MATERI 5- PENGANTAR BISNIS ISLAM
Oleh: Eny Latifah,S.E.Sy.,M.Ak
Jual Beli
Dan Tujuan Bisnis
A. Pengertian Jual Beli
Jual beli
dalam istilah fiqh disebut dengan al-bai’ yang berarti menjual, mengganti, dan
menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal albai’ dalam bahasa Arab
terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata asy-syira (beli).
Dengan demikian, kata al-bai’ berarti jual, tetapi sekaligus juga berarti beli
(Haroen, 2000:111).
Jual beli
adalah transaksi pertukaran barang atau jasa dengan nilai tukar tertentu, di
mana satu pihak menyerahkan barang atau jasa dan pihak lain membayar dengan
uang atau nilai yang setara. Secara sederhana, jual beli adalah proses
pertukaran yang melibatkan kesepakatan antara penjual dan pembeli untuk
menyerahkan dan menerima sesuatu.
Jual beli
melibatkan pertukaran antara barang atau jasa yang satu dengan barang atau jasa
yang lain, atau dengan uang.
Jual beli
terjadi karena adanya kesepakatan atau perjanjian antara penjual dan pembeli
tentang harga, jumlah, dan ketentuan lainnya.
Penjual
menyerahkan barang atau jasa kepada pembeli, dan pembeli menyerahkan uang atau
nilai tukar yang setara kepada penjual.
Nilai
tukar yang digunakan dalam jual beli dapat berupa uang, barang lain, atau jasa.
Dalam
konteks hukum, jual beli diatur oleh ketentuan yang berlaku, misalnya dalam
hukum perdata atau hukum Islam. Ulama telah sepakat bahwa jual-beli
diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan
dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik
orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai
dengan kesepakatan antara penjual dengan pembeli atau dengan alat tukar menukar
yaitu dengan uang ataupun yang lainnya
Secara
umum, jual beli adalah mekanisme ekonomi yang memungkinkan terjadinya
pertukaran barang dan jasa di antara individu atau entitas, sehingga kebutuhan
dapat dipenuhi dan kegiatan ekonomi dapat berjalan.
B. Syarat jual beli
Setelah
diketahui pengertian dan dasar hukumnya, bahwa jual beli (bisnis) merupakan
pertukaran harta atas dasar saling rela dan atas kesepakatan bersama.
Supaya
bisnis yang kita lakukan itu halal, maka perlu memperhatikan rukun dan syarat
jual beli (bisnis). Rukun secara bahasa adalah yang harus dipenuhi untuk sahnya
suatu pekerjaan (DIKNAS, 2002:966).
Sedangkan
syarat adalah ketentuan (peraturan, petunjuk) yang harus diindahkan dan
dilakukan ((DIKNAS, 2002:1114). Dalam buku Muhammad Amin Suma dijelaskan: rukun
(Arab, rukn) jamaknya arkan, secara harfiah antara lain berarti tiang, penopang
dansandaran, kekuatan, perkara besar, bagian, unsur dan elemen. Sedangkan
syarat (Arab, syarth jamaknya syara’ith) secara literal berarti pertanda,
indikasi dan memastikan.
Menurut
istilah rukun diartikan dengan sesuatu yang terbentuk (menjadi eksis) sesuatu
yang lain dari keberadaannya, mengingat eksisnya sesuatu itu dengan rukun
(unsurnya) itu sendiri, bukan karena tegaknya. Kalau tidak demikian, maka
subjek (pelaku) berarti menjadi unsur bagi pekerjaan, dan jasad menjadi rukun
bagi sifat, dan yang disifati (al-maushuf) menjadi unsur bagi sifat (yang
mensifati). Adapun syarat, menurut terminologi para fuqaha seperti
diformulasikan Muhammad Khudlari Bek, ialah sesuatu yang ketidakadaannya
mengharuskan (mengakibatkan) tidak adanya hukum itu sendiri. Hikmah dari
ketiadaan syarat itu berakibat pula meniadakan hikmah hukum atau sebab hukum
(Amin,2004:95).
Dalam
syari’ah, rukun, dan syarat sama-sama menentukan sah atau tidaknya suatu
transaksi. Secara defenisi, rukun adalah suatu unsur yang merupakan bagian tak
terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga yang menentukan sah atau tidaknya
perbuatan tersebut dan ada atau tidak adanya sesuatu itu (Dahlan, 1996:.1510).
Definisi
syarat berkaitan dengan sesuatu yang tergantung padanya keberadaan hukum syar’i
dan ia berada di luar hukum itu sendiri, yang ketiadaannya menyebabkan hukum
pun tidak ada (Dahlan, 1996: 1691).
Perbedaan
antara rukun dan syarat menurut ulama ushul fiqih, yaitu rukun merupakan sifat
yang kepadanya tergantung keberadaan hukum dan ia termasuk dalam hukum itu
sendiri, sedangkan syarat merupakan sifat yang kepadanya tergantung keberadaan
hukum, tetapi ia berada di luar hukum itu sendiri (Dahlan, 1996: 1692).
Menurut
jumhur ulamak rukun jual beli itu ada empat (Zakaria, t.th:158), yaitu:
1.
Pertama, Akad (ijab
qobul), pengertian akad menurut bahasa adalah ikatan yang ada diantara ujung
suatu barang. Sedangkan menurut istilah ahli fiqh ijab qabul menurut cara yang
disyariatkan sehingga tampak akibatnya (al-Zuhaily, t.th:115). Mengucapkan
dalam akad merupakan salah satu cara lain yang dapat ditempuh dalam mengadakan
akad, tetapi ada juga dengan cara lain yang dapat menggambarkan kehendak untuk
berakad para ulama menerangkan beberapa cara yang ditempuh dalam akad
diantaranya: 1). Dengan cara tulisan, misalnya, ketika dua orang yang terjadi
transaksi jual beli yang berjauhan maka ijab qabul dengan cara tulisan
(kitbah). 2). Dengan cara isyarat, bagi orang yang tidak dapat melakukan akad
jual beli dengan cara ucapan atau tulisan, maka boleh menggunakan isyarat.
Sehingga muncullah kaidah: الاشارة املعهودة الخرش اكلبيان ابللسان isyarat
bagi orang bisu sama dengan ucapan lidah (Suhendi, 2007:49). 3). Dengan cara
ta’ahi (saling memberi), misalnya, seseorang melakukan pemberian kepada orang
lain, dan orang yang diberi tersebut memberikan imbalan kepada orang yang
memberinya tanpa ditentukan besar imbalan. 4). Dengan cara lisan al-hal,
menurut sebagian ulama mengatakan, apabila seseorang meninggalkan barang-barang
dihadapan orang lain kemudian orang itu pergi dan orang yang ditinggali
barang-barang itu berdiam diri saja hal itu dipandang telah ada akad ida’
(titipan) antara orang yang meletakkan barang titipan dengan jalan dalalah al
hal.
2.
Kedua, orang yang berakad
(subjek) ناعيبلا dua pihak
terdiri dari bai’(penjual) dan mustari (pembeli). Disebut juga aqid, yaitu
orang yang melakukan akad dalam jual beli, dalam jual beli tidak mungkin
terjadi tanpa adanya orang yang melakukannya, dan orang yang melakukan harus:
1). Beragama Islam, syarat orang yang melakukan jual beli adalah orang Islam,
dan ini disyaratkan bagi pembeli saja dalam benda-benda tertentu. Misalnya,
seseorang dilarang menjual hamba sahaya yang beragama islam sebab besar
kemungkinan pembeli tersebut akan merendahkan abid yang beragama islam.
Sedangkan Allah melarang orang0orang mukmin memberi jalan kepada orang kafir
untuk merendahkan mukmin. 2). Berakal, yang dimaksud dengan orang yang berakal
disini adalah orang yang dapat membedakan atau memilih mana yang terbaik
baginya. Maka orang gila atau bodoh tidak sah jual belinya, sekalipun miliknya
sendiri. 3). Dengan kehendaknya sendiri, yang dimaksud dengan kehendaknya
sendiri yaitu bahwa dalam melakukan perbuatan jual beli tidak dipaksa. 4).
Baligh,
baligh atau telah dewasa dalam hukum Islam batasan menjadi seorang dewasa bagi
laki-laki adalah apabila sudah bermimpi atau berumur 15 tahun dan bagi
perempuan adalah sesudah haid. 5). Keduanya tidak mubazir, yang dimaksud dengan
keduanya tidak mubazir yaitu para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian
jual beli tersebut bukanlah manusia yang boros (mubazir). Sebagaimana
disebutkan dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 5 tersebut di atas.
3.
Ketiga, ma’kud ‘alaih
(objek) untuk menjadi sahnya jual beli harus ada ma’qud alaih yaitu barang
menjadi objek jual beli atau yang menjadi sebab terjadinya perjanjian jual beli
(Chairuman dan Suhwardi, 1996: 37). Barang yang dijadikan sebagai objek jual
beli ini harus memenuhi syaratsyarat sebagai berikut: 1). Bersih barangnya,
maksudnya yaitu barang yang diperjual belikan bukanlah benda yang
dikualifikasikan kedalam benda najis atau termasuk barang yang digolongkan
diharamkan. 2). Dapat dimanfaatkan, maksudnya yaitu barang yang diperjual
belikan harus ada manfaatnya sehingga tidak boleh memperjual belikan
barang-barang yang tidak bermanfaat. 3). Milik orang yang melakukan aqad,
maksudnya bahwa orang yang melakukan perjanjian jual beli atas sesuatu barang
adalah pilihan sah barang tersebut dan atau telah mendapat izin dari pemilik
sah barang tersebut. Dengan demikian jual beli barang yang dilakukan oleh yang
bukan pemilik atau berhak berdasarkan kuasa si pemilik dipandang sebagai
perjanjian yang batal (alJaziri, 2003:.103). 4). Mengetahui, maksudnya adalah
barang yang diperjual belikan dapat diketahui oleh penjual dan pembeli dengan
jelas, baik zatnya, bentuknya, sifatnya dan harganya. Sehingga tidak terjadi
kekecewaan diantara kedua belah pihak. 5). Barang yang di aqadkan ada ditangan,
maksudnya adalah perjanjian jual beli atas sesuatu barang yang belum ditangan
(tidak berada dalam kekuasaan penjual) adalah dilarang, sebab bisa jadi barang
sudah rusak atau tidak dapat diserahkan sebagaimana telah diperjanjikan
(Chairuman dan Suhwardi, 1996: 40). 6). Mampu menyerahkan, maksudnya adalah
keadaan barang haruslah dapat diserah terimakan. Jual beli barang tidak dapat
diserah terimakan, karena apabila barang tersebut tidak dapat diserah
terimakan, kemungkinan akan terjadi penipuan atau menimbulkan kekecewaan pada
salah satu pihak. Benda yang diperjual belikan dapat mencakup barang
atau uang, sifat benda harus dapat dinilai, yakni benda-benda yang berharga dan
dapat dibenarkan penggunaanya menurut syara’. Benda-benda seperti alkohol,
babi, dan barang terlarang lainnya haram diperjual belikan sehingga jual beli
tersebut dipandang batal jika dijadikan harga tukar menukar, maka jual beli
tersebut dianggap fasid (Masduki, 1987:5).
4.
Keempat, ada nilai tukar
pengganti barang, nilai tukar pengganti barang, yaitu sesuatu yang memenuhi
tiga syarat; bisa menyimpan nilai (store of value), bisa menilai atau
menghargakan suatu barang (unit of account) dan bisa dijadikan alat tukar
(medium of exchange). Empat rukun tersebut, memuat beberapa syarat yang harus
di penuhi dalam juala beli (bisnis), yaitu syarat sahnya ijab qobul dalam kitab
fiqh disebutkan minimal ada tiga; (a) Jangan di selingi dengan kata–kata lain
antar ijab qobul, (b) Orang – orang yang berakad (penjual dan pembeli ) dan (c)
Jangan ada yang memisahkan maksudnya penjual dan pembeli masih ada interaksi
tentang ijab qobul. Syarat sahnya penjual dan pembeli sebagai berikut; (a)
baligh berakal agar tidak mudah ditipu orang. “Dan janganlah kamu berikan
hartamu kepada orang-orang yang bodoh”. (an-Nisaa’/4 : 5), (b) beragama Islam,
syarat ini khusus untuk pembeli dalam benda benda tertentu. Misalnya, dilarang
menjual hamba yang beragama Islam kepada orang kafir, karena di takutkan
pembeli merandahkan orang yang beragama Islam. Sebagimana firman Allah: “Dan
Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orangorang kafir untuk
memusnakan orang-orang yang beriman”.(anNisaa’/4:141), (c) ada benda atau
barang yang di perjualkan belikan (ma’kud alaih) dan (d) tidak mubazir
(pemborosan) dan kehendak sendiri tidak ada paksaan dari pihak lain. Syarat
sahnya barang yang dijual belikan diantaranya; (a) harus suci dan tidak terkena
dengan najis, seperti anjing, babi dan kotoran hewan, kecuali kondisi dharurah
dan ada asas manfaatnya. Misalanya, kotoran hewan untuk pupuk tanaman, anjing
untuk keamanan, (b) tidak boleh mengkait–kaitkan dengan sesuatu, seperti,
apabila ayahku meninggal, aku akan menjual motor ini, (c) tidak boleh di batasi
waktunya, penjual tidak boleh mensyaratkan atau ketentuan untuk membayar tetapi
hak itu merupakan hak dari pembeli karena itu salah satu sebab kepemilikan, (d)
barang dapat diserahkan setelah kesepakatan akad, (e) barang yang diperjual
belikan milik sendiri, akad jual beli tidak akan sah apabila barang tersebut
hasil mencuri atau barang titipan yang tidak diperintahkan untuk menjualkan,
(f) barang yang diperjual belikan dapat diketahui (dilihat), (g) barang yang
diperjual belikan harus diketahui kualitasnya, beratnya, takarannya dan
ukurannya, supaya tidak menimbulkan keraguan.
C. Macam-macam Jual Beli dalam Islam
Macam–macam
jual beli (bisnis) dalam Islam, dapat di lihat pada dua sudut pandang yaitu
dari kaca mata hukum Islam dan dari kaca mata barang yang di perjual belikan.
Bisnis dilihat dari kaca mata hukum Islam di bagi menjadi dua macam, yaitu jual
beli (bisnis) yang sah menurut hukum Islam dan jual beli yang batal menurut
hukum Islam.
Jual beli
(bisnis) yang dapat dibatalkan menurut hukum Islam, yaitu; (a) jual beli barang
yang di haramkan, (b) Jual beli sperma (mani) hewan. Hukum Islam
mebolehkan untuk menjual daging kambing yang belum di kuliti dengan ukuran
timbang ,dan sama halnya dengan di bolehkan menjual ayam sembelihan dengan
kotorannya masih di dalam perut ayam tersebut (Abdurrahman, 2004: 40). (c) Jual
beli dengan perantara (al–wasilat), melalui perantara artinya memesan barang
dengan akad jual membeli yang belum sempurna membayarnya tetapi tiba tiba ia
mundur dari hak akad. Para ulama’ memperbolehkan jual beli dengan membayar
dahulu agar barang tersebut tidak di beli oleh orang lain. (d) Jual beli anak
binatang yang masih berada di perut induknya karena barangnya belum ada jadi
tidak di bolehkan.(e) Jual beli muhaqallah / baqallah tanah, sawah dan kebun
maksudnya jual beli tanaman yang masih diladang atau sawah yang belum pasti
wujudnya, hal ini masih diragukan bisa mengakibatkan ketidak rilaan dari
pembeli atau penyesalan dari penjual, termasuk kategori jual beli gharar. (f)
Jual beli mukhadharah, yaitu menjual buah–buahan yang belum pantas untuk panen,
di dilarang karena masih samar karena dapat dimungkinkan buah itu jatuh tertiup
angin sebelum diambil oleh pembelinya atau busuk dan lain sebaginya. (g) Jual
beli muammasah, yaitu jual beli secara sentuh menyantuh kain yang sedang
dipajangkan, orang yang menyentuh kain tersebut harus membeli. (h) Jual beli
dengan munabadzah, yaitu jual beli secara lempar melempar, maksudnya seperti
pelelengan barang harga yang paling besar itu yang akan mendapatkan barang
tersebut, hal ini ditakutkan adanya penipuan. (i) Jual beli muzaabanah, yaitu
menjual barang yang basah dan yang kering, maksudnya barang yang diperjual
belikan dicampur dan mengakibatkan tidak adanya keseimbangan barang.
D. Jual beli yang dilarang dalam Islam
Dalam
Islam, beberapa bentuk jual beli dilarang karena dianggap tidak sesuai dengan
prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran, seperti jual beli dengan riba, gharar,
atau maysir. Jual beli barang haram atau najis juga dilarang. Selain itu, jual
beli yang melibatkan penipuan, eksploitasi, atau tindakan yang merugikan orang
lain juga dilarang.
Berikut
beberapa bentuk jual beli yang dilarang dalam Islam:
1.
Jual beli yang mengandung
riba (bunga): Riba adalah penambahan nilai pada transaksi jual beli atau
pinjaman, yang dianggap haram dalam Islam.
2.
Jual beli yang mengandung
gharar (ketidakjelasan atau ambigu dalam kontrak): Jual beli yang tidak jelas
atau mengandung ketidakpastian dalam hal barang, harga, atau syarat-syarat
lainnya.
3.
Jual beli yang mengandung
maysir (perjudian): Jual beli yang bergantung pada keberuntungan atau nasib,
seperti taruhan atau undian.
4.
Jual beli barang yang
haram atau najis: Seperti babi, bangkai, khamar (minuman keras), atau berhala.
5.
Jual beli yang dilakukan
dengan cara menimbun atau mempermainkan harga pasar: Yang bertujuan untuk
merugikan konsumen atau menciptakan krisis ekonomi.
6.
Jual beli yang melibatkan
penipuan, eksploitasi, atau tindakan yang merugikan orang lain: Seperti jual
beli dengan harga yang tidak wajar, jual beli dengan memaksa, atau jual beli
dengan menyembunyikan cacat barang.
7.
Jual beli yang dilakukan
dengan cara yang melanggar aturan syariah lainnya: Seperti jual beli saat
sedang khutbah Jumat atau jual beli yang dilakukan dengan cara yang
bertentangan dengan etika Islam.
Dengan
menghindari bentuk-bentuk jual beli yang dilarang ini, umat Islam diharapkan
dapat melakukan transaksi yang jujur, adil, dan sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah.
Berikut
beberapa jenis jual beli yang dilarang dalam Islam. Transaksi jual
beli jenis ini akan menimbulkan masalah yang cukup besar baik secara Islam
ataupun kerugian material lainnya.
1.
Riba (Bunga)
Dalam Islam, riba atau bunga dianggap haram. Riba
didefinisikan sebagai keuntungan tambahan yang diperoleh dari pinjaman atau
hutang. Alasan pelarangan ini adalah karena riba dianggap sebagai bentuk
eksploitasi dan ketidakadilan dalam transaksi keuangan. Oleh karena itu, sistem
ekonomi syariah menekankan pentingnya transaksi yang adil dan menyarankan untuk
menghindari praktik riba.
2.
Gharar
(Ketidakjelasan atau Ambiguitas dalam Kontrak)
Gharar dalam Islam merujuk pada ketidakpastian,
penipuan, dan risiko dalam transaksi. Konsep ini melarang penjualan barang yang
belum ada, seperti panen yang belum dipetik atau ikan yang belum ditangkap. Dalam
keuangan Islam, gharar dilarang karena bertentangan dengan prinsip kepastian
dan keterbukaan dalam berbisnis. Gharar dapat muncul saat klaim kepemilikan
tidak jelas atau mencurigakan. Contohnya adalah kontrak berjangka dan opsi yang
memiliki tanggal pengiriman di masa depan. Gharar adalah konsep penting dalam
keuangan Islam dan digunakan untuk mengukur legitimasi investasi berisiko
seperti penjualan singkat, judi, atau kontrak yang tidak jelas.
3.
Maysir
(Perjudian)
Maysir atau judi dalam bahasa Arab
adalah aktivitas jual beli yang dilarang dalam Islam. Aktivitas ini
melibatkan taruhan atau permainan yang mengandung unsur ketidakpastian. Al-Qur’an,
dalam Surah Al-Baqarah ayat 219, menyatakan bahwa judi memiliki dosa yang lebih
besar daripada manfaatnya. Dalam Surah Al-Maidah ayat 90-91, Allah menjelaskan
bahwa maysir adalah perbuatan setan yang bertujuan untuk mengalihkan orang
mukmin dari mengingat Allah dan menjalankan ibadah. Setan memperindah judi
sehingga orang tergoda, yang kemudian dapat menimbulkan permusuhan dan
kebencian di antara mereka. Oleh karena itu, judi dianggap haram dan dilarang
dalam Islam
4.
Tahdeed
(Ancaman)
Dalam Islam, tahdeed atau ancaman dalam transaksi
dilarang. Transaksi yang melibatkan ancaman atau paksaan menghilangkan unsur
kesukarelaan dan keadilan, yang merupakan prinsip dasar dalam perdagangan
Islam.
Islam menekankan pentingnya kejujuran,
transparansi, dan kesepakatan bersama dalam setiap transaksi. Ancaman dapat
mengakibatkan salah satu pihak merasa tertekan untuk menerima kondisi yang
tidak adil atau merugikan. Oleh karena itu, untuk memastikan bahwa setiap
transaksi dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan, Islam melarang
praktek tahdeed dalam jual beli.
5.
Ghalat
(Kesalahan)
Dalam Islam, ghalat merujuk pada kesalahan dalam
transaksi. Kesalahan ini dapat berupa ketidaksesuaian informasi, ketidaktahuan,
atau ketidakpastian yang dapat merugikan salah satu pihak. Selain itu,
transaksi yang melibatkan barang haram seperti alkohol dan daging babi juga
dianggap sebagai kesalahan. Oleh karena itu, bagi umat Muslim sangat penting
untuk memastikan bahwa setiap transaksi yang dilakukan sesuai dengan prinsip
syariah dan terbebas dari kesalahan.
6.
Zulm
(Ketidakadilan)
Dalam transaksi keuangan Islam, ada unsur-unsur
yang dilarang karena dapat menyebabkan eksploitasi dan ketidakadilan. Islam
menekankan transparansi, akurasi, dan pengungkapan informasi penting dalam
setiap transaksi agar tidak ada pihak yang dirugikan. Salah satu elemen yang
dilarang adalah “zulm” atau ketidakadilan. Islam melarang segala bentuk
transaksi yang dapat menyebabkan ketidakadilan kepada salah satu pihak dalam
kontrak.
7.
Khedaa
(Penipuan)
Islam menekankan pentingnya keadilan dan
transparansi. Salah satu elemen yang dilarang dalam transaksi Islam adalah
“Khedaa” yang berarti penipuan. Islam memandang bahwa setiap transaksi harus
didasarkan pada kebenaran, akurasi, dan pengungkapan informasi yang relevan.
Hal ini untuk memastikan bahwa tidak ada pihak yang dirugikan atau dimanfaatkan
oleh pihak lain. Dengan demikian, penipuan dalam bentuk apa pun dianggap
bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan dan transparansi yang diajarkan
oleh Islam.
8.
Istighlal
(Eksploitasi)
Dalam hukum Islam, “Istihlal” merujuk pada
tindakan menganggap sesuatu yang haram sebagai halal. Istilah ini berasal dari
akar kata Arab yang berarti “membuka” atau “melepaskan”. Dalam konteks fiqh,
istihlal mengacu pada distorsi yang salah dan tidak tepat dari hukum Islam.
9.
Ihtikar
(Monopoli)
Ihtikar dalam bahasa Arab berarti menimbun barang, terutama
makanan, dengan tujuan menjualnya kembali pada harga yang lebih tinggi. Hal ini
dilakukan dengan cara membeli barang saat harganya tinggi, namun tidak
menjualnya segera, melainkan menimbunnya untuk dijual kembali pada harga yang
lebih tinggi di kemudian hari. Praktek ini dianggap merugikan masyarakat karena
dapat mengakibatkan kelangkaan barang dan kenaikan harga. Oleh karena itu,
Islam melarang praktek monopoli, terutama pada barang-barang kebutuhan pokok,
untuk menjaga kesejahteraan dan keadilan ekonomi.
Jual
beli yang dilarang dalam Islam bertujuan untuk menciptakan sistem ekonomi
yang adil dan transparan. Dengan memahami dan menghindari transaksi yang
dilarang, umat Islam dapat memastikan bahwa mereka bertransaksi dengan cara
yang sesuai syariat.
E. Berbisnis untuk keuntungan
Berbisnis
untuk keuntungan berarti menjalankan usaha dengan tujuan mendapatkan laba atau
profit. Laba ini diperoleh dari selisih antara pendapatan (penjualan) dengan
biaya operasional (seperti biaya produksi, pemasaran, dan lain-lain).
Keuntungan
adalah tujuan utama dalam berbisnis. Tanpa keuntungan, suatu bisnis tidak akan
dapat bertahan lama dan berkembang.
Laba
(profit) adalah hasil bersih dari suatu usaha setelah dikurangi semua biaya
yang dikeluarkan.
Pertumbuhan
Bisnis: Keuntungan memungkinkan bisnis untuk melakukan reinvestasi, ekspansi,
dan mengembangkan produk/jasa baru.
Peningkatan
Nilai Perusahaan: Keuntungan menunjukkan kinerja keuangan yang baik dan
meningkatkan nilai perusahaan.
Pengembalian
Bagi Investor: Keuntungan juga memberikan pengembalian (return) bagi para
investor atau pemilik modal.
Perhitungan
Keuntungan: Keuntungan dihitung dengan rumus: Laba = Pendapatan - Biaya.
Contoh:
Seorang
pemilik toko online menjual produk dengan harga Rp 100.000, namun biaya
produksi dan operasional produk tersebut hanya Rp 80.000. Laba yang didapatkan
adalah Rp 20.000.
F. Berbisnis Digital (E-Business)
Pada
tahun 1996, tim pemasaran dan internet IBM menciptakan istilah 'E-business'.
Istilah ini merujuk pada bisnis elektronik atau daring yang transaksinya
dilakukan secara daring antara pembeli dan penjual yang tidak perlu hadir
secara langsung. E-business merupakan bagian dari E-commerce, yaitu perdagangan
elektronik /perdagangan daring.
E-bisnis
adalah bisnis yang beroperasi menggunakan internet dan media elektronik. Bisnis
ini pertama kali muncul pada tahun 1990-an dan telah diterima secara luas sejak
saat itu. Bisnis ini biasanya dikaitkan dengan perusahaan virtual.
Perusahaan
diuntungkan oleh e-bisnis dengan menjangkau pelanggan di seluruh dunia dengan
biaya rendah dan tanpa batas geografis. Mereka juga memperoleh fleksibilitas
dan efisiensi dalam hal manajemen waktu dan komunikasi. Di sisi lain,
tantangannya meliputi biaya operasional yang tinggi, keterbatasan teknologi,
dan masalah keamanan.
Saya
sering menerima pertanyaan dari orang-orang yang mempertimbangkan untuk
meninggalkan pekerjaan tetap mereka dari jam 9 hingga 5 untuk memulai
perusahaan atau bisnis daring . Mereka biasanya bertanya jenis perusahaan
apa yang dapat menghasilkan kesuksesan finansial. Mereka sudah lelah menjadi
karyawan dan ingin mulai menghasilkan uang untuk diri mereka sendiri.
Keuntungan
E-bisnis bagi Pedagang dengan Mengadopsi e-bisnis menawarkan berbagai
keuntungan bagi pedagang, terutama mengingat keberadaan komputer, akses
internet, dan perbankan digital di mana-mana.
Berikut
adalah 10 manfaat utama dari e-bisnis :
1.
Ketersediaan 24/7.
Situs web sangat penting bagi setiap model atau
pemilik bisnis elektronik, yang memberikan berbagai keuntungan bisnis. Bisnis
elektronik memungkinkan ketersediaan 24/7 , tidak seperti
bisnis tradisional yang beroperasi dari jam 9 hingga 5. Ini adalah keuntungan
paling signifikan dari memiliki toko daring. Menjalankan toko daring berarti
pelanggan dapat berbelanja dengan nyaman saat mereka menginginkannya, tanpa perlu
membayar staf. Hal ini meningkatkan pengalaman dan loyalitas pelanggan. Mereka
hanya memerlukan akses internet, telepon atau komputer, dan opsi pembayaran
daring untuk menerima pembayaran kartu debit
atau kredit . Bisnis mungkin menemukan fitur seperti ruang
penyimpanan untuk produk fisik mereka
lebih hemat biaya daripada ruang ritel karena mereka tidak perlu
memperhitungkan pertimbangan seperti lalu lintas pejalan kaki dan tempat parkir
untuk calon
pelanggan .
2.
Jangkauan Global
Internet memungkinkan perusahaan untuk memperluas
basis pelanggan mereka melampaui batas geografis. Bisnis semacam itu dapat
melacak keterlibatan pengunjung dengan alat seperti Google
Analytics . Menurut data survei
, biaya awal untuk toko drop shipping pada tahun 2019 adalah sekitar $418. Toko
e-commerce yang dihosting Shopify umumnya mengeluarkan biaya sewa virtual
tahunan tidak lebih dari $3192.
3.
Pembaruan Cepat.
Anda dapat memperbarui promo, penawaran khusus
liburan, biaya pengiriman, dan konten pemasaran lainnya di situs web, blog,
jejaring sosial, dan kampanye digital. Pemasaran melalui email adalah cara
hebat lainnya untuk memberi tahu audiens Anda tentang berita terkini di seluruh
dunia. Bisnis e-commerce dapat memperoleh keuntungan signifikan dari kampanye
email. Selain itu, jika Anda memiliki toko fisik, Anda dapat mendorong orang
untuk mengunjunginya melalui pemasaran melalui email.
4.
Profil Pelanggan.
Strategi
pemasaran digital yang digunakan pada platform eCommerce Anda
memungkinkan Anda memantau perilaku pengunjung atau pelanggan, seperti waktu
yang dihabiskan di situs web, halaman yang dilihat, dan jumlah total yang
dibayarkan. Data tentang basis
pelanggan Anda sangat berharga. Data tersebut memungkinkan Anda
untuk menyesuaikan produk atau layanan Anda agar sesuai dengan kebutuhan
mereka. Anda dapat memperoleh data tersebut melalui situs web, toko e-commerce,
aplikasi, atau akun media sosial yang terhubung dengan bisnis Anda. Data ini
sangat penting untuk menciptakan strategi pemasaran dan bisnis yang efektif. Memanfaatkan
informasi pelanggan dapat meningkatkan perjalanan belanja daring mereka,
meningkatkan kemungkinan mengubah pengunjung menjadi pelanggan. Membuat profil
pelanggan dapat menjadi hal yang sulit bagi bisnis tradisional kecuali mereka
ingin dianggap mengganggu. Profil pelanggan sangat penting untuk strategi
pemasaran dan layanan
pelanggan yang sukses . Sistem layanan pelanggan yang dibangun
dengan baik diperlukan untuk keberhasilan operasi bisnis fisik dan digital.
5.
Tidak Ada Kerugian Lokasi.
Lokasi fisik sangat penting jika Anda
menjalankan toko fisik .
Toko di pusat perbelanjaan akan lebih menguntungkan daripada toko yang tidak
dapat diakses. Hal ini dapat memengaruhi rantai pasokan Anda. Di sisi lain, hal
ini tidak berlaku jika bisnis Anda beroperasi secara daring. Bot/aplikasi atau
asisten virtual dapat menyediakan layanan pelanggan 24 jam di situs web.
6.
Menghemat Waktu dan Biaya.
E-bisnis dapat membantu menghemat waktu dan biaya,
sehingga pelanggan di seluruh dunia dapat membeli produk Anda dengan mudah.
Pembelian dapat dilakukan dengan satu klik, dan barang dapat dikirim ke
lokasi pilihan pelanggan. Pedagang dapat memanfaatkan teknologi digital untuk
menyesuaikan operasi mereka secara efektif dan hemat biaya. Teknologi ini
menyediakan penyimpanan tanpa batas, yang memungkinkan bisnis untuk merespons perubahan
pasar dan permintaan pelanggan dengan cepat.
7.
Skalabilitas.
Ketika toko fisik tumbuh untuk melayani pasar
massal, lebih banyak sumber daya dibutuhkan, dan menjadi lebih sulit untuk
mengelolanya selama lonjakan pelanggan. Keuntungan dari perdagangan daring
adalah lebih mudah untuk memperluas toko daring. Inventaris tambahan,
peningkatan digital, dan ruang penyimpanan mungkin diperlukan. Mengingat adanya
koneksi ke pasar internasional, toko yang berbeda mungkin tidak diperlukan.
8.
Ulasan & Peringkat.
