Minggu, 16 Februari 2025

PRINSIP-PRINSIP DASAR KEUANGAN SYARIAH DAN LANDASAN AKAD/KONTRAK

 MATERI 2- MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Oleh:

Eny Latifah,S.E.Sy.,M.Ak

Prinsip-prinsip Dasar Keuangan Syariah dan  Landasan Akad/Kontrak

 

A.    Manajemen Keuangan Syariah

Pengertian Manajemen Keuangan Syari’ah Kata manajemen berasal dari bahasa Perancis Kuno dari kata management, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen juga diartikan sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien.

Secara garis besar manajemen keuangan Syariah merupakan suatu disiplin ilmu yang mengatur segala system keuangan baik dalam pengorganisasian pengkoordinasian serta pengontrolan sumber daya dalam aspek keuangan Syariah. Manajemen keuangan berkepentingan dengan bagaimana cara menciptakan dan menjaga nilai ekonomi atau kesejahteraan. Konsekuensinya, semua pengambilan keputusan harus difokuskan pada penciptaan kesejahteraan. Dalam memperkenalkan teknik pengambilan keputusan, kita akan lebih menekan kan logika yang mendasari teknikteknik itu.

Dalam teori manajemen syari’ah, manajemen memiliki dua pengertian pertama sebagai ilmu, kedua rangkaian aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan terhadap sumber daya yang dimiliki oleh entitas bisnis. Dengan demikian dapat disimpulkan manajemen keuangan syari’ah adalah aktivitas perusahaan termasuk kegiatan planning, analisis dan pengendalian terhadap kegiatan keuangan yang berhubungan dengan bagaimana memperoleh dana, menggunakan dana (Mardiasmo, 2018).

Pentingnya Manajemen Keuangan Pengetahuan tentang manajemen keuangan dewasa ini tidak hanya penting bagi pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam pengelolaan keuangan suatu perusahaan atau manajer keuangan, tetapi juga penting bagi pihak-pihak lain yang tugas atau kegiatannya secara tidak langsung berkaitan dengan masalah keuangan, seperti manajer pemasaran, manajer produksi, dan manajer sumber daya manusia (Ria, 2018).

Hal ini mengingat tugas dan kegiatan yang dilaksanakan oleh manajer selain manajer keuangan mempunyai implikasi terhadap bidang keuangan. Baik berupa dukungan dana maupun sebagai penghasil dana. Mengingat kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing manajer di dalam satu perusahaan saling terkait satu sama lainnya dan mempunyai implikasi terhadap bidang keuangan, maka pengetahuan tentang manajemen keuangan perlu dimiliki oleh para manajer lainnya. Di samping itu, masalah keuangan yang dihadapi oleh perusahaan dewasa ini cenderung semakin kompleks karena terjadinya berbagai perubahan, baik lingkungan di dalam maupun di luar perusahaan.

Dalam mempelajari manajemen keuangan diperlukan pengetahuan tentang akuntansi. Namun demikian manajemen keuangan dan akuntansi mempunyai perbedaan yang mendasar. Pada akuntansi yang dipelajari adalah proses penyusunan laporan keuangan suatu perusahaan, yang hasil akhirnya adalah suatu laporan keuangan dalam bentuk: neraca (balace sheet), laporan laba/rugi (income statement), serta laporan arus kas (statement of cash flows). Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu perusahaan, dan neraca dapat dianalogikan sebagai sebuah foto yang diambil pada suatu saat karena hanya menggambarkan posisi keuangan perusahaan pada suatu titik waktu. Laporan Laba/rugi menggambarkan besarnya penjualan. biaya dan laba yang terjadi selama satu periode akuntansi, misalkan satu tahun. Laporan arus kas menggambarkan sumber dan penggunaan arus kas selama satu periode akuntansi (Hamzah et al, 2022). Manajemen keuangan dan akuntansi memfokuskan perhatian pada aktiva dan pasiva perusahaan, keduanya berbeda dalam hal periode waktu. Akuntansi, dengan penekanan pada aspek tinjaun (riview), pada umumnya memiliki wawasan historis (apa yang telah terjadi). Salah satu tujuan utamanya adalah mempertanggung jawabkan apa yang telah terjadi di masa lalu. Akuntan membuat neraca untuk menentukan posisi keuangan perusahaan pada saat tertentu, atau melakukan audit terhadap laporan keuangan untuk menguji akurasinya. Manajemen keuangan dengan penekanan pada pembuatan keputusan lebih memfokuskan pada masa depan (future). Tugas manajemen keuangan adalah memanfaatkan pandangan akuntansi tentang kondisi keuangan perusahaan di masa lalu dan saat ini.

Ruang Lingkup Manajemen Keuangan Ruang Lingkup Manajemen Keuangan terdiri dari (Hasan et al, 2022):

1)    Keputusan Pendanaan, meliputi kebijakan manajemen dalam pencarian dana perusahaan, misalnya kebijakan menerbitkan sejumlah obligasi dan kebijakan hutang jangka pendek dan panjang perusahaan yang bersumber dan internal maupun eksternal perusahaan.

2)    Keputusan Investasi, kebijakan penanaman modal perusahaan kepada aktiva tetap atau Fixed Assets seperti gedung, tanah, Manajemen Keuangan.dan peralatan atau mesin, maupun aktiva finansial berupa surat-surat berharga misalnya saham dan obligasi atau aktivitas untuk menginvestasikan dana pada berbagai aktiva.

3)    Keputusan Pengelolaan Aset, Kebijakan pengelolaan asset yang dimiliki secara efisien untuk mencapai tujuan perusahaan

B.    Pengertian Prinsip Syariah

Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Prinsip-prinsip akad Syariah merupakan pedoman utama yang mengatur transaksi dan bisnis dalam kerangka hukum Islam. Dengan mengikuti prinsip-prinsip ini, transaksi menjadi sah, adil, dan sesuai dengan nilai-nilai agama.

Prinsip-prinsip syariah dalam pendanaan adalah prinsip-prinsip yang berdasarkan hukum Islam dalam pelaksanaan pendanaan investasi. Pendanaan investasi dalam Islam selain bertujuan pada peningkatan modal dan pengembangan usaha juga tidak boleh mengabaikan etika, hukum dan prinsip-prinsip Syariah dalam pelaksanaannya. Prinsip merupakan asas atau fondasi kebenaran yang menjadi pokok dasar pijakan bagi seseorang untuk berfikir dan bertindak. Yang dimaksud prinsip disini adalah prinsip yang berdasarkan pada hukum Islam dalam melakukan pendanaan investasi yang secara operasional mengacu pada peraturan yang berlaku di pasar modal syariah berdasarkan ketentuan fatwa DSN tentang pelaksanaan pasar modal syariah.

Fatwa DSN-MUI No: 80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah Dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas Di Pasar Reguler Bursa Efek adalah:

1)    Riba adalah tambahan yang diberikan dalam pertukaran barangbarang ribawi (al-amwal al-ribawiyah) dan tambahan yang diberikan atas pokok utang dengan imbalan penangguhan pembayaran secara mutlak;

2)    Gharar adalah ketidakpastian dalam suatu akad, baik mengenai kualitas atau kuantitas obyek akad maupun mengenai penyerahannya;

3)    Taghrir adalah upaya mempengaruhi orang lain, baik dengan ucapan maupun tindakan yang mengandung kebohongan, agar terdorong untuk melakukan transaksi;

4)    Bai’ al-Ma’dum adalah jual beli yang obyek (mabi’)-nya tidak ada pada saat akad, atau jual beli atas barang (efek) padahal penjual tidak memiliki barang (efek) yang dijualnya;

5)    Bai’ al-Maksyuf adalah bentuk jual beli yang mengandung gharar; yaitu jual beli secara tunai atas barang (efek) yang bukan milik penjual dan penjual tidak diberi izin oleh pemilik untuk menjualkan, atau jual beli secara tunai atas barang (efek) padahal penjual tidak memiliki barang (efek) yang dijualnya;

6)    Jahalah adalah ketidakjelasan dalam suatu akad, baik mengenai obyek akad, kualitas atau kuantitas (shifat)-nya, harganya (tsaman), maupun mengenai waktu penyerahannya;

7)    Ihtikar adalah membeli suatu barang yang sangat diperlukan masyarakat pada saat harga mahal dan menimbunnya dengan ujuan untuk menjualnya kembali pada saat harganya lebih mahal;

8)    Ghabn adalah ketidakseimbangan antara dua barang (obyek) yang dipertukarkan dalam suatu akad, baik segi kualitas maupun kuantitasnya;

9)    Ghabn Fahisy adalah ghabn tingkat berat, seperti jual-beli atas barang dengan harga jauh di bawah harga pasar;

10) Talaqqi al-rukban adalah bagian dari ghabn; yaitu jual-beli atas barang dengan harga jauh di bawah harga pasar karena pihak penjual tidak mengetahui harga tersebut.

11) Tadlis adalah tindakan menyembunyikan kecacatan obyek akad yang dilakukan oleh penjual untuk mengelabui pembeli seolaholah obyek akad tersebut tidak cacat;

12) Tanajusy/Najsy adalah tindakan menawar barang dengan harga lebih tinggi oleh pihak yang tidak bermaksud membelinya, untuk menimbulkan kesan banyak pihak yang berminat membelinya;

13) Ghisysy adalah salah satu bentuk tadlis; yaitu penjual menjelaskan/memaparkan keunggulan/keistimewaan barang yang dijual serta menyembunyikan kecacatannya;

14) Dharar adalah tindakan yang dapat menimbulkan bahaya atau kerugian pihak lain.

C.     Prinsip Keuangan Syariah

Prinsip-prinsip keuangan terdiri atas himpunan pendapat yang fundamental yang membentuk dasar teori keuangan dan pembuatan keputusan keuangan sebagai berikut:

1.     Prinsip self interest behaviour

Prinsip ini mengemukakan bahwa “people act in their own financial self interest”. Inti prinsip ini adalah orang akan memilih tindakan yang memberikan keuntungan (secara Keuangan) yang terbaik bagi dirinya.

2.     Prinsip risk aversion

Prinsip ini mengemukakan bahwa “when all else is equal, people prefer higher return and lower risk”. Inti prinsip ini adalah orang akan memilih alternative dengan rasio keuntungan (return) dan risiko terbesar.

3.     Prinsip diversification

Prinsip ini mengemukakan bahwa “diversification is benefical”. Prinsip ini mengajarkan bahwa tindakan diversifikasi adalah menguntungkan karena dapat meningkatkan rasio antara keuntungan dan risiko

4.     Prinsip incremental benefit

Prinsip ini mengemukakan bahwa “financial decisions are based on incremental benefit”. Menurut prinsip ini, semua keputusan keuangan harus didasarkan pada selisih antara nilai dengan suatu alternatif dan nilai tanpa alternatif incremental dapat diartikan sebagai tambahan incremental benefit adalah keuntungan tambahan yang harus dibandingkan dengan incremental cost atau biaya tambahan.

5.     Prinsip signaling

Prinsip ini mengemukakan bahwa “action convey information”. Prinsip ini mengajarkan bahwa setiap tindakan mengandung informasi.

6.     Prinsip capital market efficiency

Prinsip ini mengemukakan bahwa “capital market are efficient”. Capital market atau pasar modal yang efisiensi adalah pasar modal yang harga aktiva finansialnya mencerminkan seluruh manajemen keuangan. Informasi yang ada dan dapat menyesuaikan diri secara cepat terhadap informasibaru. Jadi yang dimaksud efisien adalah efisien secara informasi (informational efficiency). Agar pasar modal dapat efisien secara informasi, pasar modal tersebut harus efisien secara operasi (operational efficiency), misalkan pada kemudahan dalam jual beli sekuritas

7.     Prinsip risk return trade off

Prinsip ini mengemukakan bahwa “there is atrade off between risk and turn”. Orang lebih menyukai keuntungan tinggi dengan risiko rendah (prinsip risk aversion). Kondisi keuntungan tinggi dan risiko rendah ini tidak akan tercapai karena semua orang menginginkannya (prinsip self interest behaviour). Dengan kata lain, prinsip ini mengatakan jika anda menginginkan keuntungan besar bersiaplah untuk menanggung risiko yang besar (high risk, high return)

8.     Prinsip time value of money

Prinsip ini mengemukakan bahwa “money has a time value”. Prinsip ini sederhana dan mudah dimengerti namun memainkan peran penting dalam ilmu keuangan. Prinsip ini mengajarkan bahwa nilai nominal uang hari ini tidak sama nilainya bulan depan atau tahun depan.

Ada beberapa prinsip dasar mu’amalah islam menurut beberapa pemikir muslim, diantaranya adalah:

1)     Prinsip Tauhid/Keimanan /Kesatuan (The Principle of Tawheed)

Tauhid berasal dari kata “wahhada” “yuwahhidu” “tauhidan”, yang berarti mengesakan Allah SWT. Fuad Iframi Al-Bustani mengungkapkan bahwa tauhid adalah keyakinan bahwa Allah itu bersifat “Esa”. (Al-Bustani,1986).

Tauhid juga dapat diartikan sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Hans Visser, mengungkapkan, “Tawheed is the onemess of God. It has also been interpreted as the unity of God and his creation, implying ‘equality’of all men”.(visser,2009). Manusia dengan atribut yang melekat pada dirinya adalah fenomena sendiri yang realitanya tidak dapat dipisahkan dari penciptanya (Sang Khalik). Untuk itu dalam tingkat tertentu dapat dipahami bahwa semua gerak yang ada di dalam semesta merupakan gerak dan asma dari Allah SWT. (Mardani,2012).

Selanjutnya, prinsip ini mengantarkan perilaku ekonomi dalam kegiatan ekonomi untuk meyakini bahwa harta benda yang dimiliki manusia adalah milik Allah SWT. Hasil-hasil produksi yang dapat menghasilkan uang atau harta kekayaan merupakan hasil rekayasa manusia yang bersumber dari bahan baku ciptaan Allah. Artinya secara hakikat semua sumber-sumber ekonomi hanyalah milik Allah SWT.

Tegasnya, dalam prinsip itu dipahami bahwa apa saja yang ada di ala mini ialah milik Allah. Dengan ungkapan lain, Allah SWT adalah pemilik yang sebenarnya dari segala sesuatu. Sedangkan manusia merupakan perwakilannya di bumi. Sebagai wali amanat-nya, manusia wajib mematuhi petunjuk dari Allah SWT yang menunjuknya dalam kapasitas ini. (Mills dan Presley,1999). Lebih lanjut, prinsip tauhid ini dalam ekonomi islam terlihat antara lain dalam konsep kepemilikan (ownership) dan keseimbangan (equilibrium) (Idri,2015).

Konsep kepemilikan (ownership) dalam ekonomi islam terletak pada pemanfaatannya bukan menguasai secara mutlak terhadap sumbersumber ekonomi. Hal ini berbeda dengan system kapitalis yang mana terdapat kepemilikan mutlak individu terhadap sumber eknomi. Dalam islam, pemilik mutlak sumber-sumber ekonomi adalah hanya Allah semata Sementara itu, konsep keseimbangan (equilibrium)terlihat dalam berbagai aspek dan perilaku ekonomi, misalnya kesederhanaan (moderation), berhemat (parsimory), dan menjauhi pemborosan (extravagance).

2)     Pengharaman Riba

Secara etimologi, kata riba bermakna tambahan kelebihan. (Ahmad Warson Al-Munawwir,1997) Abdullah Saeed sebagaimana yang dinukil oleh Latifa M. Algaoud dan Mervyn K. Levis mengatakan bahwa riba yang akar katanya r-b-w dalam AlQur’an mempunyai pengertian tumbuh, bertambah, naik, bengkak, meningkat, dan menjadi besar dan tinggi. Juga digunakan dalam pengertian bukit kecil. Semua penggunaan ini nampak mempunyai satu makna yang sama yaitu pertambahan, baik secara kualitas ataupun kuantitas. (Lewis dan Algaoud,2001).

Sementara itu menurut terminologi, riba dirumuskan oleh ilmu fikih sebagai tambahan khusus yang dimiliki salah satu pihak dari dua pihak yang terlibat tanpa ada imbalan tertentu. Sayyid Sabiq mengartikan riba sebagai tambahan atas modal, baik penambahan itu sedikit ataupun banyak. (Sabiq,2001). Selanjutnya, konsep riba tidak terbatas pada bunga. Setidaknya terdapat dua bentuk riba dalam hokum islam. Pertama, riba al-qarud yang berhubungan dengan tambahan atas pinjaman. Kedua, riba al-buyu yang berhubungan dengan tambahan atas jual beli, Riba al-buyu terdiri atas dua bentuk yaitu riba al-fadl dan riba annasia. Riba al-fadl meliputi pertukaran secara bersamaan dari komoditas yang sama yang mempunyai kualitas dan kuantitas yang tidak sama. Adapun riba an-nasia meliputi pertukaran secara tidak bersamaan dari komoditas yang sama yang memiliki kualitas dan kuantitas yang tidak sama. (Lewis dan Algaoud,2001).

3)     Pelarangan Gharar dan Maysir

Gharar secara etimologi diartikan sebagai al-khatr dan al-taghrir, yang bermakna penipuan atau penyesatan, namun juga bisa berarti suatu yang membahayakan, risiko (al-khatr) atau hazard. Ibrahim Wade menegaskan, “In its financial interpretation, it is usually translated as’uncertainty, risk or speculation” (Warde,2000).

Adapun secara termonologis, gharar diartikan oleh ulama fikih sebagai ketidaktahuan akan akibat suatu perkara (transaksi), atau ketidakjelasan antara baik dengan buruk.

Sementara itu, Muhammad Ayub mengutarakan bahwa menurut terminologi fuquha, gharar adalah penjualan atas suatu barang yang barangnya tidak ada di tempat atau penjualan atas suatu barang yang “aqibah”. Nya (konsekuensi) tidak diketahui atau penjualan yang meliputi ketidakpastian di mana seseorang tidak mengetahui apakah perjanjian itu terlaksana atau tidak, misalnya penjualan ikan di laut atau burung di udara. (Ayub,2007).

a)    Terkait risiko dalam kaitannya dengan gharar tersebut, frank vogel sebagaimana dinukil oleh Ibrahim Warde membuat peringatan gharar berdasarkan kategori tingkat risiko spekulasi murni, perolehan belum pasti, dan ketidaktepatan. Frank vogel menyimpulkan bahwa risiko semacam itu dalam gharar terjadi karena: para pihak yang bertransaksi “kurang pengetahuannya” (jahl atau tidak menyadari) terhadap suatu objek;

b)    Objek tidak ada pada saat dilakukan transaksi; atau

c)     Objek terhindar dari pengawasan para pihak yang bertransaksi. Para ulama lanjut Frank vogel bisa menggunakan salah satu di antara tiga kategori tersebut untuk d. mengidentifikasi jenis-jenis risiko yang dapat dikatakan sebagai gharar. (Warde,2000).

Beralih ke permasalahan maisyir, maka dalam Bahasa Arab maisyir identic dengan kata qimar. Maisyir mengacu pada perolehan kekayaan secara mudah atau perolehan harta berdasarkan peluang, entah dengan mengambil hak orang lain, atau tidak. Qimar berarti permainan peluang-keuntungan seseorang di atas kerugian orang lain; seseorang mempertaruhkan uang atau sebagian kekayaannya, di mana jumlah uang yang dipertaruhkan memungkinkan untuk mendapatkan atau kehilangan jumlah uang yang besar (Ayyub,2007).

Dalam konteks Indonesia, undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah mendefinisikan maisyir sebagai transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti atau yang bersifat untung-untungan. ( Sholihin,2010).

Selanjutnya, maisyir dan qimar terlibat dalam beberapa transaksi finansial dan skema/produk perbankan konvensional. Asuransi konvensional juga tidak sesuai dengan karena keterlibatannya dalam riba dan maisyir (Ayyub,2007).

4)     Tidak Menggunakan Konsep Time Value of Money

Para ahli dalam perekonomian Islam mengakui manfaat uang sebagai media pertukaran. Nabi Muhammad SAW sendiri menyukai penggunaan uang dibandingkan menukarkan barang dengan barang (Ayyub,2007). Al-Ghazali mengutarakan bahwa dalam islam tujuan penciptaan uang adalah sebagai alat tukar dan standar nilai barang, maka uang tidak bisa diperlakukan sebagaimana barang komoditas lainnya.

Lebih rinci, AlGhazali menjelaskan beberapa fungsi yang dimiliki uang sebagai berikut:

a.      Qiwam Ad-Dunya, maksudnya bahwa uang merupakan alat yang dapat digunakan untuk menilai barang sekaligus membandingkannya dengan barang yang lain. Uang sebenarnya tidak mempunyai nilai sendiri namun dapat menunjukkan perbandingan nilai suatu barang dengan barang yang lain. Uang menurut Al-Ghazali sebagai hakim mutawasit, yaitu uang dapat dijadikan standar yang jelas dalam menentukan nilai barang yang berbeda 

b.     Alat At-Tabadul, yaitu uang sebagai sarana pertukaran barang dalam suatu transaksi atau sering disebut dengan medium of change. Dengan diketahuinya perbandingan nilai atau harga antara barang-barang yang akan dipertukarkan maka barangbarang tersebut dapat diwakili oleh uang dalam penyerahannya.

c.      Sarana pencapaiannya tujuan dan untuk mendapatkan barangbarang lain. Sebenarnya fungsi ini merupakan penjabaran dari fungsi uang sebagai sarana tukar menukar. Lebih lanjut, ekonomi islam tidak membenarkan konsep time value of money, karena hal itu mendorong pada terjadinya praktik riba. Ekonomi Islam mengakui waktulah yang mempunyai nilai ekonomis, sebagaimana dijelaskan Al-Qur’an dalam surah Al-Ashr 1-3. Waktu sangatlah berharga; apabila disiasiakan, tidak dapat diperbaharui lagi karenanya ia tidak dapat dibandingkan dengan uang, yang jika dicuri atau dirampas dapat dikembalikan. (Ayyub,2007).

Karena keuangan Islam didasarkan pada beberapa batasan dan prinsip yang tidak ada dalam perbankan konvensional, jenis pengaturan pembiayaan khusus dikembangkan untuk mematuhi prinsip-prinsip berikut: Kemitraan berbagi untung dan rugi (mudarabah). Mudarabah adalah perjanjian kemitraan pembagian untung-rugi di mana satu mitra (pemodal atau rab-ul mal) menyediakan modal kepada mitra lain (penyedia tenaga kerja atau mudarib) yang bertanggung jawab atas pengelolaan dan investasi modal.

Keuntungan dibagi antara para pihak sesuai dengan rasio yang telah disepakati sebelumnya.

1)      Usaha patungan untung-rugi (musharakah) Musharakah adalah bentuk usaha patungan di mana semua mitra menyumbangkan modal dan berbagi keuntungan dan kerugian secara prorata, jenis utama dari usaha patungan ini adalah:

a.      Mengurangi kemitraan: jenis usaha ini biasanya digunakan untuk memperoleh properti. Selanjutnya, bank secara bertahap mentransfer porsi ekuitasnya di properti kepala investor dengan imbalan pembayaran.

b.     Musharkah permanen: jenis usaha patungan ini tidak memiliki tanggal akhir yang spesifik dan terus beroperasi selama para pihak yang bersepakat setuju untuk melanjutkan operasi. Umumnya, digunakan untuk membiayai proyek jangka panjang.

2)      Sewa (Ijarah)

Dalam jenis pengaturan pembiayaan ini, lessor (yang harus memiliki properti) menyewakan properti tersebut kepada lessee dengan imbalan aliran pembayaran sewa dan pembelian, berakhir dengan pengalihan kepemilikan properti kepada lessee. Karena banyaknya larangan yang ditetapkan oleh Syariah, banyak model investasi konvensional seperti obligasi, opsi, dan turunannya dilarang dalam keuangan islam. Dua model investasi utama dalam keuangan islam adalah:

a.      Ekuitas Syariah memungkinkan investasi dalam saham perusahaan. Namun, perusahaan tidak boleh terlibat dalam aktivitas yang dilarang oleh hokum islam, seperti meminjamkan dengan bunga, perjudian, produksi alkohol atau babi. Keuangan islam juga memungkinkan investasi ekuitas swasta.

b.     Instrumen pendapatan tetap Karena pinjaman dengan pembayaran bunga dilarang oleh Syariah, tidak ada obligasi konvensional dalam keuangan islam. Namun ada serta dengan obligasi yang disebut sukuk atau “obligasi syariah”. Obligasi merupakan kepemilikan parsial dalam suatu asset, bukan kewajiban utang.

Dalam manajemen keuangan syariah ada beberapa prinsip-prinsip yang harus diketahui, dipahami dan dilakukan yaitu: Prinsip Manajemen Keuangan Syari’ah yang Diajarkan Al-Quran Prinsip-prinsip manajemen keuangan syaria’ah yang diajarkan Al-Quran adalah:

a.      Setiap perdagangan harus didasari sikap saling rida atau atas dasar suka sama suka di antara dua pihak sehingga para pihak tidak merasa dirugikan atau dizalimi.

b.     Penegakan prinsip keadilan (justice), baik dalam takaran, timbangan, ukuran mata uang (kurs), maupun pembagian keuntungan.

c.      Kasih sayang, tolong-menolong, dan persaudaraan universal.

d.     Dalam kegiatan perdagangan tidak melakukan investasi pada usaha yang diharamkan seperti usaha yang merusak mental dan moral, misalnya narkoba dan pornografi. Demikian pula, komoditas perdagangan haruslah produk yang halal dan baik.

e.      Prinsip larangan riba, serta perdagangan harus terhindar dari praktik gharar, tadlis, dan maysir.

f.        Perdagangan tidak boleh melalaikan diri dari beribadah (shalat dan zakat) dan mengingat Allah. Prinsip-prinsip Sistem Keuangan Syari’ah Yang dimaksud dalam kerangka dasar sistem keuangan syari’ah ialah seperangkat aturan dan hukum secara bersama-sama disebut sebagai syariat, mengatur aspek ekonomi, sosial, politik, dan budaya masyarakat Islam.

Kata syariat berasal dari aturan-aturan yang ditetapkan oleh Al-Quran dan penjelasan serta tindakan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW (lebih dikenal dengan sunnah).

Prinsip-prinsip dasar dari sistem keuangan syari’ah dapat diringkas sebagai berikut:

a)    Larangan bunga Larangan riba dapat diartikan dalam istilah secara harfi ah berarti “kelebihan” dan ditafsirkan sebagai “peningkatan modal yang tidak bisa dibenarkan dalam pinjaman ataupun penjualan” adalah ajaran pokok dari sistem keuangan syari’ah. Lebih tepatnya, semua tingkat pengembalian positif dan telah ditetapkan sebelumnya yang terkait dengan jangka waktu dan jumlah pokok pinjaman (yaitu, yang dijamin tanpa memedulikan kinerja dari investasi tersebut) dianggap sebagai riba dan dilarang.

b)    Uang sebagai “modal potensial” Uang diperlakukan sebagai modal potensial menjadi modal sebenarnya hanya ketika digabung dengan sumber daya lain untuk melakukan kegiatan produktif. Islam mengakui nilai waktu uang, tetapi hanya ketika uang tersebut sebagai modal, bukan modal potensial.

c)     Berbagi risiko Karena adanya larangan bunga, penyedia dana mendanai investor dan bukan kreditor. Penyedia modal keuangan dan pengusaha berbagi

d)    Risiko bisnis dengan imbalan pembagian keuntungan. Transaksi keuangan harus mencerminkan distribusi pengembalian risiko simetris yang akan dihadapi pihakpihak terlibat.

e)    Larangan perilaku spekulatif Sistem keuangan syari’ah melarang penimbunan dan transaksi yang melibatkan ketidakpastian ekstrem, perjudian, dan risiko.

Prinsip-prinsip manajemen keuangan syariah yang diajarkan Al-Quran sebagai berikut :

1)    Setiap perdagangan harus didasari sikap saling ridha atau atas dasar suka sama suka di antara dua pihak, sehingga para pihak tidak merasa dirugikan atau didzalimi.

2)    Penegakan  prinsip  keadilan  (justice),  baik  dalam  takaran,  timbangan,  ukuran  mata uang (kurs), dan pembagian keuntungan.

3)    Kasih sayang, tolong menolong dan persaudaraan universal.

4)    Dalam kegiatan perdagangan tidak melakukan investasi pada usaha yang diharamkan seperti  usaha  yang  merusak  mental  dan  moral  misalnya,  narkoba  dan  pronografi. Demikian pula komoditas perdagangan haruslah produk yang halal dan baik.

5)    Prinsip larangan riba, serta perdagangan harus terhindar dari praktik spekulasi, gharar, tadlis dan maysir.

6)    Perdagagantidakbolehmelalaikandiridariberibadah   (shalatdanakat)   sertamengingat Allah.

D.    Landasan Hukum dalam Keuangan Syariah

Landasan Hukum Berdasarkan Yuridisa.

a)    LKS berbentuk Perbankan Syariah

Pada  tahun  2008,  sebagai  amanah  dar  Undang-Undang  No.21  Tahun  2008 tentang  perbankan  syariah,  dibentuk  suatu  komite  dalam  internal  Bank  Indonesia untuk  menindak  lanjuti  implementasi  fatwa  MUI  yaitu,  Pembentukan  Komite Perbankan Syariah (PBI No. 10/32/PBI/2008 tanggal 20 November 2008)

b)    LKS berbentuk Pasar Modal Syariah

Beberapa  fatwa  DSN  MUI  terkait  pasar  modal  antara  lain:  Fatwa  DSN  MUI No.  32/DSN  MUI/IX/2002  tentang  Obligasi  Syariah  Mudharabah,  Fatwa  DSN MUI   No.   40/DSN-MUI/X/2003   tentang   Pasar   Modal   dan   Pedoman   Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal, Fatwa DSN MUI No. 41/DSN-MUI/III/2004  tentang  Obligasi  Syariah  Ijarah,  Fatwa  DSN  MUI  No.  59/DSN-MUI/V/2007  tentang  Obligasi  Syariah  Mudharabah  Konversi,  dan  terakhirDSN MUI  juga  telah  mengesahkan  fatwa  mengenai  Surat  Berharga  Negara  Syariah (sukuk). Pada tahun 2008 DSN MUI telah menerbitkan 2 fatwa, yaitu Fatwa DSN-MUI Nomor: 65/DSN-MUI/III/2008 tentang Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD)  Syariah  dan  fatwa  DSN-MUI  Nomor:  66/DSN-MUI/III/2008  tentang Waran syariah pada tanggal 6 Maret 2008.

c)     LKS berbentuk Reksa Dana Syariah

Aturan   mengenai   penerbitan   instrumen   reksa   dana   syariah   datur   dalam Lampiran  Keputusan  Ketua  Bapepam  LK  KEP-130/BL/2006  tentang  penerbitan efek syariah dan Lampiran KEP-131/BL/2006 tentang akad-akad yang digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal.

d)    LKS berbentuk Pasar Uang Syariah

Kebijakan   mengenai   pasar   uang   syariah   di   Indonesia   didasarkan   pada Peraturan  Bank  Indonesia  Nomor:  10/36/PBI/2008  tanggal  10  Desember  2008 tentang Operasi Moneter Syariah.

e)    LKS berbentuk Asuransi Syariah

Asuransi   syariah   masih   terbatas   dan   belum   diatur   secara   khusus   dalam undang-undang.  Secara  lebih  teknis  operasional  perusahaan  asuransi/perusahaan reasuransi  berdasarkan  prinsip  syariah  mengacu  kepada  SK  Dirjen  LembagaKeuangan  No.  4499/LK/2000  tentang  jenis,  penilaian  dan  pembatasan  investasi perusahaan   asuransi   dan   perusahaan   reasuransi   dengan   sistem   syariah   dan beberapa Keputusan Menteri Keuangan (KMK), yaitu KMK No. 422/KMK.06/2003  tentang  Penyelenggaraan  Usaha  Perusahaan  Asuransi;  KMK No.  424/KMK.06/2003  tentang  Kesehatan  Keuangan  Perusahaan  Asuransi  dan Perusahaan  Reasuransi;  dan  KMK  No.  426/KMK.06/2003  tentang  Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.Disamping itu,  perasuransian  syariah  di   Indonesia  juga  diatur  di  dalam beberapa fatwa DSN-MUI antara lain fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang   Pedoman   Umum   Asuransi   Syariah.   Fatwa   DSN-MUI   No.   51/DSN-MUI/III/2006  tentang  Akad  Mudharabah  Musyarakah  pada  Asuransi  Syariah, FatwaDSN-MUI  No.  52/DSN-MUI/III/2006  tentang  Akad  Wakalah  Bil  Ujrah Pada    Asuransi    dan    Reasuransi    Syariah,    Fatwa    DSN-MUI    No.53/DSN-MUI/III/2006 tentang akad Tabbaru’ pada Asuransi dan Reasuransi Syariah.

f)      LKS berbentuk Dana Pensiun SyariahPeraturan Menteri  Keuangan  No:  199/PMK.010/2008  tentang  Investasi  Dana Pensiun  mengatur  instrumen  investasi  dana  pensiun.  Bagi  dana  pensiun  yang beroperasi   secara   syariah,   investasi   hanya   bolh   dilakukan   pada   instrumen-instrumen  yang  dibenarkan  oleh  prinsip  syariah  dan  memerhatikan  komponen tingkat   keuntungan,   risiko   yang   dapat   diterima,   kbutuhan   likuiditas,   dan divertifikasi.

g)    LKS berbentuk Sewa Guna Usaha (Leasing) Syariah

Usaha  leasing  dilakkan  berdasarkan  akad  ijarah  dengan  landasan  akad  yaitu Fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah dan akad ai-ijarah  al-Muntahiyah  bi  al-Tamlik  dengan  landasan  syariah  yaitu  Fatwa  DSN-MUI No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang al-ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik atau al-Ijarah wa al-Iqtina.

h)    LKS berbentuk Anjak Piutang Syariah

Anjak  piutang  dilakukan  berdasarkan  akad  wakalah  bil  ujrah.  Wakalah  bil Ujrah  adalah  pelimpahan  kuasa  oleh  satu  pihak  (al  muwakkil)  kepada  pihak  lain (al  wakil)  dalam  hal-hal  yang  boleh  diwakilkan  dengan  pemberian  keuntungan (ujrah).  Landasan  hukum  anjak  piutang  syariah  yaitu  Fatwa  DSN-MUI  No. 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah.

i)      LKS berbentuk Usaha Kartu Plastik Syariah

Kartu plastik dalam pengembangannya juga telah diakomodasi oleh keuangan syariah  khususnya  dalam  Fatwa  DSN-MUI  No.  42/DSN-MUI/V/2004  tentang syariah charge card dan No.54/DSN-MUI/X/2006 tentang syariah card.

j)      LKS berbentuk Pegadaian syariah

Payung  hukum  gadai  syariah  dalam  hal  pemenuhan  prinsip-prinsip  syariah brpegang pada Fatwa DSN-MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 tentang  rahn  yang  menyatakan  bahwa  pinjaman  dengan  menggadaikan  barang sebagai  jaminan  utang  dalam  bentuk  rahn  diperblehkan,  dan  fatwa  DSN-MUI No:26/DSN-MUI/III/2002    tentang    gadai    emas.    Sedangkan    dalam    aspek kelembagaan  tetap  menginduk  kepada  Peraturan  Pemerintah  No.  10  tahun  1990 tanggal 10 April 1990.

k)    LembagaPengelola Zakat (BAZ dan LAZ)

Di  Indonesia,  pengelola  zakat  diatur  berdasarkan  Undang-undang  No.  38 Tahun  1999  tentang  Pengelola  Zakat  dengan  Keputusan  Menteri  Agama  (KMA) No.  581  Tahun  1999  tentang  Pelaksanaan  Undang-Undang  No.  38  Tahun  1999 dan  keputusan  Direktur  Jenderal  Bimbingan  Masyarakat  Islam  dan  Urusan  Haji No. D/291 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.

l)      Lembaga Pengelola Wakaf

Dalam  konteks  negara  Indonesia,   amalan  wakaf  sudah  dilaksanakan  leh masyarakat  muslim  Indonesia  sejak  sebalum  merdeka.  Oleh  karena  itu,  pihak pemerintah  telah  menetapkan  undang-undang  khusus  yang  mengatur  tentang perwakafan  di  Indonesia,  yaitu  undang-undang  Nomor  41  Tahun  2004  tentang Wakaf.   Untuk   melengkapi   undang-undang   tersebut,   pemerintah   juga   telah menetapkan  Peraturan  Pemerintah Nomor  42  Tahun  2006  tentang  Pelaksanaan Undang-Undang nomor 41 Tahun 2004.

m) Baitul mal wat Tamwil (BMT)

Pengembangna  BMT  sendiri  meruakan  hasil  prakarsa  dari  Pusat  Inkubasi Usaha  Kecil  dan  Menengah  (PINBUK)  yang  merupakan badan  pekerja  yang dibentuk   oleh   Yayasan   Inkubasi   Usaha   Kecil   dan   Menengah   (YINPUK). YINPUK  sendiri  dibentuk  oleh  Ketua  Umum  Majelis  Ulama  Indonesia  (MUI), Ketua  Umum  Ikatan  Cendikiawan  Muslim  se-Indonesia  (ICMI),  dan  Direktur Utama    Bank    Muamalat    Indonesia(BMI)    dengan    akta    notaris    Leila Yudoparipurno, SH. Nomor 5 tanggal 13 Maret 1995.

 

E.     Akad-akad/Kontrak dalam Keuangan Syariah

Dalam konteks keuangan dan ekonomi Islam, akad Syariah merupakan fondasi yang sangat penting. Akad Syariah mengatur berbagai transaksi dan bisnis agar sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah Islam. Dalam artikel ini, kita akan membahas secara mendalam tentang pengertian akad Syariah, prinsip-prinsip yang mengarahkannya, beberapa jenis akad Syariah, serta manfaat dan keunggulannya.

Akad Syariah merupakan perjanjian atau kontrak antara dua pihak atau lebih dalam dunia bisnis atau transaksi yang diatur oleh prinsip-prinsip Syariah Islam. Akad ini memastikan bahwa transaksi dilakukan dengan jujur, adil, dan tidak melanggar nilai-nilai agama. Prinsip utama dalam akad Syariah adalah menghindari riba (bunga) dan gharar (ketidakpastian), serta memastikan bahwa segala bentuk aktivitas ekonomi berjalan sesuai dengan norma Islam.

Akad Syariah mencakup berbagai aspek seperti jual beli, sewa menyewa, investasi, kerja sama bisnis, dan lain sebagainya. Prinsip-prinsip akad Syariah menjadikan transaksi lebih bermakna, etis, dan memberikan manfaat yang adil bagi semua pihak yang terlibat.

Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang beberapa jenis akad Syariah:

1.     Murabahah: Akad Jual Beli dengan Keuntungan yang Dijelaskan

Murabahah adalah jenis akad yang melibatkan transaksi jual beli di mana penjual menginformasikan keuntungan yang akan diperoleh dari transaksi tersebut kepada pembeli. Pembeli menyetujui harga dan keuntungan tersebut sebelum transaksi dilakukan. Prinsip ini menjadikan transaksi lebih transparan karena semua pihak mengetahui besarnya keuntungan yang akan diperoleh oleh penjual.

Murabahah sering digunakan dalam pembiayaan Syariah, seperti pembiayaan kendaraan atau properti. Akad ini membantu individu atau perusahaan memperoleh barang atau aset yang dibutuhkan tanpa melibatkan unsur riba.

2.     Musyarakah: Akad Kerja Sama Bisnis dengan Pembagian Keuntungan dan Kerugian

Musyarakah adalah akad kerja sama bisnis di mana dua atau lebih pihak bekerja sama dalam menjalankan suatu usaha. Keuntungan dan kerugian dibagi sesuai dengan kesepakatan awal. 

Musyarakah menggambarkan prinsip kebersamaan dan saling berbagi dalam mengelola bisnis.

Dalam akad musyarakah, setiap pihak berkontribusi baik dalam bentuk modal, keahlian, atau sumber daya lainnya. Keuntungan dan kerugian yang dihasilkan dari usaha tersebut dibagi sesuai dengan bagian masing-masing pihak.  Akad ini biasanya digunakan dalam beberapa kegiatan keuangan Syariah mencakup pembiayaan bisnis, properti, pertanian, kendaraan, hingga pendidikan. Prinsip ini menciptakan rasa tanggung jawab bersama dalam mengelola risiko dan hasil bisnis.

3.     Mudharabah: Akad Investasi dengan Pembagian Keuntungan

Mudharabah adalah akad investasi di mana salah satu pihak menyediakan modal (shahibul maal) dan pihak lain (mudharib) mengelola bisnis. Keuntungan dari bisnis tersebut dibagi sesuai dengan kesepakatan awal, sedangkan risiko kerugian ditanggung oleh pihak yang menyediakan modal.

Mudharabah menggambarkan hubungan saling menguntungkan antara investor dan pengelola bisnis. Investor mendapatkan keuntungan tanpa perlu terlibat dalam pengelolaan operasional, sementara pengelola bisnis memiliki peluang untuk mengoptimalkan modal yang disediakan. Akad ini biasa digunakan dalam kegiatan lembaga keuangan mulai dari investasi bisnis, deposito, hingga modal ventura.

4.     Ijarah: Akad Sewa Menyewa

Ijarah adalah jenis akad sewa menyewa di mana pihak penyewa (mustajir) menggunakan barang atau jasa yang dimiliki oleh pihak penyedia (mu'jir) dengan membayar sejumlah sewa yang telah disepakati. Akad ini mencakup berbagai aspek seperti penyewaan properti, kendaraan, dan  peralatan.

Dalam akad ijarah, hak kepemilikan tetap berada di tangan penyedia, sementara penyewa memiliki hak penggunaan sesuai dengan kesepakatan. Akad ini mencegah praktik riba karena tidak melibatkan unsur bunga dalam transaksi.  Akad ini biasa digunakan untuk beberapa kegiatan lembaga keuangan, seperti kegiatan koperasi, properti syariah, hingga keuangan mikro Syariah.

5.     Salam dan Istishna: Akad Pemesanan    

Salam adalah akad pemesanan di mana pembeli (muslam ilayh) membayar sejumlah uang di muka untuk mendapatkan barang atau komoditas tertentu yang akan diserahkan di masa mendatang. Istishna adalah bentuk pra-jual yang lebih berfokus pada pembuatan barang sesuai pesanan.

Dalam kedua akad ini, pembeli membayar sejumlah uang di muka sebagai tanda jadi atau biaya produksi, dan barang akan diberikan di kemudian hari. Hal ini memungkinkan produsen atau petani untuk mendapatkan modal awal sekaligus menghindari praktik riba.

Berikut adalah perbedaan utama antara Salam dan Istishna:

a)      Waktu transaksi: Dalam akad salam, pembayaran dilakukan di muka, tetapi pengiriman barang dilakukan di masa depan sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat. Sedangkan pada istishna, pesanan diterima di awal, tetapi barang akan diproduksi atau dibuat setelah pesanan diterima sehingga pengiriman terjadi di masa depan setelah barang selesai.

b)      Penggunaan: Akad salam sering digunakan dalam transaksi komoditas atau barang yang tersedia di pasar dengan jelas dan dapat diukur, seperti biji-bijian atau logam berharga. Sedangkan istishna lebih umum digunakan dalam transaksi yang melibatkan produksi barang khusus sesuai pesanan, seperti pembuatan peralatan khusus atau proyek konstruksi.

c)       Keuntungan: Dalam akad salam dapat diperoleh dengan membeli barang dengan harga murah di awal dan menjualnya dengan harga yang lebih tinggi di masa depan, sehingga potensi spekulasi adalah salah satu fitur dalam transaksi ini. Keuntungan dalam istishna biasanya lebih terkait dengan keahlian dalam produksi barang sesuai dengan spesifikasi yang diminta oleh pembeli.

Manfaat dan Keunggulan Akad Syariah

Akad Syariah, sebagai landasan dalam transaksi keuangan dan bisnis dalam Islam, memberikan sejumlah manfaat dan keunggulan yang signifikan. Dibandingkan dengan transaksi konvensional, akad Syariah mengedepankan nilai-nilai moral dan etika serta menghindari praktik-praktik yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.

Berikut adalah penjelasan mendalam mengenai manfaat dan keunggulan akad Syariah:

1)    Menghindari Transaksi yang Bertentangan dengan Prinsip Syariah

Salah satu manfaat utama akad Syariah adalah menghindari transaksi yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.

Dalam ekonomi konvensional, praktik-praktik seperti riba (bunga), gharar (ketidakpastian),dan maisir (perjudian) sering dianggap sah, tetapi dalam akad Syariah, hal ini dihindari. Dengan demikian, akad Syariah menjaga integritas dan moralitas dalam transaksi.

Penerapan prinsip-prinsip Syariah dalam transaksi juga membantu menjaga keadilan dan memberikan manfaat yang adil bagi semua pihak yang terlibat. Dengan demikian, transaksi menjadi lebih bermakna karena dijalankan dengan penuh tanggung jawab terhadap nilai-nilai agama.

2)    Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan

Akad Syariah mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan. Dengan menghindari praktik riba dan transaksi spekulatif, ekonomi tidak mengalami distorsi yang dapat menyebabkan ketidakstabilan. Hal ini berkontribusi pada keberlanjutan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat.

Selain itu, prinsip-prinsip akad Syariah juga mendorong investasi yang produktif dan memberikan dampak positif bagi masyarakat secara keseluruhan. Investasi yang berlandaskan pada nilai-nilai Syariah memberikan keuntungan jangka panjang daripada mendekati risiko spekulatif.

3)    Memberikan Rasa Aman dan Kepercayaan dalam Transaksi Keuangan

Transparansi dan keterbukaan adalah prinsip utama dalam akad Syariah. Hal ini menciptakan rasa aman dan kepercayaan dalam setiap transaksi keuangan. Pihak-pihak yang terlibat merasa yakin bahwa informasi yang diberikan adalah jujur dan lengkap, tanpa adanya manipulasi atau penipuan.

Kepercayaan yang terbangun dalam transaksi Syariah tidak hanya menguntungkan individu atau perusahaan yang terlibat, tetapi juga menguntungkan bagi pasar secara keseluruhan. Kondisi ini menciptakan lingkungan bisnis yang stabil dan mendukung perkembangan ekonomi yang sehat.

4)    Mewujudkan Keadilan dan Kesejahteraan Bersama

Prinsip-prinsip akad Syariah, seperti berbagi risiko dan pembagian keuntungan yang adil, mewujudkan lingkungan ekonomi yang lebih adil dan kesejahteraan bersama. Tidak ada satu pihak yang merugi secara berlebihan dan semua pihak memiliki kesempatan untuk mendapatkan manfaat sesuai kontribusinya.

Akad-akad seperti musyarakah dan mudharabah menggambarkan semangat kerja sama dan saling mendukung dalam mencapai tujuan bersama. Hal ini mendorong pemberdayaan masyarakat secara ekonomi dan meningkatkan distribusi kekayaan yang lebih merata.

 

F.     Perspektif Ekonomi Syariah dalam Lembaga Keuangan

Ekonomi syariah mensyaratkan bahwa setiap transaksi keuangan harus berdasarkan transaksi pada sektor riil. Menurut prinsip dasar ini, transaksi keuangan hanya terjadi jika ada transaksi sektor riil yang perlu difasilitasi oleh transaksi keuangan.

Ekonomi syariah sangat menjunjung keadilan dan menekankan bagi hasil dan risiko antara nasabah dan pihak bank. Kegiatan transaksi keuangan hanya terkait sektor riil untuk menghindari financial bubble yang kerap terjadi pada sistem ekonomi konvensional.

Dalam Laporan Ekonomi dan Keuangan Syariah (LEKSI) 2020, Bank Indonesia memaparkan tiga peran ekonomi syariah dalam pemulihan ekonomi nasional Indonesia, di antaranya:

1.     Peran kebijakan sistem syariah sebagai bagian dari bauran kebijakan utama BI, baik moneter maupun makroprudensial. Tujuannya untuk mendukung likuiditas perbankan syariah sehingga dapat mendorong penyaluran pembiayaan syariah di Indonesia. 

2.     Menerapkan model usaha berbasis kemitraan (UMKM syariah) dan mengoptimalkan bagi hasil secara benar. Dengan begitu, peluang usaha tetap terjaga melalui dukungan ketahanan menghadapi risiko usaha.

3.     Mengoptimalkan keuangan sosial syariah, seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf

Menurut Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI, potensi ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia sangat besar. Hal ini terlihat dari perkembangan indeks inklusi keuangan yang semakin meningkat serta didukung dengan total aset keuangan syariah. Selain itu, potensi ini didukung dengan penyaluran KUR Syariah dan jumlah debitur syariah yang terus meningkat.

Beberapa peluang sebagai penghubung pengembangan ekonomi dan keuangan syariah antara lain pertumbuhan keuangan sosial melalui zakat dan wakaf, tokenisasi sukuk, digitalisasi dan pengembangan Islamic Fintech, serta regulasi keuangan syariah dan investasi berdampak (ESG).

Bahkan, menurut data yang didapatkan oleh Kemenkeu RI, saat ini Indonesia telah naik ke peringkat 4 untuk pengembangan ekonomi dan keuangan syariah setelah Malaysia, Saudi Arabia, dan Uni Emirat Arab.

Perspektif ekonomi syariah dalam lembaga keuangan syariah di Indonesia tentunya dapat melalui pendeketakan analisis-analisis dari instrument, akad-akad, prinsip-prinsip, nilai-nilai yang ada dalam ekonomi syariah yang terimplementasikan dalam lembaga keuangan syariah baik bank maupun non-bank dengan tujuan dan kemanfaatan yang mengarah kepada maqashid syariah, maslahah, keberkahan, dan falah demi kemajuan Indonesia.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Ayub, Muhammad. 2009. Understanding Islamic Finance. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Darmawan, Muhammad Iqbal Fasa. (2020). Manajemen Lembaga Keuangan Syariah. Jln Gejayan, Gg. Allamanda. Yogyakarta: Fakultas UNY Kampus UNY Karang Malang Yogyakarta

Fyrdha Faradyba Hamzah, Baharuddin Semmaila, Aryati Arfah, Arifin. (2022). Analisis Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Sub Sektor Semen Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Jurnal Mirai Management, 7(3), 397 – 404

https://nada313.com/prinsip-dasar-manajemen-keuangan-syariah/

https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/Pages/Prinsip danKonsep-PB-Syariah.aspx

Isra Hayati, Citra Utami. (2019. Penguatan Manajemen Keuangan Syariah Bagi Umkm Dengan Menggunakan Metode Door To Door Di Desa Kotasan. Prodi Manajemen Bisnis Syariah, 3(2), 2019, https://doi.org/10.32505/ihtiyath.v3i2.1783

Lailatus Sa'adah. (2020). Manajemen Keuangan. Jombang: Universitas KH. A Wahab Hasbullah

Mardiasmo. (2018). Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah: Edisi Terbaru. Yogyakarta: Andi

Nurhayati, Sri dan Wasilah. (2015). Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

Ratna dumilah. (2021). Manajemen Keuangan Teori Dan Praktik. Surabaya: Cipta Media Nusantara (CMN)

Ria, Anita. (2020). Analisis Penerapan Aplikasi Keuangan Berbasis Android pada Laporan Keuangan UMKM Mekarsari. Depok: Universitas Indrprasasti

Soemitra, Andri. 2010. Bank & Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana

Yusanto, M. I. dan M.K. Widjajakusuma. 2002.  Menggagas Bisnis Islami, Jakarta: Gema Insani Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH DALAM BISNIS KONTEMPORER

  MATERI- PENGANTAR BISNIS ISLAM Oleh: Eny Latifah, S.E.Sy.,M.Ak Perspektif Ekonomi Syariah dalam Bisnis Kontemporer   A.      Pengertian Ek...