PERBEDAAN SISTEM EKONOMI ISLAM
DAN SISTEM EKONOMI KAPITALIS
A. SISTEM EKONOMI
Sistem ekonomi
adalah suatu sistem yang mengatur serta menjalin hubungan ekonomi dengan antara
manusia dan juga dengan seperangkat kelembagaan dalam tatanan kehidupan
bermasyarakat atau bernegara.[1]
Yang dimaksud dengan kelembagaan adalah aturan main suatu masyarakat.
Setidaknya terdapat 5 macam bentuk kelembagaan yang dapat membedakan antara
satu sistem ekonomi dengan sistem ekonomi lainnya:
1.
Hak atas Kepemilikan.
2.
Proses/mekanisme pengambilan
keputusan.
3.
Antara pasar dan terencana: dalam
penyediaan informasi dan koordinasi.
4.
Mekanisme insentif dalam mengatur
tujuan dan mendorong manusianya untuk meraih tujuan tersebut.
5.
Prosedur dalam menentukan pilihan
yang bersifat publik.[2]
Pada intinya,
semua sistem ekonomi bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat. Cara yang
digunakan oleh manusia untuk mengatur penyediaan material. Hanya saja, cara
yang digunakan untuk mewujudkan hal tersebut berbeda antara satu negara dengan
negara yang lain. Sistem kapitalisme dan juga sistem sosialisme tentunya
memiliki tujuan akhir yang sama, yakni kesejahteraan masyarakat. Perbedaan cara
tentunya dapat mempengaruhi pencapaian pada tujuan.
Lebih lanjut,
Setiap sistem ekonomi memerlukan batasan-batasan atau aturan-aturan tertentu
dalam interaksi antara manusia, inilah yang disebut sebagai rules of behavior.[3]
Seperangkat aturan perilaku tersebut, pada akhirnya, mempengaruhi bagaimana
sistem ekonomi tersebut berkembang. Berbeda dengan kapitalisme dan sosialisme
yang menjadikan logika sebagai sumber utama penyusunan aturan, ekonomi Islam
mempunyai aturan-aturan yang bersumber pada wahyu Ilahi/Tuhan. Alquran dan
hadis menjadi sumber utama, demikian halnya ijmak serta qiyas para ahli (ulama)
yang telah dibangun secara terus menerus selama 1400-an tahun terakhir untuk
merespons perubahan zaman dan situasi kehidupan yang dihadapi masyarakat muslim
seluruh dunia.[4]
Perbedaan landasan aturan/nilai dapat menghasilkan sistem ekonomi yang berbeda.
Bahkan, ekonomi Islam, juga mempunyai interpretasi yang berbeda terkait tujuan
akhir dari sebuah sistem ekonomi.
B. DEFINISI SISTEM EKONOMI KAPITALIS
Sistem ekonomi
kapitalis adalah sistem ekonomi yang aset-aset
produktif dan atau faktor-faktor produksinya sebagian besar dimiliki
oleh sektor individu/swasta.[5]
Menurut Milton
H. Spencer, penulis buku Contemporary Economics (1977), kapitalis merupakan
sistem organisasi ekonomi yang dicirikan oleh hak milik individu (private
ownership) atas alat-alat produksi dan
distribusi dan pemanfaatannya untuk mencapai laba dalam kondisi yang kompetitif. Kapitalisme
menganggap kebebasan individu tanpa batas untuk mencari kekayaan peribadi
adalah sebuah keharusan bagi individu.[6]
Beberapa
pengertian kapitalisme menurut para ahli[7]:
1.
Adam Smith mendifinisikan
kapitalisme sebagai sebuah sistem ekonomi bercirikan kepemilikan perorangan
atas perkakas produksi, distribusi dan pendayagunaan untuk mendapatkan
keungtungan dalam keadaan yang kompetitif. Menurutnya, kepentingan pribadi
merupakan kekuatan untuk pengendalian perekonomian dan semua proses yang
dijalankan akan menuju ke arah kemakmuran bangsa, yang seolah-olah, individu
didorong dengan “Tangan Tak Terlihat” (The Invisible Hand) yang mendorong
mereka untuk maju.
2.
Max Weber, mendifinisikan
kapitalisme adalah sebuah cara produksi komoditi yang berlandaskan kerja
berhonorarium untuk dipasarkan dan sebagai sistem produksi komoditi berdasarkan
kerja berupah untuk dijual dan diperjual-belikan dalam rangka mendapatkan laba.
Bagi Weber, tanda-tanda konsep kapitalisme yang mendasar ada pada cara-cara
pertukaran di area pasar. Metode dipasar ini dapat menyebabkan kelogisan yang
mengarah pada langkah-langkah untuk mendapatkan laba yang sebanyak-banyaknya
(Kristeva, 2015).
3.
Karl Marx mendifinisikan
kapitalisme sebagai corak atau introduksi golongan kapitalis. Adapun corak yang
kaum kapitalis sadari adalah dimotivasi oleh pemikiran pola ekonomi dalam
rangka menumpuk kekayaan. Konsep kapitalisme bagi Marx merupakan suatu formasi
masyarakat kelas dan didistrukturasikan dengan aturan eksklusif, yang mana
manusia dikonfigurasi untuk pabrikasi dalam kebutuhan hidupnya. Menurut Marx
kapitalisme terkandung benih-benih kehancurannya sendiri. Komunisme adalah
akhir yang tak terelakkan untuk proses evolusi dimulai dengan feodalisme dan
melewati kapitalisme dan sosialisme[8](Ismail,
2018).
4.
Ayn Rand mendefinisikan
kapitalisme laksana a social system based on the recognition of individual
rights, including property rights, in which all property is privately owned (suatu
sistem sosial yang berlandaskan pada pengakuan atas hak-hak personal, termasuk
hak milik dimana semua kepemilikan adalah eksklusif (Rand, 1970)
C. KARAKTERISTIK SISTEM EKONOMI KAPITALIS
Kapitalisme
dengan sistem laissez-faire masih terus digaungkan hingga saat ini. Campur
tangan pemerintah dianggap sebagai sesuatu yang berbahaya bagi ekonomi. Namun,
berbagai modifikasi telah dilakukan atas sistem ini sebagai respons atas dampak
buruknya terhadap keadilan distribusi. Pemerintah terdorong untuk ikut campur dalam
mengoreksi kekurangan dari sistem tersebut. Meski demikian, kapitalisme sebagai
sebuah model ekonomi masih terus berkembang. Bahkan, gaung untuk mengurangi
peran pemerintah dalam ekonomi masih terus bergema.[9]
Britannica
mengartikan kapitalisme sebagai sebuah sistem ekonomi yang umumnya berlaku di
negara-negara Barat sejak runtuhnya sistem feodal, di mana mayoritas faktor
produksi dikuasai oleh swasta, dan di mana produksi dan distribusi pendapatan
melalui mekanisme/operasi pasar.
Pengertian lain
yang disampaikan oleh pengkritiknya bahwasanya kapitalisme adalah sebuah sistem
di mana barang dan jasa, termasuk kebutuhan pokok, diproduksi untuk mendapatkan
keuntungan, di mana tenaga kerja juga termasuk barang yang diperjualbelikan
dipasar dan di mana semua pelaku ekonomi bergantung kepada pasar. [10]
Dari berbagai
pengertian di atas, dapat ditarik tiga kesimpulan penting tentang definisi
kapitalisme. Pertama, kapitalisme adalah sistem ekonomi yang berasal dari Eropa
yang kemudian berkembang ke seluruh dunia pada saat ini. Ia menggantikan sistem
feodal di abad pertengahan. Kedua, kapitalisme berkaitan dengan kepemilikan
faktor produksi, di mana sumber daya seyogianya dimiliki dan dikelola oleh
individu masyarakat. Ketiga, mekanisme pasar adalah hal esensial dalam produksi
dan distribusi.
Secara umum,
ekonomi kapitalis memiliki enam pilar mendasar:[11]
1)
Kepemilikan individu. Ekonomi
kapitalis memperbolehkan masyarakat untuk memiliki aset baik yang terlihat
seperti tanah atau rumah, dan juga aset yang tidak terlihat seperti saham dan
juga surat utang.
2)
Self-Interest (kepentingan
pribadi). Masyarakat bergerak untuk mengejar kepentingan individu masing-masing
tanpa ada tekanan untuk berbuat sesuatu untuk kepentingan sosial. Meskipun
tidak terkoordinir untuk pencapaian tujuan tertentu, tetapi mereka meyakini
bahwa kepentingan sosial bisa terwujudkan ketika setiap orang mengejar
kepentingan pribadinya.
3)
Persaingan bebas. Produsen bebas
keluar masuk pasar persaingan.
4)
Mekanisme pasar. Harga ditentukan
oleh mekanisme pasar, interaksi antara pembeli dan penjual.
5)
Bebas dalam menentukan pilihan
(choice) untuk konsumsi ataupun produksi ataupun investasi.
6)
Peran pemerintah terbatas untuk
melindungi hak privat warganya dan memelihara tatanan lingkungan yang
memastikan mekanisme pasar berjalan dengan semestinya.
D. KELEMAHAN DAN KELEBIHAN SISTEM KAPITALIS
1). Kelebihan
Sistem ekonomi kapitalis
a)
Penganut mazhab kapitalis
menyatakan bahwa kebebasan ekonomi dapat
membuat masyarakat memiliki banyak peluang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
b)
Persaingan bebas di antara
individu akan mewujudkan tahap “produksi“ dan tingkat “harga“ pada tingkat yang
wajar dan akan membantu mempertahankan penyesuaian yang rasional di antara
kedua variabel. Persaingan akan mempertahankan keuntungan dan upah pada tingkat
yang sederhana.
c)
Para ahli ekonomi kapitalis
menyatakan bahwa motivasi untuk mendapatkan keuntungan merupakan tujuan yang
terbaik, sebanding dengan tujuan untuk memaksimumkan hasil.[12]
2).
Kelemahan ekonomi kapitalis
a.
Persaingan bebas yang tidak
terbatas, mengakibatkan banyak keburukan dalam masyarakat apabila ia mengganggu
kapasitas kerja dan sistem ekonomi serta munculnya semangat persaingan diantara
individu. Sebagai contoh hak individu yang tidak terbatas untuk memiliki harta
mengakibatkan distribusi kekayaan yang tidak seimbang dalam masyarakat dan pada
akhirnya akan merusak sistem perekonomian.
b.
Adanya perbedaan yang radikal
(jelas) antara hak-hak majikan dan pekerja, penerima upah tidak mempunyai
kesempatan yang sama dengan saingannya, sehingga ketidakadilan ini memperdalam
gap (jurang) antara yang kaya dan miskin.
c.
Sistem ekonomi kapitalis, disatu
pihak memberikan seluruh manfaat produksi dan distribusi di bawah penguasaan
para ahli, yang mengesampingkan masalah kesejahteraan masyarakat banyak
dan membatasi mengalirkan kekayaan di
kalangan orang-orang tertentu saja. Di pihak lain menjamin kesejahteraan semua
pekerja kepada beberapa orang yang hanya mementingkan diri sendiri.[13]
E. PERBEDAAN SISTEM KAPITALIS DAN SISTEM EKONOMI ISLAM
Ada beberapa
perbedaan mendasar antara sistem ekonomi Islam dan ekonomi kapitalis:
1.
Perbedaan Worldview (Pandangan
hidup)
Ada beberapa
point penting dalam perbedaan worldview antara sistem kapitalis dengan ekonomi
Islam. Yaitu:
a)
Bagi non-muslim setelah kehidupan
berakhir maka tidak akan ada kehidupan lagi.[14]
Hal ini berbeda dengan muslim dimana akan ada kehidupan akhirat yang kekal
setelah berakhirnya dunia ini
b)
Apabila mengacu pada
utilitarianisme, maka kita hidup di dunia ini adalah untuk mencari kesenangan
dan menghindari rasa sakit. Bagi kapitalisme, materi adalah hal yang paling
penting untuk mencapai kebahagiaan sejati[15].
Akan tetapi berbeda dengan sistem ekonomi Islam dimana materi bukanlah
segala-galanya dalam mencapai kebahagiaan. Karena materi hanya titipan (amanah)
yang harus dijaga kaena kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Bagi sistem
ekonomi Islam Materi dan Amal Ibadaha (investasi akhirat) untuk mendapatkan
keridloan Allah SWT adalah segala-galanya untuk bisa meraih kebahagiaan dunia
dan akhirat.
2.
Pertimbangan Nilai dan Moral
Dalam perbedaan
sistem kapitalis dan sistem ekonomi Islam terkait pertimbangan nilai dan moral
yang ada dapat dilihat dari berbagai hal:
a)
Gerakan Protestan yang menentang
dominasi gereja dalam segala aktivitas manusia, termasuk dalam permasalahan
ekonomi. Oleh karenanya, kapitalisme menegasikan pertimbangan nilai-nilai atau
moral yang digaungkan oleh agama. Doktrin-doktrin agama seperti halal dan haram
tidak menjadi sebuah nilai yang dipertimbangkan dalam aktivitas ekonomi[16].
b)
Perbedaan mendasar antara
kapitalisme dan ekonomi Islam adalah norma dan nilai yang membatasi kebebasan
manusia dalam mencari keuntungan atau kekayaan pribadi. Kapitalisme tidak
membatasi kebebasan manusia berdasarkan norma agama atau ketuhanan. Jikalau ada
batasan-batasan di dalam kapitalisme, maka batasan tersebut hanyalah buatan
manusia yang cenderung terus berubah, di mana hal tersebut memungkinkan
terjadinya ketidakseimbangan di masyarakat. Riba, perjudian, spekulatif dan
konsentrasi kekayaan di segelintir orang tidak terelakkan.
c)
Sistem Ekonomi Islam kontemporer
terfokus dengan Industri halal yang meliputi sejumlah sektor ekonomi yang
produk/jasa utamanya dipengaruhi oleh etika dan hukum Islam secara struktural,
di antaranya: 1) makanan halal, 2) keuangan Islam, 3) modest fashion, 4)
pariwisata syariah, 5) media dan rekreasi syariah, 6) farmasi halal, dan 7)
kosmetik halal, sedangkan sistem kapitalis selalu menakankan pada keuntungan
maksimum tanpa memperhatikan kebaikan moral dan nilai (moral hazard).
3.
Harmoni antara Kepentingan Individu
dan Kepentingan Kolektif atau Sosial.
Pada titik harmoni antara kepentingan indiveidu dan
kolektif atau sosial bagi sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi Islam ada
beberapa perbedaan, yaitu paham kapitalisme, kepentingan individu adalah hal
yang pokok untuk kesejahteraan manusia sebagaimana yang menjadi ciri dari
sistem ini. Biarkan setiap orang mengejar kepentingannya masing-masing.
Kepentingan sosial dapat terwujud dengan sendirinya ketika semua orang mengejar
kepentingannya.
Di dalam ekonomi
Islam, kepentingan sosial lebih diutamakan daripada kepentingan individu.
Tidak ada satu pun individu
atau institusi yang dibiarkan menjadi
korban ketamakan manusia.
Keegoisan golongan kaya dan para penguasa selalu ditekankan pelarangannya.[17] Dalam
perintah Islam untuk senantiasa berbagi kepada orang lain (zakat, sedekah, dan
wakaf) menunjukkan bahwa kepedulian terhadap sosial merupakan bagian integral
dari ekonomi Islam.[18]
4.
Permasalahan
Ekonomi
Di dalam sistem
kapitalisme, permasalahan ekonomi yang umum dipahami adalah terbatasnya sumber
daya untuk memenuhi keinginan manusia yang tidak terbatas. Hal ini mengharuskan
manusia untuk membuat suatu pilihan dalam produksi, konsumsi, dan juga
distribusi. Adapun yang dijadikan sebagai pertimbangan utama dalam pemenuhan
keinginan tersebut adalah pertimbangan materi, yakni anggaran. Dari berbagai
alternatif pilihan, maka keputusan didasarkan pada pilihan yang dapat memenuhi
kepuasan tertinggi dengan anggaran yang paling efisien.
Sementara itu,
dalam ekonomi Islam, keinginan manusia dibatasi pada pemenuhan kebutuhan. Dua
moral utama Islam dalam hal ini adalah dilarangnya sikap berlebih-lebihan
(israf) dan sikap menyianyiakan (tabdzir).[19]
Seseorang yang sudah mencukupi kebutuhan pribadinya dituntut untuk juga
memperhatikan kebutuhan orang lain/masyarakat melalui zakat dan sedekah. Selain
itu, pemenuhan kebutuhan dalam Islam juga dibatasi pada barang atau jasa yang
halal dan tayib.
Adapun kaitannya dengan sumber daya alam yang terbatas,
maka sesungguhnya Allah SWT. telah
menjamin rezeki setiap makhluknya. Tidak ada satu pun makhluk yang tidak ditetapkan rezekinya. Namun, Allah SWT. juga mengingatkan bahwa salah
satu bentuk ujian adalah kelaparan atau kekurangan sumber
daya alam. Dengan demikian,
kelangkaan sumber daya lebih bersifat relatif, artinya, ada ketidakmerataan
distribusi kekayaan, baik yang karena memang Allah SWT lebihkan satu daerah
dibanding daerah lain atau karena ulah sekelompok manusia yang mencoba untuk
menguasainya untuk kepentingan pribadinya.
5.
Kepemilikan
Sumber Daya
Kapitalisme
sangat mendorong kepemilikan individu. Dalam ekonomi Islam terkait dengan hal
ini ada- lah bahwasanya Allah SWT adalah pemilik harta sesungguhnya. Ia yang
menciptakan, ia yang memiliki dan kepadanya semua akan kem- bali.[20]Kepemilikan
manusia terhadap harta atau sumber daya tidak- lah mutlak atas keseluruhan
hartanya. Allah SWT. sebagai pemilik har- ta sesungguhnya menegaskan bahwa di
setiap harta yang Allah SWT. dititipkan kepada manusia terdapat hak orang lain.
Atas dasar ini pula, Islam mendorong setiap individu untuk menyisihkan sebagian
hartan- ya untuk orang lain yang lebih membutuhkan.
Dalam konteks
Indonesia, UUD 45 pasal 33 ayat 3 menegaskan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Hal ini menunjukkan keselarasan UUD dengan
prinsip Islam.
Lebih lanjut,
umat Islam juga dapat mengubah kepemilikan individunya menjadi kepentingan
publik (wakaf). Praktik wakaf ini dicontohkan oleh Rasulullah SAW. dan para
sahabatnya. Banyak sarana ibadah (masjid/musala), sarana pendidikan (sekolah),
sarana kesehatan (rumah sakit), dan berbagai sarana publik lainnya adalah wakaf
dari umat Islam.
6.
Mekanisme
Pasar
Mekanisme pasar
merupakan interaksi antara permintaan dan penawaran. Harga ditentukan oleh
mekanisme pasar. Di berbagai buku ekonomi mainstream (kapitalis) saat ini,
dapat dijumpai adanya hukum permintaan dan hukum penawaran dalam menjelaskan
keterkaitannya dengan harga. Hukum permintaan menunjukkan hubungan negatif
antara permintaan dan harga, sedangkan hukum penawaran menunjukkan hubungan
positif dengan harga. Interaksi kurva permintaan dan kurva penawaran akan
menghasilkan titik keseimbangan yang menunjukkan tingkat harga dan jumlah
output di pasar. Dalam hal ini tidak ada perbedaan sistem kapitalis dan ekonomi
Islam.
Dalam pandangan
kapitalisme, mekanisme persaingan pasar yang sempurna diharapkan dapat
mengalokasikan sumber daya yang efisien, mendistribusikan barang dan jasa
secara efisien kepada konsumen, serta memproduksi barang yang diinginkan oleh
masyarakat.[21]
Dalam hal ini, terdapat sejumlah catatan dalam ekonomi Islam. Pertama,
efisiensi menghendaki optimalisasi sumber daya tanpa adanya unsur
berlebih-lebihan (israf) dan juga mubazir. Kedua, ekonomi Islam menentang eksploitasi
terhadap tenaga kerja. Ketiga, tidak semua barang atau jasa bisa diproduksi
sesuai keinginan manusia, pertimbangan kehalalan dan juga kemanfaatan barang
atau jasa tersebut.
Ekonomi Islam
memberikan perhatian kepada kesempurnaan mekanisme pasar. Mekanisme pasar yang
sempurna dapat menghasilkan harga yang adil bagi penjual dan juga pembeli.
Harga yang adil dalam ekonomi Islam memiliki sejumlah terminology: si’r
al-mitsl, tsaman al-mitsl, dan qimah al-adl. Guna menghindari ketidaksempurnaan
pasar, Ekonomi Islam melarang praktik ihtikar,[22]
membuka akses informasi (seperti melarang penipuan/tadlis, talaqqi rukban,[23]
bay’ najasy[24]
dan lain-lain), dan memperbolehkan regulasi harga oleh pemerintah dalam kondisi
darurat.[25]
7.
Intervensi
Pemerintah
Kapitalisme sangat
mengedepankan persaingan pasar tanpa adanya unsur intervensi pemerintah.
Laissez-faire, Laissez-passer adalah doktrin ekonomi kapitalis yang sering
digaungkan. Sebuah doktrin yang menginginkan minimnya intervensi pemerintah
dalam ekonomi.[26]
Tanpa intervensi pemerintah, diharapkan akan terdapat tangan tak terlihat
(invisible hand) yang akan mewujudkan kepentingan sosial. [27]
Adapun ekonomi
Islam memberikan peran pemerintah yang lebih aktif, tidak hanya aspek pemenuhan
lapangan kerja dan inflasi, tetapi juga memperhatikan aspek redistribusi
pendapatan. Ekonomi Islam memiliki instrumen seperti zakat yang memaksa orang
kaya untuk menyisihkan sebagian hartanya untuk disalurkan kepada golongan
tertentu (ashnaf zakat), terutama fakir miskin. Ekonomi Islam menghendaki
pemerintah untuk menjaga harmoni antara kepentingan individu dan kepentingan
sosial.
Kahf (1991)
menjelaskan beberapa peran negara dalam sektor ekonomi:
1)
Mewujudkan kemampuan ekonomi
yang diperlukan untuk memperkuat negara Islam, sehingga dapat
melindungi agama.
2)
Menjaga kepuasan masyarakat terhadap
perekonomian secara umum dan mempromosikan kesejahteraan materi dengan menjamin
kebutuhan dasar setiap individu.
3)
Memaksimalkan manfaat barang publik.
4)
Memiliki
sumber keuangan yang
cukup untuk mengelola pemerintahan dan pengeluaran
sesuai dengan syariah.
5)
Melindungi kerangka moral dan hukum serta
mempromosikan lingkungan kerja yang kondusif untuk mencapai kesuksesan di
akhirat.
6)
Memelihara keadilan ekonomi dengan melestarikan
keseimbangan sosial dan ekonomi, memastikan pekerjaan buat para penduduk, dan
melindungi penghasilan dan kekayaan masyarakat.
Tabel:
Perbedaan Sistem Ekonomi Kapitalis dengan
Sistem Ekonomi Islam
|
Ekonomi Islam |
Ekonomi Kapitalis |
Worldview |
Islam sebagai
pedoman hidup. Percaya kepada
adanya akhirat (hari
pembalasan). |
Sekularisme/materialisme. |
Pertimbangan Nilai dan Moral |
Nilai Islam
(halal-haram, etika dan moral/akhlak) |
Bebas nilai. |
Harmoni antara kepentingan Individu dan Kepentingan Kolektif |
Kepentingan sosial
lebih diutamakan daripada kepentingan individu. |
Kepentingan individu dengan sendirinya menghasilkan kepentingan kolektif. |
Permasalahan Ekonomi |
Pemenuhan kebutuhan. |
Pemenuhan keinginan yang tidak terbatas. |
Kepemilikan Sumber
Daya |
Kepemilikan individu dan so- sial. |
Kepemilikan individu. |
Mekanisme Pasar |
Harga adalah
ketetapan Allah SWT yang mampu mengge-
rakkan hati manusia
dalam melakukan permintaan dan penawaran |
Hukum permintaan dan penawaran. |
Intervensi Pemerintah |
Intervensi pemerintah diperlukan dalam redistri- busi pendapatan (zakat)
dan upaya mewujudkan keadilan dan
kepatuhan terhadap nilai Islam. |
Pasar bebas;
tanpa intervensi pemerintah atau dengan minim
intervensi. |
[1] Hadi, N. (2018). Paradigma Idiologi
Sistem Ekonomi Dunia. Al-Fikra: Jurnal Ilmiah KeIslaman, 17(1), 97- 129.
[2] Gregory, P. & Stuart, R.C. (2013). The Global Economy and its Economic Systems. South-Western College Pub. P. 29.
ISBN 978-1285055350
[3] Douglass C North. (2005). Understanding the Process of Economic Change, Princeton Economic
History of the Western World
(Princeton, New Jersey,
United States: Princeton University Press).
[4] Mohamed Ali Elgari, “Islamic Economic
System,” https://saraycon.com/Islamic-economic-system/
[5]
Rahardja dan Mandala Manurung, Pengantar llmu
Ekonomi (Mikroekonomi &
Makroekonomi) Ed-3, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia,
2008) Hlm. 469
[6]
Sirajuddin, & Tamsir. (2015). Rekonstruksi Konseptual
Kepemilikan Harta Perspektif Ekonomi Islam (Studi
Kritis Kepemilikan Harta
Sistem Ekonomi Kapitalisme). 3(3), 66–71.
[7]
Zainol Hasan, & Mahyudi, M. (2020). Analisis
terhadap Pemikiran Ekonomi Kapitalisme Adam Smith. Istidlal: Jurnal Ekonomi Dan
Hukum Islam, 4(1), 24–34.
[8] Ismail, Z. (2018). Teori Ekonomi.
[9] Chapra, M.U. (1995). Islam and the Economic Challenge. The Islamic foundation & The International Institute of Islamic Thought
[10] Wood, E.M. (2002). The Origin of Capitalism: A Longer View. Verso
[11] Jahan, S. & Mahmud, A.S (2017). What is Capitalism? In Back to Basics: Economic
Concept explained. Finance
and Development-International
Monetary Funds.
[12]
M Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam,
(Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), 315.
[13]
M Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi
Islam…., 136
[14] Furqani, H. (2018). Worldview and the Construction of
Economics Secular and Islamic Tradition. Tsaqafah: Jurnal Peradaban
Islam, 14(1), 1-24.
[15] Yulizar D dan Ismail (2015).
Falsafah Ekonomi Islam. Karya Abadi: Jakarta,
hal. 44-47
[16] Berghout, A.
(2009). Toward an Islamic framework for worldview studies: Preliminary
theorization. The Ameri-can Journal of Islamic
Social Sciences, 24(2),
22-43.
[17] Murtaza, N. (2011). Pursuing
self-interest or
self-actualization? From capitalism to a steady-state, wisdom economy. Ecological
Economics, 70(4), 577-584.
[18] Q.S. adz Dzariyat: 19, at-Tawbah: 60, al-Baqarah: 177, dll.
[19] Q.S. al-Isra’: 26-27, al-An’am: 141
[20] Q.S. al-Maidah [5] : 18 dan Q.S. ar-Rum [30]: 11,
[21] Case, K. E., Fair, R. C., & Oster, S. M. (2012). Principles of Economics (10th ed.). Pearson
Prentice Hall.
[22] Sengaja menahan atau menimbun barang, terutama saat terjadi kelangkaan, dengan tujuan menaikkan
harga di kemudian hari.
[23] Membeli barang dengan cara mencegat para penjual di luar kota; memanfaatkan ketidaktahuan mereka terkait harga di
kota
[24] Rekayasa permintaan agar terjadi
kenaikan harga.
[25] Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (2015)
[26] Smith, A. (2002). The wealth
of nations [1776]. Colin Muir, p. 316
[27] Jhaan, S. & Mahmud, A.S (2017). What is Capitalism? In Back to Basics: Economic
Concept explained. Finance
and Development-International
Monetary Funds.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar