MATERI 1 - RUANG LINGKUP MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH
Oleh:
Eny Latifah,S.E.Sy.,M.Ak.,M.Ak
A.
Ruang
Lingkup Manajemen Keuangan Syariah
Ada
beberapa hal yang sebaiknya Anda ketahui tentang manajemen keuangan Syariah.
Yang pertama adalah aktivitas perolehan dana. Hal tersebut berarti bahwa setiap
hal yang dilakukan sebagai upaya dalam rangka memperoleh harta semestinya
memperhatikan cara cara yang sesuai dengan Syariah seperti mudharabah,
musyarokah, murabahah, salam, istishna, ijarah dan lain-lain.
Yang
kedua yaitu aktivitas perolehan aktivitas. Poin ini maksudnya dalam hal ingin
menginvestasikan uang juga harus memperhatikan prinsip-prinsip “uang sebagi
alat tukar bukan sebagi komoditi yang diperdagangkan”, dapat dilakukan secara
langsung atau melalui lembaga intermediasi seperti bank Syariah dan reksadana
Syariah. (QS.Al-Baqarah: 275)
Selanjutnya
adalah tentang aktivitas penggunaan dana. Penjelasannya adalah bahwa harta yang
di peroleh digunakan untuk hal-hal yang tidak di larang seperti membeli barang
konsumtif dan sebagainya. Digunakan untuk hal-hal yang di anjurkan seperti
infaq, waqaf, shadaqah. Di gunakan untuk hal-hal yang di wajibkan seperti
zakat. (QS.Al- Dzariyat: 19 dan QS. Al-Baqarah: 254)
Ruang
lingkup manajemen keuangan syari'ah sangat luas, mencakup berbagai
aktivitas seperti perolehan dana, investasi, dan penggunaan dana. Dalam
aktivitas perolehan dana, prinsip- prinsip seperti mudharabah, musyarakah,
murabahah, salam, istishna, ijarah, sharf, dan lain-lain harus diperhatikan.
Ruang
lingkup manajemen lembaga keuangan syariah dapat dilihat dari 2 (dua) segi
yaitu dari aktivitasnya dan lembaganya:
1)
Dari segi aktivitasnya,
meliputi:
Aktivitas perolehan dana. Setiap usaha dalam
mendapatkan harta harus memperhatikan cara yang sesuai dengan prinsip syariah
misalkan murabahah, istisna, musyarakah, ijarah, dan lain-lain.
Aktivitas perolehan aktivitas. Ketika ingin
menginvestasikan uang harus memperhatikan prinsip uang adalah alat tukar bukan
komoditas yang bisa langsung atau diintermediasi seperti reksadana syariah dan
bank syariah;
Aktivitas penggunaan dana. Harta yang didapatkan
digunakan untuk hal yang tidak dilarang seperti membeli barang konsumtif, dsb,
melainkan digunakan untuk hal yang positif seperti wakaf, infak, dan sedekah.
2)
Dari sisi lembaga,
meliputi:
a)
Lembaga keuangan bank
Merupakan
lembaga yang memberikan jasa keuangan lengkap, dibina, dan diawasi oleh Bank
Indonesia serta dibina sesuai prinsip syariah oleh Dewan Syariah MUI, lembaga
keuangan bank dibagi menjadi 2 yakni:
1. Bank umum syariah, yang kegiatannya memberikan
jasa lalu lintas pembayaran;
2. Bank pembiayaan rakyat syariah
Berguna sebagai pelaksana fungsi bank umum di
tingkat regional berdasar prinsip syaria dan umumnya menangani di kecamatan dan
pedesaan.
b)
Lembaga keuangan non bank
Merupakan
lembaga keuangan yang banyak jenisnya dan diawasi pelaksanaan prinsip
syariahnya oleh Dewan Syariah Naional MUI. Berikut pembagiannya:
i.
Pasar modal, merupakan
tempat transaksi pencari dana dan penanam modal, yang diperjualbelikan adalah
efek seperti obligasi dan saham. Pasar modal meliputi brpoken, guarantor,
custodian, underwriter, dan jasa penunjang. Pasar modal syariah diresmikan pada
14 Maret 2003 dan diawasi oleh Bapepam-LK.
ii.
Pasar uang, hadir melalui
kebijakan operasional moneter syariah dengan instrument seperti Pasar Uang
Antarbank Syaria, Sertifikat Bank Indonesia Syariah, dan lain-lain.
iii.
Asuransi, merupakan usaha
saling membantu dan menolong melalui investasi dalam bentuk tabarru dan aset
yang memberikan pengembalian untu menghadapi risiko melalui akad syariah.
iv.
Dana pensiun, adala
kegiatan mengelola pensiunan dari pemberi kerja yang dihimpun dananya dengan
iuran potongan gaji.
v.
Modal ventura, adalah
pembiayaan perusahaan dengan risiko tinggi yang usahanya lebih banyak
memberikan pembiayaan tanpa jaminan yang umumnya tidak dilayani oleh lembaga
keuangan lainnya.
B. Manajemen Lembaga Keuangan Syariah
Pada
zaman Rasulullah SAW, manajemen keuangan sudah ada dan beliaulah yang pertama
kali memperkenalkan konsep baru ini ke umatnya dan juga ke kepala negara dari
berbagai negara. Semua penghimpunan kekayaan negara harus dikumpulkan terlebih
dahulu dan kemudian dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan negara.
Sumber
APBN terdiri dari kharaj, zakat, khumus, jizyah, dan lainnya seperti kaffarah
dan harta waris. Konon, tempat pengumpulan dana itu disebut bait al mal yang di
masa Nabi SAW terletak di Masjid Nabawi. Pemasukan negara yang sangat sedikit
di simpan di lembaga ini dalam jangka waktu yang pendek untuk selanjutnya
didistribusikan seluruhnya kepada masyarakat luas. Dana tersebut dialokasikan
untuk penyebaran ajaran islam, pendidikan dan juga kebudayaan. Namun penerimaan
negara secara keseluruhan tidak tercatat secara sempurna karena beberapa alasan
seperti minimnya jumlah orang yang membaca, menulis dan mengenal aritmatika
sederhana. Jadi bahwasanya pada zaman nabi pun sudah ada cara manajemen
keuangan Syariah.
Manajemen
berasal dari bahasa Prancis yang berarti seni mengatur dan melaksanakan.
manajemen berarti sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian,
pengoordinasian dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara
efektif dan efisien. Sedangkan secara luas, manajemen berarti sebuah proses
perencanaan, pengorganisasian, pengoordinasian dan pengontrolan sumber daya untuk
mencapai sasaran atau tujuan secara efektif dan efisien.
Manajemen
dalam bahasa Arab disebut dengan istilah "idarah." Kata
"idarah" diambil dari perkataan "adartasy-syai" atau
"adarta bihi," dan juga dapat didasarkan pada kata
"ad-dauran." Pengamat bahasa cenderung mengambil kata "adarta
bihi" sebagai acuan. Oleh karena itu, dalam
Elias
Modern Dictionary English Arabic, kata "management" sepadan dengan
kata "tabdir," "idarah," "siyasah," dan
"qiyadah" dalam bahasa Arab. Dalam Al-Quran, tema-tema tersebut hanya
ditemui dalam tema tabdir dan derivasinya. Tabdir adalah bentuk masdar dari
kata kerja "dabbara," "yudabbiru," dan
"tabdiran." Dalam konteks ini, tabdir merujuk pada penertiban,
pengaturan, pengurusan, perencanaan, dan persiapan. Beberapa pengamat
mengartikannya sebagai alat untuk merealisasikan tujuan umum. Oleh karena itu,
menurut pandangan mereka, idarah adalah aktivitas khusus yang melibatkan
kepemimpinan, pengarahan, pengembangan personal, perencanaan, dan pengawasan
terhadap pekerjaan yang berkaitan dengan unsur-unsur pokok dalam suatu proyek.
Tujuannya
adalah mencapai hasil yang ditargetkan dengan cara yang efektif dan efisien.
Manajemen
Syari'ah adalah pendekatan manajerial dalam keuangan yang bertujuan mencapai
tujuan dengan mematuhi prinsip-prinsip syari'ah. Istilah "manajemen"
sendiri berasal dari bahasa Perancis Kuno, yaitu "management," yang
merujuk pada seni pelaksanaan dan pengaturan. Secara umum, manajemen
didefinisikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian,
dan pengendalian sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efisien.
Dalam konteks manajemen keuangan, Najmudin menjelaskan bahwa ini melibatkan
seluruh keputusan dan aktivitas terkait dengan upaya memperoleh dan
mengalokasikan dana dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas.
Manajemen Keuangan Syari'ah, di sisi lain, adalah segala aktivitas yang
melibatkan perolehan dan alokasi dana, namun dalam konteks prinsip-prinsip
manajemen dan prinsip syari'ah. Dalam teori Manajemen Syari'ah, manajemen
memiliki dua dimensi: sebagai ilmu dan sebagai rangkaian aktivitas perencanaan,
pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengendalian sumber daya entitas
bisnis. Manajemen Keuangan Syari'ah adalah bagian dari ini dan mencakup
perencanaan, analisis, dan pengendalian terkait dengan aspek keuangan yang
mempertimbangkan prinsip-prinsip syari'ah. Dengan kata lain, ini adalah proses
merencanakan, mengorganisir, mengkoordinasikan, dan mengendalikan dana dengan
tujuan mencapai sasaran sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam (syari'ah).
Manajemen
keuangan Syariah adalah sebuah kegiatan manajerial keuangan untuk mencapai
tujuan dengan memperhatikan kesesuaiannya pada prinsip prinsip Syariah dalam
agama Islam.
C.
Prinsip-prinsip
Manajemen Keuangan Syariah
Prinsip Manajemen
Keuangan Syari’ah yang Diajarkan Al-Quran mencakup nilai-nilai dasar yang
diajarkan dalam Al-Quran. Ini melibatkan perdagangan yang didasari oleh
kesepakatan saling ridha dan kesukaan di antara pihak-pihak yang terlibat,
menghindari pelanggaran terhadap prinsip keadilan dalam segala aspek
perdagangan, serta mendorong kasih sayang, kerjasama, dan persaudaraan
universal. Selain itu, prinsip ini mengharamkan investasi dalam usaha yang
merusak moral dan mental, serta memastikan bahwa produk yang diperdagangkan
adalah halal dan baik. Larangan riba, praktik gharar, tadlis, dan maysir juga
merupakan bagian integral dari prinsipprinsip ini, serta menekankan pentingnya
menjalankan ibadah dan mengingat Allah dalam setiap aktivitas perdagangan.
Prinsip-prinsip
Sistem Manajemen Keuangan Syari’ah menciptakan kerangka dasar yang mengatur
aspek ekonomi, sosial, politik, dan budaya masyarakat Islam. Sistem ini
didasarkan pada prinsip dasar yang melarang riba dan mengakui uang sebagai
"modal potensial" yang hanya menjadi modal sebenarnya ketika
digabungkan dengan sumber daya lain untuk aktivitas produktif. Prinsip-prinsip
ini juga mendorong berbagi risiko antara penyedia dana dan pengusaha, melarang
perilaku spekulatif, menekankan kesucian kontrak dan pengungkapan informasi,
serta hanya mengizinkan aktivitas yang sesuai syariat untuk investasi. Prinsip
terakhir adalah keadilan sosial, di mana setiap transaksi yang mengarah pada
ketidakadilan dan eksploitasi dilarang demi mewujudkan masyarakat yang lebih
adil.
D. Lembaga Keuangan Perbankan Syariah
1.
Pengertian Bank Syariah
Berdasarkan UU No 21 Tahun 2008
Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip
Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah.
Bank Umum Syariah adalah bank
syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Unit Usaha Syariah, yang
selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum
Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di
kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor
induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/ atau unit syariah.
2.
Sejarah Bank Syariah di
Indonesia
Berdasarkan sumber dari Bank
Indonesia, pengembangan perbankan syariah secara internasional dimulai pada
1890, yaitu keberadaan The Barclays Bank yang membuka cabang di Kairo Mesir dan
pertama kali mendapat kritik tentang bunga bank. Pada 1900-1930 mulai tersebar
adanya pemahaman bahwa bunga bank adalah riba. Pada 1930-1950, pertama kalinya
ekonomi Islam memberikan alternatif aktivitas partnership yang sesuai dengan
syariah.
Deregulasi perbankan dimulai
sejak tahun 1983. Pada tahun tersebut, Bank Indonesia memberikan keleluasaan
kepada bank-bank untuk menetapkan suku bunga. Pemerintah berharap dengan
kebijakan deregulasi perbankan maka akan tercipta kondisi dunia perbankan yang
lebih efisien dan kuat dalam menopang perekonomian. Pada 1983 tersebut
pemerintah Indonesia pernah berencana menerapkan “sistem bagi hasil” dalam
perkreditan yang merupakan konsep dari perbankan syariah.
Secara intensif, berbagai upaya
pendirian Bank Islam di Indonesia dimulai sejak 1988, yaitu pada saat
pemerintah mengeluarkan paket kebijakan oktober (PAKTO), yang mengatur tentang
deregulasi yang mengatur ten tang deregulasi industri perbankan di
Indonesia. Para ulama saat itu telah berusaha untuk mendirikan bank yang bebas
bunga, tetapi tidak ada satu pun perangkat hukum yang dapat dirujuk kecuali
adanya penafsiran dari peraturan perundang-undangan yang ada bahwa perbankan
dapat saja menetapkan bunga sebesar 0%. Inisiatif pendirian Bank Islam
Indonesia dimulai pada 1980 melalui diskusi-diskusi bertemakan bank Islam
sebagai pilar ekonomi Islam.
Sebagai uji coba, gagasan perbankan
Islam dipraktikkan dalam skala yang relatif terbatas di antaranya di Bandung
(Bait At-Tamwil Salman ITB) dan di Jakarta (Koperasi Ridho Gusti). Pada 1990,
Majelis Ulama Indonesia (MUI) membentuk kelompok kerja untuk mendirikan Bank
Islam di Indonesia.
Pada tanggal 18-20 Agustus 1990,
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan
perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut kemudian
dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI di Jakarta 22-25 Agustus
1990, yang menghasilkan amanat bagi pembentukan kelompok kerja pendirian bank
Islam di Indonesia. Kelompok kerja dimaksud disebut Tim Perbankan MUI dengan
diberi tugas untuk melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak
yang terkait.
Sebagai hasil kerja Tim Perbankan
MUI tersebut berdirilah bank syariah pertama di Indonesia yaitu PT Bank
Muamalat Indonesia (BMI), yang sesuai akte pendiriannya, berdiri pada 1
November 1991. Sejak 1 Mei 1992, BMI resmi beroperasi dengan modal
awal sebesar Rp106.126.382.000,-
3.
Akad dan
Produk Bank Syariah
Secara garis besar, pengembangan produk Bank Umum
Syariah dikelompokkan menjadi tiga kelompok:
a)
Produk
Penghimpunan Dana
Produk penghimpunan dana pada bank syariah
meliputi:
i.
Giro adalah Simpanan
berdasarkan Akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prin -
sip Syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan
cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan perintah
pemindahbukuan.
ii.
Tabungan adalah simpanan
berdasarkan akad wadi’ah atau investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau
akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah yang penarikannya
hanya dapat dilakukan menurut syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati,
tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang
dipersamakan dengan itu.
iii.
Deposito adalah investasi
dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
berdasarkan akad antara Nasabah Penyimpan dan Bank Syariah dan/atau UUS.
Akad yang
diterapkan dalam bank syariah pada produk penghimpunan dana adalah:
(a)
Akad Wadi’ah
Akad wadi’ah yang diterapkan biasanya adalah
wadi’ah yad dhamanah. Wadi’ah dhamanah berbeda dengan wadi’ah amanah. Dalam
wadi’ah amanah, pada prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh
pihak yang dititipkan dengan alasan apa pun juga, akan tetapi pihak yang
dititipkan boleh mengenakan biaya administrasi kepada pihak yang menitipkan.
Pada wadi’ah yad dhamannah pihak yang ditipkan (bank) bertanggung jawab atas
keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.
Pihak bank boleh memberikan sedikit keuntungan yang didapat kepada nasabahnya
dengan besaran berdasarkan kebijaksanaan pihak bank.
Dalam dunia perbankan prinsip wadi’ah yad-dhamanah
biasa diterapkan untuk produk giro serta tabungan, karena produk giro dalam
bank tidak menjanjikan adanya bagi hasil kepada nasabah di awal, namun bank
diperkenankan untuk memberikan bonus kepada nasabah yang besarnya tidak
ditentukan di awal, tergantung kepada kebijaksanaan dan keputusan dari bank
dalam menentukan besaran bonusnya. Nasabah dalam hal ini bertindak sebagai yang
meminjamkan uang dan bank bertindak sebagai yang dipinjami. Sedangkan Wadi’ah
Yad Al-Amannah Dalam perbankan bisa diterapkan untuk produk Rahn (Gadai) dan
Safe Deposit Box.
(b)
Akad Mudharabah
Dalam prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan
bertindak sebagai pemilik modal sedangkan bank bertindak sebagai pengelola.
Dana yang tersimpan kemudian oleh bank digunakan untuk melakukan pembiayaan.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak
penyimpan, maka prinsip mudharabah secara garis besar dibagi menjadi 2 (dua),
yaitu:
(1)
Mudharabah mutlaqah: prinsipnya
dapat berupa tabungan dan deposito, sehingga ada dua jenis yaitu tabungan
mudharabah dan deposito mudharabah. Tidak ada pembatasan bagi bank untuk
menggunakan dana yang telah terhimpun.
(2)
Mudharabah muqayyadah
adalah kebalikan dari Mudharabah muthlaqah. Mudharib dalam yang kedua ini
dibatasi oleh batasan jenis usaha, waktu atau tempat usaha. Misalkan nasabah
menginginkan dana yang ditaruh dan digunakan untuk berinvestasi atau
dimanfaatkan untuk jenis usaha agrobisnis.
b)
Produk
Pembiayaan
Penyaluran dana pada Bank Syariah dinamakan dengan
pembiayaan bukan kredit.
(1)
Prinsip Bagi Hasil
(Syirkah) Dalam prinsip bagi hasil terdapat empat (4) macam akad yang dapat
diterapkan pada bank syariah, yaitu:
1)
Al-Musyarakah
Al-Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua
pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan risiko akan ditanggung sesuai dengan kesepakatan. Landasan
syariah pembiayaan musyarakah adalah Fatwa DSN MUI No. 08/DSN-MUI/ IV/2000
tentang pembiayaan Al-Musyarakah.
Jenis-Jenis
Musyarakah
i.
Syirkah al-‘Inan
Syirkah
al-‘inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak
memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja.
Kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati
di antara mereka. Akan tetapi, porsi masing-masing pihak, baik dalam dana
maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik sesuai dengan
kesepakatan mereka. Mayoritas ulama membolehkan jenis Al-Musyarakah ini.
ii.
Syirkah Mufawadhah
Syirkah
mufawadah adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih. Setiap
pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam
kerja. Setiap pihak membagi ke untungan dan kerugian secara sama. Dengan dem
ikian, syarat utama dari jenis Al-Musyarakah
ini adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggung jawab, dan beban
utang dibagi oleh masing-masing pihak.
iii.
Syirkah A’maal
Al-Musyarakah
ini
adalah kontrak kerja sama dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara
bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu. Misalnya, kerja sama dua
orang arsitek untuk menggarap sebuah proyek, atau kerja sama dua orang penjahit
untuk menerima order pembuatan seragam sebuah kantor. Al-Musyarakah ini kadang-kadang disebut Musyarakah abdan atau sanaa’i.
iv.
Syirkah Wujuh
Syirkah
wujuh adalah kontrak dua orang atau le bih yang memiliki reputasi
dan prestise baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit
dari suatu perusahaan dan men-jual barang tersebut secara tunai. Mereka berbagi
dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang
disediakan oleh tiap mitra. Jenis Al-Musyarakah
ini tidak memiliki memerlukan modal karena pemb elian secara kredit
berdasarkan pada ja minan tersebut. Oleh karenanya, kontrak ini pun lazim
disebut sebagai Musyarakah Piutang.
2)
Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti
memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini leb ih tepatnya
adalah proses seseorang memulakan kakinya dalam menjalankan usaha. Sedangkan
secara istilah diartikan sebagai kerja sama antara dua pihak atau lebih, di
mana salah satu pihak sebagai shahibul maal (pemilik modal) yang dalam
pembiayaan adalah bank, dan pihak yang lain sebagai mu dharib (pengelola) dalam
hal ini adalah nasabah. Landasan syariah pembiayaan mudharabah adalah Fatwa DSN
MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Al-Mudharabah (Qiradh) dan Q.S.
Al-Muzammil: 20, yaitu:“.... dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi
mencari sebagian karunia Allah SWT ...”
Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis,
mu dharabah muthlaqah dan mudharabah muqyaddah.
a.
Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah Muthlaqah adalah bentuk kerja sama
antara Shahibul maal dan mudharib yang cakupan nya sangat luas dan tidak
dibatasi oleh spe sifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam
pembahasan fiqh ulama salafus saleh sering kali dicontohkan dengan ungkapan
if’al ma syi’ta (lakukan sesukamu) dari shahibul maal ke mudharib yang memberi
kekuasaan sangat besar.
b.
Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah Muqayyadah atau disebut juga dengan
istilah restricted mudharabah/specified mudharabah adalah kebalikan dari
mudharabah muthlaqah. Mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau
tempat usaha. Adanya pembatasan ini sering kali mencerminkan kecenderungan umum
shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha.
3)
Akad Al-Muzara’ah
Menurut etimologi Muzara’ah adalah wazan “Mu fa’alatun” dari kata “Az-zar’a” yang artinya menumbuhkan.
Al-Muzara’ah memiliki arti Tharhal-zur’ah
yang berati melempar tanaman, maksudnya adalah modal. Sedangkan menurut istilah
ulama Malikiyah “Mu zara’ah, yaitu
dari pengongsian dalam bercocok tanam”, menurut ulama Hanabilah “Muzara’ah,
yaitu menyerahkan tanah kepada orang yang akan bercocok tanam atau
mengelolanya, sedangkan hasil tanama nnya tersebut dibagi antara keduanya”, dan
menurut ulama Syafi’i “Muzara’ah,
yaitu mengerjakan tanah orang lain seperti sawah atau ladang dengan imbalan
sebagai hasilnya, sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya ditanggung pemilik
tanah.” Al-Muzara’ah ialah kerja sama
pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, di mana pemilik lahan
memberikan lahan pertanian kepada penggarap untuk ditanami dan dipelihara de
ngan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen. Al-Muzara’ah sering kali diidentikkan
dengan mu khabarah. Di antara
keduanya terdapat sedikit perbedaan, yaitu: Muzara’ah:
benih dari pemilik lahan sedangkan Mukhabarah:
benih dari penggarap.
Kerja sama semacam ini rata-rata berlaku dalam
tanaman yang harga benihnya murah seperti: padi, gandum, jagung, kacang tanah,
dan sebagainya. Muzara’ah sangat
dianjurkan oleh agama asal tidak menimbulkan perselisihan ataupun tipuan di
waktu panen.
Landasan syariah diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa
Rasulullah SAW pernah memberikan tanah Khai bar kepada penduduknya (waktu itu
mereka masih Yahudi) untuk digarap dengan imbalan pembagian hasil buah-buahan
dan tanaman. Diriwayatkan oleh Bukhari dari Jabir yang mengatakan bahwa bangsa
Arab senantiasa mengolah tanahnya secara mu
zara’ah dengan rasio bagi hasil 1/3 : 2/3, 1/4 : 3/4, 1/2 : 1/2.
4)
Akad Mutsaqah
Mutsaqah berasal dari kata as saqa. Diberi nama ini karena
pepohonan penduduk Hijaz amat membutuhkan saqi
(penyiraman ini dari sumur-sumur). Oleh karena itu, diberi nama Mustaqah (penyiraman/pengairan). Menurut
istilah Mutsaqah adalah penyerahan
pohon tertentu pada orang yang menyiramnya, bila sampai buah pohon masak dia
akan diberikan imbalan buah dalam jumlah tertentu.
Menurut ahli fikih adalah menyerahkan pohon yang
telah atau belum ditanam dengan sebidang tanah, kepada seseorang yang menanam
dan merawatnya di tanah tersebut. Lalu pekerja mendapatkan bagian yang telah
disepakati dari buah yang dihasilkan, sedangkan sisanya adalah untuk
pemiliknya.
Mutsaqah adalah
pemilik kebun yang memberikan kebunnya kepada tukang kebun agar dipeliharanya,
dan penghasilan yang didapat dari kebun itu dibagi antara keduanya, menurut
perjanjian ked uanya di waktu akad.
Secara teori akad muzaraah dan mustaqah merupakan bagian dari akad bagi hasil di bank
syariah, namun kedua akad ini masih sulit diterapkan di perbankan. Mengingat
lembaga tersebut merupakan lemba ga intermediasi yang mengelola uang bukan
barang.
(2)
Prinsip
Jual-beli (Ba’i)
Jual-beli dilaksanakan karena adanya pemindahan
kepemilikan barang. Keuntungan bank disebutkan di depan termasuk dengan harga
jualnya. Landasan syariah akad jual-beli adalah Surat An-Nisa ayat 29:“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan (jual-beli) yang berlaku
dengan suka sama suka di antara kamu.”
Terdapat tiga (3) jenis jual-beli dalam pembiayaan
di bank syariah, yaitu:
1)
Ba’i
Al Murabahah
Jual-beli dengan harga asal ditambah keuntungan
yang disepakati antara pihak bank dengan nasabah, dalam hal ini bank
menyebutkan harga barang kepa da nasabah yang kemudian bank memberikan laba
dalam jumlah tertentu sesuai dengan kesepakatan. Landasan selanjutnya, yaitu
Fatwa DSN No. 04/ DSN-MUI/IV/2000 tanggal 1 April 2000 yang in tinya me
nyatakan bahwa dalam rangka memban tu masyarakat guna melangsungkan dan
meningkatkan ke sejahteraan dan berbagai kegiatan bank syariah per lu memiliki
fasilitas murabahah bagi yang
memerlukannya, yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya
kepada pem ba yarnya dengan yang lebih sebagai laba.
2)
Ba’i
Assalam
Salam adalah akad pembiayaan untuk pengadaan suatu
barang dengan cara pemesanan dan pembay aran harga lebih dahulu dengan
syarat-syarat tertentu yang disepakati para pihak. Salam diatur da lam Fatwa
DSN No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual-beli salam.
3)
Ba’i
Al-Istisna’
Istishna
didefinisikan akad pembiayaan untuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan
kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni) dan penjual (pembuat, sha ni) dengan harga yang disepakati
para pihak. Skim istisna’ dalam bank
syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi. Dalam
pelaksanaannya istisna’ dapat
dilakukan dengan dua macam cara, yaitu pihak produsen ditentukan oleh bank,
atau pihak produsen ditentukan oleh nasabah.
(3)
Prinsip
Sewa (Ijarah)
Ijarah adalah
transaksi sewa menyewa atas suatu barang atau upah mengupah atas suatu jasa
dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa. Ijarah jugadiinterpretasikan sebagai
suatu akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah
sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas barang itu sendiri. Landasan syariahnya
adalah Q.S. Al-Baqarah: 233: “ Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang
lain maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang
patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa allah mengetahui apa yang
kamu perbuat”.
Di samping itu, mengenai produk bank berupa ijarah ini juga telah diatur dalam Fatwa
DSN No. 09/DSN-MUI/ IV/2000, tanggal 13 April 2000 yang menyatakan bahwa ke
butuhan masyarakat adalah untuk memperoleh manfaat.
Pada bank syariah akad ijarah biasanya
dimodifikasi menjadi akad ijarah
muntahiya bit-tamlik, mengingat bank adalah lembaga intermediasi yang hanya
menyediakan dana bukan barang/komoditas. Ijarah
Muthahia Bit-Tamlik (IMBT) adalah sejenis perpaduan antara kontrak
jual-beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan
kepemilikan barang di tangan penyewa. Sifat pemindahan kepemilikan ini pula
yang membedakan dengan ijarah biasa.
Al-Bai wal Ijarah
Muntahia Bit-Tamlik (IMBT) merupakan rangkaian dua buah akad, yakni akad al-bai dan akad ijarah muntahia bit-tamlik (IMBT). Al-bai merupakan akad jual-beli,
sedangkan IMBT merupakan kombinasi antara sewa-menyewa (ijarah) dan jual-beli atau hibah di akhir masa sewa.
Dalam IMBT, pemindahan hak milik barang terjadi
dengan salah satu dari dua cara berikut ini:
1.
Pihak yang menyewa
berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
2.
Pihak yang menyewakan
berjanji akan meghibahkan barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
Pilihan untuk menjual barang di akhir masa sewa
(alternatif 1) biasanya diambil bila kemampuan finansial penyewa untuk membayar
sewa relatif kecil. Oleh karena sewa yang dibayarkan relatif kecil, akumulasi
nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir perio de sewa belum mencakupi
harga beli barang tersebut dan margin laba yang ditetapkan oleh bank.
Pilihan untuk menghibahkan barang di akhir masa
sewa (alternatif 2) biasanya diambil bila kemampuan finansial penyewa untuk
membayar sewa relatif lebih besar. Oleh karena sewa sudah mencukupi untuk
menutup harga beli barang dan marjin laba yang ditetapkan oleh bank.
c)
Produk
Jasa
Selain dapat melakukan kegiatan menghimpun dan
menyalurkan dana, bank juga dapat memberikan jasa kepada nasabah dengan
mendapatkan imbalan berupa sewa atau keuntungan, jasa tersebut antara lain:
1.
Sharf (Jual-Beli Valuta Asing)
Secara bahasa berarti “penambahan, penukaran, peng
hindaran atau transaksi jual-beli”. Dalam terminologi fikih, ulama
mendefinisikan sharf sebagai
“Transaksi jual-beli mata uang (valuta asing) atau memperjualbelikan uang
dengan uang, baik sejenis maupun tidak sejenis”.
Pada prinsip syariahnya, perdagangan valuta asing
dapat dianalogikan dan dikategorikan dengan pertukaran antara perak dan emas.
Emas dan perak sebagai mata uang tidak boleh ditukarkan dengan sejenisnya
misalnya rupiah dengan rupiah atau US Dollar (USD) kepada dolar kecua li sama
jumlahnya. Landasan hukumnya adalah Q.S. Al-Baqarah: 275: “orang-orang yang
makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang
yang kemasukan setan antaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat) sesungguhnya
jual-beli itu sama dengan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari tuhannya lalu terus berhenti (dari mengambil riba) maka baginya
apa yang bag inya apa yang diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba) maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”. Bentuk
transaksi penukaran valuta asing yang biasa dilakukan oleh bank yaitu ada
transaksi berjangka/ tunggal (forward
transaction), yang pada prinsipnya adalah transaksi sejumlah mata uang
tertentu dengan sejumlah mata uang lainnya dengan penyerahan pada waktu yang
akan datang dan Transaksi Swap (Swap
Transaction) kombinasi antara penjual dan pembeli untuk dua mata uang
secara tunai yang diikuti membeli dan menjual mata uang yang sama secara tunai
dan tunggak secara simultan dan waktu yang berbeda. Akan tetapi, yang biasa
dilakukan oleh bank syariah adalah transaksi tunai (Spot Transact ion). Prinsip ini dipraktikkan pada bank syariah yang
memiliki izin untuk melakukan valuta asing. Sehingga dapat dipahami
bahwa transaksi tunai (spot transaction),
yaitu transaksi pembelian dan penjualan va luta asing untuk penyerahan pada
saat itu (over the counter).
2.
Ijarah
(Sewa)
Kegiatan ijarah ini adalah menyewakan simpanan (safe deposit box) dan jasa tata-laksana
administrasi dokumen (custodian),
dalam hal ini bank mendapatkan imbalan sewa dari jasa tersebut. Ijarah pada
sewa sama maknanya dengan ijarah pada produk pembiayaan.
3.
Wakalah
Wakalah atau wikalah berarti penyerahan,
pendelegasian, atau pemberian mandat. Dalam bahasa Arab dipahami sebagai at tafwid. Akan tetapi yang dimaksud
sebagai wakalah karena manusia
membutuhkannya. Tidak sem ua orang mempunyai kemampuan atau kesempatan untuk
menyelesaikan segala urusannya sendiri. Pada suatu waktu, seseorang perlu
mendelegasikan sesuatu pekerjaan kepada orang lain untuk mewakili dirinya. Lan
dasan hukumnya adalah Q.S. AlKahfi, 19: ”Dan demikianlah Kami bangunkan mereka
agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang
di antara mereka: Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini?).” Mereka menjawab:
“Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari.” Berkata (yang lain lagi):
“Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka
suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang
perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka
hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut
dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorang pun.”
Dalam aplikasi perbankan praktik wakalah dapat kita temui pada transaksi
yang berhubungan dengan masalah penagihan maupun pembayaran, antara lain:
a.
Kliring
Yaitu proses penagihan warkat-warkat bank yang
dilakukan oleh bank-bank di dalam suatu wilayah kliring tertentu untuk
penyelesaian transaksi antarnasabah mereka.
b.
Inkaso
Yaitu proses penagihan warkat-warkat bank yang
dilakukan oleh bank-bank yang berada diluar wilayah kliring untuk penyelesaian
transaksi antarnasabah mereka.
c.
Transfer
Yaitu transaksi kiriman uang antarbank baik dalam
negeri maupun luar negeri untuk kepentingan nasabah maupun pihak bank sendiri.
d.
Commercial
documentary collection
Yaitu transaksi yang berkaitan dengan jasa
penagihan atas dokumen-dokumen ekspor impor sehubungan dengan pembukaan letter of credit impor oleh nasabah
suatu bank.
e.
Financial
documentary collection
Adalah jasa penagihan yang diberikan bank kepada
nasabah atas warkat-warkat yang tertarik di bank lain untuk kepentingan
nasabah.
f.
Kafalah
Kafalah merupakan
jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil)
kepada pihak ketiga dalam rangka memenuhi kewajiban yang ditanggung (makful ‘anhu) apabila pihak yang
ditanggung cidera janji atau wanprestasi.
Secara teknis dapat dikatakan bahwa pihak bank dalam hal ini memberikan jaminan
kepada nasa bahnya sehubungan dengan kontrak kerja/perjanjian yang telah
disepakati antara nasabah dengan pihak ketiga. Landasan hukumnya adalah Q.S.
Yusuf: 72: “Penyeru-penyeru itu berkata: “Kami kehilangan piala raja, dan siapa
yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta,
dan aku menjamin terhadapnya.”
Jenis-Jenis
Kafalah
1.
Kafalah
bin Nafis merupakan akad memberikan jaminan atas diri (personal guaranted).
2.
Kafalah
bil Maal merupakan jaminan pembayaran barang atau pelunasan utang.
3.
Kafalah
bit Taslim merupakan jenis kafalah ini biasa dilakukan untuk menjamin pengembalian atas barang
yang disewa, pada waktu masa sewa berakhir.
4.
Kafalah
al- Munjazah merupakan jaminan mutlak yang tidak dibatasi oleh
jangka waktu dan untuk kepentingan/tujuan tertentu.
5.
Kafalah
al-Muallaqah merupakan penyederhana an dari kafalah al-munjazah, baik oleh industri
perbankan maupun asuransi.
Fasilitas yang dapat diberikan sehubungan dengan
penerapa n prinsip kafalah tersebut
adalah fasilitas bank garansi dan fasilitas letter
of credit. Pihak bank sebagai lembaga yang memberikan jaminan ini, juga
akan memperoleh manfaat berupa peningkatan pendapatan atas upah yang mereka
terima sebagai imbalan atas jasa yang diberikan, sehingga akan memberikan
kontribusi terhadap perolehan pendapatan mereka.
g.
Akad Qardh
Qardh secara
bahasa berarti “potongan”. Dikatakan demikian karena uang yang diutangkan akan
memotong sebagian hartanya. Menurut terminologi, istilah qardh berarti harta yang dipinjamkan seseorang kepada orang lain
untuk dikembalikan setelah memiliki kemampuan. Utang merupakan bentuk pinjaman
kebaikan yang akan dikembalikan meskipun tanpa imbalan, kecuali mengharapkan
ridha dari Allah. Landasan hukumnya adalah Q.S. Al-Hadid: 11. “Siapakah yang
mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Allah akan melipatgandakan
(balasan) pinjaman itu untuknya dan dia akan memperoleh pahala yang
banyak”. Pada bank syariah jasa qard biasanya ditujukan untuk misi
sosial, karena bentuknya merupakan pinjaman dana kepada nasabah, maka pihak
bank dilarang meng ambil keuntungan dengan meminta kelebihan dana pada
pengembalian dana pinjaman.
Akad dan produk yang ditawarkan pada Bank Umum
Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah pada dasarnya sama, namun yang
membedakan adalah pada produk penghimpunan dana di BPRS tidak terdapat penghimpunan
dana melalui giro, dan pada BPRS tidak terdapat produk jasa serta wilayah
cakupan BPRS yang hanya di wilayah tertentu saja.
E.
Lembaga
Keuangan Non-Bank Syariah
Lembaga
Keuangan Syariah Non Bank adalah lembaga keuangan syari’ah dalam dunia keuangan
bertindak selaku lembaga yang menyediakan jasa keuangan bagi nasabahnya
berdasarkan prinsip-prinsip syariah, dimana pada umumnya lembaga ini diatur
oleh regulasi keuangan dari pemerintah.
Lembaga
Keuangan Syariah Non Bank tidak diperkenankan melakukan kegiatan menarik dana
langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan. Dilihat dari fungsinya bahwa
lembaga keuangan bank merupakan lembaga intermediasi keuangan, sedangkan
lembaga nonbank merupakan tidak termasuk dalam kategori lembaga intermediasi
keuangan dimaksud.
Berdasarkan
pembagian tersebut, Yang termasuk lembaga keuangan syariah non-bank yaitu:
1.
Lembaga Asuransi Syariah
Asuransi syariah (ta’min, takaful, atau tadhamun)
adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah
orang/pihak melalui dana investasi dalam bentuk aset atau tabarru‟ yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad
(perikatan) yang sesuai dengan syariah.
2.
Lembaga Pasar Modal
Syariah
Pasar modal syariah adalah kegiatan dalam pasar
modal sebagaiana yang diatur dalam UUPM yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah. Pasar modal syariah merupakansuatu sistem yang tidak terpisahakan dari
sistem pasar modal secara keseluruhan. Terdapat karakteristik khusus pasar
modal syariah, yaitu bahwa produk dan mekanisme transaksi tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip syariah.
3.
Lembaga Pegadaian Syariah
Pengertian gadai dalam islam disebut rahn, yaitu
perjanjian menahan sesuatu barang sebagai tanggungan utang. Kata rahn menurut
bahasa berarti”tetap” , “berlangsung” dan “menahan” sedangkan menurut istilah
berarti menjadikan sesuatu benda bernilai menurut pandangan syara’ sebagai
tanggungan utang. Untuk penjelasan lebih jelas mengenai Pegadaian Syariah akan
dibahas pada bab selanjutnya.
4.
Koperasi Syari’ah
Istilah koperasi berasal dari kata (co=bersama,
operation=usaha) yang secara bahasa yang berarti bekerja bersama dengan orang
lain untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut UndangUndang Nomor 17 tahun 2012 Tentang
Perkoperasian, Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh
orang-perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan pemisahan kekayaan para
anggotanya sebagai modal. Untuk penjelasan lebih jelas mengenai Pegadaian
Syariah akan dibahas pada bab selanjutnya.
5.
Dana Pensiun Syariah
Dana Pensiun syariah adalah dana pensiun yang
dikelola dan dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Pada tahun 2013, DSNMUI
menerbitkan fatwa No.88/DSN-MUI/XI/2013 tentang pedoman umum penyelenggaraan
program pensiun berdasarkan prinsip Syariah, dan Fatwa DSN-MUI No. 99/DSN-MUI/XII/2015
tentang Annuitas Syariah untuk program Dana Pensiun.
6.
Lembaga Usaha Syariah
(Syirkah)
Kata syirkah dalam bahasa Indonesia dapat
dikategorikan kepada badan usaha dengan prinsip syariah, seperti perusahaan dan
koperasi. Secara etimologis, syirkah mempunyai arti percampuran atau kemitraan
antara beberapa mitra atau perseroan.
Secara terminologis, Syirkah adalah suatu badan
usaha di bidang perekonomian yang memiliki keanggotaan sukarela atas dasar
persamaan hak, keja sama , dan tujuan untuk memenuhi kebutuhan para anggotanya
dan masyarakat pada umumnya.
Beberapa pengertian Syirkah secara terminologis
disampaikan oleh ulama mazhab salah satunya ialah menurut Fuqaha Malikiyah,
al-syirkah adalah kebolehan(izin) ber-tasharuf bagi masing-masing pihak yang
berserikat.
7.
Lembaga Zakat.
Pengertian Zakat Menurut istilah , zakat berarti
kewajiban seorang muslim untuk mengeluarkan nilai bersih dari kekayaannya yang
tidak melebihi satu nisab, diberikan kepada Mustahik dengan beberapa syarat
yang telah ditentukan. Zakat menurut UU No. 23 Tahun 2011 tenatng pengeloaan
zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha
untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
Zakat adalah rukun Islam ketiga yang diwajibkan di Madinah pada Bulan Syawal
tahun kedua Hijriah setelah diwajibkannya puasa Ramadhan
8.
Lembaga Wakaf.
Pengertian Wakaf Secara Etimologis, waqf adalah
masdar waqafa asy-syai’ , artinya sesuatu berhenti. Sinonim dengan habasa dan
sabbala. Waqf telah menjadi kata serapan dalam Bahasa Indonesia, menjadi wakaf.
Secara Terminologis, wakaf adalah penahana harta yang dikutip oleh Hendi
Suhendi, wakaf adalah penahanan harta yang memungkinkan untuk dimanfaatkan
disertai dengan kekalnya zat benda dengan memutuskan (memotong) tasharuf
(penggolongnya) dalam penjagaannya atau mushrif (pengelola) yang dibolehkan
adanya.
9.
Baitul al-mal wa al-Tamwil
Kata baitul malmadalah berasal dari bahasa arab yang berarti
rumah harta atau kas negara, yaitu suatu lembaga yang didadakan dalam
pemerintahanIslam untuk mengurus masalah keuangan negara. Atau suatu lembaga
keuangan negara yang bertugas menerima, menyimpan, dan mendistribusikan
uang negara sesuai dengan syariat Islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Arafah,
S., Miko, J., & Ria. (2023). Implementasi Perilaku Manajemen Keuangan
Syariah Dalam Mengatasi Masalah Keuangan Di Era Digitalisasi. DINAMIS: Jurnal
Pengabdian Kepada Masyarakat, 3(1), 56–64. https://doi.org/10.33752/dinamis.v3i1.733
Albara,
A., & Pradesyah, R. (2021). Pengelolaan Keuangan Masjid Berbasis Manajemen
Keuangan Syariah Pada Pimpinan Cabang Muhammadiyah Batang Kuis. Ihsan: Jurnal
Pengabdian Masyarakat, 3(1), 43-53.
Andri
Soemitra,2009. Bank dan Lembaga Keuangan
Syariah. Jakarta: Kencana.
Asnaini
dan Herlina Yustati. 2017. Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Ardhansyah
Putra dan Dwi Saraswati. 2020. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta:
Jakad Media.
Brigham,
E. F., & Houston, J. F. (2001). Manajemen Keuangan. Buku 1 edisi 8.
Jakarta: Erlangga.
Didin Hafidhudin
dan Fathurahman Djamil. 2009. Solusi Berasuransi, Bandung: Salamadani.
Fasa, M.
I. (2020). Manajemen Lembaga Keuangan Syariah.
Latifah,
E., Masyhuri, M., Pahlevi, R. W., Mulyani, S., Hasanah, N., Fidiana, F., ...
& Setiadi, R. (2022). Manajemen Keuangan Syariah.
Madani, (2015).
Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia. Jakarta: Kencana.
Manunggal,
S. A. M. (2011). Etika Islam Dalam Manajemen Keuangan. Jurnal Hukum Islam Iain
Pekalongan, 9(2), 37020.
Mubayyin,
A., & Abdullah, W. (2021). Implementasi Manajemen Keuangan Syariah Sebagai
Salah Satu Upaya Untuk Memajukan dan Mengembangkan UMKM di Indonesia. JES
(Jurnal Ekonomi Syariah), 6(1), 1-14.
Nurul
Hukmiah, dkk, (2015) Jurnal Ilmu Hukum Pasca Sarjana: Wakaf Dalam Jangka Waktu
Tertentu (Suatu Analisis terhadap Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf dan Hukum Islam). Aceh: UNSYIAH.
S.
Rahardja Hadikusuma. 2006. Hukum Koperasi Indonesia (Jakarta: Rajawali Press
Sahputra,
N. (2020). Manajemen Keuangan Syariah.
Sobana,
D. H. (2018). Manajemen keuangan syari'ah.
Yusuf,
B., & Al Arif, M. N. R. (2015). Manajemen sumber daya manusia di lembaga
keuangan syariah.
CUKUP SUDAH BAGI YANG BIJAKSANA.
BalasHapusPERUSAHAAN PINJAMAN KARINA ELENA ROLAND ADALAH SATU-SATUNYA JALAN KELUAR DARI KESULITAN KEUANGAN APAPUN (karinarolandloancompany@gmail.com )
whatsapp....+1585 708-3478 .
Salam pikiran yang hebat, Merupakan suatu kesenangan terbesar bagi saya untuk menyelamatkan Individu dan perusahaan dari pemerasan, Saya tahu tidak semua orang akan mau mengungkapkan kebenaran pahit tentang Pinjaman online karena rasa tidak aman, Waktu untuk melakukannya dan sebagainya. Saya AFIZAH NAZERI, seorang pengusaha wanita terkemuka yang tinggal di KOTA TERENGGANU MALAYSIA telah memutuskan untuk membagikan artikel ini kepada siapa pun yang berkepentingan sehingga mereka dapat belajar dan mendidik diri mereka sendiri darinya. Sangat buruk sampai-sampai Anda melihat testimoni online tentang mendapatkan pinjaman dan ternyata itu palsu. Sungguh, saya telah tertipu oleh trik itu berkali-kali hingga akhirnya saya kehilangan hampir Rm14.000 secara total, semuanya demi mendapatkan pinjaman untuk berinvestasi dalam bisnis yang sangat menguntungkan. Setelah berkali-kali gagal mendapatkan pinjaman, saya dan Manajer saya mencari secara menyeluruh di internet dan menemukan perusahaan ini KARINA ELENA ROLAND LOAN COMPANY, tetapi sebelum mencobanya, kami juga memastikan bahwa perusahaan itu asli, memeriksa ulasan mereka, dan juga memeriksa keberadaan dan kemampuan mereka. Kami sangat berhati-hati karena kami tidak ingin kehilangan uang sepeser pun lagi dan sesuai dengan harapan terbesar kami, mereka memberikan pinjaman sesuai dengan ulasan mereka dan mengabulkan jumlah pinjaman yang kami inginkan sebesar Rm80.000. Pesan untuk semua orang di luar sana yang ingin mendapatkan Pinjaman Online, hubungi KARINA ELENA ROLAND LOAN COMPANY melalui email: {karinarolandloancompany@gmail.com} atau whatsapp +1585 708-3478, dan pertimbangkan semua masalah keuangan Anda telah diatasi dan diselesaikan.#BAGIKAN, Anda dapat menyelamatkan seseorang dari menjadi korban hari ini, Terima kasih.
negara......Malaysia
nama.........Afizah Nazeri
Jumlah yang disetujui.....Rm80,000
bank.......BSN (Malaysia)
email.......afizahnazeri@gmail.com