas semua nilai dan prinsip yang telah diuraikan di atas, dibangunlah konsep yang memayungi kesemuanya, yakni konsep Akhlak. Akhlak menempati posisi puncak, karena inilah yang menjadi tujuan Islam dan dakwah para Nabi, yakni untuk menyempurnakan akhlak manusiaAkhlak inilah yang menjadi panduan para pelaku ekonomi dan bisnis dalam melakukan aktivitasnya.

Nilai- nilai Tauhid (keEsaan Tuhan), ‘adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintah, dan ma’ad (hasil) menjadi inspirasi untuk membangun teori-teori ekonomi Islam  akan prinsip-prinsip ekonomi Islam:

1.     Prinsip Tauhid Tauhid merupakan pondasi ajaran Islam. Dengan tauhid, manusia menyaksikan bahwa “Tiada sesuatupun yang layak disembah selain Allah dan “tidak ada pemilik langit, bumi dan isinya, selain daripada Allah” karena Allah adalah pencipta alam semesta dan isinya dan sekaligus pemiliknya, termasuk pemilik manusia dan seluruh sumber daya yang ada. Karena itu, Allah adalah pemilik hakiki. Manusia hanya diberi amanah untuk memiliki untuk sementara waktu, sebagai ujian bagi mereka. Dalam Islam, segala sesuatu yang ada tidak diciptakan dengan sia-sia, tetapi memiliki tujuan. Tujuan diciptakannya manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya. Karena itu segala aktivitas manusia dalam hubungannya dengan alam dan sumber daya serta manusia (mu’amalah) dibingkai dengan kerangka hubungan dengan Allah. Karena kepada-Nya manusia akan mempertanggungjawabkan segala perbuatan, termasuk aktivitas ekonomi dan bisnis.

2.     Adl

Allah adalah pencipta segala sesuatu, dan salah satu sifat-Nya adalah adil. Dia tidak membeda-bedakan perlakuan terhadap makhluk-Nya secara dzalim. Manusia sebagai khalifah di muka bumi harus memelihara hukum Allah di bumi dan menjamin bahwa pemakaian segala sumber daya diarahkan untuk kesejahteraan manusia, supaya semua mendapat manfaat daripadanya secara adail dan baik.

Dalam banyak ayat, Allah memerintahkan manusia untuk berbuat adil. Islam mendefinisikan adil sebagai tidak menzalimi dan tidak dizalimi. Implikasi ekonomi dari nilai ini adalah bahwa pelaku ekonomi tidak dibolehkan untuk mengejar keuntungan pribadi bila hal itu merugikan orang lain atau merusak alam. Tanpa keadilan, manusia akan terkotak-kotak dalam berbagai golongan.

Golongan yang satu akan menzalimi golongan yang lain, sehingga terjadi eksploitasi manusia atas manusia. Masing-masing beruasaha mendapatkan hasil yang lebih besar daripada usaha yang dikeluarkannya karena kerakusannya. Keadilan dalam hukum Islam berarti pula keseimbangan antara kewajiban yang harus dipenuhi oleh manusia (mukallaf) dengan kemampuan manusia untuk menunaikan kewajiban itu.

Di bidang usaha untuk meningkatkan ekonomi, keadilan merupakan “nafas” dalam menciptakan pemerataan dan kesejahteraan, karena itu harta jangan hanya saja beredar pada orang kaya, tetapi juga pada mereka yang membutuhkan.

3.     Nubuwwah

Karena sifat rahim dan kebijaksanaan Allah, manusia tidak dibiarkan begitu saja di dunia tanpa mendapat bimbingan. Karena itu diutuslah para Nabi dan Rasul untuk menyampaikan petunjuk dari Allah kepada manusia tentang bagaimana hidup yang baik dan benar di dunia, dan mengajarkan jalan untuk kembali (taubat) keasal-muasal segala sesuatu yaitu Allah.

Fungsi Rasul adalah untuk menjadi model terbaik yang harus diteladani manusia agar mendapat keselamatan di dunia dan akhirat. Untuk umat Muslim,Allah telah mengirimkan manusia model yang terakhir dan sempurna untuk diteladani sampai akhir zaman, Nabi Muhammad Saw. Sifat-sifat utama sang model yang harus diteladani oleh manusia pada umumnya dan pelaku ekonomi serta bisnis pada khususnya adalah Sidiq (benar, jujur), amanah ( tanggung jawab, dapat dipercaya, kredibilitas), fathonah (kecerdikan, kebijaksanaan, intelektualitas) dan tabligh (komunikasi keterbukaan dan pemasaran).

4.     Khilafah

Dalam Al-Qur’an Allah berfirman bahwa manusia diciptakan untuk menjadi khalifah dibumi artinya untuk menjadi pemimpin dan pemakmur bumi. Karena itu pada dasarnya setiap manusia adalah pemimpin. Nabi bersabda: “setiap dari kalian adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya”. Ini berlaku bagi semua manusia, baik dia sebagai individu, kepala keluarga, pemimpin masyarakat atau kepala Negara. Nilai ini mendasari prinsip kehidupan kolektif manusia dalam Islam (siapa memimpin siapa).

Fungsi utamanya adalah untuk menjaga keteraturan interaksi antar kelompok termasuk dalam bidang ekonomi agar kekacauan dan keributan dapat dihilangkan, atau dikurangi. Dalam Islam pemerintah memainkan peranan yang kecil tetapi sangat penting dalam perekonomian.

Peran utamanya adalah untuk menjamin perekonomian agar berjalan sesuai dengan syari’ah, dan untuk memastikan tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak manusia. Semua ini dalam kerangka mencapai tujuan-tujuan syari’ah untuk memajukan kesejahteraan manusia. Hal ini dicapai dengan melindungi keimanan, jiwa, akal, kehormatan, dan kekayaan manusia.

5.     Ma’ad

Walaupun seringkali diterjemahkan sebagai kebangkitan tetapi secara harfiah ma’ad berarti kembli. Dan kita semua akan kembali kepada Allah. Hidup manusia bukan hanya di dunia, tetapi terus berlanjut hingga alam akhirat. Pandangan yang khas dari seorang Muslim tentang dunia dan akhirat dapat dirumuskan sebagai: Dunia adalah ladang akhirat”. Artinya dunia adalah wahana bagi manusia untuk bekerja dan beraktivitas (beramal shaleh), namun demikian akhirat lebih baik daripada dunia.

Karena itu Allah melarang manusia hanya untuk terikat pada dunia, sebaba jika dibandingkan dengan kesenangan akhira, kesenangan dunia tidaklah seberapa. Setiap individu memiliki kesamaan dalam hal harga diri sebagai manusia. Pembedaan tidak bisa diterapkan berdasarkan warna kulit, ras, kebangsaan, agama, jenis kelamin atau umur. Hak-hak dan kewajiban- kewajiban eknomik setiap individu disesuaikan dengan kemampuan yang dimilikinya dan dengan peranan-peranan normatif masing-masing dalam struktur sosial.

Prinsip-prinsip mendasar dalam ekonomi Islam mencakup antara lain yaitu :

1.     Landasan utama yang harus dijadikan pegangan bagi seseorang khusunya dalam dunia perekonomian adalah Iman, menegakkan akal pada landasan Iman, bukan iman yang harus didasarkan pada akal/pikiran. Jangan biarkan akal/pikiran terlepas dari landasan Iman. Dengan demikian prinsip utama ekonomi Islam itu bertolak kepada kepercayaan/keyakinan bahwa aktifitas ekonomi yang kita lakukan itu bersumber dari syari’ah Allah dan bertujuan akhir untuk Allah.

2.     Prinsip persaudaraan atau kekeluargaan juga menjadi tolak ukur. Tujuan ekonomi Islam menciptakan manusia yang aman dan sejahtera. Ekonomi Islam mengajarkan manusia untuk bekerjasama dan saling tolong menolong. Islam menganjurkan kasih saying antar sesame manusia terutama pada anak yatim, fakir miskin, dan kaum lemah.

3.     Ekonomi Islam memerintahkan kita untuk bekerja keras, karena bekerja adalah sebagai ibadah. Bekerja dan berusaha merupakan fitrah dan watak manusia untuk mewujudkan kehidupan yang baik, sejahtera dan makmur di bumi ini.

4.     Prinsip keadilan sosial dalam distribusi hak milik seseorang, juga merupakan asas tatanan ekonomi Islam. Penghasilan dan kekayaan yang dimiliki seseorang dalam ekonomi Islam bukanlah hak milik nutlak, tetapi sebagian hak masyarakat, yaitu antara lain dalam bentuk zakat, shadaqah, infaq dan sebagainya.

5.     Prinsip jaminan sosial yang menjamin kekayaan masyarakat Muslim dengan landasan tegaknya keadilan

B.    Kepemimpinan Rasulullah

Nabi Muhammad SAW merupakan teladan dalam kepemimpinan ekonomi Islam karena beliau menerapkan prinsip-prinsip ekonomi yang bijaksana dan adil. Beliau juga melakukan berbagai kebijakan ekonomi untuk kesejahteraan umat, seperti:

1)    Membentuk Baitul al-Mal untuk menghimpun kekayaan negara

2)    Menetapkan kebijakan fiskal, seperti pajak, anggaran, dan kebijakan fiskal khusus

3)    Menetapkan kebijakan moneter, seperti penggunaan mata uang dinar dan dirham

4)    Menerapkan kebijakan perdagangan, seperti mendirikan pasar

5)    Menghapuskan perbudakan dan kezaliman

6)    Memprioritaskan pemenuhan kebutuhan pokok

7)    Melarang tas'ir, ihtikar, dan talaqqi rukhban untuk mencegah inflasi

8)    Meminta bantuan sukarela dari kaum muslimin untuk meningkatkan pendapatan negara

9)    Menerapkan prinsip-prinsip ekonomi yang mendasar

10)          Membangun masyarakat Madinah menjadi masyarakat sejahtera dan beradab

11)          Memimpin dengan bijaksana dan menempatkan kepentingan umat diatas kepentingan pribadi

12)          Bertanggung jawab dalam menjalankan tugas dan amanah yang diberikan kepadanya.

Rasulullah merupakan teladan umat yang rahmatan lil`alamin sebagaimana ajaran Islam yang dibawanya, pemberi pencerahan pada segala lini dan sisi kehidupan manusia. Tak terkecuali yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup melalui jalur perekonomian, secara lansung maupun tidak lansung.

Rasulullah dikenal sebagai saudagar ulung dengan kejujuran, kemuliaan dan amanahnya dalam berniaga sehingga beliau mendapat gelar al-Amin (yang terpercaya). Dengan keagungan dan kemuliaan sifat-sifatnya, beliau juga terkenal sebagai seorang marketer yang cerdas dan beretika. Sifat-sifat itulah yang kemudian pada zaman modern ini menjadi dasar penting dalam marketing syariah/spiritual marketing.

Marketing merupakan sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan pada proses penciptaan, penawaran dan perubahan dari nilai dari satu inisiator kepada stakeholdernya. Kegiatan marketing sebenarnya merupakan kegiatan yang sangat mulia karena pada kegiatan tersebut selalu memunculkan ide dan kreativitas untuk melakukan pendekatan, inovasi, perubahan dan pembaharuan dalam banyak hal.

Namun, ketika kegiatan tersebut mengalami disorientasi dan cenderung mengejar keuntungan yang instan, maka terkadang kegiatan marketing yang mulia dan penuh etika itu berubah dengan kebodohan dan kebusukan. Fenomena itulah yang acapkali kita lihat dalam dunia bisnis dan usaha.

Seyogyanya kita bisa menempatkan fungsi marketing dengan nilai-nilai etika dan moralitas (akhlaqul karimah) sehingga tidak ada lagi penyimpangan-penyimpangan yang menggerogoti nilai dan keberkahan dari marketing itu sendiri. Dalam marketing dengan pendekatan ajaran Islam, apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan? Bagaimana cara memasarkan produk yang halal sehingga akan menciptakan bisnis yang bersifat memberi keberkahan. Inilah semestinya yang menjadi landasan berpikir bagi para pelaku bisnis syariah.

Di samping istilah marketing syariah, ada juga beberapa pihak yang menyebutnya dengan marketing spiritual. Arti keduanya hampir mempunyai kesamaan, yang merupakan kegiatan pemasaran yang dilandasi oleh nilai-nilai spiritual atau nilai-nilai syariah. Dari sini dapat dipahami nilai-nilai spiritual yang ada dalam sebuah ajaran agama dapat dijadikan pedoman bagi pengikutnya dalam menjalankan aktivitas ekonominya. Perkembangan nilai spiritual dalam marketing sejalan dengan perkembangan dunia.

Pada prinsipnya, spiritual marketing merupakan bagian dari etika marketing yang dapat memberikan panduan bagi marketer dalam menjalankan kegiatan pemasarannya sehingga sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh perusahaan. Tujuan dari kegiatan pemasaran diharapkan mengarah pada pemerolehan keuntungan yang besar bagi perusahaan. Oleh karena itu, secara internal perusahaan sudah mempunyai rambu-rambu tersendiri dalam melaksanakan kegiatan pemasaran produk-produknya.

Sebagai muslim, sudah semestinya tidak direpotkan untuk mencari figur pebisnis yang sukses di usia muda, dia adalah Rasulullah Muhammad SAW. Beliau adalah pebisnis yang handal, pedagang yang jujur, sukses dan bersahaja. Karakter dan sifat Nabi Muhammad SAW dalam melakukan proses bisnis sungguh sangat mulia. Nabi Muhammad telah menunjukkan bagimana cara berbisnis yang berpegang teguh pada kebenaran, kejujuran, dan sikap amanah sekaligus bisa tetap memperoleh keuntungan yang optimal.

Dengan berpegang teguh pada nilai-nilai yang terdapat pada Alqur’an, nabi Muhammad melakukan bisnis secara profesional. Nilai-nilai tersebut menjadi suatu landasan yang dapat mengarahkan untuk tetap dalam koridor yang jujur, adil dan benar serta berkah yang mengundang keridhoan Allah SWT. Landasan atau aturan-aturan inilah yang menjadi landasan hukum dalam berbisnis secara Islami (Islamic business).

Ada beberapa sifat yang membuat Nabi Muhammad berhasil dalam melakukan bisnis antara lain :

1.     Jujur (Shiddiq)

Dalam berdagang, nabi Muhammad SAW selalu dikenal sebagai seorang marketer yang jujur dan benar dalam menginformasikan produknya. Bila ada produknya yang memiliki kelemahan atau cacat, maka tanpa ditanyakan nabi Muhammad langsung menyampaikannya dengan jujur dan benar, tak ada sedikitpun yang disembunyikan.

Maksud dari nilai shiddiq dalam kegiatan pemasaran dapat diwujudkan dengan pemberian informasi yang benar akan produk yang dipasarkan oleh marketer. Tidak ada informasi yang disembunyikan mengenai obyek yang dipasarkan. Tidak mengurangi dan tidak menambahi. Artinya, seseorang yang bekerja sebagai marketer dituntut untuk berkata dan bertindak secara benar, sesuai dengan kondisi rill produk yang ditawarkan.

2.     Dapat dipercaya (Amanah)

Seoarang pebisnis haruslah dapat dipercaya seperti yang telah dicontohkan Nabi Muhammad dalam memegang amanah. Saat menjadi pedagang, Nabi Muhammad selalu mengembalikan hak milik atasannya, baik itu berupa hasil penjualan maupun sisa barang yang dpasarkan. Nilai amanah bagi pekerja marketing adalah sosok yang jujur dan dapat dipercaya. Bagi perusahaan, sosok pekerja yang amanah akan membawa keuntungan yang besar. Di samping karena mereka tidak akan berbohong, perusahaan akan mendapat keuntungan dari imageyang terbangun oleh customer akan ke-amanah-an dari marketer perusahaan tersebut. Sehingga banyak customer yang terpikat oleh sebuah produk atau usaha karena peran sosok marketer yang amanah.

3.     Argumentatif dan Komunikatif (Tabligh)

Bila anda seorang marketer, maka anda harus mampu menyampaikan keunggulan-keunggulan produk dengan menarik dan tepat sasaran tanpa meninggalkan kejujuran dan kebenaran(transparency and fairness). Lebih dari itu, anda harus mempunyai gagasan-gagasan segar dan mampu mengkomunikasikannya secara tepat dan mudah dipahami oleh siapapun yang mendengarkannya.

Dengan begitu, pelanggan dapat dengan mudah memahami pesan bisnis yang ingin disampaikan. Seorang marketer mestilah sosok komunikator yang ulung, yang mampu menjembatani antara pihak perusahaan dan pihak customer. Masalahnya akan sangat krusial jika seorang marketer tidak dapat memberikan informasi yang diharapkan oleh customer. Bisa jadi banyak customer yang lari ke produk perusahaan lain gara-gara seorang marketer yang tidak dapat menjelaskan produknya ke customer.

4.     Cerdas dan Bijaksana (Fathonah)

Dalam hal ini, pebisnis yang cerdas merupakan pebisnis yang mampu memahami, menghayati dan mengenal tugas dan tanggung jawab bisnisnya dengan sangat baik. Dengan sifat ini, pebisnis dapat menumbuhkan kreativitas dan kemampuan dalam melakukan berbagai inovasi yang bermanfaat bagi perusahaan. Kita perlu menggunakan sifat ini agar bisa menjadi seorang pebisnis yang sukses.

Terutama dalam menghadapi persaingan yang tidak sehat; kotor, corrupted, complicated, chaos (kacau balau) dan sophisticated. Nilai fathonah juga sangat mendukung bagi perusahaan yang melakukan kegiatan pemasaran. Jika sebuah perusahaan tersebut mempunyai Sumber Daya Insani (SDI) yang fathonah akan membantu perusahaan meraih profitabilitas yang maksimal. Perusahaan tidak akan dirugikan oleh marketer yang cerdas. S

ebaliknya, marketer yang cerdas akan memberikan sentuhan nilai yang efektif dan efisien dalam melakukan kegiatan pemasaran. Dalam praktek marketing konvensional, strategi yang dilakukan dikenal dengan “Marketing Mix”, yaitu marketing yang bertumpu pada : Product, Price, Place and Promotion. Bagaimana perkembangan ekonomi syariah di indonesia saat ini? Apa tantangannya di masa depan? Apa solusi-solusi yang bisa diterapkan? Itulah beberapa pertanyaan yang biasa diungkapkan oleh banyak pelaku usaha. Kenapa? Karena munculnya sistem ekonomi syariah menjadi semacam peluang besar, mengingat indonesia memiliki penduduk beragama Islam terbesar di dunia. Sampai saat ini saja penduduk muslim di indonesia telah mencapai sekitar 200 juta jiwa. Sebuah pasar yang sangat besar bagi sebuah bisnis.

C.     Relasi rukun iman dan rukun Islam dalam Bisnis

Dalam kehidupan seorang Muslim, memahami dan mengamalkan rukun iman dan rukun Islam merupakan fondasi yang tak tergantikan. Kedua elemen ini bukan sekadar konsep teoretis, melainkan pilar-pilar fundamental yang membentuk kerangka iman dan amal dalam kehidupan sehari-hari. Memahami keduanya dengan mendalam sangat penting, karena keduanya menjadi pedoman dan sumber pelajaran yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan seorang Muslim.

Rukun iman adalah enam pokok ajaran yang harus diyakini dan diterima dalam hati oleh setiap Muslim. Ajaran ini mencakup iman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan takdir. Setiap aspek dari rukun iman ini membentuk keyakinan yang kokoh, yang menjadikan seorang Muslim memiliki pandangan hidup yang penuh makna dan arah yang jelas.

Sementara itu, rukun Islam terdiri dari lima pilar utama yang meliputi syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji. Rukun Islam ini merupakan wujud nyata dari iman yang diyakini. Dengan melaksanakan ibadah-ibadah ini, seorang Muslim tidak hanya menegakkan perintah Allah, tetapi juga menerjemahkan keyakinan dalam bentuk tindakan konkret. 

Rukun iman dan rukun Islam saling melengkapi, rukun iman memberikan kerangka keyakinan yang membentuk dasar spiritual, sementara rukun Islam merupakan aplikasi praktis dari keyakinan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. 

Rukun iman dan rukun Islam menjadi dasar dalam menjalankan ajaran Islam, termasuk dalam berbisnis. Dalam berbisnis, seorang muslim dapat menerapkan rukun iman dan rukun Islam dengan: 

1)    Memiliki keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya Pemberi Rezeki

2)    Menjalankan bisnis dengan penuh keikhlasan, menganggapnya sebagai ibadah

3)    Menjalankan bisnis dengan menjunjung tinggi moral dan etika bisnis

4)    Menjalankan bisnis yang saling menguntungkan, tidak eksploitatif, dan bebas dari kecurigaan atau penipuan

5)    Menyerahkan semua hasil usaha kepada Allah SWT

a.      Penjelasan

6)    Rukun iman menjadi pedoman umat muslim untuk menjalankan ibadah. 

7)    Rukun Islam merupakan dasar atau pondasi bagi seorang muslim sejati. 

8)    Dalam Islam, segala aktivitas dapat bernilai ibadah jika dilandasi dengan aturan-aturan yang telah disyariatkan Allah SWT. 

9)    Dalam Islam, bisnis dapat menjadi ibadah yang dapat membangkitkan jiwa kewirausahaan. 

10)       Dalam Islam, bisnis dapat menjadi sarana untuk meraih ridho Allah dan bermuara pada terwujudnya kompetensi kerja. 

D.    Harta merupakan ujian

Harta merupakan ujian dari Allah SWT, baik sebagai ujian keimanan maupun ujian untuk meraih kemuliaan.

            Beberapa hal yang bisa dikaitkan dengan harta merupakan ujian adalah:

1.     Harta dapat menjadi ujian keimanan, yaitu ujian untuk semakin dekat dengan Allah atau menjauhkan diri dari Allah.

2.     Harta dapat menjadi ujian untuk meraih kemuliaan, yaitu harta yang dibelanjakan di jalan kebaikan akan mengantarkan seseorang meraih kemuliaan.

3.     Harta dan anak-anak adalah titipan dan anugerah dari Allah sebagai ujian untuk Muslim.

4.     Harta dan anak-anak harus menjadi sebab seorang Muslim semakin dekat dengan Allah SWT.  Jangan berlebihan mencintai harta dan anak sehingga ingkar kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.

Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya setiap umat memiliki ujian dan ujian umatku adalah harta" (HR Tirmidzi no.2336, Ahmad 4/160, Ibnu Hibban no.3223, Al Hakim 4/318, al Qudhai dalam Asy Syihab no.1022). Sebagai muslim yang telah diberi kelebihan harta benda oleh Allah, wajib menjadikan kekayaanya itu sebagai jalan menuju ridha-Nya, dengan zakat, infaq, dan shadaqah.

Harta dapat menjadi rahmat jika dikelola dengan baik sesuai ajaran agama, sedangkan harta dapat menjadi ujian jika tidak dikelola dengan baik. 

Harta sebagai rahmat ketika:

1)      Harta dapat menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah.

2)      Harta dapat menjadi penenang dan ketentraman keluarga.

3)      Harta dapat menjadi kesempatan untuk beramal lebih banyak, seperti zakat, sedekah, dan infak.

Harta sebagai ujian ketika:

1)   Harta dapat menjadi ujian untuk melihat apakah seseorang bersyukur dan mentaati Allah. 

2)   Harta dapat menjadi ujian untuk melihat apakah seseorang dapat meningkatkan ketakwaannya. 

3)   Harta dapat menjadi ujian untuk menguji kesabaran dan keteguhan iman. 

4)   Harta dapat menjadi ujian untuk menguji bagaimana seseorang menunaikan kewajibannya kepada Allah. 

5)   Harta dapat menjadi ujian untuk menguji apakah seseorang terjebak dalam kesenangan duniawi dan melupakan tujuan akhirat. 

Allah menguji manusia dengan berbagai cara, salah satunya melalui harta. Allah berfirman dalam Al-Quran, “Ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah ujian dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar”. 

E.     Pandangan riba’ dan bunga

Secara etimologi, kata riba dapat diartikan ke dalam beberapa makna, yaitu tumbuh kembang (al-numuw), bertambah (al-ziyadah), tinggi/melonjak (al-‘uluw wa irtifa’). Oleh sebab itu, jika riba diucapkan, maka konotasinya adalah sesuatu yang bertambah. Apakah itu bilangannya yang bertambah atau bentuknya. Karena kemutlakan kata riba itu sendiri bermakna sesuatu yang bertambah.

Itulah sebabnya Al-Raghib al-Ashfahani dalam kitabnya alMufradaat fi Garib al-Quran mengatakan bahwa riba berarti penambahan atas modal pokok.

Dari segi terminologi, para Ulama berbeda pendapat dalam memberi pengertian mengenai riba sesuai perbedaan persepsi mereka dalam memahami batasan masalah riba itu sendiri. Ulama Hanafi mengatakan: Riba adalah kelebihan yang diserahkan dalam juaI beli tanpa disertai imbalan. Sedangkan Syafi’iyah berasumsi bahwa riba adalah akad atas suatu barang dengan imbalan khusus yang tidak diakui persamaannya dalam ukuran syara’ atau disertai dengan penundaan di salah satu atau kedua barang transaksinya. Adapun ulama Hanabilah mendefinisikannya dengan adanya saling melebihkan dalam barang yang dipertukarkan.

Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapat dipahamni bahwa riba dalam perspektif mazhab fiqih lidak jauh beda dari makna-makna yang ditunjukkan oleh arti bahasanya. Yaitu sesuatu yang mengalami kelebihan atau penambahan dari harga pokok (modal awal) baik secara langsung maupun setelah jatuh tempo, apakah barang tersebut sejenis atau sama takarannya atau tidak.

Sejak tahun 1960-an, bunga bank telah menjadi pembicaraan menarik di kalangan umat Islam. Pembicaraan ini membawa konsekuensi logis terhadap anggapan bahwa bunga bank yang umumnya berlaku dalam sistem perbankan, dewasa ini adalah termasuk riba.

Hal ini disimpulkan mengingat pengenaan bunga tidak sejalan dengan Syari’ah Islam, antara lain (H. Karnaen A. Perwataatmaja. 1992 146):

a.      Dengan penetapan bunga terlebih dahulu, berarti seakan bank telah memastikan kreditur akan memperoleh untung dengan pinjaman modal tersebut. Hal ini tentunya mendahului takdir tuhan. Karena untung dan rugi adalah faktor nasib yang belum bisa dipastikan. (lihat QS Lukman (31:34).

b.     Dengan penetapan bunga dalam bentuk persentase, maka secara matematis bila dipadukan dengan ketidakpastian dihadapi manusia seiring dengan perjalanan waktu, maka akan berakibat utang menjadi berlipat ganda. Dan ini tentu bertentangan dengan QS Ali Imran (3):130.

c.      Dengan penetapan bunga dalam kredit berarti sama dengan memperdagangkan atau menyewakan yang sama jenis (uang dengan uang) lalu memperoleh kelebihan/keuntungan kualitas atau kuantitas. Dan ini hukumnya adalah riba. Sesuai dengan maksud Hadits Abi Sa'id al-Khudry di atas.

Demikian juga hasil Muktamar II Majma’ al-Buhuts al-Islamiyah yang diadakan di Kairo tahun 1965, yang dihadiri oleh para ulama dari sekitar 30 negara-negara Islam, menghasilkan kesepakatan di antaranya: semua jenis pinjaman yang menarik bunga adalah riba dan hukumnya haram, dan tidak ada perbedaan atas pinjaman konsumsi maupun pinjaman produksi karena nash Alquran dan sunnah yang berbicara tentang riba semuanya adalah Qath’i. Oleh karena itu, bunga bank hukumnya adalah haram, sama halnya besar kecilnya atau banyak dan sedikit (Muhammad Abdullah al-Khatib. 1990:89).

Di sisi lain ada juga sebagian ulama yang memandang bunga bank sebagai sesuatu yang tidak layak dikategorikan sebagai riba. Sebutlah misalnya Grand Syekh Al Azhar Muhammad Sayyid Thanthawi. Dalam buku Mu’amalat al-Bunuk al-Islamiyah wa Ahkuma al-Syar’iyyah, beliau menjelaskan bahwa muamalah apapun dalam Islam harus berdiri di atas prinsip Ijab Qabul, saling meridhoi, menghilangkan unsur manipulasi dan monopoli selama dalam batas yang dihalalkan oleh Allah SWT. Beliau menjelaskan bahwa tidak ada masalah jikalau dua orang yang bekerja sama atau bertransaksi, menentukan terlebih dahulu jumlah yang akan ia peroleh. Selama kedua belah pihak sepakat dan rela. Karena menurutnya, masalah penentuan bunga adalah masalah mu’amalah/ekonomi yang dasarnya adalah kerelaan dan kesepakatan, bukan masalah aqidah atau ibadah

Dalam Islam, riba diharamkan, sedangkan bunga bank merupakan ranah ijtihadiyah (ada perbedaan pendapat ulama). 

Pandangan tentang Riba: 

1)   Riba adalah praktik yang dilarang dan dianggap haram dalam Islam.

2)   Riba berasal dari bahasa Arab Azziyadah, yang berarti tambahan atau menambahkan.

3)   Riba diharamkan karena bersifat mengeksploitasi.

4)   Riba diartikan sebagai tingkat bunga yang sangat tinggi di atas batas yang diizinkan.

Pandangan tengang Bunga bank:

1)      Bunga bank merupakan ranah ijtihadiyah, artinya ada perbedaan pendapat ulama mengenai kesetaraan bunga bank dengan riba. 

2)      Sebagian kelompok berpendapat bahwa bunga bank sebenarnya adalah bentuk riba. 

3)      Kelompok lain berpendapat bahwa riba dalam Al-Qur'an berbeda dari bunga bank. 

4)      Bunga bank dibolehkan, karena tidak termasuk dalam tambahan riba berlipat ganda. 

 

F.     Balas jasa versi Rasulullah

Menurut Rasulullah, balas jasa atau upah harus diberikan kepada pekerja sebelum keringatnya kering. Selain itu, Rasulullah juga menganjurkan agar pekerja diberitahukan upahnya saat sedang bekerja. 

Hadits Rasulullah tentang upah 

“Berikanlah upah kepada pekerja, sebelum keringatnya mengering” (HR Ibnu Majah)

“Jika kamu memperkerjakan orang, maka beritahukanlah upahnya” (HR An-Nasa'i)

Konsep upah dalam Islam

Dalam Islam, pemberian upah atas jasa disebut ju'alah. Upah dalam konsep syariah memiliki dua dimensi, yaitu dunia dan akhirat. 

Syarat upah dalam Islam

Ulama menetapkan syarat upah, yaitu: 

1)      Berupa harta tetap yang diketahui

2)      Tidak boleh sejenis dengan barang manfaat dari ijarah

3)      Penentuan upah berdasarkan kerja atau kegunaan manfaat tenaga kerja seseorang

Contoh Rasulullah dalam berbisnis

Rasulullah berdagang dengan cara bersaing secara sehat dan adil. Beliau tidak pernah mencari cara yang tidak etis atau merugikan pihak lain hanya untuk meraih keuntungan. 

Rasulullah SAW membalas jasa orang yang berbuat baik kepadanya dengan memberikan hadiah yang semisal atau lebih baik. Hal ini merupakan salah satu akhlak mulia Rasulullah dalam bermuamalah dengan manusia. 

Hadits tentang Rasulullah membalas hadiah 

Diriwayatkan oleh Aisyah bahwa Rasulullah suka menerima hadiah dan membalasnya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah bahwa Rasulullah membalas hadiah dengan yang lebih baik.

Memberi hadiah sunnah dalam Islam

Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk saling memberi hadiah. Memberi hadiah dapat: 

1)   Menumbuhkan rasa cinta kasih

2)   Menghilangkan rasa dendam

3)   Mempererat hubungan

4)   Menumbuhkan rasa kasih sayang antar sesama

5)   Menyebarkan kebaikan

6)   Mempererat ukhuwah Islamiyah

Samsarah atau biro jasa dalam Islam diperbolehkan dengan memperhatikan beberapa etika dan ketentuan di bawah ini.

1.  Tidak ada gharar dalam akad. Karena gharar dapat membatalkan akad jual beli, maupun ijarah (menyewa jasa).

2.  Untuk menghindari gharar maka upah biro jasa harus jelas, dan tidak menggunakan persentase.

3.  Tidak ada risywah (suap) dan kedzaliman pada pihak-pihak yang bersangkutan

4.  Tidak menambahi atau mengurangi harga dari salah satu pihak, tanpa sepengetahuan pihak yang bersangkutan.

5.  Bahwa pihak biro jasa bukanlah pemilik barang atau investor pada barang tersebut

6.  Jika dalam jual beli menggunakan biro jasa, dan terdapat aib dalam barang, maka wajib disampaikan kepada pihak yang bersangkutan.

7.  Jika calo memenuhi ketentuan samsarah di atas, maka hukumnya boleh seperti biro jasa.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Adiwarman Karim. 2002. Ekonomi Mikro Islami. Jakarta: Rajawali Pers.

Akhmad Mujahidin. 2007. Ekonomi Islam. Jakarta: Raja Wali Pers

Karnaen A. Perwataatmaja. 1992. “Peluang dan Strategi Operasional Bank Muamalat Indonesia dalam Berbagai Aspek Ekonomi Islam.” (Editor) M. Rusli Karim. Cet. I. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya.

Muhammad Abdullah al-Khatib. 1990. Waqfah fi wajhi Dhalalaat al-Fawaid al-Ribawiyah. Cairo: Daar al-Manaar al-Hadits.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH DALAM BISNIS KONTEMPORER

  MATERI- PENGANTAR BISNIS ISLAM Oleh: Eny Latifah, S.E.Sy.,M.Ak Perspektif Ekonomi Syariah dalam Bisnis Kontemporer   A.      Pengertian Ek...