METODOLOGI EKONOMI ISLAM
A. FILOSOFI ILMU PENGETAHUAN
Ilmu pada
hakikatnya adalah apa yang dipelajari, bagaimana mempelajarinya dan apa nilai
guna dari ilmu tersebut. Ilmu merupakan usaha manusia yang bersifat kognitif
rasional, menggunakan metode tertentu sehingga diperoleh kumpulan pengetahuan
yang sistematis yang menjelaskan kausalitas mengenai suatu objek tertentu yang
berhubungan dengan gejala-gejala alam ataupun sosial. Ilmu memiliki karakteristik
rasional, empiris, sistematis, objektif, verifikatif dan terbuka untuk
dikoreksi.[1]
Pengetahuan
merupakan hasil proses pengindraan terhadap suatu objek tertentu, yang tidak
sistematis, objektif dan tidak universal, karena tidak memerlukan pembuktian atau
pengujian yang ketat. Selain itu, proses pembelajaran pengetahuan juga
dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti fasilitas informasi, lingkungan dan
budaya. Pengetahuan muncul dari setiap keingintahuan manusia, karena sebenarnya
otak manusia tidak pernah berhenti berfungsi. Bahkan rasa ingin tahu terkadang
dapat menyebabkan manusia menjadi terlalu terobsesi dengan keinginan tersebut.
Di dalam
sejarahnya, perkembangan struktur ilmu tidak terlepas dari peran filsafat ilmu
sebagai landasan filosofinya. Filsafat ilmu adalah satu bidang ilmu yang
memiliki lingkup kajian tentang hakikat ilmu pengetahuan dalam pandangan
kefilsafatan,[2]cara
kerja ilmu pengetahuan dan logika yang melaluinya pengetahuan ilmiah tersebut
dibangun.[3]
Filsafat ilmu
dapat dipahami dari dua sisi, yaitu filsafat ilmu sebagai disiplin ilmu dan
sebagai landasan filosofis pengembangan ilmu pengetahuan yang mendasari proses
pembangunan keilmuan. Terdapat dua persoalan mendasar tentang ilmu, pertama
persoalan demarkasi yang disebut sebagai garis yang memisahkan antara ilmu dan
yang bukan ilmu, apa yang mencirikan ilmu, dan bagaimana mencapai kemajuan
ilmiah? Persoalan kedua, yaitu mengenai perkembangan ilmu itu sendiri.
Filsafat ilmu
terdiri dari kajian yang bersifat umum, yang dikenal dengan General Philosophy
of Science dan kajian yang bersifat khusus, dalam arti secara khusus
menyelidiki berbagai cabang ilmu pengetahuan dan struktur yang mendasarinya,
maka ada filsafat biologi, filsafat psikologi, filsafat ekonomi, filsafat
ekonomi Islam danlain-lain.
1.
Filsafat Ilmu sebagai Disiplin
Ilmu.
Filsafat ilmu
merupakan cabang dari ilmu filsafat, dengan demikian sebagai disiplin ilmu,
Filsafat Ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat[4]
dengan demikian, juga merupakan disiplin filsafat khusus yang mempelajari
bidang khusus, yaitu ilmu pengetahuan. Maka mempelajari filsafat ilmu berarti
mempelajari secara filosofis berbagai hal yang terkait dengan ilmu pengetahuan.
Di sini filsafat ilmu dilihat secara teoritis, yang dimaksudkan untuk
menjelaskan “apa”, “bagaimana” dan “untuk apa” ilmu pengetahuan itu. Tiga
persoalan ini lazim disebut ontologi, epistemologi dan aksiologi ilmu
pengetahuan.
Aspek ontologi
berkaitan dengan apa yang dipelajari atau apa objek studi ilmu. Persoalan utama
pada aspek ontologi ilmu adalah fundamental structure mengapa sesuatu disebut
ilmu dan mengapa sesuatu disebut ilmiah. Dengan demikian pada umumnya ontologi
dikaitkan dengan pembatasan kriteria ilmiah dan tidak ilmiah. Ilmiah adalah
sesuatu yang bersifat rasional, logis dan dapat dipertanggungjawabkan.
Aspek
Epistemologi berkaitan dengan bagaimana ilmu mempelajari objek studinya
menggunakan metode tertentu, yaitu metode keilmuan atau metode ilmiah.
Epistemologi ilmu adalah pem bahasan mengenai al-aql seperti al-aql al-Islami,[5]
aql al-arabiy,[6]
reason,[7]
episteme,[8]
dan scientific.[9]
Epistemologi berwujud pemikiran-pemikiran yang berasal dari mazhab-mazhab besar
pemikiran. Setiap keilmuan memiliki karakter keilmuan yang ditentukan oleh pola
pikir mazhab yang menjadi dasarnya. Epistemologi memiliki dua elemen penting:
1)
Struktur nalar yang merupakan
unsur pokok dari aliran pemikiran yang membedakannya dengan aliran pemikiran
yang lain,
2)
Proses pembentukan nalar, yaitu
aspek histori dari epistemologi itu.
Aspek Aksiologi
ilmu berkaitan dengan apa nilai guna dari ilmu. Di dalam aspek ini, ilmu
sebagai produk berpikir keilmuan dapat bersifat positif dan normatif. Ilmu
bersifat positif, berkenaan dengan fungsi ilmu sebagai alat untuk
mendeskripsikan, menjelaskan dan memprediksi berbagai gejala dari objek studi
yang dipelajari sebagaimana apa adanya. Sementara itu, ilmu bersifat normatif
berkenaan dengan fungsi ilmu berkenaan dengan fungsi ilmu sebagai alat untuk
mengendalikan berbagai gejala dari objek studi yang dipelajari ke arah yang
diinginkan. Ke arah yang diinginkan mengandung arti apa yang seharusnya, bukan
apa adanya. Jadi secara normatif ilmu diaplikasikan sebagai alat untuk mencapai
tujuan, yaitu menjadikan hidup manusia menjadi lebih mudah dalam mencapai
kesejahteraan. Dalam konteks ini, etika, moral dan nilai menjadi pertimbangan
utama.
2.
Filsafat Ilmu sebagai Landasan Filosofis bagi Ilmu
Pengetahuan
Filsafat ilmu
sebagai landasan filosofis pengembangan ilmu memiliki fungsi untuk memberikan
kerangka, memberikan arah, menentukan corak dari keilmuan yang dihasilkan.
Landasan filosofis yang dimaksud adalah kerangka teori, paradigma ilmiah dan
asumsi dasar.
1) Kerangka
Teori
Teori itu
penemuan yang dihasilkan oleh ilmuwan yang melakukan penelitian ilmiah terhadap
masalah tertentu dalam lingkup bidang ilmu tertentu. Dengan demikian setiap
teori ada penemu dan disiplin ilmunya. Ciri yang membedakannya dengan konsep
(al-tashawwur). Konsep merupakan hasil dari abstraksi (al-tajrid) setelah upaya
pengindraan yang umumnya biasanya dilakukan oleh manusia.
Teori itu
pada dasarnya merupakan
penyederhanaan atau simplifikasi
dari kompleksitas realitas. Di dalam rangka demikian, teori bisa berujud skema,
bagan, concept map, mind mapping, dan semacamnya, yang sebenarnya merupakan
bangunan logika. Inilah yang disebut framework atau theoretical framework.
Itulah sebabnya, setiap teori berkonsekuensi metodologis tertentu, sehingga
metodologi itu sangat tergantung teori yang digunakan. Di dalam arti sempit,
metodologi bisa jadi sama dengan metode, yang sama- sama berarti cara. Namun
dalam aktivitas ilmiah, ke duanya memiliki wilayahnya masing-masing. Metode itu
wilayahnya teknis, maknanya proses dan prosedur, sedang metodologi wilayahnya
filosofis, maknanya logic of scientific discovery (logika penemuan). Logic of
scientific discovery itu secara sederhana bisa dimengerti sebagai
langkah-langkah rasional dari aktivitas ilmiah yang membawa atau menggiring
kepada kesimpulan, atau ditemukan temuan baru sebagai akhir aktivitas ilmiah.
Metodologi
memiliki sejumlah elemen penting, yaitu: pendekatan, teori, metode, dan keyword
atau technical concept. Di dalam bangunan keilmuan, teori itu merupakan basis
logis dari ilmu yang memungkinkan ilmu pengetahuan itu memiliki nilai objektif
dan diterima oleh ilmuwan. Sebagai basis pengembangan ilmu, tidak satu pun
ilmuwan menolak keberadaan teori. Artinya, tidak disebut ilmu, jika tidak
dilandasai oleh teori tertentu. Lebih mendalam pembahasan terhadap teori ini,
bisa ditemukan dalam satu disiplin ilmu, namanya logika ilmu (logic of
science).
2) Paradigma
Ilmiah
Dari asal
pembentukannya, paradigma ilmiah itu juga berasal dari teori tertentu yang
telah mengalami eskalasi (escalation), yang ditandai dengan perluasan objek dan
perspektif yang lebih baru. Paradigma ilmiah itu mirip seperti payung
(scientific umbrella) yang melindungi sejumlah teori, sehingga bisa jadi
beberapa teori bernaung dalam satu paradigma ilmiah.
Paradigma ilmiah
itu merupakan seperangkat pola pikir yang membuat para ilmuwan bekerja secara
lebih mudah dan otomatis, karena paradigma menyediakan kerangka, pertimbangan-
pertimbangan dalam pemilihan metodologi, teori, serta analisis yang diperlukan.
Paradigma ilmiah itu terjadi karena konvensi dari para ilmuwan. Paradigma akan
mengalami pergeseran (shifting), jika sudah tidak disepakatinya lagi.
Melihat
keberadaan paradigma yang sangat tergantung dengan kesepakatan ilmuwan, maka
paradigma ilmiah itu dikatakan basis kemanusiaan dari ilmu pengetahuan
(science), dalam arti basis sosiologis, basis antropologis, dan basis historis.
Keberadaan paradigma ilmiah sebagai landasan pengembangan ilmu masih
pro-kontra, ada perbedaan pendapat, karena menempatkan subjektivitas ilmuwan
sebagian bagian tidak terpisahkan dari bangunan keilmuan. Memang, peran subjek
tidak bisa sama sekali dinafikan, tetapi sisi-sisi keilmiahan menuntut
objektivitas. Pembahasan lebih mendalam terhadap paradigma ilmiah ini, bisa
ditemukan dalam beberapa disiplin ilmu, yaitu sosiologi ilmu (Sociology of
Science), antrolopogi ilmu (Antropology of Science), dan sejarah ilmu (History
of Science).
3
) Asumsi Dasar
Asumsi dasar itu
aspek terdalam dari bangunan keilmuan, sehingga dapat saja dianggap tidak ada,
kecuali bagi mereka yang memiliki kepekaan filsafat ilmu. Asumsi dasar itu
merupakan seperangkat keyakinan, prinsip-prinsip hidup, spirit, bahkan keimanan
keagamaan ilmuwan yang turut mempengaruhi perilaku keilmuan atau aktivitas
ilmiah yang dijalankannya. Asumsi dasar itu merupakan basis teologis-metafisis
dari ilmu pengetahuan, yang memungkinkan sains berbasis agama itu bisa menjadi
ilmiah. Menafikan basis teologis-metafisis ini sama artinya dengan
memustahilkan keberadaan sains berbasis agama, seperti sains Islam yang terus
diupayakan pengembangannya oleh banyak universitas atau para ilmuwan muslim.
Asumsi dasar itu
juga bisa menjadi basis integrasi ilmu-ilmu, bahkan menjadi basis integrasi
ilmu dan agama. Sudah tentu, dengan catatan, jika asumsi dasar itu
direkonstruksi sedemikian rupa, sehingga menjadi lebih produktif bukan statis.
Asumsi dasar itu keberadaannya tidak tersentuh oleh upaya falsifikasi dan refutasi,
karena di luar jangkauan upaya-upaya itu, di samping itu keberadaannya
dilindungi oleh apa yang disebut dengan protective belt.
Selama ini,
bangunan keilmuan pada lingkungan akademik bukan sama sekali tidak memiliki
landasan filosofis. Ilmu logika, baik logika tradisional, yang bercirikan
bahasa dan pola pikir deduktis, maupun logika modern (yang juga dikenal dengan
logika saintifika) yang memakai pola induktif dengan seperangkat simbolnya,
jelas tidak sedikit peranannya dalam membangun wawasan ilmiah akademik. Bahkan
selama ini ilmu logika telah menjadi ilmu dasar dan dianggap sebagai
satu-satunya pola pikir yang bisa dipertanggungjawabkan. “Jika ingin berpikir
lurus atau berargumen dengan tepat, maka dalami dulu ilmu logika”, demikian
kira-kira ungkapannya. Harus diakui, peran ilmu logika dewasa ini dirasakan
tidak mencukupi lagi, karena beberapa keterbatasan yang ada. Hal ini terlihat
misalnya dalam karakteristiknya, yakni formalisme, naturalisme, saintisme,
instrumentalisme.
Berbeda dengan
ilmu logika, filsafat ilmu menawarkan banyak pola pikir dengan memperhatikan
kondisi objek dan subjek ilmu, bahkan pola pikir logika sebagai bagian di
dalamnya. Lebih jauh, filsafat ilmu tidak hanya sebagai sarana
(instrument) dalam proses penggalian
ilmu, tetapi juga memberikan kerangka pada taraf pra dan post kegiatan
keilmuan. Karena itulah, sebagai landasan filosofis dari ilmu pengetahuan,
filsafat ilmu memberikan kerangka bagi ilmu sekaligus menentukan corak
keilmuan, bahkan konsekuensi logis dan sosiologisnya.
Dengan demikian
secara akademis, sebagai landasan filosofis ilmu pengetahuan, filsafat ilmu
bisa dipahami sebagai perkembangan lebih jauh dari peran yang selama ini
di‘mainkan’ oleh ilmu logika. Tidak hanya itu, bahkan secara historis,
perkembangan filsafat terutama cabang epistemologi, menunjukkan bahwa dewasa
ini memang era filsafat ilmu.
3.
Perbedaan Anatomi Ilmu
Pengetahuan dalam Islam dan Konvensional
Untuk menjadi
ilmu pengetahuan, ekonomi konvensional telah melalui proses-proses yang disebut
sebagai empirical evidence process, yang dalam mempelajari ilmu pengetahuan ada
metode riset untuk menunjukkan bahwa sebuah pengetahuan itu ada, dan diuji
validitasnya. Berbeda dengan ekonomi konvensional, ilmu pengetahuan dalam Islam
memiliki anatomi yang berbeda dari ekonomi konvensional.
Ilmu pengetahuan
dalam Islam tidak hanya berasal dari akal, panca indra ataupun pengalaman
kehidupan. Allah SWT menganugerahi akal kepada manusia dan Allah SWT menurunkan
sebuah panduan keberilmuan bagi seluruh umat manusia melalui sebuah petunjuk
Alquran. Wahyu yang diturunkan melalui Alquran memerlukan sebuah proses
interpretasi pemahaman agar manusia dapat memahami hakikat ilmu yang Allah SWT
berikan kepada manusia.
Epistemologi
dalam ilmu ekonomi Islam dibangun di atas Islamic worldview berdasarkan pada
wahyu dan ajaran agama. Kebenaran suatu pengetahuan dapat didefinisikan tanpa
adanya dikotomi antara doktrin dan realitas, nilai dan fakta. Ilmu sejatinya
menuntun kita lebih dekat dengan Tuhan bukan sebaliknya menjauhkan kita
dari-Nya. Ilmu mendekatkan kita pada kebenaran, bukan menyesatkan.
Di dalam Islam,
ilmu mencari kebenaran tentang hakikat Tuhan, ciptaan-Nya, dan segala fenomena
kehidupan yang diperoleh melalui wahyu, pemikiran, dan pengalaman manusia.
Setiap ide harus dibuktikan keasliannya, bukan hanya prasangka dan nafsu. Tanpa
meyakini kebenaran, kita hanya berdusta. Dengan demikian, esensi dari ilmu
adalah ilmu harus menuntun kita pada kebenaran. Oleh karena itu, ilmu yang
dipelajari dan dikembangkan harus diperoleh dari sumber yang diyakini pasti
kebenarannya, yaitu Tuhan.
Ilmu pengetahuan
dalam Islam, berdasarkan sumbernya dapat dibagi menjadi dua:
1)
Revealed Knowledge
Revealed
Knowledge adalah ilmu yang berasal dari wahyu Allah SWT SWT. yang berupa
Alquran dan juga hadis Rasulullah SAW. dan menjadi landasan utama dan sumber
inspirasi utama dari acquired knowledge.
2)
Acquired Knowledge
Acquired
Knowledge adalah ilmu yang diperoleh dari hasil usaha manusia dalam menggali
dan mengoptimalkan akal pikirannya dalam memahami sesuatu, seperti fatwa-fatwa
kontemporer serta ilmu-ilmu modern yang ada pada saat ini. Saat ini acquired
knowledge yang menjadi fundamental ketika kita berbicara tentang sumber ilmu
pengetahuan dalam Islam. Proses pemahaman, interpretasi dan analisis ayat
menjadi sebuah ilmu yang dapat dirasakan manfaatnya.
4.
Filosofi Ilmu dan Peranannya
dalam Ekonomi Islam
Ekonomi Islam
dibangun atas dasar agama Islam, karenanya ia merupakan bagian tidak
terpisahkan dari agama Islam. Pertanyaan mendasar yang sering muncul adalah,
apakah mungkin agama menjadi dasar ilmu pengetahuan? Kemungkinan ilmu
pengetahuan dibangun atas dasar agama dijelaskan oleh Kahf.[10]
Cakupan ilmu pengetahuan dan agama sangat dimungkinkan ketika agama
didefinisikan sebagai seperangkat kepercayaan dan aturan yang pasti membimbing
manusia dalam tindakannya terhadap Tuhan, orang lain dan diri sendiri.
Ilmu ekonomi
pada umumnya didefinisikan sebagai kajian tentang perilaku manusia dalam
hubungannya dengan pemanfaatan sumber daya ekonomi untuk memproduksi barang dan
jasa serta mendistribusikannya untuk di konsumsi. Dengan definisi seperti ini
maka ilmu ekonomi dapat dicakup oleh agama, sebab ia merupakan salah satu
bentuk perilaku kehidupan manusia.
Keterkaitan
agama dan ilmu dapat dikaji dengan melihat kaitan antara wahyu dan akal. Wahyu
menuntun manusia untuk memahami segala tujuan hidupnya, tanggung jawabnya dan
segala sesuatu yang berkaitan dengannya. Dengan demikian terdapat komplementari
antara akal dan wahyu yang saling melengkapi satu sama lain dan sangat berguna
bagi kehidupan manusia. Jadi, ilmu agama dan pengetahuan saling melengkapi
dalam membangun suatu kehidupan yang baik bagi manusia dan seluruh kehidupan.
Oleh karenanya,
ekonomi Islam bukanlah mazhab lain dari ekonomi konvensional, seperti yang
selalu diinformasikan pada saat ini. Ekonomi Islam berasal dari filsafatnya
sendiri. Menurut Muhammad Arif Zakaullah[11]
dalam tulisannya mencoba menjawab kritik yang dengan berbagai alasan menentang
perkembangan ekonomi Islam. Ini akan memungkinkan untuk memahami sifat ilmiah
ekonomi Islam, tetapi juga akan memungkinkan mereka untuk menghargai bahwa
perkembangan paradigma syariah dari ekonomi Islam sebenarnya, awal dari
revolusi ilmiah di bidang ekonomi. Mazhab kapitalisme menunjukkan bahwa sistem
ekonomi Islam sama dengan kapitalisme, mereka menekankan bahwa Islam juga
memungkinkan hak atas kemakmuran swasta, usaha bebas, dan ekonomi pasar. Namun,
mereka mengakui bahwa penyesuaian tertentu perlu dilakukan dalam kapitalisme
agar sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Menurut kelompok ini, ilmu ekonomi
Islam kurang memiliki landasan ilmiah dan hanya merupakan refleksi dari
keyakinan agama tertentu.
Dalam filosofi
ilmu pengetahuan yang terdiri atas tiga komponen, yaitu ontologi, epistemologi,
dan aksiologi. Ketiga komponen filosofi ini pada dasarnya adalah satu kesatuan
utuh yang saling terkait satu dengan yang lainnya, yang menjadi landasan dalam
pembahasan hakikat dari sebuah ilmu pengetahuan.
1)
Aspek Ontologi Ekonomi Islam
Ontologi berasal
dari bahasa Yunani yang berarti keberadaan dan logos berarti ilmu pengetahuan.
Adapun dalam arti lain, ontology adalah pemikiran mengenai yang ada dan
keberadaannya. Prinsip ontology ini menegaskan tentang relativitas keputusan
yang mana setiap keputusan mengungkapkan hubungan dari hal lain saat keputusan
dibuat dengan hal yang sebenarnya terjadi saat keputusan itu dibuat. Maka dari
itu prinsip ontology adalah tahap pertama dalam menyusun teori yang merangkul
gagasan aktualitas, pemberian dan sebuah proses.[12]
Adapun dalam hal
agama Islam, keesaan Tuhan adalah dasar moral utama menurut pengertian
ontologi. Hal tersebut disebut pula dengan konsep keesaan yang berarti bahwa
kemutlakan dan keleng kapan pencipta, pengetahuan, kemauan dan kuasa tidak
terpisahkan atas segala sesuatu karena berada di tangan Tuhan saja. Konsep
keesaan ini kemudian disebut dengan tauhid.
Sementara itu,
dalam hal objek kajian ekonomi Islam, ontology ini merupakan suatu pendekatan
yang menjadi acuan untuk menentukan hakikat dari ilmu ekonomi Islam. Apabila
dilihat secara ontology, ilmu ekonomi Islam membahas dua disiplin ilmu, yaitu
ilmu ekonomi murni dan muamalat di mana dalam operasionalisasinya ilmu ekonomi
Islam akan selalu bersumber dari dua hal tersebut. Selain itu, hukum ontologis
yang utama sebagai dasar adalah tauhid. Sebab tauhid sebagai ontologi utama
yang menjelaskan sifat segala sesuatu sebagai hukum yang tidak. Dengan
sendirinya tauhid ini menjadi atribut esensial Allah SWT yang tidak memiliki
perbandingan.[13]
Di dalam
kaitannya dengan ekonomi Islam, dapat dijelaskan bahwa peran ontologi akan
membahas mengenai pemahaman Islam terhadap adanya realitas ekonomi serta
fondasi konsep ekonomi Islam yang akan menghasilkan sebuah perspektif baru bagi
ilmu ekonomi. Kajian ontologi akan memberikan sebuah gambaran utuh dari
bangunan besar ekonomi Islam. Termasuk di dalamnya tentang bagian-bagian dari
bangunan ekonomi Islam, seperti misalnya apakah kajiannya termasuk mikro dan
makro? Bagaimana dengan kajian perbankan dalam ekonomi Islam, kajian uang,
kajian lingkungan, dan sebagainya.
Di dalam contoh
lain yang lebih sederhana, ontologi juga akan mengkaji sebab-sebab permasalahan
yang dalam perspektif Islam dianggap menjadi pemicu dasar adanya kajian
ekonomi, jika kelangkaan merupakan masalah dasar yang menjadi sebab
diperlukannya kajian ekonomi menjadi penting? Apakah ada bedanya? Bagaimana
pembahasannya? Ada lebih banyak lagi pertanyaan- pertanyaan lainnya. Pembahasan
dalam ontologi pada akhirnya akan menentukan apa saja yang menjadi inti dalam
ekonomi Islam sebagai sebuah bangunan ilmu pengetahuan. Artinya kajian ontologi
berfungsi untuk menerjemahkan apa saja yang akan dibahas dalam ekonomi Islam
serta bagaimana aktivitas dalam ekonomi Islam dilakukan. Kajian ontologi akan
memberikan sebuah perspektif ekonomi Islam yang genuine yang memang berdiri
sendiri, di atas fondasi yang memang berbeda dengan ilmu ekonomi konvensional.[14]
2)
Aspek Epistimologi Ekonomi
Islam
Pendekatan kedua adalah epistemologi yang digunakan untuk melihat
prinsip dasar, ciri-ciri dan cara kerja ilmu ekonomi Islam. Secara bahasa, epistemologi berasal dari
Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan
sedangkan logos berarti teori, uraian atau alasan. Namun dalam cabang filsafat yang mengkaji secara
mendalam tentang asal mula pengetahuan, struktur, metode dan validitas
pengetahuan. Epistemologi hakikatnya membahas tentang filsafat pengetahuan yang berkaitan dengan sumber pengetahuan, bagaimana memperoleh pengetahuan tersebut dan kesahihan
pengetahuan.[15]
Epistemologi merupakan cara manusia untuk mencari
kebenaran dalam pengetahuan yang dapat diverifikasi dan disusun secara sistematis. Ini artinya sesuatu
yang dianggap pengetahuan perlu diuji kebenarannya secara prosedural, dan antar-pengetahuan yang terkait memiliki
sebuah konstruksi hubungan
yang berkesinambungan satu dengan lainnya.
Jadi, secara sederhana
epistemologi dapat didefinisikan sebagai bagian dari filosofi ilmu pengetahuan yang berfungsi membentuk
ilmu pengetahuan dan memverifikasi ilmu pengetahuan tersebut.[16]
Di dalam filosofi ilmu pengetahuan, dibandingkan dengan
bagian filosofi lainnya,
epistemologi memiliki peranan
yang sangat sentral.
Di dalam
epistemologi akan dibahas tentang teori dari pengetahuan yang dengannya manusia
dapat mengklarifikasi asal-usul, sifat, pembagian klasifikasi, batas-batas,
serta yang paling penting adalah isi dari suatu keberadaan yang dianggap
pengetahuan. Tujuan akhir dari epistemologi adalah pencarian kebenaran yang
tercermin dalam sebuah standar ilmu pengetahuan, bukan justifikasi penalaran
pribadi.
Di dalam kaitannya dengan ekonomi Islam, epistemologi
akan memberikan justifikasi ilmiah dari konsep-konsep yang ada dalam ekonomi
Islam. Jika ontologi memberikan sebuah gambaran utuh dari bangunan ekonomi
Islam maka epistemologi berfungsi untuk mengisi bangunan ekonomi Islam
tersebut. Jika keberadaan ekonomi mikro Islam, ekonomi makro Islam, perbankan
Islam dan ekonomi moneter Islam dijustifikasi dalam kajian ontologi, maka isi
dari adanya cabang-cabang ekonomi tersebut dibahas dalam epistemologi.
Apabila melihat dari aspek epistemologi, Islam
berpusat pada Allah SWT di satu sisi dan disisi yang lain berpusat pada manusia
sebagai pelaku pencari pengetahuan. Menurut Choudhury, sumber utama dan
permulaan dari segala ilmu pengetahuan adalah Alquran karena memiliki kebenaran
yang mutlak (absolute), telah mencakup segala kehidupan secara komprehensif dan
karenanya tidak dapat dikurangi ataupun ditambahi. Hanya saja, Alquran pada
dasarnya tidak mengetahui pengetahuan yang praktis, tetapi lebih pada prinsip-
prinsip umum. Apabila diibaratkan, antara Alquran dan sunah yang menyusun
epistemologi fundamental adalah seperti pertemuan perairan laut dengan pantai.
Jika tidak memiliki tanggul air, maka air akan meluap hingga kehidupan menjadi
mustahil. Dengan demikian Alquran ini tidak diturunkan ke gunung, tetapi ke
hati manusia.[17]
3)
Aspek Aksiologi
Ekonomi Islam
Pada aspek
ontologi dan epistemologi telah dijelaskan kalau Alquran merupakan dasar yang
digunakan dalam ilmu ekonomi. Begitu pula aspek aksiologi, di mana terdapat
tiga nilai fundamental, yakni al-haqq yang artinya ilmu yang kuat berdasarkan
kebenaran yang lurus, seimbang, adil. Kedua, al-sabr yang artinya memegang atau
sabar dan yang ketiga adalah marhamah yang artinya kelembutan. Dengan demikian
dalam aspek aksiologi ini melalui Alquran, menjadi media untuk mencari fungsi,
kegunaan bahkan memecahkan persoalan yang dihadapi.[18]
Begitu pula
aspek aksiologi yang digunakan untuk melihat fungsi dan kegunaan ilmu ekonomi
Islam dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi manusia dalam
kehidupan sehari-hari. Namun berdasarkan realitas di lapangan menunjukkan bahwa
aspek aksiologis ilmu ekonomi konvensional dapat bertentangan dengan aksiologi
fikih muamalah karena sesuatu yang sah dalam transaksi bisnis belum tentu sah
dalam pandangan fikih muamalah.[19]
Aksiologi,
berkaitan dengan tujuan normatif dari sebuah ilmu pengetahuan. Aksiologi juga
tersusun dari dua kata, yaitu axios yang berarti pantas atau nilai, serta logos
yang berarti ilmu. Dengan demikian, aksiologi dapat dimaknai ilmu tentang
nilai. Karena terkait dengan nilai, dalam aksiologi sering dibahas tentang
pertanyaan etis yang terkait dengan sifat dari nilai, yaitu tentang baik dan
buruk.
Berbicara
tentang nilai normatif dalam ilmu pengetahuan, pada prinsipnya ilmu pengetahuan
yang didasarkan pada ajaran Islam pasti memiliki aspek tersebut secara
otomatis. Hanya saja yang diperlukan adalah perumusan konsep nilai yang dapat
diterjemahkan dan dicapai dalam struktur bangunan ilmu pengetahuan tersebut.
Jadi dalam kaitannya dengan ekonomi Islam, peran aksiologi adalah menentukan
apa yang seharusnya menjadi tujuan kegiatan dan aksiologi ekonomi dan bagaimana
perumusan nilai normatif tersebut dibangun.
Contoh sederhana
dari kajian aksiologi dalam ekonomi Islam adalah bagaimana ukuran kesejahteraan
dalam ekonomi Islam dibangun? Apa indikatornya? Bagaimana cara mencapai dan
mengukurnya? Jika kemudian profit menjadi tujuan aktivitas dalam ekonomi Islam,
lalu bagaimana seharusnya etika dalam melakukan aktivitas komersial? Apa saja
kaidah-kaidah syariah yang harus dilakukan dan juga harus dihindari?
B. DEFINISI DAN KONSEP METODOLOGI
Berbicara
mengenai metodologi ekonomi Islam pada saat ini masih dalam perbincangan,
karena ketika mendiskusikan tentang apa itu ekonomi Islam, paling sering
membahas mengenai apa itu ekonomi Islam dan isu-isu di dalamnya. Padahal,
mempelajari bagaimana metodologi suatu pemikiran itu penting untuk melihat
bagaimana kriteria, peraturan dan prosedur yang ada di dalamnya, sehingga bisa
dikatakan suatu kinerja ekonomi itu dikategorikan sebagai Islami atau sekuler.
Faktanya, sampai saat ini, peneliti Islam masih mendiskusikan apakah ekonomi
Islam memiliki metodologi tersendiri atau tidaknya jika dibandingkan ekonomi
sekuler. Menurut Addas[20]
ekonomi Islam secara epistemologi berhubungan dan juga mandiri jika
dibandingkan dengan ekonom sekuler. Lebih tepatnya, ketika berbicara mengena
metodologi ekonomi Islam, akan secara luas mempelajari mengenai bagaimana
aplikasi atau penerapan dari hukum syariah yang diterapkan di ekonomi sekuler,
bukan mengenai bagaimana ekonomi Islam menggantikan ekonomi sekuler. Di mana
seharusnya, ekonomi Islam itu memiliki metodologinya tersendiri dengan melihat
dan menilai kompabilitas dari adanya faith dan posisi syariah baik itu secara
mikro ataupun isu ekonomi secara makro.
Sebelum membahas
mengenai metodologi ekonomi Islam itu sendiri, diperlukan pemahaman mengenai
definisi dan konsep mengenai metodologi itu sendiri. Literatur dan
sumber-sumber mengenai definisi metodologi, utamanya di ekonomi mainstream
sangatlah banyak. Namun yang perlu digarisbawahi dari literatur yang
mendefinisikan tentang metodologi adalah, bahwa metodologi merupakan
seperangkat dari epistemologi atau teori pengetahuan yang menjelaskan tentang
asal mula suatu pengetahuan, sumbernya, metode untuk memperoleh, aturan
klasifikasi, prosedur verifikasinya dan bersifat konstektual merujuk pada
cabang ilmu tertentu, misal ekonomi.[21]
Metodologi ilmu
dapat didefinisikan sebagai kajian tentang prinsip-prinsip yang menuntun
manusia di setiap cabang ilmu pengetahuan untuk memutuskan apakah menerima atau
menolak proposisi atau pernyataan tertentu sebagai bagian dari sistematika ilmu
pengetahuan secara umum ataupun disiplin yang ditekuninya. Para pemikir muslim,
seperti Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Imam Ghazali, Imam Abu Hanifah beserta kedua
muridnya Imam Abu Yusuf dan Imam Syaibani, Imam Malik, Ibn Taimiyyah dan
nama-nama yang tiada terhitung lagi memformulasikan berbagai perangkat dalam
mekanisme ekonomi yang banyak dipakai ilmu ekonomi konvensional saat ini. Dari
segi metode yang dipergunakan, sejarah menyatakanbahwa para ulama terdahulu
kebanyakan mempergunakan metode penalaran jika Alquran, sunah maupun ijmak
tidak menyediakan jawaban melalui berbagai bentuk analisis seperti qiyas,
istishan, masalih al-mursalah dan sebagainya. Mereka senantiasa merujuk pada
sumber utama terlebih dahulu bila terdapat permasalahan yang ingin dipecahkan,
yaitu Alquran dan sunah, baru sebagiannya beralih kepada ijmak atau langsung
melakukan ijtihad.
Definisi
metodologi dapat diartikan secara bahasa (etimologi) maupun secara istilah
(terminologi). Secara bahasa, metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu meta
(sepanjang) dan hodos (jalan). Jadi jika digabungkan menjadi satu kata, artinya
suatu ilmu tentang cara atau langkah-langkah yang ditempuh dalam suatu disiplin
tertentu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Definisi metode secara istilah
adalah ajaran yang memberi uraian, penjelasan, dan penentuan nilai. Jika metode
digabungkan dengan kata logos, maka maknanya akan berubah. Logo artinya “studi
tentang” atau “teori tentang”. Jadi secara sederhana, metodologi dapat
didefinisikan sebagai sebuah cabang ilmu filsafat yang membahas bagaimana cara
membentuk teori-teori dalam sebuah ilmu pengetahuan dan bagaimana menguji
validitas teori itu secara ilmiah.
Metodologi
ekonomi Islam lahir karena para ekonom muslim menilai bahwa ada
ketidakseimbangan antara nilai dan norma (Alquran dan sunah), cara berpikir dan
realitas ekonomi saat ini. Kemiskinan yang terus-menerus menjangkiti
masyarakat, tingkat kesenjangan antara si miskin dan si kaya, masalah bunga
bank dan lain sebagainya. Teori-teori ekonomi dihasilkan, ideologi tumbuh dan
berbagai macam penelitian diproduksi. Kini khususnya, pada fase kontemporer
mazhab Baqir as-Sadr, mainstream dan alternatif- kritis telah melahirkan
berbagai gagasan ekonomi Islam yang berbeda meskipun mereka bertolak dari satu
titik yang sama, yakni Islam sebagai landasan dan sumber nilai-nilai ilmiah.
Di dalam ekonomi
Islam dikenal tiga mazhab besar, yakni Baqir as-Sadr (Iqtishaduna), mainstream
dan alternatif-kritis. Ketiganya memiliki latar belakang berbeda dalam
mengkritisi konsep ekonomi sosialis dan kapitalis. Baqir as-Sadr memilih untuk
mengganti istilah ekonomi dengan ‘iqtishaduna’; mainstream menyikapi pemikiran
ekonomi Barat dengan hati lapang dan pikiran terbuka, tidak serta merta menolak
seutuhnya oleh karena itu perlu ada filterisasi dan perbaikan-perbaikan konsep
ekonomi, sedangkan alternatif-kritis adalah spirit kritisisme yang mengajak
bahwa tidak hanya sosialis dan kapitalis yang dikritik, pemikiran ekonomi Islam
selayaknya dikritisasi, karena mazhab ini berpendapat bahwa Islam pasti benar,
tetapi ekonomi Islam belum tentu benar.
C. RUANG LINGKUP METODOLOGI EKONOMI ISLAM
Ruang lingkup
metodologi ilmu ekonomi Islam meliputi cara pandang manusia terhadap kehidupan
dunia, sumber rujukan, objek yang dianalisis, metode yang digunakan, dan
terakhir adalah prosedur yang menggambarkan tahapan dalam proses membangun
konsep ekonomi Islam. Ruang lingkup ini diturunkan dari dua unsur metodologi
yang pada dasarnya merupakan sebuah standarisasi pada cara manusia dalam
membentuk ilmu pengetahuan. Unsur yang pertama terkait dengan kriteria-kriteria
yang diperlukan dalam justifikasi teori, dan unsur yang kedua berhubungan
dengan bagaimana metode dan apa saja teknis prosedural yang diperlukan dalam membangun
konsep pengetahuan.
Dua unsur
metodologi tersebut dapat diturunkan menjadi sebuah ruang lingkup yang
menjelaskan tentang proses yang dilakukan dalam metodologi ekonomi Islam.
Metode tersebut meliputi:[22]
1)
Cara pandang manusia terhadap
kehidupan dunia
Pandangan dunia
atau pandangan hidup (worldview) berperan sangat penting dengan segala
dampaknya dalam sistem masyarakat tertentu. Worldview berfungsi sebagai dasar
bagi keseluruhan bangunan pengetahuan. Di bidang ilmu pengetahuan, worldview
berfungsi sebagai media kognitif yang menjelaskan posisi ontologis, aturan
metodologis, kerangka nilai, dan sebagainya. Oleh karena itu, bangunan ilmu
pengetahuan pun sangat bergantung pada setiap worldview yang dimiliki
masyarakat tertentu dan pada akhirnya pula di atas worldview tadi dibangunlah
ilmu pengetahuan yang khas dan di atas worldview itu pula dibangun peradaban
yang berbeda dari fondasi peradaban lain.
Dengan
worldview, manusia dapat mengetahui apa yang menjadi tujuan hidup dana pa yang
kemudian dianggap benar untuk mencapai tujuan hidup tersebut. Pengaruh ajaran
Islam dalam membangun konsep pengetahuan akan membuat perbedaan yang signifikan
dalam cara pandang manusia terhadap tujuan pengetahuan dibuat. Cara pandang
terebut pada akhirnya tentu akan mempengaruhi keseluruhan proses dan isi dalam
konsep pengetahuan yang dibangun.
2)
Sumber rujukan
Sumber rujukan
merupakan sesuatu yang digunakan untuk memperkuat dan menyokong suatu informasi
dengan tegas. Dalam hal ini adalah terkait dengan bagaimana dan dari mana objek
dalam studi ekonomi Islam diperoleh.
Cara umum
manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah dengan menggunakan panca-indra,
seperti dari melakukan pengamatan, kajian, uji coba, dan lainnya. Selain itu,
manusia juga bisa menggunakan nalar atau akal pikiran dalam menafsirkan sesuatu
sebagai rujukan yang dipakai dalam membangun studi ekonomi Islam. Akan tetapi,
sebelum sumber tersebut dipakai sebagai sumber rujukan dalam ekonomi Islam,
Alquran dan hadis adalah yang terpenting untuk menjadi acuan utama pengetahuan
dalam ekonomi Islam.
3)
Objek
Objek kajian
adalah inti pembahasan dalam ekonomi Islam, di mana pembahasannya mencakup juga
kriteria kelayakan seperti yang disebutkan dalam definisi metodologi.
4)
Metode
Metode terbagi
dua, yaitu yang bersifat pola pikir dan bersifat teknis. Metode pola pikir
meliputi cara penalaran yang menggunakan basis deduktif atau basis induktif.
Selain itu, penalaran yang juga penting dalam kajian metodologi ekonomi Islam
yang meliputi bagaimana menguji validitas sebuah konsep yang telah dianggap
benar, yang terbagi menjadi pemahaman yang bersifat falsifikasi dan verifikasi.
Pemahaman falsifikasi akan menempatkan pola pikir yang kritis dalam menerima
kebenaran sebuah konsep pengetahuan. Sementara pemahaman verifikasi akan
menempatkan pola pikir yang detail
terhadap sebuah konsep pengetahuan.
Metode teknis
dalam metodologi ekonomi Islam terbagi menjadi dua, yaitu metode yang
menggunakan pendekatan islamisasi, dan metode yang menggunakan basis legal
fikih. Perlu dicatat, metode islamisasi berbeda dengan pendekatan patchwork.
Walaupun sama-sama berangkat dari konsep ekonomi konvensional yang saat ini
merupakan konsep mainstream, metode islamisasi tidak sekadar membangun ekonomi
Islam secara pragmatis dengan mengambil apa yang paling sederhana dan mudah
dilakukan dari konsep ekonomi konvensional. Metode islamisasi akan berangkat
dan dibangun dari akar sampai ujung sebuah bangunan ekonomi sehingga ia
bersifat sistematis dan terstruktur dalam prosesnya.
Metode berbasis
legal fikih, pada sisi lain akan membuat ekonomi Islam dibangun dengan
pendekatan sejarah, praktik, dan ide-ide yang termaktub dalam Alquran dan hadis
Nabi Muhammad SAW.. Jika pendekatan islamisasi berangkat dari kondisi
kontemporer, maka pendekatan fikih akan berangkat dari apa yang telah dibangun
dalam peradaban Islam. Pendekatan ini bisa dikatakan pendekatan yang berusaha
membangun dari sisi ideal sebuah konsep ekonomi Islam karena dianggap
pendekatan yang pasti akan konsisten dengan ajaran itu sendiri. Sebagaimana
metode islamisasi yang berbeda dengan pendekatan patchwork, metode legal fikih
juga tidak bisa disamakan dengan pendekatan reinvent karena pendekatan ini pada
titik ekstrem cenderung tidak relevan dengan realitas masyarakat saat ini
sehingga justru bisa menghambat perkembangan ekonomi Islam.
5)
Prosedur
Prosedur tidak
hanya meliputi bagaimana keempat unsur awal dibangun, tetapi juga pada tahapan
teknis yang akan dilakukan. Tahapan teknis tersebut akan menjabarkan langkah
yang lebih terperinci serta prasyarat yang diperlukan dalam melakukan tahapan
tersebut. Selain itu, dalam prosedur juga akan memberikan berbagai alternatif
penjelasan yang terjadi dalam konsep yang dibangun. Misalnya, bagaimana
validitas sebuah konsep dapat diterima dan apa yang harus dilakukan jika
ditolak? Bagaimana jika sebuah hasil kajian berlawanan dengan hipotesis yang
dirancang? Apa penjelasan mengapa sebuah konsep tetap diterima dalam ekonomi
Islam walaupun data menunjukkan hal yang berbeda?
Kajian
metodologi ekonomi Islam dilakukan tidak hanya untuk menghasilkan sebuah konsep
dan teori ekonomi Islam yang terbukti secara empiris. Pada sisi lain, teori
ekonomi Islam yang dibangun tentu tidak sekadar mencerminkan konsep normatif
yang terkandung dalam Alquran dan hadis. Teori ekonomi Islam yang baik adalah
hasil dari metodologi kehidupan ekonomi masyarakat.
Dengan demikian,
dapat ditarik tiga hal yang menjadi tugas pokok metodologi ekonomi Islam dalam
membentuk teori ekonomi Islam:
a)
Menghasilkan teori ekonomi yang
bisa “menghubungkan” kondisi ideal dan realitas.
b)
Menghasilkan teori ekonomi yang
mampu “menjelaskan” realitas dan hubungannya secara menyeluruh.
c)
Menghasilkan teori ekonomi yang
dapat “merealisasikan tujuan”.
[1] Kusnendi. (2002). Teori Makroekonomi Model Fluktuasi Ekonomi
Jangka Pendek. Bandung.
[2] Kitcher, P. S. (2019, Desember 26). Philosofphy of Science. Dipetik Juli 6, 2020, dari https://www.britannica.
com/topic/philosophy-of-science
[3] Standford Encyclopedia of
Philosophy. (2013). Dipetik Juli 6,
2020, dari Understanding Science,
How Science Really
Works: https://undsci.berkeley.edu/article/philosoph
[4] Muslih, M. (2019,
Juli 31). Filsafat Ilmu, Basis Filosofis
Ilmu Pengetahuan. Dipetik
Juli 6, 2020, dari https://
www.researchgate.net/publication/3347826
[5] Arkoun, M. (n.d.). Qadhaya fi Naqd al-Aql al-Dini: Kayfa Nafhamu al-Islam al-Yawm? The University of Chicago Press.
[6] Al-Jabiri, M.
A. (2004). Takwīn al-’Aql al-’Arabi.
Beirut: Markaz Dirasah
al-Wahdah al-al-Arabiyyah.
[7] Kant, I. (1990).
Critique of Pure Reason.
New York: Prometheus
[8] Foucault, M. (1994). The Order of Think:
An Archeology of Human Sciences. New York: Vintage
Books.
[9] Kuhn, T. S. (1970).
The Structure of Scientific Revolution. Chicao: The
University of Chicago
Press.
[10] Kahf, Monzer. (1978). The Islamic Economy: Analitical Study of the Foundationing System.
Indiana MSA of USA and Canada
[11] Arif, Muhammad. “Toward the Shari’ah Paradigm
of Islamic Economics:
The Beginning of a Scientific Revolution.” The American
Journal of Islamic
Social Sciences 2, No. 1 (1985b): 79-99
[12] Choudhury, M. A. (2011). Islamic Economics
and Finance and Epistemological Inquity. United Kingdom: Emerald
Group Publishing Limited
[13] Choudhury, M. A. (2019).
The Tawhidi Methodological Worldview A Transdisciplinary Study of Islamic
Eco- nomics. Singapore: Springer Nature Singapore, Pte. Ltd.
[14] Nurzaman, M.
S. (2019). Pengantar Ekonomi Islam: Sebuah Pendekatan Metodologi. Jakarta Selatan:
Salemba Diniyah
[15] Choudhury, M. A. (2011). Islamic Economics and Finance and Epistemological Inquity.
United Kingdom: Emerald
Group Publishing Limited
[16] Nurzaman, M. S. (2019). Pengantar Ekonomi Islam: Sebuah Pendekatan Metodologi. Jakarta Selatan:
Salemba Diniyah.
[17] Choudhury, M. A. (2011). Islamic Economics
and Finance and Epistemological Inquity. United Kingdom:
Emerald Group Publishing
Limited
[18] Moneim, A. A. (2018). Towards Islamic
Maqasidi Education Philosophy for Sustainable Development: Quranic Perspective With Special Attention to Indonesia. Millah: Jurnal
Studi Agama, 221-266.
[19] Arwani, A. (2012). Epistemologi Hukum Ekonomi Islam (Muamalah). Religia, 40-54.
[20] Addas, W. A. (2008).
Methodology of economics: Secular versus Islamic.
[21] Addas, W. A. (2008).
Methodology of economics: Secular versus Islamic.
[22] Nurzaman, M. S. (2019).
Pengantar Ekonomi Islam: Sebuah Pendekatan Metodologi. Jakarta Selatan: Salemba
Diniyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar