Minggu, 20 April 2025

JUAL BELI DAN TUJUAN BISNIS

 MATERI 5- PENGANTAR BISNIS ISLAM

Oleh: Eny Latifah,S.E.Sy.,M.Ak


Jual Beli Dan Tujuan Bisnis

 

A.     Pengertian Jual Beli

Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-bai’ yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal albai’ dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata asy-syira (beli). Dengan demikian, kata al-bai’ berarti jual, tetapi sekaligus juga berarti beli (Haroen, 2000:111).

Jual beli adalah transaksi pertukaran barang atau jasa dengan nilai tukar tertentu, di mana satu pihak menyerahkan barang atau jasa dan pihak lain membayar dengan uang atau nilai yang setara. Secara sederhana, jual beli adalah proses pertukaran yang melibatkan kesepakatan antara penjual dan pembeli untuk menyerahkan dan menerima sesuatu.

Jual beli melibatkan pertukaran antara barang atau jasa yang satu dengan barang atau jasa yang lain, atau dengan uang.

Jual beli terjadi karena adanya kesepakatan atau perjanjian antara penjual dan pembeli tentang harga, jumlah, dan ketentuan lainnya.

Penjual menyerahkan barang atau jasa kepada pembeli, dan pembeli menyerahkan uang atau nilai tukar yang setara kepada penjual.

Nilai tukar yang digunakan dalam jual beli dapat berupa uang, barang lain, atau jasa.

Dalam konteks hukum, jual beli diatur oleh ketentuan yang berlaku, misalnya dalam hukum perdata atau hukum Islam. Ulama telah sepakat bahwa jual-beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai dengan kesepakatan antara penjual dengan pembeli atau dengan alat tukar menukar yaitu dengan uang ataupun yang lainnya

Secara umum, jual beli adalah mekanisme ekonomi yang memungkinkan terjadinya pertukaran barang dan jasa di antara individu atau entitas, sehingga kebutuhan dapat dipenuhi dan kegiatan ekonomi dapat berjalan.

B.    Syarat jual beli

Setelah diketahui pengertian dan dasar hukumnya, bahwa jual beli (bisnis) merupakan pertukaran harta atas dasar saling rela dan atas kesepakatan bersama.

Supaya bisnis yang kita lakukan itu halal, maka perlu memperhatikan rukun dan syarat jual beli (bisnis). Rukun secara bahasa adalah yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan (DIKNAS, 2002:966).

Sedangkan syarat adalah ketentuan (peraturan, petunjuk) yang harus diindahkan dan dilakukan ((DIKNAS, 2002:1114). Dalam buku Muhammad Amin Suma dijelaskan: rukun (Arab, rukn) jamaknya arkan, secara harfiah antara lain berarti tiang, penopang dansandaran, kekuatan, perkara besar, bagian, unsur dan elemen. Sedangkan syarat (Arab, syarth jamaknya syara’ith) secara literal berarti pertanda, indikasi dan memastikan.

Menurut istilah rukun diartikan dengan sesuatu yang terbentuk (menjadi eksis) sesuatu yang lain dari keberadaannya, mengingat eksisnya sesuatu itu dengan rukun (unsurnya) itu sendiri, bukan karena tegaknya. Kalau tidak demikian, maka subjek (pelaku) berarti menjadi unsur bagi pekerjaan, dan jasad menjadi rukun bagi sifat, dan yang disifati (al-maushuf) menjadi unsur bagi sifat (yang mensifati). Adapun syarat, menurut terminologi para fuqaha seperti diformulasikan Muhammad Khudlari Bek, ialah sesuatu yang ketidakadaannya mengharuskan (mengakibatkan) tidak adanya hukum itu sendiri. Hikmah dari ketiadaan syarat itu berakibat pula meniadakan hikmah hukum atau sebab hukum (Amin,2004:95).

Dalam syari’ah, rukun, dan syarat sama-sama menentukan sah atau tidaknya suatu transaksi. Secara defenisi, rukun adalah suatu unsur yang merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga yang menentukan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dan ada atau tidak adanya sesuatu itu (Dahlan, 1996:.1510).

Definisi syarat berkaitan dengan sesuatu yang tergantung padanya keberadaan hukum syar’i dan ia berada di luar hukum itu sendiri, yang ketiadaannya menyebabkan hukum pun tidak ada (Dahlan, 1996: 1691).

Perbedaan antara rukun dan syarat menurut ulama ushul fiqih, yaitu rukun merupakan sifat yang kepadanya tergantung keberadaan hukum dan ia termasuk dalam hukum itu sendiri, sedangkan syarat merupakan sifat yang kepadanya tergantung keberadaan hukum, tetapi ia berada di luar hukum itu sendiri (Dahlan, 1996: 1692).

Menurut jumhur ulamak rukun jual beli itu ada empat (Zakaria, t.th:158), yaitu:

1.     Pertama, Akad (ijab qobul), pengertian akad menurut bahasa adalah ikatan yang ada diantara ujung suatu barang. Sedangkan menurut istilah ahli fiqh ijab qabul menurut cara yang disyariatkan sehingga tampak akibatnya (al-Zuhaily, t.th:115). Mengucapkan dalam akad merupakan salah satu cara lain yang dapat ditempuh dalam mengadakan akad, tetapi ada juga dengan cara lain yang dapat menggambarkan kehendak untuk berakad para ulama menerangkan beberapa cara yang ditempuh dalam akad diantaranya: 1). Dengan cara tulisan, misalnya, ketika dua orang yang terjadi transaksi jual beli yang berjauhan maka ijab qabul dengan cara tulisan (kitbah). 2). Dengan cara isyarat, bagi orang yang tidak dapat melakukan akad jual beli dengan cara ucapan atau tulisan, maka boleh menggunakan isyarat. Sehingga muncullah kaidah: الاشارة املعهودة الخرش اكلبيان ابللسان isyarat bagi orang bisu sama dengan ucapan lidah (Suhendi, 2007:49). 3). Dengan cara ta’ahi (saling memberi), misalnya, seseorang melakukan pemberian kepada orang lain, dan orang yang diberi tersebut memberikan imbalan kepada orang yang memberinya tanpa ditentukan besar imbalan. 4). Dengan cara lisan al-hal, menurut sebagian ulama mengatakan, apabila seseorang meninggalkan barang-barang dihadapan orang lain kemudian orang itu pergi dan orang yang ditinggali barang-barang itu berdiam diri saja hal itu dipandang telah ada akad ida’ (titipan) antara orang yang meletakkan barang titipan dengan jalan dalalah al hal.

2.     Kedua, orang yang berakad (subjek) ناعيبلا dua pihak terdiri dari bai’(penjual) dan mustari (pembeli). Disebut juga aqid, yaitu orang yang melakukan akad dalam jual beli, dalam jual beli tidak mungkin terjadi tanpa adanya orang yang melakukannya, dan orang yang melakukan harus: 1). Beragama Islam, syarat orang yang melakukan jual beli adalah orang Islam, dan ini disyaratkan bagi pembeli saja dalam benda-benda tertentu. Misalnya, seseorang dilarang menjual hamba sahaya yang beragama islam sebab besar kemungkinan pembeli tersebut akan merendahkan abid yang beragama islam. Sedangkan Allah melarang orang0orang mukmin memberi jalan kepada orang kafir untuk merendahkan mukmin. 2). Berakal, yang dimaksud dengan orang yang berakal disini adalah orang yang dapat membedakan atau memilih mana yang terbaik baginya. Maka orang gila atau bodoh tidak sah jual belinya, sekalipun miliknya sendiri. 3). Dengan kehendaknya sendiri, yang dimaksud dengan kehendaknya sendiri yaitu bahwa dalam melakukan perbuatan jual beli tidak dipaksa. 4). Baligh, baligh atau telah dewasa dalam hukum Islam batasan menjadi seorang dewasa bagi laki-laki adalah apabila sudah bermimpi atau berumur 15 tahun dan bagi perempuan adalah sesudah haid. 5). Keduanya tidak mubazir, yang dimaksud dengan keduanya tidak mubazir yaitu para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian jual beli tersebut bukanlah manusia yang boros (mubazir). Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 5 tersebut di atas.

3.     Ketiga, ma’kud ‘alaih (objek) untuk menjadi sahnya jual beli harus ada ma’qud alaih yaitu barang menjadi objek jual beli atau yang menjadi sebab terjadinya perjanjian jual beli (Chairuman dan Suhwardi, 1996: 37). Barang yang dijadikan sebagai objek jual beli ini harus memenuhi syaratsyarat sebagai berikut: 1). Bersih barangnya, maksudnya yaitu barang yang diperjual belikan bukanlah benda yang dikualifikasikan kedalam benda najis atau termasuk barang yang digolongkan diharamkan. 2). Dapat dimanfaatkan, maksudnya yaitu barang yang diperjual belikan harus ada manfaatnya sehingga tidak boleh memperjual belikan barang-barang yang tidak bermanfaat. 3). Milik orang yang melakukan aqad, maksudnya bahwa orang yang melakukan perjanjian jual beli atas sesuatu barang adalah pilihan sah barang tersebut dan atau telah mendapat izin dari pemilik sah barang tersebut. Dengan demikian jual beli barang yang dilakukan oleh yang bukan pemilik atau berhak berdasarkan kuasa si pemilik dipandang sebagai perjanjian yang batal (alJaziri, 2003:.103). 4). Mengetahui, maksudnya adalah barang yang diperjual belikan dapat diketahui oleh penjual dan pembeli dengan jelas, baik zatnya, bentuknya, sifatnya dan harganya. Sehingga tidak terjadi kekecewaan diantara kedua belah pihak. 5). Barang yang di aqadkan ada ditangan, maksudnya adalah perjanjian jual beli atas sesuatu barang yang belum ditangan (tidak berada dalam kekuasaan penjual) adalah dilarang, sebab bisa jadi barang sudah rusak atau tidak dapat diserahkan sebagaimana telah diperjanjikan (Chairuman dan Suhwardi, 1996: 40). 6). Mampu menyerahkan, maksudnya adalah keadaan barang haruslah dapat diserah terimakan. Jual beli barang tidak dapat diserah terimakan, karena apabila barang tersebut tidak dapat diserah terimakan, kemungkinan akan terjadi penipuan atau menimbulkan kekecewaan pada salah satu pihak. Benda yang diperjual belikan dapat mencakup barang atau uang, sifat benda harus dapat dinilai, yakni benda-benda yang berharga dan dapat dibenarkan penggunaanya menurut syara’. Benda-benda seperti alkohol, babi, dan barang terlarang lainnya haram diperjual belikan sehingga jual beli tersebut dipandang batal jika dijadikan harga tukar menukar, maka jual beli tersebut dianggap fasid (Masduki, 1987:5).

4.     Keempat, ada nilai tukar pengganti barang, nilai tukar pengganti barang, yaitu sesuatu yang memenuhi tiga syarat; bisa menyimpan nilai (store of value), bisa menilai atau menghargakan suatu barang (unit of account) dan bisa dijadikan alat tukar (medium of exchange). Empat rukun tersebut, memuat beberapa syarat yang harus di penuhi dalam juala beli (bisnis), yaitu syarat sahnya ijab qobul dalam kitab fiqh disebutkan minimal ada tiga; (a) Jangan di selingi dengan kata–kata lain antar ijab qobul, (b) Orang – orang yang berakad (penjual dan pembeli ) dan (c) Jangan ada yang memisahkan maksudnya penjual dan pembeli masih ada interaksi tentang ijab qobul. Syarat sahnya penjual dan pembeli sebagai berikut; (a) baligh berakal agar tidak mudah ditipu orang. “Dan janganlah kamu berikan hartamu kepada orang-orang yang bodoh”. (an-Nisaa’/4 : 5), (b) beragama Islam, syarat ini khusus untuk pembeli dalam benda benda tertentu. Misalnya, dilarang menjual hamba yang beragama Islam kepada orang kafir, karena di takutkan pembeli merandahkan orang yang beragama Islam. Sebagimana firman Allah: “Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orangorang kafir untuk memusnakan orang-orang yang beriman”.(anNisaa’/4:141), (c) ada benda atau barang yang di perjualkan belikan (ma’kud alaih) dan (d) tidak mubazir (pemborosan) dan kehendak sendiri tidak ada paksaan dari pihak lain. Syarat sahnya barang yang dijual belikan diantaranya; (a) harus suci dan tidak terkena dengan najis, seperti anjing, babi dan kotoran hewan, kecuali kondisi dharurah dan ada asas manfaatnya. Misalanya, kotoran hewan untuk pupuk tanaman, anjing untuk keamanan, (b) tidak boleh mengkait–kaitkan dengan sesuatu, seperti, apabila ayahku meninggal, aku akan menjual motor ini, (c) tidak boleh di batasi waktunya, penjual tidak boleh mensyaratkan atau ketentuan untuk membayar tetapi hak itu merupakan hak dari pembeli karena itu salah satu sebab kepemilikan, (d) barang dapat diserahkan setelah kesepakatan akad, (e) barang yang diperjual belikan milik sendiri, akad jual beli tidak akan sah apabila barang tersebut hasil mencuri atau barang titipan yang tidak diperintahkan untuk menjualkan, (f) barang yang diperjual belikan dapat diketahui (dilihat), (g) barang yang diperjual belikan harus diketahui kualitasnya, beratnya, takarannya dan ukurannya, supaya tidak menimbulkan keraguan.

C.     Macam-macam Jual Beli dalam Islam

Macam–macam jual beli (bisnis) dalam Islam, dapat di lihat pada dua sudut pandang yaitu dari kaca mata hukum Islam dan dari kaca mata barang yang di perjual belikan. Bisnis dilihat dari kaca mata hukum Islam di bagi menjadi dua macam, yaitu jual beli (bisnis) yang sah menurut hukum Islam dan jual beli yang batal menurut hukum Islam.

Jual beli (bisnis) yang dapat dibatalkan menurut hukum Islam, yaitu; (a) jual beli barang yang di haramkan, (b) Jual beli sperma (mani) hewan. Hukum Islam mebolehkan untuk menjual daging kambing yang belum di kuliti dengan ukuran timbang ,dan sama halnya dengan di bolehkan menjual ayam sembelihan dengan kotorannya masih di dalam perut ayam tersebut (Abdurrahman, 2004: 40). (c) Jual beli dengan perantara (al–wasilat), melalui perantara artinya memesan barang dengan akad jual membeli yang belum sempurna membayarnya tetapi tiba tiba ia mundur dari hak akad. Para ulama’ memperbolehkan jual beli dengan membayar dahulu agar barang tersebut tidak di beli oleh orang lain. (d) Jual beli anak binatang yang masih berada di perut induknya karena barangnya belum ada jadi tidak di bolehkan.(e) Jual beli muhaqallah / baqallah tanah, sawah dan kebun maksudnya jual beli tanaman yang masih diladang atau sawah yang belum pasti wujudnya, hal ini masih diragukan bisa mengakibatkan ketidak rilaan dari pembeli atau penyesalan dari penjual, termasuk kategori jual beli gharar. (f) Jual beli mukhadharah, yaitu menjual buah–buahan yang belum pantas untuk panen, di dilarang karena masih samar karena dapat dimungkinkan buah itu jatuh tertiup angin sebelum diambil oleh pembelinya atau busuk dan lain sebaginya. (g) Jual beli muammasah, yaitu jual beli secara sentuh menyantuh kain yang sedang dipajangkan, orang yang menyentuh kain tersebut harus membeli. (h) Jual beli dengan munabadzah, yaitu jual beli secara lempar melempar, maksudnya seperti pelelengan barang harga yang paling besar itu yang akan mendapatkan barang tersebut, hal ini ditakutkan adanya penipuan. (i) Jual beli muzaabanah, yaitu menjual barang yang basah dan yang kering, maksudnya barang yang diperjual belikan dicampur dan mengakibatkan tidak adanya keseimbangan barang.

D.    Jual beli yang dilarang dalam Islam

Dalam Islam, beberapa bentuk jual beli dilarang karena dianggap tidak sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran, seperti jual beli dengan riba, gharar, atau maysir. Jual beli barang haram atau najis juga dilarang. Selain itu, jual beli yang melibatkan penipuan, eksploitasi, atau tindakan yang merugikan orang lain juga dilarang.

Berikut beberapa bentuk jual beli yang dilarang dalam Islam:

1.     Jual beli yang mengandung riba (bunga): Riba adalah penambahan nilai pada transaksi jual beli atau pinjaman, yang dianggap haram dalam Islam.

2.     Jual beli yang mengandung gharar (ketidakjelasan atau ambigu dalam kontrak): Jual beli yang tidak jelas atau mengandung ketidakpastian dalam hal barang, harga, atau syarat-syarat lainnya.

3.     Jual beli yang mengandung maysir (perjudian): Jual beli yang bergantung pada keberuntungan atau nasib, seperti taruhan atau undian.

4.     Jual beli barang yang haram atau najis: Seperti babi, bangkai, khamar (minuman keras), atau berhala.

5.     Jual beli yang dilakukan dengan cara menimbun atau mempermainkan harga pasar: Yang bertujuan untuk merugikan konsumen atau menciptakan krisis ekonomi.

6.     Jual beli yang melibatkan penipuan, eksploitasi, atau tindakan yang merugikan orang lain: Seperti jual beli dengan harga yang tidak wajar, jual beli dengan memaksa, atau jual beli dengan menyembunyikan cacat barang.

7.     Jual beli yang dilakukan dengan cara yang melanggar aturan syariah lainnya: Seperti jual beli saat sedang khutbah Jumat atau jual beli yang dilakukan dengan cara yang bertentangan dengan etika Islam.

Dengan menghindari bentuk-bentuk jual beli yang dilarang ini, umat Islam diharapkan dapat melakukan transaksi yang jujur, adil, dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Berikut beberapa jenis jual beli yang dilarang dalam Islam. Transaksi jual beli jenis ini akan menimbulkan masalah yang cukup besar baik secara Islam ataupun kerugian material lainnya.

1.       Riba (Bunga)

Dalam Islam, riba atau bunga dianggap haram. Riba didefinisikan sebagai keuntungan tambahan yang diperoleh dari pinjaman atau hutang. Alasan pelarangan ini adalah karena riba dianggap sebagai bentuk eksploitasi dan ketidakadilan dalam transaksi keuangan. Oleh karena itu, sistem ekonomi syariah menekankan pentingnya transaksi yang adil dan menyarankan untuk menghindari praktik riba.

2.       Gharar (Ketidakjelasan atau Ambiguitas dalam Kontrak)

Gharar dalam Islam merujuk pada ketidakpastian, penipuan, dan risiko dalam transaksi. Konsep ini melarang penjualan barang yang belum ada, seperti panen yang belum dipetik atau ikan yang belum ditangkap. Dalam keuangan Islam, gharar dilarang karena bertentangan dengan prinsip kepastian dan keterbukaan dalam berbisnis. Gharar dapat muncul saat klaim kepemilikan tidak jelas atau mencurigakan. Contohnya adalah kontrak berjangka dan opsi yang memiliki tanggal pengiriman di masa depan. Gharar adalah konsep penting dalam keuangan Islam dan digunakan untuk mengukur legitimasi investasi berisiko seperti penjualan singkat, judi, atau kontrak yang tidak jelas.

3.       Maysir (Perjudian)

Maysir atau judi dalam bahasa Arab adalah aktivitas jual beli yang dilarang dalam Islam. Aktivitas ini melibatkan taruhan atau permainan yang mengandung unsur ketidakpastian. Al-Qur’an, dalam Surah Al-Baqarah ayat 219, menyatakan bahwa judi memiliki dosa yang lebih besar daripada manfaatnya. Dalam Surah Al-Maidah ayat 90-91, Allah menjelaskan bahwa maysir adalah perbuatan setan yang bertujuan untuk mengalihkan orang mukmin dari mengingat Allah dan menjalankan ibadah. Setan memperindah judi sehingga orang tergoda, yang kemudian dapat menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka. Oleh karena itu, judi dianggap haram dan dilarang dalam Islam

4.       Tahdeed (Ancaman)

Dalam Islam, tahdeed atau ancaman dalam transaksi dilarang. Transaksi yang melibatkan ancaman atau paksaan menghilangkan unsur kesukarelaan dan keadilan, yang merupakan prinsip dasar dalam perdagangan Islam.

Islam menekankan pentingnya kejujuran, transparansi, dan kesepakatan bersama dalam setiap transaksi. Ancaman dapat mengakibatkan salah satu pihak merasa tertekan untuk menerima kondisi yang tidak adil atau merugikan. Oleh karena itu, untuk memastikan bahwa setiap transaksi dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan, Islam melarang praktek tahdeed dalam jual beli.

5.       Ghalat (Kesalahan)

Dalam Islam, ghalat merujuk pada kesalahan dalam transaksi. Kesalahan ini dapat berupa ketidaksesuaian informasi, ketidaktahuan, atau ketidakpastian yang dapat merugikan salah satu pihak. Selain itu, transaksi yang melibatkan barang haram seperti alkohol dan daging babi juga dianggap sebagai kesalahan. Oleh karena itu, bagi umat Muslim sangat penting untuk memastikan bahwa setiap transaksi yang dilakukan sesuai dengan prinsip syariah dan terbebas dari kesalahan.

6.       Zulm (Ketidakadilan)

Dalam transaksi keuangan Islam, ada unsur-unsur yang dilarang karena dapat menyebabkan eksploitasi dan ketidakadilan. Islam menekankan transparansi, akurasi, dan pengungkapan informasi penting dalam setiap transaksi agar tidak ada pihak yang dirugikan. Salah satu elemen yang dilarang adalah “zulm” atau ketidakadilan. Islam melarang segala bentuk transaksi yang dapat menyebabkan ketidakadilan kepada salah satu pihak dalam kontrak.

7.       Khedaa (Penipuan)

Islam menekankan pentingnya keadilan dan transparansi. Salah satu elemen yang dilarang dalam transaksi Islam adalah “Khedaa” yang berarti penipuan. Islam memandang bahwa setiap transaksi harus didasarkan pada kebenaran, akurasi, dan pengungkapan informasi yang relevan. Hal ini untuk memastikan bahwa tidak ada pihak yang dirugikan atau dimanfaatkan oleh pihak lain. Dengan demikian, penipuan dalam bentuk apa pun dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan dan transparansi yang diajarkan oleh Islam.

8.       Istighlal (Eksploitasi)

Dalam hukum Islam, “Istihlal” merujuk pada tindakan menganggap sesuatu yang haram sebagai halal. Istilah ini berasal dari akar kata Arab yang berarti “membuka” atau “melepaskan”. Dalam konteks fiqh, istihlal mengacu pada distorsi yang salah dan tidak tepat dari hukum Islam.

9.       Ihtikar (Monopoli)

Ihtikar dalam bahasa Arab berarti menimbun barang, terutama makanan, dengan tujuan menjualnya kembali pada harga yang lebih tinggi. Hal ini dilakukan dengan cara membeli barang saat harganya tinggi, namun tidak menjualnya segera, melainkan menimbunnya untuk dijual kembali pada harga yang lebih tinggi di kemudian hari. Praktek ini dianggap merugikan masyarakat karena dapat mengakibatkan kelangkaan barang dan kenaikan harga. Oleh karena itu, Islam melarang praktek monopoli, terutama pada barang-barang kebutuhan pokok, untuk menjaga kesejahteraan dan keadilan ekonomi.

Jual beli yang dilarang dalam Islam bertujuan untuk menciptakan sistem ekonomi yang adil dan transparan. Dengan memahami dan menghindari transaksi yang dilarang, umat Islam dapat memastikan bahwa mereka bertransaksi dengan cara yang sesuai syariat.

E.     Berbisnis untuk keuntungan

Berbisnis untuk keuntungan berarti menjalankan usaha dengan tujuan mendapatkan laba atau profit. Laba ini diperoleh dari selisih antara pendapatan (penjualan) dengan biaya operasional (seperti biaya produksi, pemasaran, dan lain-lain).

Keuntungan adalah tujuan utama dalam berbisnis. Tanpa keuntungan, suatu bisnis tidak akan dapat bertahan lama dan berkembang.

Laba (profit) adalah hasil bersih dari suatu usaha setelah dikurangi semua biaya yang dikeluarkan.

Pertumbuhan Bisnis: Keuntungan memungkinkan bisnis untuk melakukan reinvestasi, ekspansi, dan mengembangkan produk/jasa baru.

Peningkatan Nilai Perusahaan: Keuntungan menunjukkan kinerja keuangan yang baik dan meningkatkan nilai perusahaan.

Pengembalian Bagi Investor: Keuntungan juga memberikan pengembalian (return) bagi para investor atau pemilik modal.

Perhitungan Keuntungan: Keuntungan dihitung dengan rumus: Laba = Pendapatan - Biaya.

Contoh:

Seorang pemilik toko online menjual produk dengan harga Rp 100.000, namun biaya produksi dan operasional produk tersebut hanya Rp 80.000. Laba yang didapatkan adalah Rp 20.000.

F.     Berbisnis Digital (E-Business)

Pada tahun 1996, tim pemasaran dan internet IBM menciptakan istilah 'E-business'. Istilah ini merujuk pada  bisnis elektronik atau daring yang transaksinya dilakukan secara daring antara pembeli dan penjual yang tidak perlu hadir secara langsung. E-business merupakan bagian dari E-commerce, yaitu perdagangan elektronik  /perdagangan daring.

E-bisnis adalah bisnis yang beroperasi menggunakan internet dan media elektronik. Bisnis ini pertama kali muncul pada tahun 1990-an dan telah diterima secara luas sejak saat itu. Bisnis ini biasanya dikaitkan dengan perusahaan virtual.

Perusahaan diuntungkan oleh e-bisnis dengan menjangkau pelanggan di seluruh dunia dengan biaya rendah dan tanpa batas geografis. Mereka juga memperoleh fleksibilitas dan efisiensi dalam hal manajemen waktu dan komunikasi. Di sisi lain, tantangannya meliputi biaya operasional yang tinggi, keterbatasan teknologi, dan masalah keamanan.

Saya sering menerima pertanyaan dari orang-orang yang mempertimbangkan untuk meninggalkan pekerjaan tetap mereka dari jam 9 hingga 5 untuk memulai perusahaan atau bisnis daring . Mereka biasanya bertanya jenis perusahaan apa yang dapat menghasilkan kesuksesan finansial. Mereka sudah lelah menjadi karyawan dan ingin mulai menghasilkan uang untuk diri mereka sendiri.

Keuntungan E-bisnis bagi Pedagang dengan Mengadopsi e-bisnis menawarkan berbagai keuntungan bagi pedagang, terutama mengingat keberadaan komputer, akses internet, dan perbankan digital di mana-mana.

Berikut adalah 10 manfaat utama dari e-bisnis :

1.     Ketersediaan 24/7.

Situs web sangat penting bagi setiap model atau pemilik bisnis elektronik, yang memberikan berbagai keuntungan bisnis. Bisnis elektronik memungkinkan ketersediaan 24/7 , tidak seperti bisnis tradisional yang beroperasi dari jam 9 hingga 5. Ini adalah keuntungan paling signifikan dari memiliki toko daring. Menjalankan toko daring berarti pelanggan dapat berbelanja dengan nyaman saat mereka menginginkannya, tanpa perlu membayar staf. Hal ini meningkatkan pengalaman dan loyalitas pelanggan. Mereka hanya memerlukan akses internet, telepon atau komputer, dan opsi pembayaran daring untuk menerima pembayaran kartu debit atau kredit . Bisnis mungkin menemukan fitur seperti ruang penyimpanan untuk produk fisik mereka lebih hemat biaya daripada ruang ritel karena mereka tidak perlu memperhitungkan pertimbangan seperti lalu lintas pejalan kaki dan tempat parkir untuk calon pelanggan .

2.     Jangkauan Global

Internet memungkinkan perusahaan untuk memperluas basis pelanggan mereka melampaui batas geografis. Bisnis semacam itu dapat melacak keterlibatan pengunjung dengan alat seperti Google Analytics . Menurut data survei , biaya awal untuk toko drop shipping pada tahun 2019 adalah sekitar $418. Toko e-commerce yang dihosting Shopify umumnya mengeluarkan biaya sewa virtual tahunan tidak lebih dari $3192.

3.     Pembaruan Cepat.

Anda dapat memperbarui promo, penawaran khusus liburan, biaya pengiriman, dan konten pemasaran lainnya di situs web, blog, jejaring sosial, dan kampanye digital. Pemasaran melalui email adalah cara hebat lainnya untuk memberi tahu audiens Anda tentang berita terkini di seluruh dunia. Bisnis e-commerce dapat memperoleh keuntungan signifikan dari kampanye email. Selain itu, jika Anda memiliki toko fisik, Anda dapat mendorong orang untuk mengunjunginya melalui pemasaran melalui email.

4.     Profil Pelanggan.

Strategi pemasaran digital yang digunakan pada platform eCommerce Anda memungkinkan Anda memantau perilaku pengunjung atau pelanggan, seperti waktu yang dihabiskan di situs web, halaman yang dilihat, dan jumlah total yang dibayarkan. Data tentang basis pelanggan Anda sangat berharga. Data tersebut memungkinkan Anda untuk menyesuaikan produk atau layanan Anda agar sesuai dengan kebutuhan mereka. Anda dapat memperoleh data tersebut melalui situs web, toko e-commerce, aplikasi, atau akun media sosial yang terhubung dengan bisnis Anda. Data ini sangat penting untuk menciptakan strategi pemasaran dan bisnis yang efektif. Memanfaatkan informasi pelanggan dapat meningkatkan perjalanan belanja daring mereka, meningkatkan kemungkinan mengubah pengunjung menjadi pelanggan. Membuat profil pelanggan dapat menjadi hal yang sulit bagi bisnis tradisional kecuali mereka ingin dianggap mengganggu. Profil pelanggan sangat penting untuk strategi pemasaran dan layanan pelanggan yang sukses . Sistem layanan pelanggan yang dibangun dengan baik diperlukan untuk keberhasilan operasi bisnis fisik dan digital.

5.     Tidak Ada Kerugian Lokasi.

Lokasi fisik sangat penting jika Anda menjalankan toko fisik . Toko di pusat perbelanjaan akan lebih menguntungkan daripada toko yang tidak dapat diakses. Hal ini dapat memengaruhi rantai pasokan Anda. Di sisi lain, hal ini tidak berlaku jika bisnis Anda beroperasi secara daring. Bot/aplikasi atau asisten virtual dapat menyediakan layanan pelanggan 24 jam di situs web.

6.     Menghemat Waktu dan Biaya.

E-bisnis dapat membantu menghemat waktu dan biaya, sehingga pelanggan di seluruh dunia dapat membeli produk Anda dengan mudah. ​​Pembelian dapat dilakukan dengan satu klik, dan barang dapat dikirim ke lokasi pilihan pelanggan. Pedagang dapat memanfaatkan teknologi digital untuk menyesuaikan operasi mereka secara efektif dan hemat biaya. Teknologi ini menyediakan penyimpanan tanpa batas, yang memungkinkan bisnis untuk merespons perubahan pasar dan permintaan pelanggan dengan cepat.

7.     Skalabilitas.

Ketika toko fisik tumbuh untuk melayani pasar massal, lebih banyak sumber daya dibutuhkan, dan menjadi lebih sulit untuk mengelolanya selama lonjakan pelanggan. Keuntungan dari perdagangan daring adalah lebih mudah untuk memperluas toko daring. Inventaris tambahan, peningkatan digital, dan ruang penyimpanan mungkin diperlukan. Mengingat adanya koneksi ke pasar internasional, toko yang berbeda mungkin tidak diperlukan.

8.     Ulasan & Peringkat.

Pelanggan didorong untuk memberikan umpan balik di toko daring tentang pengalaman mereka terhadap produk dan layanan. Ulasan produk di situs web e-commerce atau situs web ulasan dapat membantu pelanggan mengevaluasi apakah produk tersebut memenuhi kebutuhan mereka. Baik pelanggan maupun penjual memperoleh keuntungan dari penggunaan ulasan untuk meningkatkan produk dan layanan. Saat berbelanja di toko ritel fisik, pelanggan tidak dapat mengakses peringkat atau ulasan produk. Oleh karena itu, mereka harus meminta saran dari teman yang telah membeli dan mencoba produk tersebut. Namun, membeli barang secara daring memungkinkan pelanggan membaca ulasan produk tanpa memerlukan pendapat keluarga atau teman untuk membuat keputusan berdasarkan preferensi mereka.

9.     Peningkatan Margin Keuntungan.

Membangun dan menjalankan toko e-commerce lebih murah daripada mendirikan dan mengoperasikan toko tradisional. Hal ini juga berarti penghematan biaya pemasaran, tenaga kerja, dan biaya overhead. Toko online menyediakan dasbor dan laporan yang menyederhanakan pengelolaan keuangan. Biaya pengelolaan inventaris juga lebih rendah jika dibandingkan dengan toko tradisional. Situs web e-dagang memungkinkan peningkatan laba melalui peningkatan pendapatan dan harga yang lebih rendah karena ketersediaannya 24/7.

10.   Pemasaran yang Bertarget.

Menyiapkan dan mengoperasikan toko e-commerce lebih murah daripada menyiapkan dan mengoperasikan toko tradisional. Hal ini juga berarti penghematan biaya pemasaran, tenaga kerja, dan biaya overhead. Toko online menawarkan dasbor manajemen keuangan agar lebih mudah digunakan. Biaya manajemen inventaris juga lebih rendah dibandingkan dengan toko tradisional.

 

G.    Berbisnis untuk hobby

Berbisnis untuk hobi berarti memanfaatkan hobi yang dimiliki untuk menciptakan peluang usaha dan menghasilkan pendapatan. Ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti menjual produk hasil hobi, menawarkan jasa yang berkaitan dengan hobi, atau menciptakan konten online berbasis hobi. 

Contoh-contoh hobi yang dapat dikembangkan menjadi bisnis:

1.     Hobi Memasak:

Membuka warung makan, restoran, toko kue, atau katering. 

2.     Hobi Kerajinan Tangan:

Membuat dan menjual berbagai produk kerajinan, seperti hiasan dinding, aksesoris, atau kerajinan tangan lainnya. 

3.     Hobi Fotografi:

Menawarkan jasa fotografi untuk berbagai acara atau keperluan, atau menjual foto secara online. 

4.     Hobi Menulis:

Menulis blog, buku, atau artikel untuk mendapatkan penghasilan, atau menawarkan jasa menulis. 

5.     Hobi Desain Grafis:

Menawarkan jasa desain grafis untuk berbagai keperluan, seperti logo, desain website, atau promosi. 

6.     Hobi Olahraga:

Menjadi instruktur olahraga, membuka gym, atau menawarkan jasa personal training. 

7.     Hobi Musik:

Menawarkan jasa musik untuk acara, mengajar musik, atau menciptakan dan menjual musik secara online. 

8.     Hobi Travelling: Membuka agen perjalanan, membuat blog atau vlog tentang perjalanan, atau menawarkan jasa perjalanan yang dipersonalisasi. 

Tips untuk berbisnis dari hobi:

a)    Kenali hobi Anda dengan baik:

Tentukan hobi mana yang paling disukai dan diminati, serta yang memiliki potensi untuk menghasilkan uang.

b)    Pilih hobi yang sesuai dengan pasar:

Pilih hobi yang memiliki permintaan di pasar dan dapat menarik minat pelanggan.

c)     Rencanakan bisnis Anda dengan matang:

Lakukan riset pasar, analisis kompetitor, dan buat rencana bisnis yang jelas.

d)    Manfaatkan platform online untuk pemasaran:

Gunakan media sosial, website, atau platform online lainnya untuk memasarkan produk atau jasa Anda.

e)    Bangun branding yang kuat:

Buat logo, nama merek, dan identitas visual yang menarik dan mudah diingat.

f)      Perhatikan kualitas produk atau jasa:

Pastikan produk atau jasa yang ditawarkan memiliki kualitas yang baik dan memenuhi harapan pelanggan.

 

H.   Berbisnis untuk ibadah

Berbisnis dengan niat ibadah dalam Islam berarti menjalankan kegiatan bisnis dengan tujuan untuk meraih ridho Allah, bukan hanya untuk keuntungan materi. Ini melibatkan penerapan prinsip-prinsip Islam seperti kejujuran, keadilan, dan kepedulian sosial dalam setiap aspek bisnis. Dengan demikian, bisnis tidak hanya menjadi sarana mencari nafkah, tetapi juga menjadi ladang pahala dan mendekatkan diri kepada Allah.

Menjalankan bisnis dengan niat ibadah berarti setiap tindakan dan keputusan dalam bisnis harus didasarkan pada prinsip-prinsip Islam, seperti menghindari riba, menaati aturan jual-beli syariah, dan selalu berusaha memberikan manfaat bagi orang lain.

Prinsip-Prinsip Islam dalam Bisnis:

1.     Kejujuran: Berjualan dengan jujur dalam berat, ukuran, dan kualitas produk.

2.     Keadilan: Memberikan harga yang adil dan tidak merugikan pembeli.

3.     Kepedulian Sosial: Berusaha memberikan manfaat bagi masyarakat melalui bisnis, seperti menciptakan lapangan kerja, membantu yang membutuhkan, dan memberikan produk/jasa yang bermanfaat.

Manfaat Berbisnis sebagai Ibadah:

1.     Pahala: Setiap tindakan bisnis yang dilakukan dengan niat ibadah akan mendapatkan pahala di akhirat.

2.     Berkah: Bisnis yang dijalankan dengan prinsip-prinsip Islam akan mendapatkan keberkahan dan kelancaran.

3.     Dekat dengan Allah: Berbisnis dengan niat ibadah membantu mendekatkan diri kepada Allah dan meraih ridho-Nya.

Contoh:

1.     Menerapkan sistem jual beli syariah dalam bisnis.

2.     Memberikan sedekah dari keuntungan bisnis.

3.     Memperbaiki kualitas produk atau jasa untuk memberikan kepuasan bagi pelanggan.

4.     Menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat.

Pentingnya Niat dalam berbisnis: Niat yang tulus untuk beribadah dalam menjalankan bisnis sangat penting, karena ia menentukan kualitas dan nilai ibadah tersebut.

Bisnis sebagai Amanah: Bisnis harus dilihat sebagai amanah yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab dan integritas, bukan hanya sebagai sarana mencari keuntungan semata.

I.       Fastabiqul khoirat dalam Bisnis

Fastabiqul khairat dalam bisnis berarti berlomba-lomba dalam kebaikan di dunia usaha. Ini mencakup bersaing secara sehat, unggul di atas rata-rata, dan meningkatkan kualitas produk/jasa, serta membantu sesama melalui kegiatan sosial atau amal.

Fastabiqul khairat, yang berarti "berlomba-lomba dalam kebaikan", merupakan salah satu prinsip penting. 

1.     Bersaing Sehat:

Bersaing sehat dalam bisnis berarti memberikan yang terbaik, baik dalam kualitas produk/jasa maupun pelayanan, tanpa menyakiti atau merugikan pesaing. 

2.     Meningkatkan Kualitas:

Fastabiqul khairat juga mendorong usaha untuk terus meningkatkan kualitas produk/jasa, inovasi, dan pelayanan, sehingga menjadi yang terbaik di bidangnya. 

3.     Membantu Sesama:

Selain bersaing sehat, fastabiqul khairat juga mendorong usaha untuk memberikan kontribusi positif kepada masyarakat, misalnya melalui kegiatan sosial, amal, atau bantuan kepada yang membutuhkan. 

Contoh Penerapan:

·         Memberikan produk/jasa yang berkualitas tinggi dan inovatif. 

·         Menjaga etika bisnis yang baik, seperti tidak melakukan praktik monopoli atau persaingan yang tidak sehat. 

·         Melakukan kegiatan sosial atau amal yang bermanfaat bagi masyarakat, seperti program bantuan pendidikan, kesehatan, atau lingkungan. 

·         Menciptakan lapangan kerja dan memberdayakan masyarakat. 

·         Menyumbangkan sebagian keuntungan usaha untuk kegiatan kebaikan. 

Manfaat:

1)    Keuntungan Dunia dan Akhirat: Fastabiqul khairat dalam bisnis dapat memberikan keuntungan duniawi seperti kesuksesan usaha dan keuntungan finansial, serta keuntungan akhirat berupa pahala dan ridho Allah SWT.

2)    Membangun Reputasi Positif: Usaha yang menerapkan fastabiqul khairat akan memiliki reputasi yang baik di mata masyarakat, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan pelanggan dan daya saing.

3)    Menumbuhkan Kesejahteraan: Fastabiqul khairat juga dapat membantu menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat, karena usaha yang menjalankan prinsip ini akan memberikan kontribusi positif bagi perekonomian dan lingkungan sekitar. 

 

 

 

DAFTAR  PUSTAKA

 

Al-Shan’ani, Muhammad Bin Ismail al-Amir al-Yamani, t.th, Subul as Salam, Juz X, Beirut: Darul Fikr.

Al-Ansari, Syeikh Abi Zakaria, t.th, Fath al-Wahab, Juz 1, Singapura: Sulaiman Mar’I. Al-Zuhaily, Wahbah, t.th, al-Fiqh al islami wa adilah, Juz IV, Mesir: Dar Fikr.

Ash-Shiddiqiey, TM.Hasby, 1979, Pengantar Mu’amalah, Jakarta: Bulan Bintang Al-Ghazzi, Muhammad ibn Qâsim, t.th, Fath al-Qarîb al-Mujîb, Indonesia: Dâr al-Ihya al-Kitab, al-Arabiah. Al- Asqalani, Ibnu Hajar, t.th, Fath Al- Bari’, Beirut: Daral- Fikr.

Amin Suma, M., 2004, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Jakarta: Raja Grafindo.

Al-Jaziri, Abd.al-Rahman, 2003, Kitab Fiqh Ala al-Mazahib alArba’ah, Turki: Ikhla Wakif.

Abdurrahman al-Gharyani, Ash-shadiq, 2004, Fatwa muamalat as-asyaiah, Surabaya: Pustaka progressif.

Departemen Pendidikan Nasional,2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

Dahlan, Abdul Azis, (editor), 1996, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 5,Jakarta: Ichtiar Barn van Hoeve.

Haroen, Nasrun,2000, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama.

Imam Muslim, t.th, Shahih Muslim, Beirut: Darul Fikr Ibnu Majah, t.th, Sunnah Ibnu Majah, Bandung: al-Ma’arif.

Masduki, Nana, 1987. Fiqh Mu’amalah Madiyah. Bandung: IAIN Sunan Gunung Djati

Mas’adi, A., Ghofron, 2002, Fiqh Mu’amalah Kontekstual, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH DALAM BISNIS KONTEMPORER

  MATERI- PENGANTAR BISNIS ISLAM Oleh: Eny Latifah, S.E.Sy.,M.Ak Perspektif Ekonomi Syariah dalam Bisnis Kontemporer   A.      Pengertian Ek...