Sabtu, 29 Juni 2024

METODOLOGI EKONOMI ISLAM

 

METODOLOGI EKONOMI ISLAM

 

 

A. FILOSOFI ILMU PENGETAHUAN

Ilmu pada hakikatnya adalah apa yang dipelajari, bagaimana mempelajarinya dan apa nilai guna dari ilmu tersebut. Ilmu merupakan usaha manusia yang bersifat kognitif rasional, menggunakan metode tertentu sehingga diperoleh kumpulan pengetahuan yang sistematis yang menjelaskan kausalitas mengenai suatu objek tertentu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam ataupun sosial. Ilmu memiliki karakteristik rasional, empiris, sistematis, objektif, verifikatif dan terbuka untuk dikoreksi.[1]

Pengetahuan merupakan hasil proses pengindraan terhadap suatu objek tertentu, yang tidak sistematis, objektif dan tidak universal, karena tidak memerlukan pembuktian atau pengujian yang ketat. Selain itu, proses pembelajaran pengetahuan juga dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti fasilitas informasi, lingkungan dan budaya. Pengetahuan muncul dari setiap keingintahuan manusia, karena sebenarnya otak manusia tidak pernah berhenti berfungsi. Bahkan rasa ingin tahu terkadang dapat menyebabkan manusia menjadi terlalu terobsesi dengan keinginan tersebut.

Di dalam sejarahnya, perkembangan struktur ilmu tidak terlepas dari peran filsafat ilmu sebagai landasan filosofinya. Filsafat ilmu adalah satu bidang ilmu yang memiliki lingkup kajian tentang hakikat ilmu pengetahuan dalam pandangan kefilsafatan,[2]cara kerja ilmu pengetahuan dan logika yang melaluinya pengetahuan ilmiah tersebut dibangun.[3]

Filsafat ilmu dapat dipahami dari dua sisi, yaitu filsafat ilmu sebagai disiplin ilmu dan sebagai landasan filosofis pengembangan ilmu pengetahuan yang mendasari proses pembangunan keilmuan. Terdapat dua persoalan mendasar tentang ilmu, pertama persoalan demarkasi yang disebut sebagai garis yang memisahkan antara ilmu dan yang bukan ilmu, apa yang mencirikan ilmu, dan bagaimana mencapai kemajuan ilmiah? Persoalan kedua, yaitu mengenai perkembangan ilmu itu sendiri.

 

Filsafat ilmu terdiri dari kajian yang bersifat umum, yang dikenal dengan General Philosophy of Science dan kajian yang bersifat khusus, dalam arti secara khusus menyelidiki berbagai cabang ilmu pengetahuan dan struktur yang mendasarinya, maka ada filsafat biologi, filsafat psikologi, filsafat ekonomi, filsafat ekonomi Islam danlain-lain.

1.         Filsafat Ilmu sebagai Disiplin Ilmu.

Filsafat ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat, dengan demikian sebagai disiplin ilmu, Filsafat Ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat[4] dengan demikian, juga merupakan disiplin filsafat khusus yang mempelajari bidang khusus, yaitu ilmu pengetahuan. Maka mempelajari filsafat ilmu berarti mempelajari secara filosofis berbagai hal yang terkait dengan ilmu pengetahuan. Di sini filsafat ilmu dilihat secara teoritis, yang dimaksudkan untuk menjelaskan “apa”, “bagaimana” dan “untuk apa” ilmu pengetahuan itu. Tiga persoalan ini lazim disebut ontologi, epistemologi dan aksiologi ilmu pengetahuan.

Aspek ontologi berkaitan dengan apa yang dipelajari atau apa objek studi ilmu. Persoalan utama pada aspek ontologi ilmu adalah fundamental structure mengapa sesuatu disebut ilmu dan mengapa sesuatu disebut ilmiah. Dengan demikian pada umumnya ontologi dikaitkan dengan pembatasan kriteria ilmiah dan tidak ilmiah. Ilmiah adalah sesuatu yang bersifat rasional, logis dan dapat dipertanggungjawabkan.

Aspek Epistemologi berkaitan dengan bagaimana ilmu mempelajari objek studinya menggunakan metode tertentu, yaitu metode keilmuan atau metode ilmiah. Epistemologi ilmu adalah pem bahasan mengenai al-aql seperti al-aql al-Islami,[5] aql al-arabiy,[6] reason,[7] episteme,[8] dan scientific.[9] Epistemologi berwujud pemikiran-pemikiran yang berasal dari mazhab-mazhab besar pemikiran. Setiap keilmuan memiliki karakter keilmuan yang ditentukan oleh pola pikir mazhab yang menjadi dasarnya. Epistemologi memiliki dua elemen penting:

1)        Struktur nalar yang merupakan unsur pokok dari aliran pemikiran yang membedakannya dengan aliran pemikiran yang lain,

2)        Proses pembentukan nalar, yaitu aspek histori dari epistemologi itu.

Aspek Aksiologi ilmu berkaitan dengan apa nilai guna dari ilmu. Di dalam aspek ini, ilmu sebagai produk berpikir keilmuan dapat bersifat positif dan normatif. Ilmu bersifat positif, berkenaan dengan fungsi ilmu sebagai alat untuk mendeskripsikan, menjelaskan dan memprediksi berbagai gejala dari objek studi yang dipelajari sebagaimana apa adanya. Sementara itu, ilmu bersifat normatif berkenaan dengan fungsi ilmu berkenaan dengan fungsi ilmu sebagai alat untuk mengendalikan berbagai gejala dari objek studi yang dipelajari ke arah yang diinginkan. Ke arah yang diinginkan mengandung arti apa yang seharusnya, bukan apa adanya. Jadi secara normatif ilmu diaplikasikan sebagai alat untuk mencapai tujuan, yaitu menjadikan hidup manusia menjadi lebih mudah dalam mencapai kesejahteraan. Dalam konteks ini, etika, moral dan nilai menjadi pertimbangan utama.

2.         Filsafat     Ilmu    sebagai            Landasan Filosofis      bagi     Ilmu Pengetahuan

Filsafat ilmu sebagai landasan filosofis pengembangan ilmu memiliki fungsi untuk memberikan kerangka, memberikan arah, menentukan corak dari keilmuan yang dihasilkan. Landasan filosofis yang dimaksud adalah kerangka teori, paradigma ilmiah dan asumsi dasar.

1)  Kerangka Teori

Teori itu penemuan yang dihasilkan oleh ilmuwan yang melakukan penelitian ilmiah terhadap masalah tertentu dalam lingkup bidang ilmu tertentu. Dengan demikian setiap teori ada penemu dan disiplin ilmunya. Ciri yang membedakannya dengan konsep (al-tashawwur). Konsep merupakan hasil dari abstraksi (al-tajrid) setelah upaya pengindraan yang umumnya biasanya dilakukan oleh manusia.

Teori   itu   pada   dasarnya   merupakan   penyederhanaan   atau simplifikasi dari kompleksitas realitas. Di dalam rangka demikian, teori bisa berujud skema, bagan, concept map, mind mapping, dan semacamnya, yang sebenarnya merupakan bangunan logika. Inilah yang disebut framework atau theoretical framework. Itulah sebabnya, setiap teori berkonsekuensi metodologis tertentu, sehingga metodologi itu sangat tergantung teori yang digunakan. Di dalam arti sempit, metodologi bisa jadi sama dengan metode, yang sama- sama berarti cara. Namun dalam aktivitas ilmiah, ke duanya memiliki wilayahnya masing-masing. Metode itu wilayahnya teknis, maknanya proses dan prosedur, sedang metodologi wilayahnya filosofis, maknanya logic of scientific discovery (logika penemuan). Logic of scientific discovery itu secara sederhana bisa dimengerti sebagai langkah-langkah rasional dari aktivitas ilmiah yang membawa atau menggiring kepada kesimpulan, atau ditemukan temuan baru sebagai akhir aktivitas ilmiah.

Metodologi memiliki sejumlah elemen penting, yaitu: pendekatan, teori, metode, dan keyword atau technical concept. Di dalam bangunan keilmuan, teori itu merupakan basis logis dari ilmu yang memungkinkan ilmu pengetahuan itu memiliki nilai objektif dan diterima oleh ilmuwan. Sebagai basis pengembangan ilmu, tidak satu pun ilmuwan menolak keberadaan teori. Artinya, tidak disebut ilmu, jika tidak dilandasai oleh teori tertentu. Lebih mendalam pembahasan terhadap teori ini, bisa ditemukan dalam satu disiplin ilmu, namanya logika ilmu (logic of science).

2)  Paradigma Ilmiah

Dari asal pembentukannya, paradigma ilmiah itu juga berasal dari teori tertentu yang telah mengalami eskalasi (escalation), yang ditandai dengan perluasan objek dan perspektif yang lebih baru. Paradigma ilmiah itu mirip seperti payung (scientific umbrella) yang melindungi sejumlah teori, sehingga bisa jadi beberapa teori bernaung dalam satu paradigma ilmiah.

Paradigma ilmiah itu merupakan seperangkat pola pikir yang membuat para ilmuwan bekerja secara lebih mudah dan otomatis, karena paradigma menyediakan kerangka, pertimbangan- pertimbangan dalam pemilihan metodologi, teori, serta analisis yang diperlukan. Paradigma ilmiah itu terjadi karena konvensi dari para ilmuwan. Paradigma akan mengalami pergeseran (shifting), jika sudah tidak disepakatinya lagi.

Melihat keberadaan paradigma yang sangat tergantung dengan kesepakatan ilmuwan, maka paradigma ilmiah itu dikatakan basis kemanusiaan dari ilmu pengetahuan (science), dalam arti basis sosiologis, basis antropologis, dan basis historis. Keberadaan paradigma ilmiah sebagai landasan pengembangan ilmu masih pro-kontra, ada perbedaan pendapat, karena menempatkan subjektivitas ilmuwan sebagian bagian tidak terpisahkan dari bangunan keilmuan. Memang, peran subjek tidak bisa sama sekali dinafikan, tetapi sisi-sisi keilmiahan menuntut objektivitas. Pembahasan lebih mendalam terhadap paradigma ilmiah ini, bisa ditemukan dalam beberapa disiplin ilmu, yaitu sosiologi ilmu (Sociology of Science), antrolopogi ilmu (Antropology of Science), dan sejarah ilmu (History of Science).

3 ) Asumsi Dasar

Asumsi dasar itu aspek terdalam dari bangunan keilmuan, sehingga dapat saja dianggap tidak ada, kecuali bagi mereka yang memiliki kepekaan filsafat ilmu. Asumsi dasar itu merupakan seperangkat keyakinan, prinsip-prinsip hidup, spirit, bahkan keimanan keagamaan ilmuwan yang turut mempengaruhi perilaku keilmuan atau aktivitas ilmiah yang dijalankannya. Asumsi dasar itu merupakan basis teologis-metafisis dari ilmu pengetahuan, yang memungkinkan sains berbasis agama itu bisa menjadi ilmiah. Menafikan basis teologis-metafisis ini sama artinya dengan memustahilkan keberadaan sains berbasis agama, seperti sains Islam yang terus diupayakan pengembangannya oleh banyak universitas atau para ilmuwan muslim.

Asumsi dasar itu juga bisa menjadi basis integrasi ilmu-ilmu, bahkan menjadi basis integrasi ilmu dan agama. Sudah tentu, dengan catatan, jika asumsi dasar itu direkonstruksi sedemikian rupa, sehingga menjadi lebih produktif bukan statis. Asumsi dasar itu keberadaannya tidak tersentuh oleh upaya falsifikasi dan refutasi, karena di luar jangkauan upaya-upaya itu, di samping itu keberadaannya dilindungi oleh apa yang disebut dengan protective belt.

Selama ini, bangunan keilmuan pada lingkungan akademik bukan sama sekali tidak memiliki landasan filosofis. Ilmu logika, baik logika tradisional, yang bercirikan bahasa dan pola pikir deduktis, maupun logika modern (yang juga dikenal dengan logika saintifika) yang memakai pola induktif dengan seperangkat simbolnya, jelas tidak sedikit peranannya dalam membangun wawasan ilmiah akademik. Bahkan selama ini ilmu logika telah menjadi ilmu dasar dan dianggap sebagai satu-satunya pola pikir yang bisa dipertanggungjawabkan. “Jika ingin berpikir lurus atau berargumen dengan tepat, maka dalami dulu ilmu logika”, demikian kira-kira ungkapannya. Harus diakui, peran ilmu logika dewasa ini dirasakan tidak mencukupi lagi, karena beberapa keterbatasan yang ada. Hal ini terlihat misalnya dalam karakteristiknya, yakni formalisme, naturalisme, saintisme, instrumentalisme.

Berbeda dengan ilmu logika, filsafat ilmu menawarkan banyak pola pikir dengan memperhatikan kondisi objek dan subjek ilmu, bahkan pola pikir logika sebagai bagian di dalamnya. Lebih jauh, filsafat ilmu tidak hanya sebagai sarana (instrument)   dalam proses penggalian ilmu, tetapi juga memberikan kerangka pada taraf pra dan post kegiatan keilmuan. Karena itulah, sebagai landasan filosofis dari ilmu pengetahuan, filsafat ilmu memberikan kerangka bagi ilmu sekaligus menentukan corak keilmuan, bahkan konsekuensi logis dan sosiologisnya.

Dengan demikian secara akademis, sebagai landasan filosofis ilmu pengetahuan, filsafat ilmu bisa dipahami sebagai perkembangan lebih jauh dari peran yang selama ini di‘mainkan’ oleh ilmu logika. Tidak hanya itu, bahkan secara historis, perkembangan filsafat terutama cabang epistemologi, menunjukkan bahwa dewasa ini memang era filsafat ilmu.

3.         Perbedaan Anatomi Ilmu Pengetahuan dalam Islam dan Konvensional

Untuk menjadi ilmu pengetahuan, ekonomi konvensional telah melalui proses-proses yang disebut sebagai empirical evidence process, yang dalam mempelajari ilmu pengetahuan ada metode riset untuk menunjukkan bahwa sebuah pengetahuan itu ada, dan diuji validitasnya. Berbeda dengan ekonomi konvensional, ilmu pengetahuan dalam Islam memiliki anatomi yang berbeda dari ekonomi konvensional.

Ilmu pengetahuan dalam Islam tidak hanya berasal dari akal, panca indra ataupun pengalaman kehidupan. Allah SWT menganugerahi akal kepada manusia dan Allah SWT menurunkan sebuah panduan keberilmuan bagi seluruh umat manusia melalui sebuah petunjuk Alquran. Wahyu yang diturunkan melalui Alquran memerlukan sebuah proses interpretasi pemahaman agar manusia dapat memahami hakikat ilmu yang Allah SWT berikan kepada manusia.

Epistemologi dalam ilmu ekonomi Islam dibangun di atas Islamic worldview berdasarkan pada wahyu dan ajaran agama. Kebenaran suatu pengetahuan dapat didefinisikan tanpa adanya dikotomi antara doktrin dan realitas, nilai dan fakta. Ilmu sejatinya menuntun kita lebih dekat dengan Tuhan bukan sebaliknya menjauhkan kita dari-Nya. Ilmu mendekatkan kita pada kebenaran, bukan menyesatkan.

Di dalam Islam, ilmu mencari kebenaran tentang hakikat Tuhan, ciptaan-Nya, dan segala fenomena kehidupan yang diperoleh melalui wahyu, pemikiran, dan pengalaman manusia. Setiap ide harus dibuktikan keasliannya, bukan hanya prasangka dan nafsu. Tanpa meyakini kebenaran, kita hanya berdusta. Dengan demikian, esensi dari ilmu adalah ilmu harus menuntun kita pada kebenaran. Oleh karena itu, ilmu yang dipelajari dan dikembangkan harus diperoleh dari sumber yang diyakini pasti kebenarannya, yaitu Tuhan.

Ilmu pengetahuan dalam Islam, berdasarkan sumbernya dapat dibagi menjadi dua:

1)        Revealed Knowledge

Revealed Knowledge adalah ilmu yang berasal dari wahyu Allah SWT SWT. yang berupa Alquran dan juga hadis Rasulullah SAW. dan menjadi landasan utama dan sumber inspirasi utama dari acquired knowledge.

2)        Acquired Knowledge

Acquired Knowledge adalah ilmu yang diperoleh dari hasil usaha manusia dalam menggali dan mengoptimalkan akal pikirannya dalam memahami sesuatu, seperti fatwa-fatwa kontemporer serta ilmu-ilmu modern yang ada pada saat ini. Saat ini acquired knowledge yang menjadi fundamental ketika kita berbicara tentang sumber ilmu pengetahuan dalam Islam. Proses pemahaman, interpretasi dan analisis ayat menjadi sebuah ilmu yang dapat dirasakan manfaatnya.

4.         Filosofi Ilmu dan Peranannya dalam Ekonomi Islam

Ekonomi Islam dibangun atas dasar agama Islam, karenanya ia merupakan bagian tidak terpisahkan dari agama Islam. Pertanyaan mendasar yang sering muncul adalah, apakah mungkin agama menjadi dasar ilmu pengetahuan? Kemungkinan ilmu pengetahuan dibangun atas dasar agama dijelaskan oleh Kahf.[10] Cakupan ilmu pengetahuan dan agama sangat dimungkinkan ketika agama didefinisikan sebagai seperangkat kepercayaan dan aturan yang pasti membimbing manusia dalam tindakannya terhadap Tuhan, orang lain dan diri sendiri.

Ilmu ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai kajian tentang perilaku manusia dalam hubungannya dengan pemanfaatan sumber daya ekonomi untuk memproduksi barang dan jasa serta mendistribusikannya untuk di konsumsi. Dengan definisi seperti ini maka ilmu ekonomi dapat dicakup oleh agama, sebab ia merupakan salah satu bentuk perilaku kehidupan manusia.

Keterkaitan agama dan ilmu dapat dikaji dengan melihat kaitan antara wahyu dan akal. Wahyu menuntun manusia untuk memahami segala tujuan hidupnya, tanggung jawabnya dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya. Dengan demikian terdapat komplementari antara akal dan wahyu yang saling melengkapi satu sama lain dan sangat berguna bagi kehidupan manusia. Jadi, ilmu agama dan pengetahuan saling melengkapi dalam membangun suatu kehidupan yang baik bagi manusia dan seluruh kehidupan.

Oleh karenanya, ekonomi Islam bukanlah mazhab lain dari ekonomi konvensional, seperti yang selalu diinformasikan pada saat ini. Ekonomi Islam berasal dari filsafatnya sendiri. Menurut Muhammad Arif Zakaullah[11] dalam tulisannya mencoba menjawab kritik yang dengan berbagai alasan menentang perkembangan ekonomi Islam. Ini akan memungkinkan untuk memahami sifat ilmiah ekonomi Islam, tetapi juga akan memungkinkan mereka untuk menghargai bahwa perkembangan paradigma syariah dari ekonomi Islam sebenarnya, awal dari revolusi ilmiah di bidang ekonomi. Mazhab kapitalisme menunjukkan bahwa sistem ekonomi Islam sama dengan kapitalisme, mereka menekankan bahwa Islam juga memungkinkan hak atas kemakmuran swasta, usaha bebas, dan ekonomi pasar. Namun, mereka mengakui bahwa penyesuaian tertentu perlu dilakukan dalam kapitalisme agar sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Menurut kelompok ini, ilmu ekonomi Islam kurang memiliki landasan ilmiah dan hanya merupakan refleksi dari keyakinan agama tertentu.

Dalam filosofi ilmu pengetahuan yang terdiri atas tiga komponen, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ketiga komponen filosofi ini pada dasarnya adalah satu kesatuan utuh yang saling terkait satu dengan yang lainnya, yang menjadi landasan dalam pembahasan hakikat dari sebuah ilmu pengetahuan.

1)        Aspek Ontologi Ekonomi Islam

Ontologi berasal dari bahasa Yunani yang berarti keberadaan dan logos berarti ilmu pengetahuan. Adapun dalam arti lain, ontology adalah pemikiran mengenai yang ada dan keberadaannya. Prinsip ontology ini menegaskan tentang relativitas keputusan yang mana setiap keputusan mengungkapkan hubungan dari hal lain saat keputusan dibuat dengan hal yang sebenarnya terjadi saat keputusan itu dibuat. Maka dari itu prinsip ontology adalah tahap pertama dalam menyusun teori yang merangkul gagasan aktualitas, pemberian dan sebuah proses.[12]

Adapun dalam hal agama Islam, keesaan Tuhan adalah dasar moral utama menurut pengertian ontologi. Hal tersebut disebut pula dengan konsep keesaan yang berarti bahwa kemutlakan dan keleng kapan pencipta, pengetahuan, kemauan dan kuasa tidak terpisahkan atas segala sesuatu karena berada di tangan Tuhan saja. Konsep keesaan ini kemudian disebut dengan tauhid.

Sementara itu, dalam hal objek kajian ekonomi Islam, ontology ini merupakan suatu pendekatan yang menjadi acuan untuk menentukan hakikat dari ilmu ekonomi Islam. Apabila dilihat secara ontology, ilmu ekonomi Islam membahas dua disiplin ilmu, yaitu ilmu ekonomi murni dan muamalat di mana dalam operasionalisasinya ilmu ekonomi Islam akan selalu bersumber dari dua hal tersebut. Selain itu, hukum ontologis yang utama sebagai dasar adalah tauhid. Sebab tauhid sebagai ontologi utama yang menjelaskan sifat segala sesuatu sebagai hukum yang tidak. Dengan sendirinya tauhid ini menjadi atribut esensial Allah SWT yang tidak memiliki perbandingan.[13]

Di dalam kaitannya dengan ekonomi Islam, dapat dijelaskan bahwa peran ontologi akan membahas mengenai pemahaman Islam terhadap adanya realitas ekonomi serta fondasi konsep ekonomi Islam yang akan menghasilkan sebuah perspektif baru bagi ilmu ekonomi. Kajian ontologi akan memberikan sebuah gambaran utuh dari bangunan besar ekonomi Islam. Termasuk di dalamnya tentang bagian-bagian dari bangunan ekonomi Islam, seperti misalnya apakah kajiannya termasuk mikro dan makro? Bagaimana dengan kajian perbankan dalam ekonomi Islam, kajian uang, kajian lingkungan, dan sebagainya.

Di dalam contoh lain yang lebih sederhana, ontologi juga akan mengkaji sebab-sebab permasalahan yang dalam perspektif Islam dianggap menjadi pemicu dasar adanya kajian ekonomi, jika kelangkaan merupakan masalah dasar yang menjadi sebab diperlukannya kajian ekonomi menjadi penting? Apakah ada bedanya? Bagaimana pembahasannya? Ada lebih banyak lagi pertanyaan- pertanyaan lainnya. Pembahasan dalam ontologi pada akhirnya akan menentukan apa saja yang menjadi inti dalam ekonomi Islam sebagai sebuah bangunan ilmu pengetahuan. Artinya kajian ontologi berfungsi untuk menerjemahkan apa saja yang akan dibahas dalam ekonomi Islam serta bagaimana aktivitas dalam ekonomi Islam dilakukan. Kajian ontologi akan memberikan sebuah perspektif ekonomi Islam yang genuine yang memang berdiri sendiri, di atas fondasi yang memang berbeda dengan ilmu ekonomi konvensional.[14]

 

2)       Aspek Epistimologi Ekonomi Islam

 

Pendekatan kedua adalah epistemologi yang digunakan untuk melihat prinsip dasar, ciri-ciri dan cara kerja ilmu ekonomi Islam. Secara bahasa, epistemologi berasal dari Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan sedangkan logos berarti teori, uraian atau alasan. Namun dalam cabang filsafat yang mengkaji secara mendalam tentang asal mula pengetahuan, struktur, metode dan validitas pengetahuan. Epistemologi hakikatnya membahas tentang filsafat pengetahuan yang berkaitan dengan sumber pengetahuan, bagaimana memperoleh pengetahuan tersebut dan kesahihan pengetahuan.[15]

Epistemologi merupakan cara manusia untuk mencari kebenaran dalam pengetahuan yang dapat diverifikasi dan disusun secara sistematis. Ini artinya sesuatu yang dianggap pengetahuan perlu diuji kebenarannya secara prosedural, dan antar-pengetahuan yang terkait memiliki sebuah konstruksi hubungan yang berkesinambungan satu dengan lainnya. Jadi, secara sederhana epistemologi dapat didefinisikan sebagai bagian dari filosofi ilmu pengetahuan yang berfungsi membentuk ilmu pengetahuan dan memverifikasi ilmu pengetahuan tersebut.[16]

Di dalam filosofi ilmu pengetahuan, dibandingkan dengan bagian filosofi lainnya, epistemologi memiliki peranan yang sangat sentral. Di dalam epistemologi akan dibahas tentang teori dari pengetahuan yang dengannya manusia dapat mengklarifikasi asal-usul, sifat, pembagian klasifikasi, batas-batas, serta yang paling penting adalah isi dari suatu keberadaan yang dianggap pengetahuan. Tujuan akhir dari epistemologi adalah pencarian kebenaran yang tercermin dalam sebuah standar ilmu pengetahuan, bukan justifikasi penalaran pribadi.

 

Di dalam kaitannya dengan ekonomi Islam, epistemologi akan memberikan justifikasi ilmiah dari konsep-konsep yang ada dalam ekonomi Islam. Jika ontologi memberikan sebuah gambaran utuh dari bangunan ekonomi Islam maka epistemologi berfungsi untuk mengisi bangunan ekonomi Islam tersebut. Jika keberadaan ekonomi mikro Islam, ekonomi makro Islam, perbankan Islam dan ekonomi moneter Islam dijustifikasi dalam kajian ontologi, maka isi dari adanya cabang-cabang ekonomi tersebut dibahas dalam epistemologi.

 

Apabila melihat dari aspek epistemologi, Islam berpusat pada Allah SWT di satu sisi dan disisi yang lain berpusat pada manusia sebagai pelaku pencari pengetahuan. Menurut Choudhury, sumber utama dan permulaan dari segala ilmu pengetahuan adalah Alquran karena memiliki kebenaran yang mutlak (absolute), telah mencakup segala kehidupan secara komprehensif dan karenanya tidak dapat dikurangi ataupun ditambahi. Hanya saja, Alquran pada dasarnya tidak mengetahui pengetahuan yang praktis, tetapi lebih pada prinsip- prinsip umum. Apabila diibaratkan, antara Alquran dan sunah yang menyusun epistemologi fundamental adalah seperti pertemuan perairan laut dengan pantai. Jika tidak memiliki tanggul air, maka air akan meluap hingga kehidupan menjadi mustahil. Dengan demikian Alquran ini tidak diturunkan ke gunung, tetapi ke hati manusia.[17]

 

3)        Aspek Aksiologi Ekonomi Islam

Pada aspek ontologi dan epistemologi telah dijelaskan kalau Alquran merupakan dasar yang digunakan dalam ilmu ekonomi. Begitu pula aspek aksiologi, di mana terdapat tiga nilai fundamental, yakni al-haqq yang artinya ilmu yang kuat berdasarkan kebenaran yang lurus, seimbang, adil. Kedua, al-sabr yang artinya memegang atau sabar dan yang ketiga adalah marhamah yang artinya kelembutan. Dengan demikian dalam aspek aksiologi ini melalui Alquran, menjadi media untuk mencari fungsi, kegunaan bahkan memecahkan persoalan yang dihadapi.[18]

Begitu pula aspek aksiologi yang digunakan untuk melihat fungsi dan kegunaan ilmu ekonomi Islam dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Namun berdasarkan realitas di lapangan menunjukkan bahwa aspek aksiologis ilmu ekonomi konvensional dapat bertentangan dengan aksiologi fikih muamalah karena sesuatu yang sah dalam transaksi bisnis belum tentu sah dalam pandangan fikih muamalah.[19]

Aksiologi, berkaitan dengan tujuan normatif dari sebuah ilmu pengetahuan. Aksiologi juga tersusun dari dua kata, yaitu axios yang berarti pantas atau nilai, serta logos yang berarti ilmu. Dengan demikian, aksiologi dapat dimaknai ilmu tentang nilai. Karena terkait dengan nilai, dalam aksiologi sering dibahas tentang pertanyaan etis yang terkait dengan sifat dari nilai, yaitu tentang baik dan buruk.

Berbicara tentang nilai normatif dalam ilmu pengetahuan, pada prinsipnya ilmu pengetahuan yang didasarkan pada ajaran Islam pasti memiliki aspek tersebut secara otomatis. Hanya saja yang diperlukan adalah perumusan konsep nilai yang dapat diterjemahkan dan dicapai dalam struktur bangunan ilmu pengetahuan tersebut. Jadi dalam kaitannya dengan ekonomi Islam, peran aksiologi adalah menentukan apa yang seharusnya menjadi tujuan kegiatan dan aksiologi ekonomi dan bagaimana perumusan nilai normatif tersebut dibangun.

Contoh sederhana dari kajian aksiologi dalam ekonomi Islam adalah bagaimana ukuran kesejahteraan dalam ekonomi Islam dibangun? Apa indikatornya? Bagaimana cara mencapai dan mengukurnya? Jika kemudian profit menjadi tujuan aktivitas dalam ekonomi Islam, lalu bagaimana seharusnya etika dalam melakukan aktivitas komersial? Apa saja kaidah-kaidah syariah yang harus dilakukan dan juga harus dihindari?

B. DEFINISI DAN KONSEP METODOLOGI

Berbicara mengenai metodologi ekonomi Islam pada saat ini masih dalam perbincangan, karena ketika mendiskusikan tentang apa itu ekonomi Islam, paling sering membahas mengenai apa itu ekonomi Islam dan isu-isu di dalamnya. Padahal, mempelajari bagaimana metodologi suatu pemikiran itu penting untuk melihat bagaimana kriteria, peraturan dan prosedur yang ada di dalamnya, sehingga bisa dikatakan suatu kinerja ekonomi itu dikategorikan sebagai Islami atau sekuler. Faktanya, sampai saat ini, peneliti Islam masih mendiskusikan apakah ekonomi Islam memiliki metodologi tersendiri atau tidaknya jika dibandingkan ekonomi sekuler. Menurut Addas[20] ekonomi Islam secara epistemologi berhubungan dan juga mandiri jika dibandingkan dengan ekonom sekuler. Lebih tepatnya, ketika berbicara mengena metodologi ekonomi Islam, akan secara luas mempelajari mengenai bagaimana aplikasi atau penerapan dari hukum syariah yang diterapkan di ekonomi sekuler, bukan mengenai bagaimana ekonomi Islam menggantikan ekonomi sekuler. Di mana seharusnya, ekonomi Islam itu memiliki metodologinya tersendiri dengan melihat dan menilai kompabilitas dari adanya faith dan posisi syariah baik itu secara mikro ataupun isu ekonomi secara makro.

Sebelum membahas mengenai metodologi ekonomi Islam itu sendiri, diperlukan pemahaman mengenai definisi dan konsep mengenai metodologi itu sendiri. Literatur dan sumber-sumber mengenai definisi metodologi, utamanya di ekonomi mainstream sangatlah banyak. Namun yang perlu digarisbawahi dari literatur yang mendefinisikan tentang metodologi adalah, bahwa metodologi merupakan seperangkat dari epistemologi atau teori pengetahuan yang menjelaskan tentang asal mula suatu pengetahuan, sumbernya, metode untuk memperoleh, aturan klasifikasi, prosedur verifikasinya dan bersifat konstektual merujuk pada cabang ilmu tertentu, misal ekonomi.[21]

Metodologi ilmu dapat didefinisikan sebagai kajian tentang prinsip-prinsip yang menuntun manusia di setiap cabang ilmu pengetahuan untuk memutuskan apakah menerima atau menolak proposisi atau pernyataan tertentu sebagai bagian dari sistematika ilmu pengetahuan secara umum ataupun disiplin yang ditekuninya. Para pemikir muslim, seperti Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Imam Ghazali, Imam Abu Hanifah beserta kedua muridnya Imam Abu Yusuf dan Imam Syaibani, Imam Malik, Ibn Taimiyyah dan nama-nama yang tiada terhitung lagi memformulasikan berbagai perangkat dalam mekanisme ekonomi yang banyak dipakai ilmu ekonomi konvensional saat ini. Dari segi metode yang dipergunakan, sejarah menyatakanbahwa para ulama terdahulu kebanyakan mempergunakan metode penalaran jika Alquran, sunah maupun ijmak tidak menyediakan jawaban melalui berbagai bentuk analisis seperti qiyas, istishan, masalih al-mursalah dan sebagainya. Mereka senantiasa merujuk pada sumber utama terlebih dahulu bila terdapat permasalahan yang ingin dipecahkan, yaitu Alquran dan sunah, baru sebagiannya beralih kepada ijmak atau langsung melakukan ijtihad.

Definisi metodologi dapat diartikan secara bahasa (etimologi) maupun secara istilah (terminologi). Secara bahasa, metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu meta (sepanjang) dan hodos (jalan). Jadi jika digabungkan menjadi satu kata, artinya suatu ilmu tentang cara atau langkah-langkah yang ditempuh dalam suatu disiplin tertentu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Definisi metode secara istilah adalah ajaran yang memberi uraian, penjelasan, dan penentuan nilai. Jika metode digabungkan dengan kata logos, maka maknanya akan berubah. Logo artinya “studi tentang” atau “teori tentang”. Jadi secara sederhana, metodologi dapat didefinisikan sebagai sebuah cabang ilmu filsafat yang membahas bagaimana cara membentuk teori-teori dalam sebuah ilmu pengetahuan dan bagaimana menguji validitas teori itu secara ilmiah.

Metodologi ekonomi Islam lahir karena para ekonom muslim menilai bahwa ada ketidakseimbangan antara nilai dan norma (Alquran dan sunah), cara berpikir dan realitas ekonomi saat ini. Kemiskinan yang terus-menerus menjangkiti masyarakat, tingkat kesenjangan antara si miskin dan si kaya, masalah bunga bank dan lain sebagainya. Teori-teori ekonomi dihasilkan, ideologi tumbuh dan berbagai macam penelitian diproduksi. Kini khususnya, pada fase kontemporer mazhab Baqir as-Sadr, mainstream dan alternatif- kritis telah melahirkan berbagai gagasan ekonomi Islam yang berbeda meskipun mereka bertolak dari satu titik yang sama, yakni Islam sebagai landasan dan sumber nilai-nilai ilmiah.

