Selasa, 03 Januari 2023

Tinjauan Umum Ekonomi Islam

                                                        TINJAUAN UMUM EKONOMI ISLAM

 

A. PENDAHULUAN

Sebuah interaksi sosial yang tidak bisa terlepas dari kehidupan adalah aspek ekonomi. Dengan melaksakan kegiatan di bidang perekonomian manusia mampu memenuhi segala bentuk kebutuhan hidup dengan menggunakan alat pemuas yang terbatas. Secara umum manusia melakukan segala hal untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya baik dengan jalan yang baik (halal) atau dengan cara yang curang (haram). Akan tetapi Islam memberikan petunjuk kepada ummatnya untuk memenuhi segala kebutuhan dengan cara yang baik (halal) dan Thoyyibah( Suci) dengan harapan dapat menciptakan keberkahan dalam kehidupan. Pemenuhan atas aktualisasi pemenuhan kebutuhan secara Islami tersebut sering dikenal dengan Ekonomi Islam

Ekonomi Islam merupakan salah satu keilmuan sosial yang memperlajari segala aktifitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi terhadap barang atau jasa yang memperhatikan sumber hukum Islam serta mencerminkan nilai dan prinsip Islam untuk menghasilkan sebuah kemaslahatan dan falah (Kebahagiaan dunia dan akhirat).

 

B. TEORI EKONOMI ISLAM

Pendapat dari Monzer Kahf dalam sebuah buku yang bernama The Islamic Ekonomic tentang Ekonomi Islam adalah bagian dari ilmu ekonomi yang sifatnya interdisipliner yang berarti tidak bisa berdiri sendiri tetapi memerlukan beberapa penguasaan keilmuan lainya yang mendukung ilmu yang berfungsi sebagai tool of analysis seperti statistic, logika, ushul fiqih, fiqih muamalah, dan matematika.

Ilmu ekonomi syariah menurut M.A.Mannan adalah suatu ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.

Pengertian ekonomi syariah menurut Yusuf Qardhawi adalah ekonomi yang didasarkan kepada ketuhanan. Wujud eksistensi sistem ekonomi syariah bertitik dari Allah SWT dengan tujuan akhirnya Allah SWT dan memanfaatkan sarana yang tidak lepas dari syariah Allah SWT.

Menurut Umar Chapra yang dinamakan ekonomi Islam adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang membantu manusia dalam mewujudkan kesejahteraan melalui alokasi dan distribusi berbagai sumber daya langka sesuai tujuan yang ditetapkan berdasarkan syariah tanpa adanya pengekangan kebesan individu secara berlebihan, menciptakan ketidakseimbangan makro ekonomi dan ekologi atau melemahkan solidaritas keluarga dan sosial serta ikatan moral yang terjalin di masyarakat.

C. KARAKTERISTIK EKONOMI ISLAM

Tidak banyak yang dikemukakan dalam alquran dan banyak prinsip-prinsip yang mendasar saja, karena dasar-dasar yag sangat tepat, alquran dan sunah banyak sekali membahas tentang bagaimana seharusnya kaum muslimin berprilaku sebagai konsumen produsen dan pemilik modal, tetapi hanya sedikit system ekonomi. Ekonomi syariah menekankan kepada 4 sifat, antara lain:

1. Kesatuan (unity)

2. Keseimbangan (equilibrium)

3. Kebebasan (free will)

4. Tanggung Jawab (responsibility) 

D. TUJUAN EKONOMI ISLAM

Ekonomi Islam mempunyai tujuan untuk:

1. Memberikan keselarasan bagi kehidupan di dunia.

2. Nilai Islam bukan semata hanya untuk kehidupan muslim saja tetapi seluruh makluk hidup dimuka bumi.

3. Esensi proses ekonomi Islam adalah pemenuhan kebutuhan manusia yang berlandaskan nilai-nlai Islam guna mencapai pada tujuan agama (falah).

Ekonomi Islam menjadi rahmat seluruh alam, yang tidak terbatas oleh ekonomi, sosial, budaya, dan politik dari bangsa. Ekonomi Islam. mampu mampu menangkap nilai fenomena masyarakat sehingga dalam perjalanannya tanpa meninggalkan sumber teori Ekonomi Islam. 

E. FILOSOFI EKONOMI ISLAM

Membicarakan ekonomi Islam tidak terlepas dari mengetahui landasan filosofis dari ekonomi Islam itu sendiri. Ayat di atas memberikan isyarat tentang pemeliharaan alam semesta, yang dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah SWT adalah pencipta seluruh alam jagad raya ini. Semua makhluk harus tunduk dan patuh pada perintah-Nya. Allah SWT yang menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi dan sebagai penguasa bumi terhadap makhluk-makhluk yang lain. Alam dan isinya diciptakan Alllah SWT dan diperuntukkan kepada manusia sebagai alat untuk mendapatkan kemaslahatan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya haruslah berpedoman kepada aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi SAW yang merupakan pedoman hidup bagi umat Islam.

Allah SWT adalah pemilik mutlak alam semesta ini. Semua makhluk baik makhluk hidup ataupun makhluk mati tunduk kepada ketetapan Allah SWT. Makhluk hidup yang sudah matipun kembali kepada Allah SWT, begitu pula dengan manusia sebagai khalifa Allah SWT di muka bumi ini. Manusia akan ditanya dan diminta pertanggungjawabannya terhadap semua perbuatannya selama di dunia, termasuk perlakuan dan semua apresiasinya terhadap alam semesta beserta seluruh isinya. Setiap perilaku manusia tidak terlepas dari pengamatan Allah SWT, diantaranya perilaku ekonomi yang dijalankan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan kebutuhan orang-orang yang dibawah tanggung jawabnya atau yang bergantung padanya. Sebaliknya rezeki yang diberikan dan dilimpahkan Allah SWT terhadap usaha yang dilakukan manusia dalam kegiatan ekonominya sebahagiannya dibagi dan diperuntukkan bagi kepentingan orang-orang yang kekurangan yaitu orang-orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Atas dasar ini maka tercapailah suatu keserasian dan keselarasan dari habl min Allah wa habl min al-nas. Ekonomi Islam bukan saja ekspresi syari’ah yang memberikan eksistensi ekonomi Islam di tengah-tengah eksistensi berbagai sistem ekonomi modern. Tetapi prinsip ekonomi Islam lebih sebagai pandangan Islam yang kompleks hasil ekspresi akidah Islam dengan nuansa yang luas dan target yang jelas. Ekspresi akidah melahirkan corak pemikiran dan metode aplikasinya baik dalam konteks UU (Undang-Undang) kemasyarakatan, perpolitikan ataupun perekonomian.

F. PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM

Dikemukakan oleh A. Djazuli, ada empat hipotesis yang menjadi akar kuat bagi prinsip ekonomi Islam, yaitu:

1. Kegiatan ekoonomi berhubungan erat dengan lingkungan etika manusia.

2. Berdasarkan kualitas dasar keseimbangan diperoleh satu keseimbangan yang adil di antara dasar-dasar produksi, konsumsi dan seluruh distribusi.

3. Kehendak bebas yang dijabarkan ke dalam bidang ekonomi membutuhkan perpaduan yang sesuai dengan kebebasan ekonomi individu dan intervensi negara, agar mencerminkan ekonomi khas Islam mengenai kebebasan manusia.

Prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam sebagaimana yang dirumuskan oleh Ahmad Azhar Basyir, yaitu:

1. Manusia adalah makhluk pengemban amanah Allah SWT untuk memakmurkan kehidupan di bumi dan diberi kedudukan sebagai khalifah(wakil-Nya) yang wajib melaksanakan petunjuk-petunjuk-Nya.

2. Seisi bumi dan langit diciptakan untuk melayani kepentingan hidup manusia dan ditundukkan kepadanya untuk memenuhi amanah Allah SWT.

3. Manusia wajib bekerja untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.

4. Kerja adalah yang sesungguhnya menghasilkan (produktif).

5. Islam menentukan berbagai bentuk kerja yang halal dan yang haram. dan kerja yang halal saja yang dipandang sah.

6. Hasil kerja manusia diakui sebagai hak miliknya.

7. Hak milik manusia dibebani kewajiban-kewajiban yang diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat. Hak milik berfungsi sosial.

8. Harta tidak boleh beredar di kalangan orang kaya saja, akan tetapi diratakan dengan memenuhi kewajiban-kewajiban kebendaan yang telah ditetapkan dan menumbuhkan kepedulian sosial berupa anjuran berbagai macam sedekah.

9. Harta difungsikan sebagai kemakmuran bersama, tidak hanya ditimbun tanpa menghasilkan sesuatu dengan jalan memperkembangkannya secara sah. 1

10. Harta tidak boleh dihambur-hamburkan untuk memenuhi kenikmatan melampaui batas. Mensyukuri dan menikmati perolehan usaha hendaklah dalam batas yang dibolehkan syara’.

11. Memenuhi kebutuhan hidup tidak boleh berlebihan dan tidak pula kurang akan tetapi secukupnya.

12. Kerjasama kemanusiaan yang bersifat saling tolong-menolong dalam usaha memenuhi kebutuhan harus ditegakkan.

13. Menegakkan nilai keadilan dalam kerjasama kemanusiaan.

14. Menjaga nilai kehormatan dan dikembangkan dalam usaha memperoleh kecukupan kebutuhan hidup.

15. Campurtangan negara dibenarkan dalam rangka penertiban kegiatan ekonomi menuju tercapainya tujuan dan terwujudnya keadilan sosial

G. NILAI-NILAI EKONOMI ISLAM

Prinsip atau nilai sebagai landasan dan dasar pengembangan ekonomi Islam terdiri

dari 5 (lima) nilai universal, yaitu: tauhid (keimanan), ‘adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintahan), dan ma’ad (hasil). Kelima nilai ini menjadi dasar inspirasi untuk  menyusun proposisi-proposisi dan teori-teori ekonomi Islam. Rincian dari nilai-nilai universal ekonomi Islam tersebut dapat dijelaskan serta dipaparkan sebagai berikut (Muhammad dan Karim, 1999: 22):

1. Tauhid (Keesaan Tuhan)

Tauhid merupakan fondasi fundamental ajaran Islam. Bahwa tauhid itu yang  membentuk 3 (tiga) asas pokok filsafat Ekonomi Islam, yaitu:

Pertama, ”dunia dengan segala isinya adalah milik Allah Swt dan berjalan menurut  kehendak-Nya” (QS. Al-Ma’idah: 20, QS. Al-Baqarah: 6). Manusia sebagai khalifah-Nya hanya mempunyai hak kepemimpinan (khilafat) dan pengelolaan yang tidak mutlak/absolut, serta harus tunduk melaksanakan hukum-Nya. Akibatnya apabila kita menggunakan mafhum mukhalafah, dapat dikatakan bahwa mereka yang menganggap kepemilikan secara mutlak/tak terbatas berarti telah ingkar kepada hukum Allah SWT. Implikasi dari status kepemilikan menurut Islam adalah hak manusia atas barang atau jasa itu terbatas. Hal ini jelas berbeda dengan kepemilikan mutlak oleh individu pada sistem kapitalis dan oleh kaum proletar pada sistem sosialis.

Kedua, ”Allah SWT adalah pencipta semua makhluk dan semua makhluk tunduk kepada-Nya” (QS. Al-An’am: 142-145, QS. An-Nahl: 10-16, QS. Faathir: 27-29, QS. Az-Zumar: 21). Dalam perspektif Islam, kehidupan di dunia hanya dipandang sebagai ujian dan sementara (tidak kekal/abadi), dimana akan diberikan kenikmatan dengan surga yang abadi bagi mereka yang dikasihi-Nya, sebagai sesuatu yang sifatnya non materil, yang tidak dapat dijadikan patokan dan tidak dapat diukur dengan sesuatu yang pasti (absolut), dan ini sulit untuk dimasukkan ke dalam analisis ekonomi konvensional. Sedangkan ketidakmerataan karunia atau nikmat dan kekayaan yang diberikan Allah kepada setiap makhluk-Nya merupakan kuasa dan kehendak Allah semata. Dengan tujuan agar mereka yang diberi kelebihan nikmat bisa selalu bersyukur kepada Sang pemberi rizki dengan cara menyisihkan dan memberikan sebagian hartanya kepada orang-orang yang berhak menerimanya (delapan ashnaf). Sehingga akan tumbuh aktivitas ekonomi yang merata secara egaliter.

Ketiga, secara horizontal iman kepada Hari Akhir (kiamat) akan mempengaruhi perilaku manusia dalam aktivitas ekonomi. Misalnya seorang muslim yang ingin melakukan aktivitas ekonomi tertentu, maka ia juga akan mempertimbangkan akibat setelahnya (akibat jangka panjang). Hal ini bermaksud agar setiap individu muslim dalam memilih aktivitas ekonomi tidak hanya memikirkan kenikmatan sesaat kala itu saja (jangka pendek) akan tetapi ia selalu berfikir akibat baik dan buruknya jauh ke depan. Karena kehidupan di dunia hanya ”numpang lewat” untuk mencari bekal kelak di akhirat.

2.  ‘Adl (Keadilan)

Allah adalah Sang pencipta seluruh yang ada di muka bumi ini, dan ’adl (keadilan) merupakan salah satu sifat-Nya. Allah menganggap semua manusia itu sama (egalitarianism) di hadapan-Nya dan memiliki potensi yang sama untuk berbuat baik, karena yang menjadi pembeda bagi-Nya hanya tingkat ketaqwaan setiap individunya. Implikasi prinsip ‘adl (keadilan) dalam ekonomi Islam ialah: pemenuhan kebutuhan pokok bagi setiap masyarakat, sumber pendapatan yg terhormat, distribusi pendapatan dan kekayaan secara merata, dan pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang baik. (Karim, 2003: 8-9). Hal ini tersirat dalam QS. Al-An’am: 152 yang intinya bahwa Allah memerintah kepada manusia agar dapat berlaku adil dalam segala hal, terutama kepada mereka yang sedang diamanahi kekuasaan dan mereka yang senantiasa berhubungan dengan transaksional bermu’amalah atau berniaga (Nuruddin, 1994: 233).

3.  Nubuwwah (Kenabian)

Karena sifat cinta, kasih, sayang, dan kebijaksanaan Allah, manusia tidak dibiarkan semena-mena hidup di dunia ini tanpa mendapat petunjuk dan bimbingan dari-Nya. Maka dari itu diutuslah para nabi dan rasul sebagai delegasi dalam  menyampaikan petunjuk Allah kepada manusia tentang bagaimana hidup yang baik, benar, dan berkah (hayatun thoyyibah) di dunia, dan mengajarkan jalan/cara untuk kembali kepada Allah jika ia melakukan kesalahan atau kekhilafan (taubah).Salah satu tugas rasul adalah menjadi model terbaik yang harus diteladani manusia agar mendapatkan keselamatan (salamah) di dunia dan akhirat. Karena hal ini selaras dengan sabda Rasul yang artinya ”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (termaktub dalam Shahih Bukhari). Kemudian ditegaskan oleh Allah SWT dalam QS. Al-Qalam: 4 melalui firman-Nya yang berarti: “Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung”, dan dalam QS. Al-Ahzab: 21 yang artinya “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. Dari satu hadist dan dua ayat di atas dapat disarikan, bahwa Nabi Muhammad merupakan model yang ideal dalam segala perilaku, termasuk juga di dalamnya perilaku ekonomi dan bisnis yang seyogyanya dapat diteladani serta diimplementasikan oleh setiap manusia, khususnya para pelaku ekonomi dan bisnis. Nabi Muhammad juga merupakan nabi terakhir dan nabi penyempurna dalam ajaran Islam, sehingga tidak heran jika ia memiliki 4 (empat) sifat yang sering dijadikan landasan dalam aktivitas manusia sehari-hari termasuk juga dalam aktivitas ekonomi dan bisnis karena selain bidang leadership ia juga sangat perpengalaman dalam bidang perdagangan, berikut penjelasan implementasi 4 (empat) sifat Nabi dalam aktivitas ekonomi dan bisnis (al-Diwany, 2003: 161): Pertama, Siddiq (benar, jujur, valid). Idealnya sifat ini dapat menjadi visi hidup setiap manusia. Dari sifat siddiq ini akan muncul konsep turunan, yaitu efektivitas dan efisiensi. Efektivitas dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang tepat (on time) dan benar (all right), sedangkan efisiensi adalah melakukan aktivitas dengan benar dan hemat, maksudnya menggunakan teknik dan metode yang tidak menyebabkan kemubadziran;

Kedua, Amanah (responsibility, dapat dipercaya, kredibilitas). Apabila sifat ini diimplementasikan dalam praktek maka akan membentuk pribadi yang kredibel dan memiliki sikap penuh tanggung jawab. Kolektifitas dari setiap individu dengan kredibilitas dan tanggung jawab yang tinggi dapat menciptakan masyarakat yang kuat. Sifat amanah memiliki posisi yang fundamental dalam aktivitas ekonomi dan bisnis, karena tanpa kredibilitas dan tanggung jawab dalam berperilaku, maka kehidupan ekonomi dan bisnis akan amburadul (tidak stabil).

Ketiga, Fathanah (kecerdasan, kebijaksanaan, profesionalitas, intelektualitas). Sifat ini dapat dijadikan strategi dalam hidup, karena untuk mencapai ma’rifatullah (mengenal Allah melalui ayat-ayat dan tanda-tanda kebesaran-Nya), setiap individu harus mengoptimalkan segala potensi yang telah diberikan oleh-Nya. Potensi paling bernilai yang menjadi pembeda manusia dengan makhluk lain dan hanya dianugrahkan pada manusia adalah al-’aqlu (intelektualita). Implikasi sifat ini dalam aktivitas ekonomi dan bisnis adalah bahwa segala aktivitas ekonomi harus dilakukan dengan ilmu atau kecerdasan, dan optimalisasi semua potensi akal (al-’aqlu) yang ada untuk mencapai tujuan (goal). Memiliki kredibilitas dan responsibility yang tinggi saja belum cukup dalam menjalankan kehidupan berekonomi dan berbisnis. Tetapi apabila dilengkapi dengan akal cerdas dan sikap profesionalitas yang mumpuni maka hal ini akan lebih mudah dalam menjalankannya (konsep ”work hard and smart”).

Keempat, Tabligh (komunikatif, transparansi, marketeble). Merupakan soft skill yang selayaknya dimiliki oleh setiap manusia, karena setiap pribadi beragama mengemban tanggung jawab penyampaian (da’wah). Sifat tabligh dalam ekonomi dan bisnis menurunkan prinsip-prinsip ilmu komunikasi (personal, interpersonal), seperti penjualan, pemasaran, periklanan, pembentukan opini masa, dan lain sebagainya.

4. Khilāfah (Pemerintahan)

Khilafah merupakan representasi bahwa manusia adalah pemimpin (khalifah) di dunia ini dengan dianugerahi seperangkat potensi mental dan spiritual oleh Allah SWT, serta disediakan kelengkapan sumberdaya alam atau materi yang dapat dimanfaatkan dalam rangka untuk sustainibilitas atau keberlangsungan hidupnya. Sehingga kosep khilāfah ini melandasi prinsip kehidupan kolektif manusia atau hablum minannas dalam Islam. Fungsi utamanya adalah untuk menjaga keteraturan interaksi (mu’amalah) antar pelaku ekonomi dan bisnis, agar dapat meminimalisir kekacauan, persengketaan, dan keributan dalam aktivitas mereka. (http://ekonomisyariah.blog.gunadarma.ac.id) Implikasi dari prinsip khilāfah dalam aktivitas ekonomi dan bisnis adalah: persaudaraan universal, kepercayaan bahwa sumber daya adalah amanah, kewajiban agar berpola hidup hemat dan sederhana, dan setiap individu memiliki kebebasan yang dapat dipertanggungjawabkan dan kebebasan tersebut dibatasi dengan kebebasan antar sesama manusia sebagai wujud dari hablum minannas. Semua itu dalam rangka untuk mencapai tujuan syariah (maqāshid as-syariah), yang mana maqāshid as-syariah dalam perspektif Al-Ghazali adalah untuk menciptakan kemaslahatan dan kesejahteraan manusia. Hal ini dicapai dengan menjaga atau melindungi agama (hifzu ad-din), jiwa (hifzu an-nafs), akal (hifzu al-’aql), keturunan (hifzu an-nasl), dan harta manusia (hifzu al-māl).

5. Ma’ād (Hasil)

Pada dasarnya manusia diciptakan di dunia ini untuk berjuang, dari belum bisa berjalan menjadi bisa berlari, dari belum bisa melafalkan kata-kata menjadi bisa berbicara, dan masih banyak contoh lainnya. Dalam perspektif Islam dunia adalah ladang akhirat, maksudnya dunia merupakan tempat bagi manusia untuk mencari bekal dengan bekerja, beraktivitas, dan beramal shaleh. Kelak amalnya itu akan mendatangkan kebahagiaan dan mendapatkan balasan, baik semasa hidup di dunia maupun ketika di akhirat nanti. Pada prinsipnya perbuatan baik akan dibalas dengan kebaikan, dan demikian juga sebaliknya. Oleh karena itu, ma’ād bermakna balasan, imbalan, ganjaran. Menurut Imam Al-Gazhali implikasi konsep ma’ād dalam kehidupan ekonomi dan bisnis misalnya, mendapatkan profit/laba sebagai motivasi para pelaku bisnis. Laba tersebut bisa didapatkan di dunia dan bisa juga kelak akan diterima di akhirat. Karena itu konsep profit/laba mendapatkan legitimasi dalam Islam (Karim, 2003: 11-12)

H. RUANG LINGKUP EKONOMI ISLAM

Dalam ruang lingkup ekonomi Islam terdapat tantangan dan tugas ekonomi Islam, Salah satu hambatan terbesar yang merupakan tantangan bagi pembangunan ekonomi Islam adalah karena tidak adanya contoh aktual/empiris dari praktek ekonomi Islam. Pada saat ini tidak ada masyarakat atau negara di dunia ini termasuk negara-negara muslim sekalipun yang mempraktekkan ekonomi Islam secara ideal. Pada saat ini belum ada praktek ekonomi Islam secara komperehensif, yang ada hanyalah praktek-praktek parsial dalam beberapa aspek mu’amalah seperti jual beli, sistem perbankan, kontrak dan lain-lain.

Tugas ekonomi Islam memang Nampak lebih besar daripada ilmu ekonomi konvensional.

Tugas pertama dari ekonomi Islam yaitu mempelajari perilaku aktual dari para individu maupun kelompok, perusahaan, pasar, pemerintah, dan pelaku ekonomi lainnya. Aspek inilah yang sebenarnya mendapat banyak pembahasan dalam ilmu ekonomi konvensional, namun nampaknya belum memuaskan karena adanya asumsi-asumsi perilaku yang tidak realistis dan komperehensif. Asumsi ini misalnya tentang kecenderungan manusia untuk hanya mementingkan diri sendiri dengan cara maksimasi material dan maksimasi kepuasan (utility). 

Tugas kedua ekonomi Islam adalah menunjukkan jenis asumsi perilaku dan perilaku yang dibutuhkan untuk merealisasikan tujuan pembangunan ekonomi. Karena nilai-nilai moral berorientasi kepada tujuan, maka ekonomi Islam perlu perlu mempertimbangkan nilai-nilai dan lembaga Islam, dan kemudian secara ilmiah menganalisis dampaknya terhadap pencapaian tujuan tersebut.

Tugas ketiga, karena perbedan antara perilaku aktual dan perilaku ideal, maka ekonomi Islam harus menjelaskan mengapa para pelaku ekonomi tidak bertindak menurut jalan yang seharusnya.

Tugas keempat, karena tujuan utama pencarian ilmu adalah membantu peningkatan kesejahteraan manusia, maka ekonomi Islam harus menganjurkan cara yang bagaimana sehingga dapat membawa perilaku seluruh pelaku ekonomi, yang mempengaruhi alokasi dan distribusi sumber daya ekonomi, sedekat mungkin tatanan yang ideal.

Selain itu, secara komprehensif ruang lingkup dalam ekonomi Islam adalah bermuamalah, dalam bermuamalah harus ada nilai-nilai universal yang terkandung antara lain, Nilai-nilai tauhid (keesaan Tuhan), ‘adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintahan), dan ma’ad (hasil). Muamalah adalah aturan-aturan Allah yang wajib ditaati yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya dengan cara memperoleh dan mengembangkan harta benda Dan secara umum ruang lingkup ekonomi syariah adalah meliputi aspek ekonomi, antara lain syirkah dan mudharabah, murabahah, khiyar, istisna, ijarah, salam, kafalah, hawalah, dan lain-lain. Tetapi dalam aspek kerjasama yang paling banyak dilakukan adalah bagi hasil, yaitu syirkah dan mudharabah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH DALAM BISNIS KONTEMPORER

  MATERI- PENGANTAR BISNIS ISLAM Oleh: Eny Latifah, S.E.Sy.,M.Ak Perspektif Ekonomi Syariah dalam Bisnis Kontemporer   A.      Pengertian Ek...