Sabtu, 29 Juni 2024

KONSEP MODAL DALAM AKUNTANSI SYARIAH

                                           KONSEP MODAL  DALAM AKUNTANSI SYARIAH

 

A. PENDAHULUAN

Suatu entitas bisnis ataupun lainnya memerlukan  tambahan modal ataupun hutang kepada pihak lain dalam hal  mempertahankan eksistensinya. Termasuk entitas perbankan  syariah. Begitupun dengan Manusia sebagai makhluk sosial  tentu membutuhkan orang lain dalam memenuhi  kebutuhannya. Hal semacam ini berlaku dalam segala hal,  termasuk dalam pemenuhan rezeki. Banyak cara yang  dilakukan Allah Swt. dalam menyampaikan rezeki pada  hambanya, Di antaranya: melalui disyariatkannya praktik  transaksi hutang piutang sebagai salah satu aspek pemenuhan  hajat hidup manusia (Musadad, 2019).

Kebutuhan hidup yang banyak, mendesak dan pendapatan yang kurang sering mendorong seseorang untuk menutupi kebutuhannya dengan cara berhutang.Begitupun dengan suatu entitas seperti perusahaan,toko,perbankan ataupun entitas lainnya. Sumber dana (pendanaan) berupa hutang ataupun modal harus mampu dipastikan agar entitas tersebut tidak kesulitan operasional, sedangkan adapun bagi kalangan masyarakat yang bertransaksi hutang piutang ataupun mencari modal, guna memastikan agar tetap produktif dan bisa memenuhi kebutuhan sehari-harinya.Islam memberikan gambaran bahwasanya modal tidak hanya berupa materi saja, melainkan segala sesuatu yang menghasilkan keuntungan (gain) bagi suatu entitas seperti tenaga, skil, kemampuan, dan kecakapan manusia.

Modal adalah sejumlah kekayaan yang bisa saja berupa assets ataupun intangible assets, yang bisa digunakan untuk menghasilkan suatu kekayaan. Modal dalam prespektif Islam hendaknya digunakan untuk kegiatan produksi yang di anjurkan oleh syariat yang bebas dari unsur riba.

Modal merupakan pijakan atau latar belakang jika ingin melakukan usaha, tanpa modal usaha apapun tidak mungkin berjalan, modal bukan hanya berupa materi,  tetapi juga baik modal tenaga, fikiran dan lain-lain juga sangat dibutuhkan ketika berwirausaha.

Namun hal yang paling penting dalam modal adalah modal harus atas nama pribadi orang yang akan berwirausaha, jika bukan miliknya maka modal itu akan sangat sulit ketika mencapai hasil yang jelas pada usaha.

 

B. MODAL DALAM PANDANGAN SYARIAH

Secara fisik terdapat dua jenis modal yaitu fixed capital (modal tetap), dan circulacing capital (modal yang bersirkulasi). Fixed capital contohnya gedung-gedung, mesin-mesin, mobil dan lainnya yaitu, benda-benda yang ketika manfaatnya dinikmati, eksistensi subtansinya tidak berkurang. Adapun circulat capital itu seperti bahan baku, uang dan lainnya yaitu benda-benda yang ketika manfaatnya dinikmati, substansinya juga hilang.[ Mustafa Edwin Nasution, et.all, Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Prenada Media Grup, 2007), hlm. 253]

Modal tetap pada umumnya dapat disewakan tetapi tidak dapat dipinjamkan (Qarhd). Sedangkan modal sirkulasi yang bersifat konsumtif bisa dipinjamkan (qardh), tetapi tidak dapat disewakan. Hal itu disebabkan karena ijarah (sewa menyewa) dilakukan kepada benda-benda yang memiliki karakteristik substansinya dapat dinikmati secara terpisah atau secara sekaligus. Ketika sebuah barang disewakan, ia dinikmati oleh penyewa namun status kepemilikannya tetap pada siempunya. Uang tidak memiliki sipat seperti itu.

Modal yang masuk pada kategori tetap seperti kendaraan akan mendapatkan pengembalian modal dalam bentuk upah dari penyewaan jika transaksi yang digunakan ijarah dan mendapatkan pengembalian modal dalam bentuk bagian dari laba jika yang digunakan adalah musyarakah.

Hulwati  mengatakan, perbedaan uang dengan modal adalah modal akan tetap kalau disewakan, ketika modal dalam bentuk barang disewakan, maka pemilik dapat keuntungan dari sewa. Ketika masa sewa berakhir barang dikembalikan pada pemilik, tetapi tidak dapat dipinjamkan. Sementara modal dalam uang dapat dipinjamkan tetapi ia tidak dapat disewakan. Ketika seseorang meminjam uang, maka peminjam mesti mengembalikan dalam jumlah yang sama. Kelebihan dalam nilai pokok adalah riba. Karena uang dalam Islam bukan komoditi yang dapat disewa beli dengan kelebihan, maka uang hanya sebagai alat tukar saja, akan tetapi ia dapat memberikan keuntungan kalau dikembangkan dalam bentuk mudharabah. Uang bukanlah komoditi yang mempunyai harga sehingga dapat diperjual belikan. Fungsi uang hanya sebagai media perubahan.[Dra Hulwati, M.Hum., Ph.D, Ekonomi Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2009), hlm. 60]

Oleh karena itu dalam Islam uang, air, susu, buah-buahan, bahan bangunan, barang yang ditimbang dan ditakar dan lain sebagainya tidak bisa disewakan karena ketika digunakan dan dimanfaatkan ain/dzatnya akan hilang.

Beberapa ketentuan hukum Islam mengenai modal dikemukakan A. Muhsin Sulaiman, sebagaimana yang dikutip oleh Rustam Effendi[20], adalah sebagai berikut:

1)       Islam mengharamkan penimbunan modal

2)       Modal tidak boleh dipinjam dan meminjamkan dengan cara riba

3)       Modal harus dengan cara yang sama dengan mendapatkan hak milik (dengan cara yang halal misalnya, lihat )

4)       Modal yang mencapai nisab, zakatnya wajib dikeluarkan (85 gram emas)

5)       Modal tidak boleh digunakan untuk memproduksi dengan cara boros

6)       Pembayaran gaji buruh/pekerja harus sesuai dengan ketentuan gajih dalam Islam.[ Rustam Effendi, Produksi Dalam Islam, (Yogyakarta: Magistra Insania Press, 2003) him. 63].

Afzalur Rahman mengatakan, Rasulullah saw. menekankan pentingnya modal dalam ucapan ini: "Tidak akan ada kecemburuan kecuali dalam dua hal: orang yang diberi oleh Allah kekayaan (atau modal) dan kekuasaan untuk membelanjakannya dalm menegakkan kebenaran, dan orang yang dijamin oleh Allah dengan ilmu pengetahuan yang banyak untuk menilai dan mengajarkannya pada orang lain. (Bukhari)[ Ibid.265-266]

 

 

 

C. KONSEP MODAL DALAM AKUNTANSI SYARIAH

Modal atau biasa dikenal dengan istilah modal pokok  (ra`sul maal) dalam bahasa arab ialah atas segala sesuatu. Ra`sul-maal ialah semua harta yang bernilai dalam pandangan  syar`i, yangaktivitas manusia ikut berperan serta dalam usaha  proses produksinya dengan tujuan pengembangan. Pengertian  modal (ra`sul maal) menurut beberapa pendapat (Mediawati,  2013), di antaranya:

1)       Dr. Rifat Al-`awwadh berpendapat bahwa: kapital itu  tsarwah (kekayaan) yang digunakan untuk memproduksi  kekayaan yang baru.

2)       Sya’ban Fajmi berkata: kapital ialah semua kekayaan yang  bernilai secara syar`i yang disertai usaha manusia dalam  memproduksinya dengan tujuan pengembangan.

Di antara tujuan syariat Islam ialah menjaga dan  mengembangkannya melalui jalur-jalur yang syar’i, untuk  merealisasikan fungsinya dalam kehidupan perekonomian  serta membantu memakmurkan bumi dan pengabdian kepada  Allah Swt. sebagai sang pencipta. Sumber-sumber hukum Islam  telah mencukup kaidah-kaidah yang mengatur pemeliharaan  terhadap modal pokok (capital). Sebagai instrumen, atau washilah dalam mewujudkan  kesejahteraan manusia secara menyeluruh baik dunia dan  akhirat yang juga bersifat penuh kebaikan karena dilandasi  oleh tindakan yang bersifat etis yang dituntun oleh fitrah  rasional atau sunnatullah yang berlaku semua golongan secara  berkeadilan dan selalu menyesuaikan diri dengan perubahan  zaman (Hadi, 2018). Termasuk pendayagunaan modal dalam perspektif Islam .

Dalam konsep Islam, pendayagunaan modal dalam  suatu usaha yang dilakukan secara bersama-sama, minimal dua  orang atau lebih yang dikenal dengan istilah syirkah atau Dana  Syirkah Temporer (DST). Di dalam syirkah, para pihak  menyertakan setoran modal untuk menjalankan suatu usaha.  Tambahan setoran modal (ekuitas) merupakan faktor yang  sangat penting bagi perkembangan dan kemajuan suatu entitas  sekaligus menjaga kepercayaan masyarakat.

Dalam kaidah Islam, pemberi pinjaman tidak boleh  meminta imbalan atas pemberian pinjaman tersebut, karena  setiap pemberian pinjaman yang disertai dengan permintaan  imbalan termasuk kategori riba. Penerima pinjaman wajib  menjamin pengembalian pinjaman tersebut pada saat jatuh tempo. Dengan demikian, pinjaman subordinasi tidak dapat dipertimbangkan untuk diperhitungkan sebagai modal kerja bank syariah. Secara landasan filosofis, perbankan syariah memiliki tujuan lain selain profit, yakni kinerja syariah yang berbasis maslahah (Ramadhan et al., 2018).

 

D.  PENDAYAGUNAAN DAN PENGEMBANGAN MODAL DALAM TINJAUAN

Syariah Para ulama menyebutkan empat syarat agar harta bisa  menjadi modal usaha. Keempat syarat tersebut meliputi:

1.        Harus berupa uang atau barang-barang yang bisa dinilai  dengan uang. Para ulama berjima` bahwa yang dijadikan  modal usaha adalah uang.

2.        Harus nyata ada dan bukan hutang.

3.        Harus diketahui nilai harta tersebut.

4.        Harus diserahkan kepada pengusaha.

Pentingnya modal dalam kehidupan manusia  ditunjukkan dalam Al-Qur'an yang terjemahannya: “Dijadikan  indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa apa yang  diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari  jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah  lading. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan disisi Allah-lah tempat  kembali yang baik (surga)”. Kata “mata'un” berarti modal karena  disebut emas dan perak, kuda yang bagus dan ternak  (termasuk bentuk modal yang lain).

Afzalur Rahman mengatakan, Rasulullah saw.  menekankan pentingnya modal dalam ucapan ini: “Tidak akan  ada kecemburuan kecuali dalam dua hal: (1) orang yang diberi  oleh Allah kekayaan (atau modal) dan kekuasaan untuk  membelanjakannya dalam menegakkan kebenaran, dan (2)  orang yang dijamin oleh Allah dengan ilmu pengetahuan yang  banyak untuk menilai dan mengajarkannya pada orang lain”(Rahman, 1995).

Dalam sistem ekonomi Islam modal diharuskan terus  berkembang agar sirkulasi uang tidak berhenti. Dikarenakan jika modal atau uang berhenti (ditimbun). maka harta itu tidak  dapat mendatangkan manfaat bagi orang lain, namun  seandainya jika uang diinvestasikan dan digunakan untuk  melakuakan bisnis maka uang tersebut akan mendatangkan  manfaat bagi orang lain, termasuk di antaranya jika ada bisnis  berjalan maka akan bisa menyerap tenaga kerja.

Beberapa ketentuan hukum Islam mengenai modal  sebagaimana yang dikemukakan A. Muhsin Sulaiman (Effendi, 2003), sebagai berikut:

1)       Islam mengharamkan penimbunan modal.

2)       Modal yang mencapai nisab, zakatnya wajib dikeluarkan.

3)       Modal tidak boleh digunakan untuk memproduksi dengan cara yang boros.

4)       Pembayaran gaji (upah) harus sesuai dengan ketentuan gaji  dalam Islam.

Dalam mengembangkan modal berbagai upaya yang  halal, baik melalui produksi maupun investasi. Semua itu  bertujuan agar harta bisa bertambah sesuai yang diinginkan.

Adapun bentuk-bentuk pengembangan modal menurut  ketentuan Syari'ah Mu'amalah, dapat dilakukan dalam bentuk  atau pola sebagai berikut: Transaksi akad jual-beli, yaitu  pengembangan modal usaha di mana seseorang berada dalam  posisi sebagai penjual dan yang lainnya sebagai pembeli.

Berkaitan dengan ketentuan pembagian hasil usaha  perbankan syariah dalam fatwa DSN MUI No. 14 Tahun 2000  tentang Mekanisme Sistem Distribusi Hasil Usaha dalam

Lembaga Keuangan Syariah (Suwandi, 2019), yaitu:

a)        Pada prinsipnya, Lembaga Keuangan Syariah boleh  menggunakan sistem accrual basic maupun cash basic dalam  administrasi keuangan.

b)       Dilihat dari kemaslahatan (al-ashlah), dalam pencatatan  sebaiknya digunakan sistem accrual basic, akan tetapi dalam  distribusi bagi hasil usaha hendaknya ditentukan atas dasar penerimaan yang benar-benar terjadi (cash basic).

c)        Penetapan sistem yang dipilih harus disepakati dalam akad.

Transaksi ini dapat dilihat dalam akad-akad bagi hasil  seperti dalam akad as-syirkah seperti akad al-Mudharabah dan  akad as-Syirkah. Dari Hakim Ibnu Hizam bahwa diisyaratkan  “bagi seseorang yang memberikan modal sebagai qiradl, yaitu:  jangan menggunakan modalku untuk barang yang bernyawa, jangan membawanya kelaut, dan jangan membawanya ditengah air yang mengalir. Jika engkau melakukan salah satu di antaranya, maka engkaulah yang menanggung modalku”.

Hadist ini menerangkan bahwa maksud dari ketiga  syarat tersebut (jangan engkau gunakan modalku pada barang  berjiwa dan tidak juga dibawa melintasi laut dan melintasi  lembah yang berair) adalah dalam perbuatan seperti yang  disyaratkan tadi (ketiga perkara tadi) ada bahaya yang tidak  terduga lebih dahulu, yaitu apabila seseorang menggunakan  modalnya itu dengan bebas dalam artian tidak memikirkan  madhoratnya, maka itu akan berbahaya karena ada sesuatu  yang tidak terduga yang bisa saja datang kepada sipemilik  modal. Apabila syarat tersebut dilanggar, maka kerugian yang  akan terbit dari padanya adalah atas tanggungan penerima modal itu, maksudnya adalah apabila terjadi kerugian yang disebabkan kecerobohan salah satu pihak, maka ia harus menanggung kerugiannya sendiri. Tetapi apabila kerugian tersebut karena kecelakaan atau unsur kecelakaan, maka kerugian tersebut ditanggung bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH DALAM BISNIS KONTEMPORER

  MATERI- PENGANTAR BISNIS ISLAM Oleh: Eny Latifah, S.E.Sy.,M.Ak Perspektif Ekonomi Syariah dalam Bisnis Kontemporer   A.      Pengertian Ek...