Di dalam ekonomi Islam dikenal tiga mazhab besar, yakni Baqir as-Sadr (Iqtishaduna), mainstream dan alternatif-kritis. Ketiganya memiliki latar belakang berbeda dalam mengkritisi konsep ekonomi sosialis dan kapitalis. Baqir as-Sadr memilih untuk mengganti istilah ekonomi dengan ‘iqtishaduna’; mainstream menyikapi pemikiran ekonomi Barat dengan hati lapang dan pikiran terbuka, tidak serta merta menolak seutuhnya oleh karena itu perlu ada filterisasi dan perbaikan-perbaikan konsep ekonomi, sedangkan alternatif-kritis adalah spirit kritisisme yang mengajak bahwa tidak hanya sosialis dan kapitalis yang dikritik, pemikiran ekonomi Islam selayaknya dikritisasi, karena mazhab ini berpendapat bahwa Islam pasti benar, tetapi ekonomi Islam belum tentu benar.

C. RUANG LINGKUP METODOLOGI EKONOMI ISLAM

Ruang lingkup metodologi ilmu ekonomi Islam meliputi cara pandang manusia terhadap kehidupan dunia, sumber rujukan, objek yang dianalisis, metode yang digunakan, dan terakhir adalah prosedur yang menggambarkan tahapan dalam proses membangun konsep ekonomi Islam. Ruang lingkup ini diturunkan dari dua unsur metodologi yang pada dasarnya merupakan sebuah standarisasi pada cara manusia dalam membentuk ilmu pengetahuan. Unsur yang pertama terkait dengan kriteria-kriteria yang diperlukan dalam justifikasi teori, dan unsur yang kedua berhubungan dengan bagaimana metode dan apa saja teknis prosedural yang diperlukan dalam membangun konsep pengetahuan.

Dua unsur metodologi tersebut dapat diturunkan menjadi sebuah ruang lingkup yang menjelaskan tentang proses yang dilakukan dalam metodologi ekonomi Islam. Metode tersebut meliputi:[22]

 

1)        Cara pandang manusia terhadap kehidupan dunia

Pandangan dunia atau pandangan hidup (worldview) berperan sangat penting dengan segala dampaknya dalam sistem masyarakat tertentu. Worldview berfungsi sebagai dasar bagi keseluruhan bangunan pengetahuan. Di bidang ilmu pengetahuan, worldview berfungsi sebagai media kognitif yang menjelaskan posisi ontologis, aturan metodologis, kerangka nilai, dan sebagainya. Oleh karena itu, bangunan ilmu pengetahuan pun sangat bergantung pada setiap worldview yang dimiliki masyarakat tertentu dan pada akhirnya pula di atas worldview tadi dibangunlah ilmu pengetahuan yang khas dan di atas worldview itu pula dibangun peradaban yang berbeda dari fondasi peradaban lain.

Dengan worldview, manusia dapat mengetahui apa yang menjadi tujuan hidup dana pa yang kemudian dianggap benar untuk mencapai tujuan hidup tersebut. Pengaruh ajaran Islam dalam membangun konsep pengetahuan akan membuat perbedaan yang signifikan dalam cara pandang manusia terhadap tujuan pengetahuan dibuat. Cara pandang terebut pada akhirnya tentu akan mempengaruhi keseluruhan proses dan isi dalam konsep pengetahuan yang dibangun.

2)        Sumber rujukan

Sumber rujukan merupakan sesuatu yang digunakan untuk memperkuat dan menyokong suatu informasi dengan tegas. Dalam hal ini adalah terkait dengan bagaimana dan dari mana objek dalam studi ekonomi Islam diperoleh.

Cara umum manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah dengan menggunakan panca-indra, seperti dari melakukan pengamatan, kajian, uji coba, dan lainnya. Selain itu, manusia juga bisa menggunakan nalar atau akal pikiran dalam menafsirkan sesuatu sebagai rujukan yang dipakai dalam membangun studi ekonomi Islam. Akan tetapi, sebelum sumber tersebut dipakai sebagai sumber rujukan dalam ekonomi Islam, Alquran dan hadis adalah yang terpenting untuk menjadi acuan utama pengetahuan dalam ekonomi Islam.

3)        Objek

Objek kajian adalah inti pembahasan dalam ekonomi Islam, di mana pembahasannya mencakup juga kriteria kelayakan seperti yang disebutkan dalam definisi metodologi.

4)        Metode

Metode terbagi dua, yaitu yang bersifat pola pikir dan bersifat teknis. Metode pola pikir meliputi cara penalaran yang menggunakan basis deduktif atau basis induktif. Selain itu, penalaran yang juga penting dalam kajian metodologi ekonomi Islam yang meliputi bagaimana menguji validitas sebuah konsep yang telah dianggap benar, yang terbagi menjadi pemahaman yang bersifat falsifikasi dan verifikasi. Pemahaman falsifikasi akan menempatkan pola pikir yang kritis dalam menerima kebenaran sebuah konsep pengetahuan. Sementara pemahaman verifikasi akan menempatkan pola pikir yang  detail terhadap sebuah konsep pengetahuan.

Metode teknis dalam metodologi ekonomi Islam terbagi menjadi dua, yaitu metode yang menggunakan pendekatan islamisasi, dan metode yang menggunakan basis legal fikih. Perlu dicatat, metode islamisasi berbeda dengan pendekatan patchwork. Walaupun sama-sama berangkat dari konsep ekonomi konvensional yang saat ini merupakan konsep mainstream, metode islamisasi tidak sekadar membangun ekonomi Islam secara pragmatis dengan mengambil apa yang paling sederhana dan mudah dilakukan dari konsep ekonomi konvensional. Metode islamisasi akan berangkat dan dibangun dari akar sampai ujung sebuah bangunan ekonomi sehingga ia bersifat sistematis dan terstruktur dalam prosesnya.

Metode berbasis legal fikih, pada sisi lain akan membuat ekonomi Islam dibangun dengan pendekatan sejarah, praktik, dan ide-ide yang termaktub dalam Alquran dan hadis Nabi Muhammad SAW.. Jika pendekatan islamisasi berangkat dari kondisi kontemporer, maka pendekatan fikih akan berangkat dari apa yang telah dibangun dalam peradaban Islam. Pendekatan ini bisa dikatakan pendekatan yang berusaha membangun dari sisi ideal sebuah konsep ekonomi Islam karena dianggap pendekatan yang pasti akan konsisten dengan ajaran itu sendiri. Sebagaimana metode islamisasi yang berbeda dengan pendekatan patchwork, metode legal fikih juga tidak bisa disamakan dengan pendekatan reinvent karena pendekatan ini pada titik ekstrem cenderung tidak relevan dengan realitas masyarakat saat ini sehingga justru bisa menghambat perkembangan ekonomi Islam.

5)        Prosedur

Prosedur tidak hanya meliputi bagaimana keempat unsur awal dibangun, tetapi juga pada tahapan teknis yang akan dilakukan. Tahapan teknis tersebut akan menjabarkan langkah yang lebih terperinci serta prasyarat yang diperlukan dalam melakukan tahapan tersebut. Selain itu, dalam prosedur juga akan memberikan berbagai alternatif penjelasan yang terjadi dalam konsep yang dibangun. Misalnya, bagaimana validitas sebuah konsep dapat diterima dan apa yang harus dilakukan jika ditolak? Bagaimana jika sebuah hasil kajian berlawanan dengan hipotesis yang dirancang? Apa penjelasan mengapa sebuah konsep tetap diterima dalam ekonomi Islam walaupun data menunjukkan hal yang berbeda?

Kajian metodologi ekonomi Islam dilakukan tidak hanya untuk menghasilkan sebuah konsep dan teori ekonomi Islam yang terbukti secara empiris. Pada sisi lain, teori ekonomi Islam yang dibangun tentu tidak sekadar mencerminkan konsep normatif yang terkandung dalam Alquran dan hadis. Teori ekonomi Islam yang baik adalah hasil dari metodologi kehidupan ekonomi masyarakat.

Dengan demikian, dapat ditarik tiga hal yang menjadi tugas pokok metodologi ekonomi Islam dalam membentuk teori ekonomi Islam:

a)        Menghasilkan teori ekonomi yang bisa “menghubungkan” kondisi ideal dan realitas.

b)        Menghasilkan teori ekonomi yang mampu “menjelaskan” realitas dan hubungannya secara menyeluruh.

c)         Menghasilkan teori ekonomi yang dapat “merealisasikan tujuan”.

 



[1] Kusnendi. (2002). Teori Makroekonomi Model Fluktuasi Ekonomi Jangka Pendek. Bandung.

[2] Kitcher, P. S. (2019, Desember 26). Philosofphy of Science. Dipetik Juli 6, 2020, dari https://www.britannica. com/topic/philosophy-of-science

[3] Standford Encyclopedia of Philosophy. (2013). Dipetik Juli 6, 2020, dari Understanding Science, How Science Really Works: https://undsci.berkeley.edu/article/philosoph

 

[4] Muslih, M. (2019, Juli 31). Filsafat Ilmu, Basis Filosofis Ilmu Pengetahuan. Dipetik Juli 6, 2020, dari https:// www.researchgate.net/publication/3347826

[5] Arkoun, M. (n.d.). Qadhaya fi Naqd al-Aql al-Dini: Kayfa Nafhamu al-Islam al-Yawm? The University of Chicago Press.

[6] Al-Jabiri, M. A. (2004). Takwīn al-’Aql al-’Arabi. Beirut: Markaz Dirasah al-Wahdah al-al-Arabiyyah.

[7] Kant, I. (1990). Critique of Pure Reason. New York: Prometheus

[8] Foucault, M. (1994). The Order of Think: An Archeology of Human Sciences. New York: Vintage Books.

[9] Kuhn, T. S. (1970). The Structure of Scientific Revolution. Chicao: The University of Chicago Press.

 

[10] Kahf, Monzer. (1978). The Islamic Economy: Analitical Study of the Foundationing System. Indiana MSA of USA and Canada

 

[11] Arif, Muhammad. “Toward the Shari’ah Paradigm of Islamic Economics: The Beginning of a Scientific Revolution.” The American Journal of Islamic Social Sciences 2, No. 1 (1985b): 79-99

 

[12] Choudhury, M. A. (2011). Islamic Economics and Finance and Epistemological Inquity. United Kingdom: Emerald Group Publishing Limited

[13] Choudhury, M. A. (2019). The Tawhidi Methodological Worldview A Transdisciplinary Study of Islamic Eco- nomics. Singapore: Springer Nature Singapore, Pte. Ltd.

 

[14] Nurzaman, M. S. (2019). Pengantar Ekonomi Islam: Sebuah Pendekatan Metodologi. Jakarta Selatan: Salemba Diniyah

[15] Choudhury, M. A. (2011). Islamic Economics and Finance and Epistemological Inquity. United Kingdom: Emerald Group Publishing Limited

[16] Nurzaman, M. S. (2019). Pengantar Ekonomi Islam: Sebuah Pendekatan Metodologi. Jakarta Selatan: Salemba Diniyah.

 

[17] Choudhury, M. A. (2011). Islamic Economics and Finance and Epistemological Inquity. United Kingdom: Emerald Group Publishing Limited

[18] Moneim, A. A. (2018). Towards Islamic Maqasidi Education Philosophy for Sustainable Development: Quranic Perspective With Special Attention to Indonesia. Millah: Jurnal Studi Agama, 221-266.

 

[19] Arwani, A. (2012). Epistemologi Hukum Ekonomi Islam (Muamalah). Religia, 40-54.

 

[20] Addas, W. A. (2008). Methodology of economics: Secular versus Islamic.

 

[21] Addas, W. A. (2008). Methodology of economics: Secular versus Islamic.

 

[22] Nurzaman, M. S. (2019). Pengantar Ekonomi Islam: Sebuah Pendekatan Metodologi. Jakarta Selatan: Salemba Diniyah.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH DALAM BISNIS KONTEMPORER

  MATERI- PENGANTAR BISNIS ISLAM Oleh: Eny Latifah, S.E.Sy.,M.Ak Perspektif Ekonomi Syariah dalam Bisnis Kontemporer   A.      Pengertian Ek...