Minggu, 09 Februari 2025

RUANG LINGKUP MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH

 MATERI 1 - RUANG LINGKUP MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH 

Oleh:

Eny Latifah,S.E.Sy.,M.Ak.,M.Ak

 

A.    Ruang Lingkup Manajemen Keuangan Syariah

Ada beberapa hal yang sebaiknya Anda ketahui tentang manajemen keuangan Syariah. Yang pertama adalah aktivitas perolehan dana. Hal tersebut berarti bahwa setiap hal yang dilakukan sebagai upaya dalam rangka memperoleh harta semestinya memperhatikan cara cara yang sesuai dengan Syariah seperti mudharabah, musyarokah, murabahah, salam, istishna, ijarah dan lain-lain.

Yang kedua yaitu aktivitas perolehan aktivitas. Poin ini maksudnya dalam hal ingin menginvestasikan uang juga harus memperhatikan prinsip-prinsip “uang sebagi alat tukar bukan sebagi komoditi yang diperdagangkan”, dapat dilakukan secara langsung atau melalui lembaga intermediasi seperti bank Syariah dan reksadana Syariah. (QS.Al-Baqarah: 275)

Selanjutnya adalah tentang aktivitas penggunaan dana. Penjelasannya adalah bahwa harta yang di peroleh digunakan untuk hal-hal yang tidak di larang seperti membeli barang konsumtif dan sebagainya. Digunakan untuk hal-hal yang di anjurkan seperti infaq, waqaf, shadaqah. Di gunakan untuk hal-hal yang di wajibkan seperti zakat. (QS.Al- Dzariyat: 19 dan QS. Al-Baqarah: 254)

Ruang lingkup manajemen keuangan syari'ah sangat luas, mencakup berbagai aktivitas seperti perolehan dana, investasi, dan penggunaan dana. Dalam aktivitas perolehan dana, prinsip- prinsip seperti mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, istishna, ijarah, sharf, dan lain-lain harus diperhatikan.

Ruang lingkup manajemen lembaga keuangan syariah dapat dilihat dari 2 (dua) segi yaitu dari aktivitasnya dan lembaganya:

1)    Dari segi aktivitasnya, meliputi:

Aktivitas perolehan dana. Setiap usaha dalam mendapatkan harta harus memperhatikan cara yang sesuai dengan prinsip syariah misalkan murabahah, istisna, musyarakah, ijarah, dan lain-lain.

Aktivitas perolehan aktivitas. Ketika ingin menginvestasikan uang harus memperhatikan prinsip uang adalah alat tukar bukan komoditas yang bisa langsung atau diintermediasi seperti reksadana syariah dan bank syariah;

Aktivitas penggunaan dana. Harta yang didapatkan digunakan untuk hal yang tidak dilarang seperti membeli barang konsumtif, dsb, melainkan digunakan untuk hal yang positif seperti wakaf, infak, dan sedekah.

2)    Dari sisi lembaga, meliputi:

a)    Lembaga keuangan bank

Merupakan lembaga yang memberikan jasa keuangan lengkap, dibina, dan diawasi oleh Bank Indonesia serta dibina sesuai prinsip syariah oleh Dewan Syariah MUI, lembaga keuangan bank dibagi menjadi 2 yakni:

1. Bank umum syariah, yang kegiatannya memberikan jasa lalu lintas pembayaran;

2. Bank pembiayaan rakyat syariah

Berguna sebagai pelaksana fungsi bank umum di tingkat regional berdasar prinsip syaria dan umumnya menangani di kecamatan dan pedesaan.

b)    Lembaga keuangan non bank

Merupakan lembaga keuangan yang banyak jenisnya dan diawasi pelaksanaan prinsip syariahnya oleh Dewan Syariah Naional MUI. Berikut pembagiannya:

                                                        i.            Pasar modal, merupakan tempat transaksi pencari dana dan penanam modal, yang diperjualbelikan adalah efek seperti obligasi dan saham. Pasar modal meliputi brpoken, guarantor, custodian, underwriter, dan jasa penunjang. Pasar modal syariah diresmikan pada 14 Maret 2003 dan diawasi oleh Bapepam-LK.

                                                     ii.            Pasar uang, hadir melalui kebijakan operasional moneter syariah dengan instrument seperti Pasar Uang Antarbank Syaria, Sertifikat Bank Indonesia Syariah, dan lain-lain.

                                                   iii.            Asuransi, merupakan usaha saling membantu dan menolong melalui investasi dalam bentuk tabarru dan aset yang memberikan pengembalian untu menghadapi risiko melalui akad syariah.

                                                   iv.            Dana pensiun, adala kegiatan mengelola pensiunan dari pemberi kerja yang dihimpun dananya dengan iuran potongan gaji.

                                                      v.            Modal ventura, adalah pembiayaan perusahaan dengan risiko tinggi yang usahanya lebih banyak memberikan pembiayaan tanpa jaminan yang umumnya tidak dilayani oleh lembaga keuangan lainnya.

B.    Manajemen Lembaga Keuangan Syariah

Pada zaman Rasulullah SAW, manajemen keuangan sudah ada dan beliaulah yang pertama kali memperkenalkan konsep baru ini ke umatnya dan juga ke kepala negara dari berbagai negara. Semua penghimpunan kekayaan negara harus dikumpulkan terlebih dahulu dan kemudian dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan negara.

Sumber APBN terdiri dari kharaj, zakat, khumus, jizyah, dan lainnya seperti kaffarah dan harta waris. Konon, tempat pengumpulan dana itu disebut bait al mal yang di masa Nabi SAW terletak di Masjid Nabawi. Pemasukan negara yang sangat sedikit di simpan di lembaga ini dalam jangka waktu yang pendek untuk selanjutnya didistribusikan seluruhnya kepada masyarakat luas. Dana tersebut dialokasikan untuk penyebaran ajaran islam, pendidikan dan juga kebudayaan. Namun penerimaan negara secara keseluruhan tidak tercatat secara sempurna karena beberapa alasan seperti minimnya jumlah orang yang membaca, menulis dan mengenal aritmatika sederhana. Jadi bahwasanya pada zaman nabi pun sudah ada cara manajemen keuangan Syariah.

Manajemen berasal dari bahasa Prancis yang berarti seni mengatur dan melaksanakan. manajemen berarti sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengoordinasian dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efisien. Sedangkan secara luas, manajemen berarti sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengoordinasian dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran atau tujuan secara efektif dan efisien.

Manajemen dalam bahasa Arab disebut dengan istilah "idarah." Kata "idarah" diambil dari perkataan "adartasy-syai" atau "adarta bihi," dan juga dapat didasarkan pada kata "ad-dauran." Pengamat bahasa cenderung mengambil kata "adarta bihi" sebagai acuan. Oleh karena itu, dalam

Elias Modern Dictionary English Arabic, kata "management" sepadan dengan kata "tabdir," "idarah," "siyasah," dan "qiyadah" dalam bahasa Arab. Dalam Al-Quran, tema-tema tersebut hanya ditemui dalam tema tabdir dan derivasinya. Tabdir adalah bentuk masdar dari kata kerja "dabbara," "yudabbiru," dan "tabdiran." Dalam konteks ini, tabdir merujuk pada penertiban, pengaturan, pengurusan, perencanaan, dan persiapan. Beberapa pengamat mengartikannya sebagai alat untuk merealisasikan tujuan umum. Oleh karena itu, menurut pandangan mereka, idarah adalah aktivitas khusus yang melibatkan kepemimpinan, pengarahan, pengembangan personal, perencanaan, dan pengawasan terhadap pekerjaan yang berkaitan dengan unsur-unsur pokok dalam suatu proyek.

Tujuannya adalah mencapai hasil yang ditargetkan dengan cara yang efektif dan efisien.

Manajemen Syari'ah adalah pendekatan manajerial dalam keuangan yang bertujuan mencapai tujuan dengan mematuhi prinsip-prinsip syari'ah. Istilah "manajemen" sendiri berasal dari bahasa Perancis Kuno, yaitu "management," yang merujuk pada seni pelaksanaan dan pengaturan. Secara umum, manajemen didefinisikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengendalian sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efisien. Dalam konteks manajemen keuangan, Najmudin menjelaskan bahwa ini melibatkan seluruh keputusan dan aktivitas terkait dengan upaya memperoleh dan mengalokasikan dana dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas. Manajemen Keuangan Syari'ah, di sisi lain, adalah segala aktivitas yang melibatkan perolehan dan alokasi dana, namun dalam konteks prinsip-prinsip manajemen dan prinsip syari'ah. Dalam teori Manajemen Syari'ah, manajemen memiliki dua dimensi: sebagai ilmu dan sebagai rangkaian aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengendalian sumber daya entitas bisnis. Manajemen Keuangan Syari'ah adalah bagian dari ini dan mencakup perencanaan, analisis, dan pengendalian terkait dengan aspek keuangan yang mempertimbangkan prinsip-prinsip syari'ah. Dengan kata lain, ini adalah proses merencanakan, mengorganisir, mengkoordinasikan, dan mengendalikan dana dengan tujuan mencapai sasaran sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam (syari'ah).

Manajemen keuangan Syariah adalah sebuah kegiatan manajerial keuangan untuk mencapai tujuan dengan memperhatikan kesesuaiannya pada prinsip prinsip Syariah dalam agama Islam.

C.     Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan Syariah

Prinsip Manajemen Keuangan Syari’ah yang Diajarkan Al-Quran mencakup nilai-nilai dasar yang diajarkan dalam Al-Quran. Ini melibatkan perdagangan yang didasari oleh kesepakatan saling ridha dan kesukaan di antara pihak-pihak yang terlibat, menghindari pelanggaran terhadap prinsip keadilan dalam segala aspek perdagangan, serta mendorong kasih sayang, kerjasama, dan persaudaraan universal. Selain itu, prinsip ini mengharamkan investasi dalam usaha yang merusak moral dan mental, serta memastikan bahwa produk yang diperdagangkan adalah halal dan baik. Larangan riba, praktik gharar, tadlis, dan maysir juga merupakan bagian integral dari prinsipprinsip ini, serta menekankan pentingnya menjalankan ibadah dan mengingat Allah dalam setiap aktivitas perdagangan.

Prinsip-prinsip Sistem Manajemen Keuangan Syari’ah menciptakan kerangka dasar yang mengatur aspek ekonomi, sosial, politik, dan budaya masyarakat Islam. Sistem ini didasarkan pada prinsip dasar yang melarang riba dan mengakui uang sebagai "modal potensial" yang hanya menjadi modal sebenarnya ketika digabungkan dengan sumber daya lain untuk aktivitas produktif. Prinsip-prinsip ini juga mendorong berbagi risiko antara penyedia dana dan pengusaha, melarang perilaku spekulatif, menekankan kesucian kontrak dan pengungkapan informasi, serta hanya mengizinkan aktivitas yang sesuai syariat untuk investasi. Prinsip terakhir adalah keadilan sosial, di mana setiap transaksi yang mengarah pada ketidakadilan dan eksploitasi dilarang demi mewujudkan masyarakat yang lebih adil.

D.    Lembaga Keuangan Perbankan Syariah

1.     Pengertian Bank Syariah

Berdasarkan UU No 21 Tahun 2008 Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

Bank Umum Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/ atau unit syariah.

2.     Sejarah Bank Syariah di Indonesia

Berdasarkan sumber dari Bank Indonesia, pengembangan perbankan syariah secara internasional dimulai pada 1890, yaitu keberadaan The Barclays Bank yang membuka cabang di Kairo Mesir dan pertama kali mendapat kritik tentang bunga bank. Pada 1900-1930 mulai tersebar adanya pemahaman bahwa bunga bank adalah riba. Pada 1930-1950, pertama kalinya ekonomi Islam memberikan alternatif aktivitas partnership yang sesuai dengan syariah.

Deregulasi perbankan dimulai sejak tahun 1983. Pada tahun tersebut, Bank Indonesia memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menetapkan suku bunga. Pemerintah berharap dengan kebijakan deregulasi perbankan maka akan tercipta kondisi dunia perbankan yang lebih efisien dan kuat dalam menopang perekonomian. Pada 1983 tersebut pemerintah Indonesia pernah berencana menerapkan “sistem bagi hasil” dalam perkreditan yang merupakan konsep dari perbankan syariah.

Secara intensif, berbagai upaya pendirian Bank Islam di Indonesia dimulai sejak 1988, yaitu pada saat pemerintah mengeluarkan paket kebijakan oktober (PAKTO), yang mengatur tentang deregulasi yang mengatur ten tang deregulasi industri perbankan di Indonesia. Para ulama saat itu telah berusaha untuk mendirikan bank yang bebas bunga, tetapi tidak ada satu pun perangkat hukum yang dapat dirujuk kecuali adanya penafsiran dari peraturan perundang-undangan yang ada bahwa perbankan dapat saja menetapkan bunga sebesar 0%. Inisiatif pendirian Bank Islam Indonesia dimulai pada 1980 melalui diskusi-diskusi bertemakan bank Islam sebagai pilar ekonomi Islam.

Sebagai uji coba, gagasan perbankan Islam dipraktikkan dalam skala yang relatif terbatas di antaranya di Bandung (Bait At-Tamwil Salman ITB) dan di Jakarta (Koperasi Ridho Gusti). Pada 1990, Majelis Ulama Indonesia (MUI) membentuk kelompok kerja untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia.

Pada tanggal 18-20 Agustus 1990, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI di Jakarta 22-25 Agustus 1990, yang menghasilkan amanat bagi pembentukan kelompok kerja pendirian bank Islam di Indonesia. Kelompok kerja dimaksud disebut Tim Perbankan MUI dengan diberi tugas untuk melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak yang terkait.

Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut berdirilah bank syariah pertama di Indonesia yaitu PT Bank Muamalat Indonesia (BMI), yang sesuai akte pendiriannya, berdiri pada 1 November 1991. Sejak 1 Mei 1992, BMI resmi beroperasi dengan modal awal sebesar Rp106.126.382.000,-

3.     Akad dan Produk Bank Syariah

Secara garis besar, pengembangan produk Bank Umum Syariah dikelompokkan menjadi tiga kelompok:

a)   Produk Penghimpunan Dana

Produk penghimpunan dana pada bank syariah meliputi:

                                                        i.            Giro adalah Simpanan berdasarkan Akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prin - sip Syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan perintah pemindahbukuan.

                                                     ii.            Tabungan adalah simpanan berdasarkan akad wadi’ah atau investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.

                                                   iii.            Deposito adalah investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara Nasabah Penyimpan dan Bank Syariah dan/atau UUS.

Akad yang diterapkan dalam bank syariah pada produk penghimpunan dana adalah:

(a)    Akad Wadi’ah

Akad wadi’ah yang diterapkan biasanya adalah wadi’ah yad dhamanah. Wadi’ah dhamanah berbeda dengan wadi’ah amanah. Dalam wadi’ah amanah, pada prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh pihak yang dititipkan dengan alasan apa pun juga, akan tetapi pihak yang dititipkan boleh mengenakan biaya administrasi kepada pihak yang menitipkan. Pada wadi’ah yad dhamannah pihak yang ditipkan (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut. Pihak bank boleh memberikan sedikit keuntungan yang didapat kepada nasabahnya dengan besaran berdasarkan kebijaksanaan pihak bank.

Dalam dunia perbankan prinsip wadi’ah yad-dhamanah biasa diterapkan untuk produk giro serta tabungan, karena produk giro dalam bank tidak menjanjikan adanya bagi hasil kepada nasabah di awal, namun bank diperkenankan untuk memberikan bonus kepada nasabah yang besarnya tidak ditentukan di awal, tergantung kepada kebijaksanaan dan keputusan dari bank dalam menentukan besaran bonusnya. Nasabah dalam hal ini bertindak sebagai yang meminjamkan uang dan bank bertindak sebagai yang dipinjami. Sedangkan Wadi’ah Yad Al-Amannah Dalam perbankan bisa diterapkan untuk produk Rahn (Gadai) dan Safe Deposit Box.

(b)   Akad Mudharabah

Dalam prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai pemilik modal sedangkan bank bertindak sebagai pengelola. Dana yang tersimpan kemudian oleh bank digunakan untuk melakukan pembiayaan.

Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan, maka prinsip mudharabah secara garis besar dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:

(1)            Mudharabah mutlaqah: prinsipnya dapat berupa tabungan dan deposito, sehingga ada dua jenis yaitu tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Tidak ada pembatasan bagi bank untuk menggunakan dana yang telah terhimpun.

(2)            Mudharabah muqayyadah adalah kebalikan dari Mudharabah muthlaqah. Mudharib dalam yang kedua ini dibatasi oleh batasan jenis usaha, waktu atau tempat usaha. Misalkan nasabah menginginkan dana yang ditaruh dan digunakan untuk berinvestasi atau dimanfaatkan untuk jenis usaha agrobisnis.

b)   Produk Pembiayaan

Penyaluran dana pada Bank Syariah dinamakan dengan pembiayaan bukan kredit.

(1)   Prinsip Bagi Hasil (Syirkah) Dalam prinsip bagi hasil terdapat empat (4) macam akad yang dapat diterapkan pada bank syariah, yaitu:

1)    Al-Musyarakah

Al-Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung sesuai dengan kesepakatan. Landasan syariah pembiayaan musyarakah adalah Fatwa DSN MUI No. 08/DSN-MUI/ IV/2000 tentang pembiayaan Al-Musyarakah.

Jenis-Jenis Musyarakah

                                                                    i.            Syirkah al-‘Inan

Syirkah al-‘inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati di antara mereka. Akan tetapi, porsi masing-masing pihak, baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik sesuai dengan kesepakatan mereka. Mayoritas ulama membolehkan jenis Al-Musyarakah ini.

                                                                 ii.            Syirkah Mufawadhah

Syirkah mufawadah adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi ke untungan dan kerugian secara sama. Dengan dem ikian, syarat utama dari jenis Al-Musyarakah ini adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggung jawab, dan beban utang dibagi oleh masing-masing pihak.

                                                               iii.            Syirkah A’maal

Al-Musyarakah ini adalah kontrak kerja sama dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu. Misalnya, kerja sama dua orang arsitek untuk menggarap sebuah proyek, atau kerja sama dua orang penjahit untuk menerima order pembuatan seragam sebuah kantor. Al-Musyarakah ini kadang-kadang disebut Musyarakah abdan atau sanaa’i.

                                                               iv.            Syirkah Wujuh

Syirkah wujuh adalah kontrak dua orang atau le bih yang memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan men-jual barang tersebut secara tunai. Mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh tiap mitra. Jenis Al-Musyarakah ini tidak memiliki memerlukan modal karena pemb elian secara kredit berdasarkan pada ja minan tersebut. Oleh karenanya, kontrak ini pun lazim disebut sebagai Musyarakah Piutang.

2)    Mudharabah

Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini leb ih tepatnya adalah proses seseorang memulakan kakinya dalam menjalankan usaha. Sedangkan secara istilah diartikan sebagai kerja sama antara dua pihak atau lebih, di mana salah satu pihak sebagai shahibul maal (pemilik modal) yang dalam pembiayaan adalah bank, dan pihak yang lain sebagai mu dharib (pengelola) dalam hal ini adalah nasabah. Landasan syariah pembiayaan mudharabah adalah Fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Al-Mudharabah (Qiradh) dan Q.S. Al-Muzammil: 20, yaitu:“.... dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT ...”

Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis, mu dharabah muthlaqah dan mudharabah muqyaddah.

a.      Mudharabah Muthlaqah

Mudharabah Muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara Shahibul maal dan mudharib yang cakupan nya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spe sifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqh ulama salafus saleh sering kali dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukan sesukamu) dari shahibul maal ke mudharib yang memberi kekuasaan sangat besar.

b.     Mudharabah Muqayyadah

Mudharabah Muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted mudharabah/specified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini sering kali mencerminkan kecenderungan umum shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha.

3)    Akad Al-Muzara’ah

Menurut etimologi Muzara’ah adalah wazanMu fa’alatun” dari kata “Az-zar’a” yang artinya menumbuhkan. Al-Muzara’ah memiliki arti Tharhal-zur’ah yang berati melempar tanaman, maksudnya adalah modal. Sedangkan menurut istilah ulama Malikiyah “Mu zara’ah, yaitu dari pengongsian dalam bercocok tanam”, menurut ulama Hanabilah “Muzara’ah, yaitu menyerahkan tanah kepada orang yang akan bercocok tanam atau mengelolanya, sedangkan hasil tanama nnya tersebut dibagi antara keduanya”, dan menurut ulama Syafi’i “Muzara’ah, yaitu mengerjakan tanah orang lain seperti sawah atau ladang dengan imbalan sebagai hasilnya, sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya ditanggung pemilik tanah.” Al-Muzara’ah ialah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, di mana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada penggarap untuk ditanami dan dipelihara de ngan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen. Al-Muzara’ah sering kali diidentikkan dengan mu khabarah. Di antara keduanya terdapat sedikit perbedaan, yaitu: Muzara’ah: benih dari pemilik lahan sedangkan Mukhabarah: benih dari penggarap.

Kerja sama semacam ini rata-rata berlaku dalam tanaman yang harga benihnya murah seperti: padi, gandum, jagung, kacang tanah, dan sebagainya. Muzara’ah sangat dianjurkan oleh agama asal tidak menimbulkan perselisihan ataupun tipuan di waktu panen.

Landasan syariah diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW pernah memberikan tanah Khai bar kepada penduduknya (waktu itu mereka masih Yahudi) untuk digarap dengan imbalan pembagian hasil buah-buahan dan tanaman. Diriwayatkan oleh Bukhari dari Jabir yang mengatakan bahwa bangsa Arab senantiasa mengolah tanahnya secara mu zara’ah dengan rasio bagi hasil 1/3 : 2/3, 1/4 : 3/4, 1/2 : 1/2.

4)    Akad Mutsaqah

 Mutsaqah berasal dari kata as saqa. Diberi nama ini karena pepohonan penduduk Hijaz amat membutuhkan saqi (penyiraman ini dari sumur-sumur). Oleh karena itu, diberi nama Mustaqah (penyiraman/pengairan). Menurut istilah Mutsaqah adalah penyerahan pohon tertentu pada orang yang menyiramnya, bila sampai buah pohon masak dia akan diberikan imbalan buah dalam jumlah tertentu.

Menurut ahli fikih adalah menyerahkan pohon yang telah atau belum ditanam dengan sebidang tanah, kepada seseorang yang menanam dan merawatnya di tanah tersebut. Lalu pekerja mendapatkan bagian yang telah disepakati dari buah yang dihasilkan, sedangkan sisanya adalah untuk pemiliknya.

Mutsaqah adalah pemilik kebun yang memberikan kebunnya kepada tukang kebun agar dipeliharanya, dan penghasilan yang didapat dari kebun itu dibagi antara keduanya, menurut perjanjian ked uanya di waktu akad.

Secara teori akad muzaraah dan mustaqah merupakan bagian dari akad bagi hasil di bank syariah, namun kedua akad ini masih sulit diterapkan di perbankan. Mengingat lembaga tersebut merupakan lemba ga intermediasi yang mengelola uang bukan barang.

(2)  Prinsip Jual-beli (Ba’i)

Jual-beli dilaksanakan karena adanya pemindahan kepemilikan barang. Keuntungan bank disebutkan di depan termasuk dengan harga jualnya. Landasan syariah akad jual-beli adalah Surat An-Nisa ayat 29:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan (jual-beli) yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.”

Terdapat tiga (3) jenis jual-beli dalam pembiayaan di bank syariah, yaitu:

1)    Ba’i Al Murabahah

Jual-beli dengan harga asal ditambah keuntungan yang disepakati antara pihak bank dengan nasabah, dalam hal ini bank menyebutkan harga barang kepa da nasabah yang kemudian bank memberikan laba dalam jumlah tertentu sesuai dengan kesepakatan. Landasan selanjutnya, yaitu Fatwa DSN No. 04/ DSN-MUI/IV/2000 tanggal 1 April 2000 yang in tinya me nyatakan bahwa dalam rangka memban tu masyarakat guna melangsungkan dan meningkatkan ke sejahteraan dan berbagai kegiatan bank syariah per lu memiliki fasilitas murabahah bagi yang memerlukannya, yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pem ba yarnya dengan yang lebih sebagai laba.

2)    Ba’i Assalam

Salam adalah akad pembiayaan untuk pengadaan suatu barang dengan cara pemesanan dan pembay aran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu yang disepakati para pihak. Salam diatur da lam Fatwa DSN No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual-beli salam.

3)    Ba’i Al-Istisna’

Istishna didefinisikan akad pembiayaan untuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni) dan penjual (pembuat, sha ni) dengan harga yang disepakati para pihak. Skim istisna’ dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi. Dalam pelaksanaannya istisna’ dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu pihak produsen ditentukan oleh bank, atau pihak produsen ditentukan oleh nasabah.

(3)     Prinsip Sewa (Ijarah)

Ijarah adalah transaksi sewa menyewa atas suatu barang atau upah mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa. Ijarah jugadiinterpretasikan sebagai suatu akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas barang itu sendiri. Landasan syariahnya adalah Q.S. Al-Baqarah: 233: “ Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa allah mengetahui apa yang kamu perbuat”.

Di samping itu, mengenai produk bank berupa ijarah ini juga telah diatur dalam Fatwa DSN No. 09/DSN-MUI/ IV/2000, tanggal 13 April 2000 yang menyatakan bahwa ke butuhan masyarakat adalah untuk memperoleh manfaat.

Pada bank syariah akad ijarah biasanya dimodifikasi menjadi akad ijarah muntahiya bit-tamlik, mengingat bank adalah lembaga intermediasi yang hanya menyediakan dana bukan barang/komoditas. Ijarah Muthahia Bit-Tamlik (IMBT) adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual-beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan penyewa. Sifat pemindahan kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ijarah biasa.

Al-Bai wal Ijarah Muntahia Bit-Tamlik (IMBT) merupakan rangkaian dua buah akad, yakni akad al-bai dan akad ijarah muntahia bit-tamlik (IMBT). Al-bai merupakan akad jual-beli, sedangkan IMBT merupakan kombinasi antara sewa-menyewa (ijarah) dan jual-beli atau hibah di akhir masa sewa.

Dalam IMBT, pemindahan hak milik barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut ini:

1.   Pihak yang menyewa berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.

2.   Pihak yang menyewakan berjanji akan meghibahkan barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.

Pilihan untuk menjual barang di akhir masa sewa (alternatif 1) biasanya diambil bila kemampuan finansial penyewa untuk membayar sewa relatif kecil. Oleh karena sewa yang dibayarkan relatif kecil, akumulasi nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir perio de sewa belum mencakupi harga beli barang tersebut dan margin laba yang ditetapkan oleh bank.

Pilihan untuk menghibahkan barang di akhir masa sewa (alternatif 2) biasanya diambil bila kemampuan finansial penyewa untuk membayar sewa relatif lebih besar. Oleh karena sewa sudah mencukupi untuk menutup harga beli barang dan marjin laba yang ditetapkan oleh bank.

 

c)    Produk Jasa

Selain dapat melakukan kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana, bank juga dapat memberikan jasa kepada nasabah dengan mendapatkan imbalan berupa sewa atau keuntungan, jasa tersebut antara lain:

1.     Sharf (Jual-Beli Valuta Asing)

Secara bahasa berarti “penambahan, penukaran, peng hindaran atau transaksi jual-beli”. Dalam terminologi fikih, ulama mendefinisikan sharf sebagai “Transaksi jual-beli mata uang (valuta asing) atau memperjualbelikan uang dengan uang, baik sejenis maupun tidak sejenis”.

Pada prinsip syariahnya, perdagangan valuta asing dapat dianalogikan dan dikategorikan dengan pertukaran antara perak dan emas. Emas dan perak sebagai mata uang tidak boleh ditukarkan dengan sejenisnya misalnya rupiah dengan rupiah atau US Dollar (USD) kepada dolar kecua li sama jumlahnya. Landasan hukumnya adalah Q.S. Al-Baqarah: 275: “orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan antaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat) sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari tuhannya lalu terus berhenti (dari mengambil riba) maka baginya apa yang bag inya apa yang diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba) maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”. Bentuk transaksi penukaran valuta asing yang biasa dilakukan oleh bank yaitu ada transaksi berjangka/ tunggal (forward transaction), yang pada prinsipnya adalah transaksi sejumlah mata uang tertentu dengan sejumlah mata uang lainnya dengan penyerahan pada waktu yang akan datang dan Transaksi Swap (Swap Transaction) kombinasi antara penjual dan pembeli untuk dua mata uang secara tunai yang diikuti membeli dan menjual mata uang yang sama secara tunai dan tunggak secara simultan dan waktu yang berbeda. Akan tetapi, yang biasa dilakukan oleh bank syariah adalah transaksi tunai (Spot Transact ion). Prinsip ini dipraktikkan pada bank syariah yang memiliki izin untuk melakukan valuta asing. Sehingga dapat dipahami bahwa transaksi tunai (spot transaction), yaitu transaksi pembelian dan penjualan va luta asing untuk penyerahan pada saat itu (over the counter).

2.      Ijarah (Sewa)

Kegiatan ijarah ini adalah menyewakan simpanan (safe deposit box) dan jasa tata-laksana administrasi dokumen (custodian), dalam hal ini bank mendapatkan imbalan sewa dari jasa tersebut. Ijarah pada sewa sama maknanya dengan ijarah pada produk pembiayaan.

3.     Wakalah

Wakalah atau wikalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Dalam bahasa Arab dipahami sebagai at tafwid. Akan tetapi yang dimaksud sebagai wakalah karena manusia membutuhkannya. Tidak sem ua orang mempunyai kemampuan atau kesempatan untuk menyelesaikan segala urusannya sendiri. Pada suatu waktu, seseorang perlu mendelegasikan sesuatu pekerjaan kepada orang lain untuk mewakili dirinya. Lan dasan hukumnya adalah Q.S. Al­Kahfi, 19: ”Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini?).” Mereka menjawab: “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari.” Berkata (yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorang pun.”

Dalam aplikasi perbankan praktik wakalah dapat kita temui pada transaksi yang berhubungan dengan masalah penagihan maupun pembayaran, antara lain:

a.      Kliring

Yaitu proses penagihan warkat-warkat bank yang dilakukan oleh bank-bank di dalam suatu wilayah kliring tertentu untuk penyelesaian transaksi antarnasabah mereka.

b.     Inkaso

Yaitu proses penagihan warkat-warkat bank yang dilakukan oleh bank-bank yang berada diluar wilayah kliring untuk penyelesaian transaksi antarnasabah mereka.

c.      Transfer

Yaitu transaksi kiriman uang antarbank baik dalam negeri maupun luar negeri untuk kepentingan nasabah maupun pihak bank sendiri.

d.     Commercial documentary collection

Yaitu transaksi yang berkaitan dengan jasa penagihan atas dokumen-dokumen ekspor impor sehubungan dengan pembukaan letter of credit impor oleh nasabah suatu bank.

e.      Financial documentary collection

Adalah jasa penagihan yang diberikan bank kepada nasabah atas warkat-warkat yang tertarik di bank lain untuk kepentingan nasabah.

f.        Kafalah

Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga dalam rangka memenuhi kewajiban yang ditanggung (makful ‘anhu) apabila pihak yang ditanggung cidera janji atau wanprestasi. Secara teknis dapat dikatakan bahwa pihak bank dalam hal ini memberikan jaminan kepada nasa bahnya sehubungan dengan kontrak kerja/perjanjian yang telah disepakati antara nasabah dengan pihak ketiga. Landasan hukumnya adalah Q.S. Yusuf: 72: “Penyeru-penyeru itu berkata: “Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.”

Jenis-Jenis Kafalah

1.                Kafalah bin Nafis merupakan akad memberikan jaminan atas diri (personal guaranted).

2.                Kafalah bil Maal merupakan jaminan pembayaran barang atau pelunasan utang.

3.                Kafalah bit Taslim merupakan jenis kafalah ini biasa dilakukan untuk menjamin pengembalian atas barang yang disewa, pada waktu masa sewa berakhir.

4.                Kafalah al- Munjazah merupakan jaminan mutlak yang tidak dibatasi oleh jangka waktu dan untuk kepentingan/tujuan tertentu.

5.                Kafalah al-Muallaqah merupakan penyederhana an dari kafalah al-munjazah, baik oleh industri perbankan maupun asuransi.

Fasilitas yang dapat diberikan sehubungan dengan penerapa n prinsip kafalah tersebut adalah fasilitas bank garansi dan fasilitas letter of credit. Pihak bank sebagai lembaga yang memberikan jaminan ini, juga akan memperoleh manfaat berupa peningkatan pendapatan atas upah yang mereka terima sebagai imbalan atas jasa yang diberikan, sehingga akan memberikan kontribusi terhadap perolehan pendapatan mereka.

g.      Akad Qardh

Qardh secara bahasa berarti “potongan”. Dikatakan demikian karena uang yang diutangkan akan memotong sebagian hartanya. Menurut terminologi, istilah qardh berarti harta yang dipinjamkan seseorang kepada orang lain untuk dikembalikan setelah memiliki kemampuan. Utang merupakan bentuk pinjaman kebaikan yang akan dikembalikan meskipun tanpa imbalan, kecuali mengharapkan ridha dari Allah. Landasan hukumnya adalah Q.S. Al-Hadid: 11. “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya dan dia akan memperoleh pahala yang banyak”.  Pada bank syariah jasa qard biasanya ditujukan untuk misi sosial, karena bentuknya merupakan pinjaman dana kepada nasabah, maka pihak bank dilarang meng ambil keuntungan dengan meminta kelebihan dana pada pengembalian dana pinjaman.

Akad dan produk yang ditawarkan pada Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah pada dasarnya sama, namun yang membedakan adalah pada produk penghimpunan dana di BPRS tidak terdapat penghimpunan dana melalui giro, dan pada BPRS tidak terdapat produk jasa serta wilayah cakupan BPRS yang hanya di wilayah tertentu saja.

E.     Lembaga Keuangan Non-Bank Syariah

Lembaga Keuangan Syariah Non Bank adalah lembaga keuangan syari’ah dalam dunia keuangan bertindak selaku lembaga yang menyediakan jasa keuangan bagi nasabahnya berdasarkan prinsip-prinsip syariah, dimana pada umumnya lembaga ini diatur oleh regulasi keuangan dari pemerintah.

Lembaga Keuangan Syariah Non Bank tidak diperkenankan melakukan kegiatan menarik dana langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan. Dilihat dari fungsinya bahwa lembaga keuangan bank merupakan lembaga intermediasi keuangan, sedangkan lembaga nonbank merupakan tidak termasuk dalam kategori lembaga intermediasi keuangan dimaksud.

Berdasarkan pembagian tersebut, Yang termasuk lembaga keuangan syariah non-bank yaitu:

1.     Lembaga Asuransi Syariah

Asuransi syariah (ta’min, takaful, atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui dana investasi dalam bentuk aset atau tabarru‟ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.

2.     Lembaga Pasar Modal Syariah

Pasar modal syariah adalah kegiatan dalam pasar modal sebagaiana yang diatur dalam UUPM yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Pasar modal syariah merupakansuatu sistem yang tidak terpisahakan dari sistem pasar modal secara keseluruhan. Terdapat karakteristik khusus pasar modal syariah, yaitu bahwa produk dan mekanisme transaksi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.

3.     Lembaga Pegadaian Syariah

Pengertian gadai dalam islam disebut rahn, yaitu perjanjian menahan sesuatu barang sebagai tanggungan utang. Kata rahn menurut bahasa berarti”tetap” , “berlangsung” dan “menahan” sedangkan menurut istilah berarti menjadikan sesuatu benda bernilai menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan utang. Untuk penjelasan lebih jelas mengenai Pegadaian Syariah akan dibahas pada bab selanjutnya.

4.     Koperasi Syari’ah

Istilah koperasi berasal dari kata (co=bersama, operation=usaha) yang secara bahasa yang berarti bekerja bersama dengan orang lain untuk mencapai tujuan tertentu.

Menurut UndangUndang Nomor 17 tahun 2012 Tentang Perkoperasian, Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang-perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal. Untuk penjelasan lebih jelas mengenai Pegadaian Syariah akan dibahas pada bab selanjutnya.

5.     Dana Pensiun Syariah

Dana Pensiun syariah adalah dana pensiun yang dikelola dan dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Pada tahun 2013, DSNMUI menerbitkan fatwa No.88/DSN-MUI/XI/2013 tentang pedoman umum penyelenggaraan program pensiun berdasarkan prinsip Syariah, dan Fatwa DSN-MUI No. 99/DSN-MUI/XII/2015 tentang Annuitas Syariah untuk program Dana Pensiun.

6.     Lembaga Usaha Syariah (Syirkah)

Kata syirkah dalam bahasa Indonesia dapat dikategorikan kepada badan usaha dengan prinsip syariah, seperti perusahaan dan koperasi. Secara etimologis, syirkah mempunyai arti percampuran atau kemitraan antara beberapa mitra atau perseroan.

Secara terminologis, Syirkah adalah suatu badan usaha di bidang perekonomian yang memiliki keanggotaan sukarela atas dasar persamaan hak, keja sama , dan tujuan untuk memenuhi kebutuhan para anggotanya dan masyarakat pada umumnya.

Beberapa pengertian Syirkah secara terminologis disampaikan oleh ulama mazhab salah satunya ialah menurut Fuqaha Malikiyah, al-syirkah adalah kebolehan(izin) ber-tasharuf bagi masing-masing pihak yang berserikat.

7.     Lembaga Zakat.

Pengertian Zakat Menurut istilah , zakat berarti kewajiban seorang muslim untuk mengeluarkan nilai bersih dari kekayaannya yang tidak melebihi satu nisab, diberikan kepada Mustahik dengan beberapa syarat yang telah ditentukan. Zakat menurut UU No. 23 Tahun 2011 tenatng pengeloaan zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Zakat adalah rukun Islam ketiga yang diwajibkan di Madinah pada Bulan Syawal tahun kedua Hijriah setelah diwajibkannya puasa Ramadhan

8.     Lembaga Wakaf.

Pengertian Wakaf Secara Etimologis, waqf adalah masdar waqafa asy-syai’ , artinya sesuatu berhenti. Sinonim dengan habasa dan sabbala. Waqf telah menjadi kata serapan dalam Bahasa Indonesia, menjadi wakaf. Secara Terminologis, wakaf adalah penahana harta yang dikutip oleh Hendi Suhendi, wakaf adalah penahanan harta yang memungkinkan untuk dimanfaatkan disertai dengan kekalnya zat benda dengan memutuskan (memotong) tasharuf (penggolongnya) dalam penjagaannya atau mushrif (pengelola) yang dibolehkan adanya.

9.     Baitul al-mal wa al-Tamwil

Kata baitul malmadalah berasal dari bahasa arab yang berarti rumah harta atau kas negara, yaitu suatu lembaga yang didadakan dalam pemerintahanIslam untuk mengurus masalah keuangan negara. Atau suatu lembaga keuangan negara yang bertugas menerima, menyimpan, dan mendistribusikan uang negara sesuai dengan syariat Islam.

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Arafah, S., Miko, J., & Ria. (2023). Implementasi Perilaku Manajemen Keuangan Syariah Dalam Mengatasi Masalah Keuangan Di Era Digitalisasi. DINAMIS: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 3(1), 56–64. https://doi.org/10.33752/dinamis.v3i1.733  

Albara, A., & Pradesyah, R. (2021). Pengelolaan Keuangan Masjid Berbasis Manajemen Keuangan Syariah Pada Pimpinan Cabang Muhammadiyah Batang Kuis. Ihsan: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 3(1), 43-53.

Andri Soemitra,2009.  Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana.

Asnaini dan Herlina Yustati. 2017. Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ardhansyah Putra dan Dwi Saraswati. 2020. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Jakad Media.

Brigham, E. F., & Houston, J. F. (2001). Manajemen Keuangan. Buku 1 edisi 8. Jakarta: Erlangga.

Didin Hafidhudin dan Fathurahman Djamil. 2009. Solusi Berasuransi, Bandung: Salamadani.

Fasa, M. I. (2020). Manajemen Lembaga Keuangan Syariah.

Latifah, E., Masyhuri, M., Pahlevi, R. W., Mulyani, S., Hasanah, N., Fidiana, F., ... & Setiadi, R. (2022). Manajemen Keuangan Syariah.

Madani, (2015). Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia. Jakarta: Kencana.

Manunggal, S. A. M. (2011). Etika Islam Dalam Manajemen Keuangan. Jurnal Hukum Islam Iain Pekalongan, 9(2), 37020.

Mubayyin, A., & Abdullah, W. (2021). Implementasi Manajemen Keuangan Syariah Sebagai Salah Satu Upaya Untuk Memajukan dan Mengembangkan UMKM di Indonesia. JES (Jurnal Ekonomi Syariah), 6(1), 1-14.

Nurul Hukmiah, dkk, (2015) Jurnal Ilmu Hukum Pasca Sarjana: Wakaf Dalam Jangka Waktu Tertentu (Suatu Analisis terhadap Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Hukum Islam). Aceh: UNSYIAH.

S. Rahardja Hadikusuma. 2006. Hukum Koperasi Indonesia (Jakarta: Rajawali Press

Sahputra, N. (2020). Manajemen Keuangan Syariah.

Sobana, D. H. (2018). Manajemen keuangan syari'ah.

Yusuf, B., & Al Arif, M. N. R. (2015). Manajemen sumber daya manusia di lembaga keuangan syariah.


1 komentar:

  1. CUKUP SUDAH BAGI YANG BIJAKSANA.
    PERUSAHAAN PINJAMAN KARINA ELENA ROLAND ADALAH SATU-SATUNYA JALAN KELUAR DARI KESULITAN KEUANGAN APAPUN (karinarolandloancompany@gmail.com )
    whatsapp....+1585 708-3478 .

    Salam pikiran yang hebat, Merupakan suatu kesenangan terbesar bagi saya untuk menyelamatkan Individu dan perusahaan dari pemerasan, Saya tahu tidak semua orang akan mau mengungkapkan kebenaran pahit tentang Pinjaman online karena rasa tidak aman, Waktu untuk melakukannya dan sebagainya. Saya AFIZAH NAZERI, seorang pengusaha wanita terkemuka yang tinggal di KOTA TERENGGANU MALAYSIA telah memutuskan untuk membagikan artikel ini kepada siapa pun yang berkepentingan sehingga mereka dapat belajar dan mendidik diri mereka sendiri darinya. Sangat buruk sampai-sampai Anda melihat testimoni online tentang mendapatkan pinjaman dan ternyata itu palsu. Sungguh, saya telah tertipu oleh trik itu berkali-kali hingga akhirnya saya kehilangan hampir Rm14.000 secara total, semuanya demi mendapatkan pinjaman untuk berinvestasi dalam bisnis yang sangat menguntungkan. Setelah berkali-kali gagal mendapatkan pinjaman, saya dan Manajer saya mencari secara menyeluruh di internet dan menemukan perusahaan ini KARINA ELENA ROLAND LOAN COMPANY, tetapi sebelum mencobanya, kami juga memastikan bahwa perusahaan itu asli, memeriksa ulasan mereka, dan juga memeriksa keberadaan dan kemampuan mereka. Kami sangat berhati-hati karena kami tidak ingin kehilangan uang sepeser pun lagi dan sesuai dengan harapan terbesar kami, mereka memberikan pinjaman sesuai dengan ulasan mereka dan mengabulkan jumlah pinjaman yang kami inginkan sebesar Rm80.000. Pesan untuk semua orang di luar sana yang ingin mendapatkan Pinjaman Online, hubungi KARINA ELENA ROLAND LOAN COMPANY melalui email: {karinarolandloancompany@gmail.com} atau whatsapp +1585 708-3478, dan pertimbangkan semua masalah keuangan Anda telah diatasi dan diselesaikan.#BAGIKAN, Anda dapat menyelamatkan seseorang dari menjadi korban hari ini, Terima kasih.
    negara......Malaysia
    nama.........Afizah Nazeri
    Jumlah yang disetujui.....Rm80,000
    bank.......BSN (Malaysia)
    email.......afizahnazeri@gmail.com

    BalasHapus

PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH DALAM BISNIS KONTEMPORER

  MATERI- PENGANTAR BISNIS ISLAM Oleh: Eny Latifah, S.E.Sy.,M.Ak Perspektif Ekonomi Syariah dalam Bisnis Kontemporer   A.      Pengertian Ek...