Pelanggan didorong untuk memberikan umpan balik di
toko daring tentang pengalaman mereka terhadap produk dan layanan. Ulasan
produk di situs web e-commerce atau situs web ulasan dapat membantu pelanggan
mengevaluasi apakah produk tersebut memenuhi kebutuhan mereka. Baik pelanggan
maupun penjual memperoleh keuntungan dari penggunaan ulasan untuk meningkatkan
produk dan layanan. Saat berbelanja di toko ritel fisik, pelanggan tidak dapat
mengakses peringkat atau ulasan produk. Oleh karena itu, mereka harus meminta
saran dari teman yang telah membeli dan mencoba produk tersebut. Namun, membeli
barang secara daring memungkinkan pelanggan membaca ulasan produk tanpa
memerlukan pendapat keluarga atau teman untuk membuat keputusan berdasarkan
preferensi mereka.
9.
Peningkatan Margin
Keuntungan.
Membangun dan menjalankan toko e-commerce lebih
murah daripada mendirikan dan mengoperasikan toko tradisional. Hal ini juga
berarti penghematan biaya pemasaran, tenaga kerja, dan biaya overhead. Toko
online menyediakan dasbor dan laporan yang menyederhanakan pengelolaan
keuangan. Biaya pengelolaan inventaris juga lebih rendah jika dibandingkan
dengan toko tradisional. Situs web e-dagang memungkinkan peningkatan laba
melalui peningkatan pendapatan dan harga yang lebih rendah karena ketersediaannya
24/7.
10.
Pemasaran yang Bertarget.
Menyiapkan dan mengoperasikan
toko e-commerce lebih murah daripada menyiapkan dan mengoperasikan toko
tradisional. Hal ini juga berarti penghematan biaya pemasaran, tenaga kerja,
dan biaya overhead. Toko online menawarkan dasbor manajemen keuangan agar lebih
mudah digunakan. Biaya manajemen inventaris juga lebih rendah dibandingkan
dengan toko tradisional.
G. Berbisnis untuk hobby
Berbisnis
untuk hobi berarti memanfaatkan hobi yang dimiliki untuk menciptakan
peluang usaha dan menghasilkan pendapatan. Ini dapat dilakukan dengan
berbagai cara, seperti menjual produk hasil hobi, menawarkan jasa yang
berkaitan dengan hobi, atau menciptakan konten online berbasis hobi.
Contoh-contoh
hobi yang dapat dikembangkan menjadi bisnis:
1.
Hobi Memasak:
Membuka warung makan, restoran, toko kue, atau
katering.
2.
Hobi Kerajinan Tangan:
Membuat dan menjual berbagai produk kerajinan,
seperti hiasan dinding, aksesoris, atau kerajinan tangan lainnya.
3.
Hobi Fotografi:
Menawarkan jasa fotografi untuk berbagai acara
atau keperluan, atau menjual foto secara online.
4.
Hobi Menulis:
Menulis blog, buku, atau artikel untuk mendapatkan
penghasilan, atau menawarkan jasa menulis.
5.
Hobi Desain Grafis:
Menawarkan jasa desain grafis untuk berbagai
keperluan, seperti logo, desain website, atau promosi.
6.
Hobi Olahraga:
Menjadi instruktur olahraga, membuka gym, atau
menawarkan jasa personal training.
7.
Hobi Musik:
Menawarkan jasa musik untuk acara, mengajar musik,
atau menciptakan dan menjual musik secara online.
8.
Hobi Travelling: Membuka
agen perjalanan, membuat blog atau vlog tentang perjalanan, atau menawarkan
jasa perjalanan yang dipersonalisasi.
Tips
untuk berbisnis dari hobi:
a)
Kenali hobi Anda dengan
baik:
Tentukan hobi mana yang paling disukai dan
diminati, serta yang memiliki potensi untuk menghasilkan uang.
b)
Pilih hobi yang sesuai
dengan pasar:
Pilih hobi yang memiliki permintaan di pasar dan
dapat menarik minat pelanggan.
c)
Rencanakan bisnis Anda
dengan matang:
Lakukan riset pasar, analisis kompetitor, dan buat
rencana bisnis yang jelas.
d)
Manfaatkan platform online
untuk pemasaran:
Gunakan media sosial, website, atau platform
online lainnya untuk memasarkan produk atau jasa Anda.
e)
Bangun branding yang kuat:
Buat logo, nama merek, dan identitas visual yang
menarik dan mudah diingat.
f)
Perhatikan kualitas produk
atau jasa:
Pastikan produk atau jasa yang ditawarkan memiliki
kualitas yang baik dan memenuhi harapan pelanggan.
H. Berbisnis untuk ibadah
Berbisnis
dengan niat ibadah dalam Islam berarti menjalankan kegiatan bisnis dengan
tujuan untuk meraih ridho Allah, bukan hanya untuk keuntungan materi. Ini
melibatkan penerapan prinsip-prinsip Islam seperti kejujuran, keadilan, dan
kepedulian sosial dalam setiap aspek bisnis. Dengan demikian, bisnis tidak
hanya menjadi sarana mencari nafkah, tetapi juga menjadi ladang pahala dan
mendekatkan diri kepada Allah.
Menjalankan
bisnis dengan niat ibadah berarti setiap tindakan dan keputusan dalam bisnis
harus didasarkan pada prinsip-prinsip Islam, seperti menghindari riba, menaati
aturan jual-beli syariah, dan selalu berusaha memberikan manfaat bagi orang
lain.
Prinsip-Prinsip
Islam dalam Bisnis:
1.
Kejujuran: Berjualan
dengan jujur dalam berat, ukuran, dan kualitas produk.
2.
Keadilan: Memberikan harga
yang adil dan tidak merugikan pembeli.
3.
Kepedulian Sosial:
Berusaha memberikan manfaat bagi masyarakat melalui bisnis, seperti menciptakan
lapangan kerja, membantu yang membutuhkan, dan memberikan produk/jasa yang
bermanfaat.
Manfaat
Berbisnis sebagai Ibadah:
1.
Pahala: Setiap tindakan
bisnis yang dilakukan dengan niat ibadah akan mendapatkan pahala di akhirat.
2.
Berkah: Bisnis yang
dijalankan dengan prinsip-prinsip Islam akan mendapatkan keberkahan dan
kelancaran.
3.
Dekat dengan Allah:
Berbisnis dengan niat ibadah membantu mendekatkan diri kepada Allah dan meraih
ridho-Nya.
Contoh:
1.
Menerapkan sistem jual
beli syariah dalam bisnis.
2.
Memberikan sedekah dari
keuntungan bisnis.
3.
Memperbaiki kualitas
produk atau jasa untuk memberikan kepuasan bagi pelanggan.
4.
Menciptakan lapangan kerja
bagi masyarakat.
Pentingnya
Niat dalam berbisnis: Niat yang tulus untuk beribadah dalam menjalankan bisnis
sangat penting, karena ia menentukan kualitas dan nilai ibadah tersebut.
Bisnis
sebagai Amanah: Bisnis harus dilihat sebagai amanah yang harus dijalankan
dengan penuh tanggung jawab dan integritas, bukan hanya sebagai sarana mencari
keuntungan semata.
I. Fastabiqul khoirat dalam Bisnis
Fastabiqul
khairat dalam bisnis berarti berlomba-lomba dalam kebaikan di dunia
usaha. Ini mencakup bersaing secara sehat, unggul di atas rata-rata, dan
meningkatkan kualitas produk/jasa, serta membantu sesama melalui kegiatan
sosial atau amal.
Fastabiqul
khairat, yang berarti "berlomba-lomba dalam kebaikan", merupakan salah
satu prinsip penting.
1.
Bersaing Sehat:
Bersaing sehat dalam bisnis berarti memberikan
yang terbaik, baik dalam kualitas produk/jasa maupun pelayanan, tanpa menyakiti
atau merugikan pesaing.
2.
Meningkatkan Kualitas:
Fastabiqul khairat juga mendorong usaha untuk
terus meningkatkan kualitas produk/jasa, inovasi, dan pelayanan, sehingga
menjadi yang terbaik di bidangnya.
3.
Membantu Sesama:
Selain bersaing sehat, fastabiqul khairat juga mendorong usaha
untuk memberikan kontribusi positif kepada masyarakat, misalnya melalui
kegiatan sosial, amal, atau bantuan kepada yang membutuhkan.
Contoh
Penerapan:
·
Memberikan produk/jasa
yang berkualitas tinggi dan inovatif.
·
Menjaga etika bisnis yang
baik, seperti tidak melakukan praktik monopoli atau persaingan yang tidak
sehat.
·
Melakukan kegiatan sosial
atau amal yang bermanfaat bagi masyarakat, seperti program bantuan pendidikan,
kesehatan, atau lingkungan.
·
Menciptakan lapangan kerja
dan memberdayakan masyarakat.
·
Menyumbangkan sebagian
keuntungan usaha untuk kegiatan kebaikan.
Manfaat:
1)
Keuntungan Dunia dan
Akhirat: Fastabiqul khairat dalam bisnis dapat memberikan keuntungan
duniawi seperti kesuksesan usaha dan keuntungan finansial, serta keuntungan
akhirat berupa pahala dan ridho Allah SWT.
2)
Membangun Reputasi
Positif: Usaha yang menerapkan fastabiqul khairat akan memiliki
reputasi yang baik di mata masyarakat, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan
pelanggan dan daya saing.
3)
Menumbuhkan Kesejahteraan:
Fastabiqul
khairat juga dapat membantu menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat, karena
usaha yang menjalankan prinsip ini akan memberikan kontribusi positif bagi
perekonomian dan lingkungan sekitar.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Shan’ani, Muhammad Bin Ismail
al-Amir al-Yamani, t.th, Subul as Salam, Juz X, Beirut: Darul Fikr.
Al-Ansari, Syeikh Abi Zakaria,
t.th, Fath al-Wahab, Juz 1, Singapura: Sulaiman Mar’I. Al-Zuhaily, Wahbah,
t.th, al-Fiqh al islami wa adilah, Juz IV, Mesir: Dar Fikr.
Ash-Shiddiqiey, TM.Hasby, 1979,
Pengantar Mu’amalah, Jakarta: Bulan Bintang Al-Ghazzi, Muhammad ibn Qâsim,
t.th, Fath al-Qarîb al-Mujîb, Indonesia: Dâr al-Ihya al-Kitab, al-Arabiah. Al-
Asqalani, Ibnu Hajar, t.th, Fath Al- Bari’, Beirut: Daral- Fikr.
Amin Suma, M., 2004, Hukum
Keluarga Islam di Dunia Islam, Jakarta: Raja Grafindo.
Al-Jaziri, Abd.al-Rahman, 2003,
Kitab Fiqh Ala al-Mazahib alArba’ah, Turki: Ikhla Wakif.
Abdurrahman al-Gharyani,
Ash-shadiq, 2004, Fatwa muamalat as-asyaiah, Surabaya: Pustaka progressif.
Departemen Pendidikan
Nasional,2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
Dahlan, Abdul Azis, (editor),
1996, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 5,Jakarta: Ichtiar Barn van Hoeve.
Haroen, Nasrun,2000, Fiqh
Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama.
Imam Muslim, t.th, Shahih Muslim,
Beirut: Darul Fikr Ibnu Majah, t.th, Sunnah Ibnu Majah, Bandung: al-Ma’arif.
Masduki, Nana, 1987. Fiqh
Mu’amalah Madiyah. Bandung: IAIN Sunan Gunung Djati
Mas’adi, A., Ghofron, 2002, Fiqh Mu’amalah
Kontekstual, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar