KONSEP MODAL DALAM AKUNTANSI SYARIAH
A. PENDAHULUAN
Suatu entitas bisnis ataupun lainnya memerlukan tambahan modal ataupun hutang kepada pihak
lain dalam hal mempertahankan
eksistensinya. Termasuk entitas perbankan syariah. Begitupun dengan Manusia sebagai
makhluk sosial tentu membutuhkan orang
lain dalam memenuhi kebutuhannya. Hal
semacam ini berlaku dalam segala hal, termasuk
dalam pemenuhan rezeki. Banyak cara yang dilakukan Allah Swt. dalam menyampaikan rezeki
pada hambanya, Di antaranya: melalui
disyariatkannya praktik transaksi hutang
piutang sebagai salah satu aspek pemenuhan hajat hidup manusia (Musadad, 2019).
Kebutuhan hidup yang banyak, mendesak dan pendapatan yang kurang sering
mendorong seseorang untuk menutupi kebutuhannya dengan cara berhutang.Begitupun
dengan suatu entitas seperti perusahaan,toko,perbankan ataupun entitas lainnya.
Sumber dana (pendanaan) berupa hutang ataupun modal harus mampu dipastikan agar
entitas tersebut tidak kesulitan operasional, sedangkan adapun bagi kalangan
masyarakat yang bertransaksi hutang piutang ataupun mencari modal, guna
memastikan agar tetap produktif dan bisa memenuhi kebutuhan
sehari-harinya.Islam memberikan gambaran bahwasanya modal tidak hanya berupa
materi saja, melainkan segala sesuatu yang menghasilkan keuntungan (gain) bagi
suatu entitas seperti tenaga, skil, kemampuan, dan kecakapan manusia.
Modal adalah sejumlah kekayaan yang bisa saja berupa assets ataupun
intangible assets, yang bisa digunakan untuk menghasilkan suatu kekayaan. Modal
dalam prespektif Islam hendaknya digunakan untuk kegiatan produksi yang di
anjurkan oleh syariat yang bebas dari unsur riba.
Modal merupakan pijakan atau latar belakang jika ingin melakukan
usaha, tanpa modal usaha apapun tidak mungkin berjalan, modal bukan hanya
berupa materi, tetapi juga baik modal tenaga, fikiran dan lain-lain juga
sangat dibutuhkan ketika berwirausaha.
Namun hal yang paling penting dalam modal adalah modal harus atas nama
pribadi orang yang akan berwirausaha, jika bukan miliknya maka modal itu akan
sangat sulit ketika mencapai hasil yang jelas pada usaha.
B. MODAL DALAM PANDANGAN SYARIAH
Secara fisik terdapat
dua jenis modal yaitu fixed capital (modal tetap), dan circulacing capital
(modal yang bersirkulasi). Fixed capital contohnya gedung-gedung, mesin-mesin,
mobil dan lainnya yaitu, benda-benda yang ketika manfaatnya dinikmati,
eksistensi subtansinya tidak berkurang. Adapun circulat capital itu seperti
bahan baku, uang dan lainnya yaitu benda-benda yang ketika manfaatnya
dinikmati, substansinya juga hilang.[ Mustafa Edwin Nasution, et.all,
Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Prenada Media Grup, 2007), hlm.
253]
Modal tetap pada
umumnya dapat disewakan tetapi tidak dapat dipinjamkan (Qarhd). Sedangkan modal
sirkulasi yang bersifat konsumtif bisa dipinjamkan (qardh), tetapi tidak dapat
disewakan. Hal itu disebabkan karena ijarah (sewa menyewa) dilakukan kepada
benda-benda yang memiliki karakteristik substansinya dapat dinikmati secara
terpisah atau secara sekaligus. Ketika sebuah barang disewakan, ia dinikmati
oleh penyewa namun status kepemilikannya tetap pada siempunya. Uang tidak
memiliki sipat seperti itu.
Modal yang masuk pada
kategori tetap seperti kendaraan akan mendapatkan pengembalian modal dalam
bentuk upah dari penyewaan jika transaksi yang digunakan ijarah dan mendapatkan
pengembalian modal dalam bentuk bagian dari laba jika yang digunakan adalah
musyarakah.
Hulwati
mengatakan, perbedaan uang dengan modal adalah modal akan tetap kalau
disewakan, ketika modal dalam bentuk barang disewakan, maka pemilik dapat
keuntungan dari sewa. Ketika masa sewa berakhir barang dikembalikan pada
pemilik, tetapi tidak dapat dipinjamkan. Sementara modal dalam uang dapat
dipinjamkan tetapi ia tidak dapat disewakan. Ketika seseorang meminjam uang,
maka peminjam mesti mengembalikan dalam jumlah yang sama. Kelebihan dalam nilai
pokok adalah riba. Karena uang dalam Islam bukan komoditi yang dapat disewa
beli dengan kelebihan, maka uang hanya sebagai alat tukar saja, akan tetapi ia
dapat memberikan keuntungan kalau dikembangkan dalam bentuk mudharabah. Uang
bukanlah komoditi yang mempunyai harga sehingga dapat diperjual belikan. Fungsi
uang hanya sebagai media perubahan.[Dra Hulwati, M.Hum., Ph.D, Ekonomi Islam,
(Jakarta: Ciputat Press, 2009), hlm. 60]
Oleh karena itu dalam
Islam uang, air, susu, buah-buahan, bahan bangunan, barang yang ditimbang dan
ditakar dan lain sebagainya tidak bisa disewakan karena ketika digunakan dan
dimanfaatkan ain/dzatnya akan hilang.
Beberapa ketentuan
hukum Islam mengenai modal dikemukakan A. Muhsin Sulaiman, sebagaimana yang
dikutip oleh Rustam Effendi[20], adalah sebagai berikut:
1) Islam mengharamkan penimbunan modal
2) Modal tidak boleh dipinjam dan meminjamkan dengan
cara riba
3) Modal harus dengan cara yang sama dengan
mendapatkan hak milik (dengan cara yang halal misalnya, lihat )
4) Modal yang mencapai nisab, zakatnya wajib
dikeluarkan (85 gram emas)
5) Modal tidak boleh digunakan untuk memproduksi
dengan cara boros
6) Pembayaran gaji buruh/pekerja harus sesuai dengan
ketentuan gajih dalam Islam.[ Rustam Effendi, Produksi Dalam Islam,
(Yogyakarta: Magistra Insania Press, 2003) him. 63].
Afzalur Rahman
mengatakan, Rasulullah saw. menekankan pentingnya modal dalam ucapan ini:
"Tidak akan ada kecemburuan kecuali dalam dua hal: orang yang diberi oleh
Allah kekayaan (atau modal) dan kekuasaan untuk membelanjakannya dalm
menegakkan kebenaran, dan orang yang dijamin oleh Allah dengan ilmu pengetahuan
yang banyak untuk menilai dan mengajarkannya pada orang lain. (Bukhari)[
Ibid.265-266]
C. KONSEP MODAL DALAM AKUNTANSI SYARIAH
Modal atau biasa
dikenal dengan istilah modal pokok (ra`sul
maal) dalam bahasa arab ialah atas segala sesuatu. Ra`sul-maal ialah semua
harta yang bernilai dalam pandangan
syar`i, yangaktivitas manusia ikut berperan serta dalam usaha proses produksinya dengan tujuan
pengembangan. Pengertian modal (ra`sul
maal) menurut beberapa pendapat (Mediawati,
2013), di antaranya:
1) Dr. Rifat Al-`awwadh berpendapat bahwa: kapital
itu tsarwah (kekayaan) yang digunakan
untuk memproduksi kekayaan yang baru.
2) Sya’ban Fajmi berkata: kapital ialah semua
kekayaan yang bernilai secara syar`i
yang disertai usaha manusia dalam
memproduksinya dengan tujuan pengembangan.
Di
antara tujuan syariat Islam ialah menjaga dan
mengembangkannya melalui jalur-jalur yang syar’i, untuk merealisasikan fungsinya dalam kehidupan
perekonomian serta membantu memakmurkan
bumi dan pengabdian kepada Allah Swt.
sebagai sang pencipta. Sumber-sumber hukum Islam telah mencukup kaidah-kaidah yang mengatur
pemeliharaan terhadap modal pokok
(capital). Sebagai instrumen, atau washilah dalam mewujudkan kesejahteraan manusia secara menyeluruh baik
dunia dan akhirat yang juga bersifat
penuh kebaikan karena dilandasi oleh
tindakan yang bersifat etis yang dituntun oleh fitrah rasional atau sunnatullah yang berlaku semua
golongan secara berkeadilan dan selalu
menyesuaikan diri dengan perubahan zaman
(Hadi, 2018). Termasuk pendayagunaan modal dalam perspektif Islam .
Dalam
konsep Islam, pendayagunaan modal dalam
suatu usaha yang dilakukan secara bersama-sama, minimal dua orang atau lebih yang dikenal dengan istilah
syirkah atau Dana Syirkah Temporer
(DST). Di dalam syirkah, para pihak
menyertakan setoran modal untuk menjalankan suatu usaha. Tambahan setoran modal (ekuitas) merupakan
faktor yang sangat penting bagi
perkembangan dan kemajuan suatu entitas
sekaligus menjaga kepercayaan masyarakat.
Dalam
kaidah Islam, pemberi pinjaman tidak boleh
meminta imbalan atas pemberian pinjaman tersebut, karena setiap pemberian pinjaman yang disertai
dengan permintaan imbalan termasuk
kategori riba. Penerima pinjaman wajib
menjamin pengembalian pinjaman tersebut pada saat jatuh tempo. Dengan
demikian, pinjaman subordinasi tidak dapat dipertimbangkan untuk diperhitungkan
sebagai modal kerja bank syariah. Secara landasan filosofis, perbankan syariah
memiliki tujuan lain selain profit, yakni kinerja syariah yang berbasis maslahah
(Ramadhan et al., 2018).
D. PENDAYAGUNAAN DAN PENGEMBANGAN MODAL DALAM
TINJAUAN
Syariah Para ulama
menyebutkan empat syarat agar harta bisa
menjadi modal usaha. Keempat syarat tersebut meliputi:
1.
Harus berupa
uang atau barang-barang yang bisa dinilai dengan uang. Para ulama berjima` bahwa yang
dijadikan modal usaha adalah uang.
2.
Harus nyata
ada dan bukan hutang.
3.
Harus
diketahui nilai harta tersebut.
4.
Harus
diserahkan kepada pengusaha.
Pentingnya modal
dalam kehidupan manusia ditunjukkan
dalam Al-Qur'an yang terjemahannya: “Dijadikan
indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak,
harta yang banyak dari jenis emas,
perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah lading. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan
disisi Allah-lah tempat kembali yang
baik (surga)”. Kata “mata'un” berarti modal karena disebut emas dan perak, kuda yang bagus dan
ternak (termasuk bentuk modal yang
lain).
Afzalur Rahman
mengatakan, Rasulullah saw. menekankan pentingnya
modal dalam ucapan ini: “Tidak akan ada
kecemburuan kecuali dalam dua hal: (1) orang yang diberi oleh Allah kekayaan (atau modal) dan
kekuasaan untuk membelanjakannya dalam
menegakkan kebenaran, dan (2) orang yang
dijamin oleh Allah dengan ilmu pengetahuan yang
banyak untuk menilai dan mengajarkannya pada orang lain”(Rahman, 1995).
Dalam sistem ekonomi
Islam modal diharuskan terus berkembang
agar sirkulasi uang tidak berhenti. Dikarenakan jika modal atau uang berhenti
(ditimbun). maka harta itu tidak dapat
mendatangkan manfaat bagi orang lain, namun
seandainya jika uang diinvestasikan dan digunakan untuk melakuakan bisnis maka uang tersebut akan
mendatangkan manfaat bagi orang lain,
termasuk di antaranya jika ada bisnis
berjalan maka akan bisa menyerap tenaga kerja.
Beberapa ketentuan
hukum Islam mengenai modal sebagaimana
yang dikemukakan A. Muhsin Sulaiman (Effendi, 2003), sebagai berikut:
1) Islam mengharamkan penimbunan modal.
2) Modal yang mencapai nisab, zakatnya wajib
dikeluarkan.
3) Modal tidak boleh digunakan untuk memproduksi
dengan cara yang boros.
4) Pembayaran gaji (upah) harus sesuai dengan
ketentuan gaji dalam Islam.
Dalam mengembangkan
modal berbagai upaya yang halal, baik
melalui produksi maupun investasi. Semua itu
bertujuan agar harta bisa bertambah sesuai yang diinginkan.
Adapun bentuk-bentuk
pengembangan modal menurut ketentuan
Syari'ah Mu'amalah, dapat dilakukan dalam bentuk atau pola sebagai berikut: Transaksi akad
jual-beli, yaitu pengembangan modal
usaha di mana seseorang berada dalam
posisi sebagai penjual dan yang lainnya sebagai pembeli.
Berkaitan dengan
ketentuan pembagian hasil usaha
perbankan syariah dalam fatwa DSN MUI No. 14 Tahun 2000 tentang Mekanisme Sistem Distribusi Hasil
Usaha dalam
Lembaga Keuangan
Syariah (Suwandi, 2019), yaitu:
a)
Pada
prinsipnya, Lembaga Keuangan Syariah boleh
menggunakan sistem accrual basic maupun cash basic dalam administrasi keuangan.
b) Dilihat dari kemaslahatan (al-ashlah), dalam
pencatatan sebaiknya digunakan sistem
accrual basic, akan tetapi dalam
distribusi bagi hasil usaha hendaknya ditentukan atas dasar penerimaan
yang benar-benar terjadi (cash basic).
c)
Penetapan
sistem yang dipilih harus disepakati dalam akad.
Transaksi ini dapat
dilihat dalam akad-akad bagi hasil
seperti dalam akad as-syirkah seperti akad al-Mudharabah dan akad as-Syirkah. Dari Hakim Ibnu Hizam bahwa
diisyaratkan “bagi seseorang yang
memberikan modal sebagai qiradl, yaitu:
jangan menggunakan modalku untuk barang yang bernyawa, jangan membawanya
kelaut, dan jangan membawanya ditengah air yang mengalir. Jika engkau melakukan
salah satu di antaranya, maka engkaulah yang menanggung modalku”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar