SUMBER HUKUM EKONOMI ISLAM
A. PENDAHULUAN
Hukum (hukm: Arab) memiliki arti norma atau kaidah yang ukuran, tolak ukur, patokan, pedoman yang dipergunakan untuk menilai tingkah laku atau perbuatan manusia. Ekonomi Islam berpijak pada landasan hukum yang pasti mempunyai manfaat untuk mengatur masalah manusia dalam bermasyarakat, maka hukum harus mampu mengakomodasi masalah manusia, baik masalah yang sudah, sedang dan yang akan terjadi dan dihadapi manusia, baik masalah yang besar maupun suatu yang belum dianggap masalah. Karena itu, hukum menjadi alat digunakan untuk mengelola kehidupan manusia dari berbagai sektor, ekonomi, sosial, politik, budaya yang didasarkan atas dasar prinsip kemaslahatan.
Syariah Islam, sebuah kata dalam bahasa Arab, yaitu “hukum Islam”. Kata syariah telah disebutkan dalam Alquran, yang berarti jalan yang benar, di mana Allah meminta Nabi Muhammad SAW untuk mengikutinya dan bukan mengikuti tingkah yang lain yang tidak mengetahui mengenai syariah.
Hukum ekonomi Islam adalah hukum yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia berupa perjanjian atau kontrak, berkaitan dengan hubungan manusia dengan objek atau benda-benda ekonomi dan berkaitan dengan ketentuan hukum terhadap benda-benda yang menjadi objek kegiatan ekonomi.
B. SUMBER HUKUM EKONOMI ISLAM
Sebuah ilmu tentu memiliki landasan hukum agar bisa dinyatakan sebagai sebuah bagian dari konsep pengetahuan. Demikian pula dengan penerapan syariah di bidang ekonomi bertujuan sebagai transformasi masyarakat yang berbudaya Islami.
Aktifitas ekonomi sering melakukan berbagai bentuk perjanjian. Perjanjian merupakan pengikat antara individu yang melahirkan hak dan kewajiban. Untuk mengatur hubungan antara individu yang mengandunng unsur pemenuhan hak dan kewajiban dalam jangka waktu lama, dalam prinsip syariah diwajibkan untuk dibuat secara tertulis yanng disebut akad. ekonomi dalam Islam. Ada beberapa hukum yang menjadi landasan pemikiran dan penentuan konsep ekonomi dalam Islam.
Hukum ekonomi Islam sebagai ketentuan hukum yang bersumber dari Alquran, hadis dan sumber Islam lainnya dalam kaitannya dengan manusia untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya atau mengenai bagaimana manusia melakukan kegiatan ekonomi.
Sumber yang dipakai dalam acuan istinbath hukum ekonomi Islam adalah: Kitab (Alquran), hadist, ijma, qaul sahabi, qiyas, istihsan, maslahah mursalah, ‘Urf, Syar‘u man Qablana, dan Istisab.
Sumber hukum ekonomi Islam adalah dua warisan utama yang ditinggalkan Nabi yaitu Alquran dan sunnah. Dua sumber utama hukum ekonomi Islam ini dijadikan dasar secara konsisten dalam menata dan mengatur ekonomi perilaku manusia niscaya persoalan-persoalan ekonomi yang terjadi melanda dinamika dan perkembangan ekonomi modern seperti krisis secara terus menerus tidak akan terjadi. Pangkal dari segala krisis ekonomi dan keuangan global pada hakekatnya harus ditilik kedalam diri manusia (inward looking) sendiri.
Dalam ekonomi Islam juga terdapat hukum yang bersifat Naqli dan Aqli memiliki hubungan timbal balik dalam mengatur tata hukum yang berkaitan dengan kebutuhan manusia seperti kebutuhan dalam memenuhi hajat hidup manusia. Alquran menjelaskan berbagai persoalan dengan pendekatan ijmaly (global) dan pendekatan tafs|ily (terperinci). Terhadap persoalan yang bersifat ijmaly, hadis berperan penting memberi uraian secara terperinci dan sistematik. Demikian pula jika status hukum dari suatu persoalan tidak dielaborasi secara tafsili oleh dua sumber tersebut, maka argumentasi yang rasional dari para fukaha dapat dijadikan dasar hukum dengan ketentuan terdapat konsensus di kalangan ulama.
C. TUJUAN DAN FUNGSI HUKUM EKONOMI ISLAM
Hukum ekonomi Islam memiliki beberapa tujuan adalah
1) Membatasi konsumsi manusia pada tingkat yang layak, berdasarkan kebutuhan dan manfaat bagi kehidupan manusia ,
2) Menyeimbangkan alat pemuas kebutuhan manusia dengan tingkat kualitas kebutuhan agar mampu meningkatkan kecerdasan dan kemampuan teknologi guna menggali sumber-sumber alam yang masih terpendam
3) Dalam pengaturan distribusi dan sirkulasi barang dan jasa, nilai-nilai moral harus diterapkan,
4) Pemerataan pendapatan dilakukan dengan mengikat sumber kekayaan seseorang yang diperoleh dari usaha halal, maka zakat sebagai sarana distribusi pendapatan merupakan sarana yang penuh.
Hukum ekonomi Islam memiliki beberapa fungsi , yaitu:
1. Menyediakan dan menciptakan peluang yang sama dan luas bagi semua orang untuk turut berperan dalam kegiatan ekonomi. Peran serta setiap individu dalam kegiatan ekonomi merupakan tanggung jawab keagamaan. Individu itu harus menyediakan kebutuhan hidupnya sendiri dan orang yang tergantung padanya. Pada saat yang sama seorang muslim diharuskan melaksanakan kewajiban dengan cara terbaik yang paling mungkin, bekerja, efisien, dan produktif merupakan tindakan bijak.
2. Mempertahankan stabilitas ekonomi dan pertumbuhan, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
3. Menegakkan keadilan sosial dan ekonomi dalam masyarakat. Kegiatan ekonomi yang berteraskan kepada keselarasan serta menghapus penindasan dan penipuan adalah merupakan suatu sistem yang benarbenar dapat menegakkan keadilan sosial dan ekonomi di dalam masyarakat, atas dasar inilah transaksi jual beli dan mengharamkan berbagai jenis segala penipuan dan pelarangan transaksi yang tidak diperbolehkan dalam hukum syara.
D. LARANGAN DALAM EKONOMI ISLAM
Secara umum para ulama menjelaskan bahwa faktor penyebab muamalat yang dilarang ada 3 (Tiga) hal yaitu:
1. Faktor kezaliman
Pengertian zalim ialah sebuah perkara yang ditempatkan pada tempat yang bukan semestinya. Kata ini biasa digunakan untuk melambangkan sifat kejam, bengis, tidak berperikemanusiaan.
Menurut bahasa Arab, kata zalim dalam ajaram Islam berarti Dholim, yang maknanya sebuah perkara atau sesuatu yang kondisinya bukan selayaknya. Orang yang melakukan perbuatan zalim dinamakan dengan zalimin.
Sedangkan secara etimologi, kata zalim merupakan kata pengadopsian dari bahasa Arab, yaitu dho la ma, yang maknanya gelap. Namun, kata zalim dalam Al-Qur'an menggunakan kata baghyu dan zhulm, yang berarti hak orang lain yang dilanggar oleh perbuatan seseorang.
Tindakan ekonomi yang melibatkan cara-cara mengambil atau menghalangi hak orang lain yang tidak dibenarkan secara syariah sehingga dapat dianggap sebagai salah satu bentuk penganiayaan.
2. Gharar
Secara bahasa, Gharar berarti penipuan, ketidakjelasan atau risiko. Gharar adalah transaksi yang mengandung tipuan atau ketidakjelasan dari salah satu pihak sehingga pihak lain dirugikan. Dalam transaksi keuangan syariah, tidak boleh ada unsur ketidakjelasan atau ketidakpastian yang berlebihan antara lain terkait akad, obyek akad, cara penyerahan, maupun cara pembayaran. Hal ini untuk menjamin asas transparansi dan keadilan bagi pihak-pihak yang bertransaksi, agar tidak ada yang terzalimi maupun menzalimi.
Contoh Eri memiliki sapi yang sedang hamil. Eri lantas menjual anak sapi yang masih dalam kandungan tersebut kepada Fulan. Jual beli semacam itu dilarang dalam islam karena kondisi anak sapi dalam kandungan tidak jelas. Bisa jadi ketika dilahirkan cacat atau mati yang dapat menimbulkan perselisihan yang idak perlu antara Eri dan Fulan. Contoh lainnya jual beli hasil perkebunan yang belum berbuah.
3. Riba’
Menurut segi bahasa, riba adalah sesuatu yang lebih, bertambah dan berkembang. Dalam bisnis riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.
Kegiatan yang dilarang sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 80/DSN-MUI/III/2011, yaitu:
1. Maisir
Ini merupakan kegiatan yang melibatkan perjudian. Segala kegiatan investasi yang berhubungan dengan praktik maisir dilarang oleh Islam.
2. Gharar
Islam melarang aktivitas jual-beli di mana ada ketidakpastian dalam suatu akad terkait kualitas dan kuantitas obyek akad maupun juga mengenai cara penyerahannya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari penipuan.
3. Riba
Riba merupakan larang dalam Islam yang sangat populer. Suatu kegiatan ekonomi dapat dikatakan riba bila terdapat tambahan atau bunga atas pokok utang.
4. Bathil
Jual beli dapat dikatakan bathil bila jual-beli yang dilakukan tidak sesuai dengan rukun maupun akadnya atau tidak dibenarkan oleh syariah Islam.
5. Bai al-madum
Islam melarang aktivitas penjualan barang di mana barang yang ditawarkan belum dimiliki oleh penjual.
6. Ikhtiar
Pada dasarnya seluruh tindakan menimbun barang yang ditujukan untuk mendapatkan keuntungan ketika harga barang melonjak di kemudian hari adalah haram.
7. Taghrir
Kegiatan ini merupakan upaya memanipulasi yang membuat orang lain terdorong untuk melakukan transaksi. Namun, syarat yang harus ada adalah harus mengandung unsur kebohongan. Contohnya seperti menjanjikan hadiah langsung ketika membeli barang. Namun, hadiah itu sebenarnya tidak ada.
8. Ghabn
Ketidakseimbangan antara dua obyek dalam barter baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
9. Tadlis
Tindakan menyembunyikan ketidaksempurnaan obyek akad dan dilakukan penjual untuk menipu pembeli. Tujuannya agar pembeli tidak mengetahui jika obyek akad tersebut tidak sempurna/cacat.
10. Tanajusy/Najsy
Upaya memanipulasi pembeli dengan menawar sesuatu obyek dengan harga lebih tinggi namun sebenarnya yang bersangkutan tidak bermaksud membelinya. Tanajusy biasanya dilakukan secara berkomplot.
11. Riswayah
Suatu pemberian yang bertujuan untuk mengambil sesuatu yang bukan haknya, membenarkan yang bathil dan menjadikan yang bathil sebagai sesuatu yang benar.
12. Maksiat dan zalim
Tindakan ekonomi yang melibatkan cara-cara mengambil atau menghalangi hak orang lain yang tidak dibenarkan secara syariah sehingga dapat dianggap sebagai salah satu bentuk penganiayaan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terlarangnya sebuah transaksi, antara lain:
a) Haram zatnya yaitu transaksi yang dilarang karena objeknya (barang dan/jasa) bertentangan (haram) dari sudut pandang Islam, misalnya minuman keras, daging babi, dan sebagainya.
b) Haramnya selain zatnya yaitu transaksi yang melanggar prinsip “an taradhin minkum” artinya adalah prinsi-prinsip kerelaan antara kedua belah pihak (sama-sama ridho) yang didasari pada informasi yang sama (complemente information), atau dengan kata lain tidak didasarkan pada informasi yang tidak sama.
c) Tidak sah/tidak lengkap akadnya adalah adanya faktor-faktor terjadi ta‟alluq (adanya dua akad yang saling dikaitkan, di mana berlakunya akad satu tergantung pada akad kedua, contohnya ba‟i al-inah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar