Selasa, 03 Januari 2023

Pemikiran Ekonomi Islam

 PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

 

A. PENDAHULUAN

Islam adalah salah satu agama terbesar di dunia dengan milyaran penganut di berbagai penjuru. Bahkan Indonesia merupakan negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia. Selain mengatur tata cara beribadah kepada Tuhannya, agama Islam juga memiliki seperangkat aturan yang lengkap, termasuk dalam bidang ekonomi. Bahkan, dalam bidang ini sudah cukup tua, lebih dari 1000 tahun telah mempraktikan sistem ekonomi Islam yang kemudian dikembangkan dalam beragam model yang berbeda beda tiap negara atau di suatu masyarakat dari waktu ke waktu.

Ekonomi Islam mulai diterapkan sejak era Nabi Muhammad SAW. Hingga kemudian dikembangkan oleh ulama-ulama dan intelektual muslim dari waktu ke waktu hingga sempat mengalami kejayaan dan kemundurannya.  Nabi Muhammad SAW adalah seorang pedagang ulung dan jujur, membawa barang dagangan Khadijah dari Mekkah ke Syam.

Apa itu ekonomi Islam ? Adalah sebuah sistem ekonomi yang mengikuti aturan agama Islam. Sama seperti sistem ekonomi lainya, ekonomi Islam juga mengejar keuntungan dari berbagai aktivitas ekonomi misalnya perdagangan, industri dan masih banyak lagi.

Namun, berbeda dengan sistem ekonomi lainya (misalnya dengan ekonomi kapitalis maupun sosialis). Sistem ekonomi Islam tidak semata mata kejar untung. Namun juga benar-benar memperhatikan berbagai aspek lainya, terutama tentang etika bisnis, kebaikan, kejujuran. Di atas semua itu, ekonomi Islam menyeru bahwa semua aktivitas ekonomi hanya semata mata mencari Ridho Allah SWT. menjauhi larangan-Nya dan menjalankan perintah-Nya dalam urusan ekonomi.

B. SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

Sejarah pemikiran ekonomi Islam, mulai dikenal sejak era Nabi Muhammad SAW. Dalam perkembanganya, mengalami puncak kejayaanya sejalan dengan puncak kejayaan peradaban Islam pada abad 6 Masehi hingga abad 13 Masehi. Kala itu, ekonomi Islam berkembang pesat, diterapkan di berbagai wilayah di dunia utamanya di bawah kepemimpinan Islam.

Di Indonesia, sejarah pemikiran ekonomi Islam hadir bersamaan dengan datangnya Islam itu sendiri ke Nusantara. Yakni lewat para pedagang Arab, Persia dan India. Kemudian sejarah pemikiran Islam di Nusantara mulai mengemuka saat munculnya SDI atau Sarekat Dagang Islam tahun 1912. Tujuan awal SDI untuk bela para pedagang muslim lokal hadapi persaingan keturunan Cina di industri Batik di Jawa Tengah. Kemudian SDI berubah menjadi SI atau Sarekat Islam tahun 1914 dipimpin oleh Tjokroaminoto. SI lebih politis. SI lebih fokus melakukan perjuangan melawan Belanda di Indonesia dengan berbagai program selain ekonomi. Yakni pendidikan pribumi, politik dan aksi aksi massa.

C. FASE PELETAKKAN EKONOMI ISLAM

1. Fase Peletakan Dasar-dasar Ekonomi Islam

Fase peletakan dasar ekonomi Islam sudah dimulai sejak era Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW adalah pedagang ulung dan jujur, beliaulah yang mempraktikan sekaligus meletakkan dasar ekonomi Islam pada awalnya berdasarkan tuntunan ALLAH SWT melalui kitab suci Alquran. Kemudian, dasar dasar ekonomi Islam ini terus dikembangkan setelah generasi Nabi oleh para pewarisnya, yakni ulama ulama dan cendekiawan muslim.

Ekonomi Islam menemukan momentum kejayaanya bersamaan dengan puncak kejayaan peradaban Islam pada abad 6 Masehi hingga abad 13 Masehi. Meski pada abad abad selanjutnya mengalami pasang surut, namun kajian ilmu dan praktik ekonomi Islam terus dilakukan di berbagai belahan dunia hingga sekarang.

Adapun kontribusi tokoh pemikir Islam Fase pertama, tentu saja adalah Nabi Muhammad SAW. Beliau memberikan contoh langsung bagaimana ekonomi Islam bekerja. Dalam hal perdagangan misalnya, beliau dikenal sebagai pedagang ulung dan jujur, adil dan menjaga keseimbangan. Hal hal tersebut menjadi kerangka pemikiran ekonomi Islam yang kemudian dikembangkan oleh generasi selanjutnya.

2. Fase Stagnasi

Hingga saat ini, ekonomi Islam mengalami fase stagnasi atau kemandegan bahkan kemunduran. Penyebab kemundurannya adalah dikarenakan beberapa faktor. Seperti Great Gap, yakni ketidaktegasan intelektual barat dalam merujuk karya karya cendekiawan Muslim tentang ilmu ekonomi. Selain itu, juga karena pemikiran ekonomi Islam redup akibat penjajahan.Di awal abad 19 dan 20, banyak negara negara muslim hadapi tantangan politik dan sosial yang sangat berat. Mereka harus berjuang melawan dan lepaskan diri dari penjajahan. Fokus perjuangan negara negara muslim terjajah ini bukanlah tentang pokok ekonomi tapi bagaimana cara merdeka lebih dulu. Situasi semacam ini, pemikiran yang timbul di bidang ekonomi yaitu mengenai cita cita kemasyarakatan dan ideologi politik.

 

Belum ada usaha yang secara fokus pada negara negara muslim terjajah waktu itu untuk rumusan pemikiran ekonomi Islam secara komprehensif. Pada waktu itu pemikiran ekonomi Islam sifatnya masih adaptif dan pragmatis. Ini adalah fase stagnasi ekonomi Islam. 

Zaman penjajahan berubah, negara negara Muslim menikmati kemerdekaannya. Dengan begitu, mulailah babak baru pada negara negara ini sehingga mereka mulai fokus memikirkan perekonomian dalam negeri untuk memulihkan kondisi negara yang lama terjajah dan mensejahterakan rakyatnya.

Para cendekiawan muslim pun berusaha melakukan pengembangan terhadap pemikiran ekonomi Islam yang sudah lama terpuruk. Maka, babak baru dimulai saat diadakan  konferensi internasional ekonomi Islam di Jeddah pada tahun 1976.

Adapun tujuan konferensi internasional ekonomi Islam ini adalah guna melakukan penggalian kembali nilai nilai Islam dalam mengembangkan ekonomi dunia. Konferensi ini menandai satu pergerakan perkembangan pemikiran ekonomi Islam yang kemudian mulai menguat setelah sekian lama tenggelam.

Adapun faktor faktor yang menyebabkan sebagai pendorong perkembangan baru pemikiran ekonomi Islam adalah diantaranya adalah :

1) Pertama, munculnya kekuatan yang disebut kekuatan ekonomi petro dollar. Petro dollar adalah dollar yang dihasilkan dari industri minyak yang kala itu sedang populer.

2) Kedua, munculnya kesadaran mengenai bangkitnya Islam pada abad 14 hijriah yang terjadi di dunia Islam, pada dasawarnya 1970an.

3) Ketiga, makin banyaknya muncul intelektual muslim generasi baru yang mendapatkan pendidikan modern, baik dari negara negara Barat maupun di negara Islam.

3. Fase Kebangkitan kembali ekonomi Islam

Meski karya karya intelektual muslim sempat beberapa lama tenggelam setelah masa kemunduran Islam. Namun pada sekitar abad 14. Mulai muncul geliat kebangkitan. Ekonomi Islam menjadi berkembang kembali meski akhirnya dalam beberapa abad kedepan mengalami kemunduran lagi. Namun, tidak serta merta kajian pemikiran ekonomi Islam redup. Sampai sekarang masih terus dilakukan penggalian nilai nilai Islam di bidang ekonomi. Bahkan praktik ekonomi Islam masih terus dilakukan di berbagai negara dan pemeluk agama Islam.

Dalam praktik, tanda tanda kebangkitan ekonomi Islam masih dibawah dominasi sistem ekonomi yang ada sekarang. Yakni sistem ekonomi kapitalisme dan sistem ekonomi sosialis. Namun, geliat ekonomi Islam mulai muncul seperti misalnya mulai banyaknya sistem transaksi atau bisnis berbasiskan syariah yang didasarkan pada sistem ekonomi Islam. Seperti misalnya bank syariah, kredit syariah, koperasi antiriba, wisata halal, kuliner halal dan masih banyak lagi.

Pada fase ketiga, kontribusi pemikiran ekonomi Islam setidaknya telah menginspirasi suatu sistem ekonomi alternatif di abad modern. Banyak intelektual muslim melakukan berbagai kajian ekonomi Islam yang diterapkan pada suatu institusi negara maupun dalam aktivitas ekonomi. Seperti misalnya, saat ini mulai dikenal istilah ekonomi syariah. Ekonomi syariah adalah salah satu ekonomi bernafaskan Islam. Mengikuti tata aturan ekonomi Islam. Meskipun masih banyak juga yang belum sepenuhnya menerapkanya. Namun, pada fase ketiga ini pemikiran ekonomi Islam cukup mendapatkan tempat di kalangan pelaku usaha, maupun intelektual meskipun di tengah dominasi sistem globalisasi modern dan sistem ekonomi kapitalisme.

D. HAL-HAL YANG MENDASARI MENCULNYA EKONOMI ISLAM

Dasar munculnya pemikiran ekonomi Islam sendiri sudah ada sejak era Nabi Muhammad SAW. kemudian terus berlanjut dan berkembang hingga mencapai puncak kejayaanya sejalan dengan puncak peradaban Islam beberapa abad silam. Munculnya dasar pemikiran ekonomi Islam berasal dari Allah SWT melalui kitab suci Alquran dan hadits Nabi.

Pandangan Al-Qur’ān terhadap harta dan aktivitas ekonomi sendiri berangkat dari naluri manusia. Bahwa manusia memang secara naluriah punya kecintaan kepada harta benda, hewan ternak, anak anak, sawah ladang  (Q.S. 3: 14).

Harta banyak atau kekayaan adalah kebaikan, jika memenuhi syarat tertentu. Dan cara mendapatkannya juga harus dengan cara yang baik pula. Maka, disitulah peran ekonomi Islam : membolehkan manusia memiliki harta banyak atau kekayaan, asalkan cara mendapatkanya dengan cara yang baik pula.

Dengan harta kekayaan dan cara memperolehnya dengan baik sesuai aturan Allah, maka akan berkah. Bisa untuk membahagiakan diri, keluarga, saudara hingga masyarakat umum. Namun jika cara mendapatkanya tidak baik, maka tidak akan berkah meski dilimpahi banyak kekayaan.

Maka dari itu, agar kaum muslim harus hati hati dalam mendapatkan kekayaan. Karena ada konsekuensinya. Kaum muslim dilarang mendapatkan harta kekayaan dari cara cara haram, bahkan sebaiknya menghindari cara cara syubhat.

 Sejak ekonomi Islam diterapkan pada era Nabi Muhammad SAW. Kemudian terus dilanjutkan dari waktu ke waktu. Adalah kaum kaum ulama dan cendekiawan muslim yang senantiasa berusaha melestarikan nilai Islam dalam bidang ekonomi.

Beberapa tokoh muslim terkemuka yang turut berkontribusi dalam mengembangkan ekonomi Islam adalah seperti Al Ghazali, Ibnu Taimiyyah, Ibnu Khaldun, dan masih banyak lagi. Mereka dengan ketulusanya senantiasa memberikan sumbangsih pemikiran dan karya karya dibidang ekonomi meski mungkin beberapa diantaranya tidak secara khusus membahasnya. Namun jasa mereka begitu besar bagi dunia, termasuk bagi ilmu pengetahuan yang telah menyumbangkan gagasanya di bidang ekonomi.

Tokoh Muslim terkemuka seperti ALGhazali misalnya, meskipun lebih dikenal sebagai filsuf muslim, juga ahli tasawuf, namun sumbangsih pemikiranya di bidang ekonomi sangat penting, sebagai cikal bakal dibentuknya ekonomi Islam setelah generasi sesudahnya. Begitu juga dengan tokoh tokoh muslim lainya. Yang tentu saja ikut menyumbang pemikiran mengenai ekonomi Islam dan pengetahuan ekonomi bagi dunia. Tentunya, mereka senantiasa berpegang terhadap kitab suci Alquran dan Hadits Nabi dalam mengembangkan asal usul dan sistem ekonomi Islam dan ilmu ekonomi.

Maka, dari mereka lah kita mengenal bagaimana sistem ekonomi islam yang sampai sekarang masih senantiasa dipraktikkan di berbagai belahan dunia meskipun saat ini didominasi oleh sistem ekonomi lain (kapitalis dan sosialis).

Dari tokoh tokoh ini, kemudian asal usul ekonomi Islam menemukan momentumnya. Utamanya pada puncak kejayaan Islam beberapa abad yang lalu, ekonomi Islam makin berkembang pesat.

E. TOKOH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

Beberapa tokoh pemikir ekonomi Islam yang masyhur di tahun  731-798 Masehi misalnya adalah Abu Yusuf. Abu Yusuf kemudian dikenal sebagai tokoh pemikir ekonomi Islam yang meletakan prinsip perpajakan di dunia, beberapa abad kemudian, karya beliau dalam bidang perpajakan dianggap sebagai canon of taxation. Nama Al Ghazali juga dikenal luas sebagai salah satu tokoh Islam terkemuka yang turut berkontribusi dalam bidang ekonomi Islam, meski beliau lebih dikenal sebagai tokoh filsuf muslim dan ahli tasawuf. Sumbangsihnya terhadap pemikiran ekonomi Islam besar, turut mewarnai khazanah keilmuan ekonomi untuk masa masa mendatang. Selain itu, tokoh pemikir ekonomi Islam lainya yang terkenal adalah Ibnu Taimiyah (hidup pada 1263-1328 Masehi). Beliau membuat karya penting dalam bidang ilmu ekonomi dalam bukunya berjudul Majmu Fatawa. Buku itu menjelaskan mengenai mekanisme pasar dan harga. Selain dua tokoh ini, sebenarnya masih banyak tokoh pemikir ekonomi Islam yang sangat luar biasa.

Para ulama dan kaum cendekiawan muslim yang mengembangkan pemikiran ekonomi Islam setelah generasi Nabi, memberikan sumbangsih berupa karya karya keilmuan di bidang ekonomi Islam dan ekonomi Dunia, meskipun intelektual barat umumnya tidak dengan tegas merujuk karya karya mereka. Dasar-dasar ekonomi Islam sendiri berdasarkan pada nilai luhur yang digali serta ditemukan oleh berbagai sumber ajaran Islam seperti ayat Al-Qur’an, Hadis Nabi, dan masih banyak lagi yang dibahas pada buku Filsafat Ekonomi Islam: Ikhtiar Memahami Nilai Esensial Ekonomi Islam.

Berikut ini 5 Tokoh Ulama atau cendikiawan muslim yang memberikan kontribusinya terhadap kemajuan ekonomi Islam.

(1)  Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun memiliki nama lengkap Wali al-Din ‘Abd al-Rahman bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin al-Husain bin Muhammad bin Jabir bin Muhammad bin Ibrahim ibn ‘Abd al-Rahman ibn Khaldun a lHadhrami. Silsilah nasabnya terhubung dengan sahabat Nabi Wail bin Hajar.  Ibnu Khaldun dilahirkan di Tunisia pada 1 Ramadhan 732H bertepatan dengan 27 Mei 1332M dan wafat pada tanggal 19 Maret 1406 M dalam usia 73 tahun. Ketika kecil sering dipanggil dengan ‘Abd al-Rahman. Di dalam keluarga ia dipanggil dengan Ibnu Zaid. Ia juga bergelar dengan “Wali al-Din” pada saat menjabat hakim di Mesir dan terkenal dengan sebutan Ibnu Khaldun.

Ia berasal dari keturunan bangsawan Bani Khaldun. Bani Khaldun berhijrah ke Tunisia setelah jatuhnya Sevilla ke tangan Reconquista pada pertengahan abad ke-13 M. Keluarganya ini terlibat dalam jabatan pemerintahan, tetapi, karena situasi dan kondisi mengundurkan diri dari dunia politik dan melakukan perjalanan spiritual.

Ibnu Khaldun dibesarkan dalam lingkungan keluarga ulama dan terpandang. Ia memiliki latar belakang keilmuan yang kuat. Ia belajar ilmu qirâ’at dari ayahnya. Sementara ilmu yang lain seperti bahasa Arab, hadits dan fiqih dipelajari dari berbagai guru yang terkemuka pada masanya, di antaranya Abu al-Abbas al-Qassar dan Muhammad bin Jabir al-Rawi.  Pengembaraannya dalam mendapatkan ilmu sangat jauh. Berbagai wilayah pada masa itu Ia jelajahi, seperti ke Andalusia (Spanyol), Maroko, Persia (Iran), dan Tilimsin (al-Jazair).

Tokoh Ekonomi Islam Klasik yang satu ini memiliki kepakaran dalam berbagai ilmu, seperti fikih, sejarah, dan sosiologi. Dalam bidang pemikiran ekonomi. Ia tidak menulis secara khusus, tetapi sebagai seorang sosiolog, ia mengkaji tentang sosiologi dalam bidang ekonomi. Pemikirannya tersebut di dalam karya besarnya al-Muqaddimah. Sebuah buku terlengkap pada abad ke-14 M yang telah diterjemahkan ke beberapa bahasa yang memuat pokok-pokok pikiran tentang gejala-gejala sosial kemasyarakatan, sistem pemerintahan dan politik di masyarakat, ekonomi, bermasyarakat dan bernegara, gejala manusia dan pengaruh lingkungan, geografis, dan ilmu pengetahuan beserta alatnya.

Beberapa pemikiran ekonomi Ibnu Khaldun yang dalam lintas sejarah perekonomian dunia dapat disamakan dengan pemikiran para tokoh pemikir ekonomi modern. Di dalam bukunya, al-Muqaddimah Ibnu Khaldun memiliki pemikiran mengenai konsep nilai, konsep harga, dan konsep uang.

Ibnu Khaldun dikenal sebagai sosiolog dan sejarawan muslim yang hidup pada abad kedelapan hijriah. Konsep ekonomi yang sudah ia bahas meliputi; nilai, harga, uang, pertumbuhan, pembangunan, distribusi, keuangan publik, sewa, siklus bisnis, politik ekonomi dan manfaat perdagangan.

Konsep pembangunan yang ia tawarkan terformulasikan dalam delapan nasihat utama, antara satu dengan yang lain saling terkait.  Delapan nasihat itu adalah:

(a) Pemerintah yang kuat tidak akan terwujud kecuali melalui pelaksanaan Syarī’at; (b) Syarī’at tidak dapat diwujudkan kecuali melalui pemerintahan;(c) Kerajaan tidak akan meningkatkan kekuatannya kecuali melalui masyarakat (al-rijal);(d) Masyarakat tidak akan bertahan kecuali dengan kekayaan (al-mal);(e) Kekayaan tidak dapat diperoleh kecuali dengan pembangunan (al-imârah);(f) Pembangunan tidak dapat dicapai kecuali dengan keadilan;(g) Keadilan adalah kriteria yang mana digunakan oleh Tuhan untuk menilai manusia; dan(h) Pemerintahan dibebankan tanggung jawab untuk mewujudkan keadilan.

(2) Abu Yusuf

Tokoh Ekonomi Islam klasik yang satu ini merupakan seorang ulama yang bernama lengkap Ya’qub bin Ibrahim bin Habib al Anshari ini lahir di Kuffah pada tahun 113 H/731 M, dan wafat di Baghdad pada tahun 182 H/798 M. Keluarganya memiliki julukan al-Anshari karena Ibunya masih berdarah keturunan kaum Anshar. Abu Yusuf termasuk salah seorang ulama yang hidup di era pergolakan politik antara Daulah Umayyah dengan Abbasiyah.

Karier intelektualnya sangat mengesankan karena berguru dari banyak ulama terkemuka dari kalangan tabi’in pakar hadis seperti Hisyam bin Urwah, ada juga Abi Ishaq, al-Syaibâni, Sulaiman At-Taimi, Muhammad bin Ishaq bin Yasar, Yahya bin Said Al-Anshari dan Atha’bin Saib. Abu Yusuf adalah teman Muhammad bin Abdurrahman bin  Abi Laili, seorang mujtahid ahl ra’yi yang berpengalaman menjadi hakim selama 33 tahun di Kuffah. Ia juga menimba ilmu selama 17 tahun dari ulama yang masyhur dengan penggunaan ro’yu-nya dalam berijtihad, yaitu Abu Hanifah, sehingga dari sinilah keilmuan.

Abu Yusuf dalam kajian fikih berkembang, sekaligus meneruskan perjuangan mazhab Hanafi. Abu Hanifah dan Ibnu Abu Laila adalah dua sosok yang paling dominan menjiwai karakter pemikiran Abu Yusuf dalam bidang Fikih. Namun bedanya, dalam wilayah konsep dan gagasan,

Ibnu Laila paling dominan, dan Abu Hanifah dalam operasional dan praktiknya. Pengabdiannya kepada sang Guru, Abu Hanifah, berlanjut ketika Abu Yusuf menggantikan gurunya wafat. Selama 16 tahun ia memiliki komitmen kuat untuk tidak berhubungan dengan urusan pemerintahan. Ia hanya fokus meneruskan kajian Fikih yang telah membesarkan namanya termasuk mazhab Hanafi secara tidak langsung. Walaupun Abu Yusuf adalah murid sekaligus pengikut mazhab Hanafi, tetapi tidak tampak dalam buah pikirnya. Ia cenderung independen, bahkan dalam beberapa hal berseberangan dengan gurunya tersebut. Ini membuktikan keluasan ilmunya yang didapat dari guru-guru dengan pengalaman sebagai hakim profesional di pemerintahan Abbasiyah. Meski demikian ia juga banyak mengambil pendapat dari Abu Hanifah. Kelahirannya dalam bidang Fikih membuat namanya diperbincangkan dan tersebar, bahkan sampai kalangan istana.

Karya Masterpiece Abu Yusuf adalah kitab Al-Kharāj yang paling monumental. Dalam karyanya  ini memuat kajian yang cukup komprehensif, karena tidak hanya membahas sumber pendapatan negara kharāj, jizyah, ‘usyr, ghanimah, fai’, shadaqah dan zakat, sesuai dengan keperluan dalam pengelolaan baitul mâl saat itu, tetapi ada juga regulasi perang, perlakuan pemerintah kepada orang murtad, non muslim, sampai hal-hal kecil lainnya seperti air dan rumput juga ia bahas.

Penyusunan kitab menggunakan metode yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis, kemudian dalil ‘aqliyyah atau ra’yu (bertendensi pada kaidah istishlah dan istihsan). Abu Yusuf juga memberikan masukan tentang pengelolaan dan pembelanjaan publik, sehingga tidak hanya penjelasan tentang sistem keuangan Islam, tetapi juga membangun sistem yang realistis dan kontekstual dengan kondisi ekonomi.

(3)  Ibnu Taimiyah

Tokoh Ekonomi Islam Klaksik yang satu ini bernama Taqī ad-Dīn Abu ‘l-ʿAbbās Aḥmad ibn ʿAbd al-Ḥalīm ibn ʿAbd as-Salām Ibnu Taymiyah al-Ḥarrānī yang dilahirkan di Harran pada tahun 1263 Masehi. Ayahnya ‘Abd al-Halim, pamannya Fakhr, dan kakeknya Majd al-Din adalah orang-orang yang hebat dari mazhab Hanbali.

Keluarganya terpaksa meninggalkan tempat asalnya pada tahun 1269 M sebelum pendekatan bangsa Mongol dan mengambilnya berlindung di Damaskus. Pendidikan Ibnu Taimiyah pada dasarnya dari teologi Hambali. Namun ia juga mempelajari fiqih lainnya dan bidang lain seperti filsafat dan tasawuf. Pengetahuannya tentang sejarah Yunani dan Islam sangat luas, dan buku agama orang lain, terbukti dari ragam buku yang dia tulis. Kontribusinya di bidang pemikiran ekonomi Islam.  

Ia menghembuskan nafas terakhir pada 26 September 1328 Masehi (20 Dzulqa’dah 728 H)mengalami kondisi yang keras selama lima bulan. Keseluruhan negara berduka. Sekolah, toko, penginapan dan pasar ditutup untuk menandai kematiannya. Pemikirannya di bidang ekonomi banyak dikaji oleh sarjana muslim kontemporer di antaranya adalah Abdul Azim Islahi yang berjudul Economic Concept of Ibn Taimiyah.

(4)  Al Maqrizi

Taqiyuddin Abu Al-Abbas Ahmad bin Abdul Qadir Al-Husaini tokoh ekonomi Islam klasik yang lahir di Barjuwan, Kairo, pada 766 H. Keluarganya berasal dari Maqarizah, sebuah desa yang terletak di kota Ba’labak. Karena itu, ia lebih banyak dikenal dengan sebutan Al-Maqrizi. Kondisi keluarga yang serba kecukupan membuat Al-Maqrizi kecil harus menjalani pendidikan dengan berada di bawah tanggungan kakeknya, Hanafi ibnu Sa’igh, penganut mazhab Hanafi. Al-Maqrizi muda pun tumbuh berdasarkan pendidikan mazhab ini.  

Setelah kakeknya wafat pada 786 H (1384 M), Al-Maqrizi beralih ke mazhab Syafi’i. Bahkan dalam perkembangan pemikirannya, ia menjadi condong ke arah mazhab Zahiri. Al-Maqrizi merupakan sosok yang sangat mencintai ilmu. Sejak kecil, ia gemar melakukan perjalanan intelektual. Ia mempelajari bermacam disiplin ilmu: fikih, hadis, dan sejarah, dari para ulama besar yang hidup pada masanya. Di antara tokoh terkenal yang amat mempengaruhi pemikirannya adalah Ibnu Khaldun, seorang ulama besar dan penggagas ilmu-ilmu sosial, termasuk ilmu ekonomi.

Interaksinya dengan Ibnu Khaldun dimulai saat Abu Al-Iqtishad ini menetap di Kairo dan memangku jabatan hakim agung (Qadi Al-Qudat) mazhab Maliki pada masa pemerintahan Sultan Barquq (784-801 H).

Saat berumur 22 tahun, Al-Maqrizi mulai terlibat dalam berbagai  tugas pemerintahan Daulah Mamluk. Pada 788 H, ia memulai kiprahnya sebagai pegawai di Diwan Al-Insya, semacam sekretaris negara. Lalu ia diangkat menjadi wakil Qadi pada kantor hakim agung mazhab Syafi’i,  khatib di Masjid Jami ’Amr dan Madrasah Sultan Hasan, Imam Masjid Jami Al-Hakim, dan guru hadis di Madrasah Al-Muayyadah.

Pada tahun 791 H, Sultan Barquq mengangkat Al-Maqrizi sebagai muhtasib, semacam pengawas pasar, di Kairo. Jabatan tersebut diemban selama dua tahun. Pada masa ini, Al-Maqrizi mulai banyak bersentuhan dengan berbagai permasalahan pasar, perdagangan, dan mudharabah, sehingga perhatiannya terfokus pada harga-harga yang berlaku, asal usul uang, dan kaidah-kaidah timbangan.

Pada 811 H, Al-Maqrizi diangkat sebagai pelaksana administrasi wakaf di Qalanisiyah, sambil bekerja di rumah sakit an-Nuri, Damaskus. Pada tahun yang sama, ia menjadi guru hadis di Madrasah Asyrafiyyah dan Madrasah Iqbaliyyah. Kemudian, Sultan Al-Malik Nashir Faraj bin Barquq (1399-1412 M) menawarinya jabatan wakil pemerintah Daulah Mamluk di Damaskus.

Namun, tawaran ini ditolaknya. Hampir 10 tahun menetap di Damaskus, Al-Maqrizi kembali  ke Kairo. Sejak itu, ia mengundurkan diri sebagai pegawai pemerintah  dan menghabiskan waktunya untuk ilmu. Pada tahun 834 H, bersama keluarga, ia menunaikan ibadah haji dan bermukim di Makkah selama beberapa waktu untuk menuntut ilmu serta mengajarkan hadis dan menulis sejarah. Lima tahun kemudian, Al-Maqrizi kembali ke kampung halamannya, Barjuwan, Kairo. Di sini ia juga aktif mengajar dan menulis, terutama sejarah Islam, hingga terkenal sebagai seorang sejarawan besar pada abad ke-9 Hijriah. Al-Maqrizi wafat di ibukota Mesir itu pada tanggal 27 Ramadhan 845 H atau bertepatan dengan tanggal 9 Februari 1442 M.

(5)  Kınalızâde Ali Çelebi

Kınalızâde merupakan Tokoh Ekonomi Islam klasik yang hidup di era Dinasti Turki Usmani. Ia dilahirkan di Isparta, Anatolia pada tahun 916 H/1511 M. Ahlâk-i Alâ’î menjadi salah satu karya monumental milik Kinalizade berisi tentang akhlak yang memberikan warna Turki  Utsmaniah dalam perkembangan ilmu pengetahuan. I’lm Tadbir al Manzil (Ilmu Pengurusan Rumah Tangga/ITM) menjadi bagian penting yang dibahas dalam Ahlâk-i Alâ’î. Ia adalah putra Qadı (hakim) Emrullah Mehmed (1559) dan cucu dari Abd ‘al-Kadir Hamidi.

Kınalızāde (1510-1572), adalah Tokoh Ekonomi Islam Klasik yang dikenal sebagai seorang filsuf moral besar abad keenam belas. Ḳınalızāde adalah murid Çivizāde Muḥiddīn Efendi, dan dia kemudian menjadi profesor di madrasah Süleymaniyeh.

Selain itu, ia mengajar di berbagai perguruan tinggi (medreses) di Edirne, Bursa, Kütahya, dan akhirnya Istanbul, sebelum memulai karier yudisial. Tahun 1563, ia dikirim sebagai hakim ke Damaskus, kemudian ke Kairo, Bursa, dan Edirne; pada tahun 1570 dia diangkat hakim Istanbul dan tahun berikutnya Anadolu Kazaskeri,yaitu, kepala hakim militer Anatolia.

Kınalızade menulis berbagai risalah tentang yurisprudensi, sejarah, korespondensi, dan hukum suci (Syarī’at). Karyanya yang paling penting adalah Ahlâk-i Alâ’î. Karyanya Ahlâk-i Alâ’î merupakan proyek penting baginya yang mencakup keseluruhan pandangan etika, menjadi  sangat populer di seluruh dunia seluruh periode Turki Utsmani sampai abad kedelapan belas.

Ahlâk-i Alâ’î dari Kınalızade dibangun di atas warisan penulis Turki Utsmani yang menerjemahkan atau mengadaptasi filosofi moral dan politik dari tradisi filsafat Islam dari al-Fārābī (w. ca. 950), Ibn Sīnā (Avicenna, w. 1037), dan Ibn Rusyd (Averroes,d. 1198).

Dalam bukunya ITM, Ḳınalızāde membahas terkait sifat dari uang. Ia berpendapat bahwa emas dan perak diciptakan oleh Tuhan untuk berfungsi sebagai media ukuran nilai untuk semua akumulasi kekayaan yang berfluktuasi pada mekanisme pasar. Dalam hubungannya dengan hukum, mata uang dinar dan dirham menurutnya sebagai penjaga keadilan yang disebut sebagai ‘nāmūs-u asgar’ (hukum yang paling rendah).

 Tokoh ekonomi Islam kontemporer  telah memberikan perubahan terhadap dunia ekonomi Islam. Lewat pemikirannya ia mampu memberikan pengaruh kepada dunia. Beberapa tokoh ekonomi Islam kontemporer bahkan ada yang mendapatkan beberapa penghargaan. Mereka kemudian berhasil diakui dunia Internasional.

1. Baqir al-Sadr

Tokoh syiah asal Iraq ini dikenal keras dalam mengkritik ekonomi kapitalisme dan komunisme. Ia juga pertama kali mengulas doktrin ekonomi Islam modern berdasarkan hukum Islam. Lewat beberapa bukunya, ia mengkritik teori ekonomi dari komunisme dan kapitalisme, lalu memperkenalkan teori Islam ekonomi politik.

Selain itu, ia juga menangkal argumen yang dilontarkan kelompok sekuler liberal maupun komunis, yang menuding Islam tak menyediakan solusi nyata atas permasalahan ekonomi modern.

Selain itu ia menaruhkan perhatiannya terhadap persoalan nilai moral dan tidak mengeliminasi segala yang dijelaskan ekonomi modern. Misalnya, menjelaskan soal hukum universal alami dari ekonomi seperti permintaan dan penawaran serta hukum hasil lebih yang berkurang (the law of deminishing return) yang merupakan hukum umum dan bukan spesifik kapitalisme.

2. Muhammad Abdul Mannan

Tokoh ekonomi Islam Kontemporer selanjutnya yaitu Muhammad Abdul Mannan. Ia mendefinisikan ilmu ekonomi Islam merupakan suatu bidang yang mempelajari problematika ekonomi masyarakat berdasarkan ketentuan Islam.

Pemikiran demikian ia tuangkan dalam bukunya Menita yang terbit di tahun 2017 lalu. Dalam buku itu, Mannan menjelaskan ekonomi islam yang dimaksud adalah pemikiran Abdul Mun'im al-Jamal tentang perekonomian yang memegang prinsip atau berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah.

3.  Mohammad Nejatullah Siddiqi

Pria yang lahir di Gorakhpur, India tahun 1931 merupakan Ahli ekonomi Islam terkenal. Ia bahkan memenangkan penghargaan King Faizal International Prize dalam bidang studi Islam.

Ia pernah menjabat sebagai Associate Professor Ekonomi dan Profesor Studi Islam di Aligarh University dan sebagai Profesor Ekonomi di Universitas King Abdul AzizJeddah, serta fellow di Center for Near Eastern Studies di University of California, Los Angeles.

Pemikiran ekonomi islam ia tuangkan dalam banyak buku, seperti Muslim Economic Thinking (1981), Banking Without Interest (1983), Insurance in an Islamic Economy (1985), Teaching Economics in Islamic Perspective (1996), Role of State in Islamic Economy (1996) dan Dialogue in Islamic Economics (2002).

Lewat pemikirannya ini, ia mendapat beberapa penghargaan di bidang pendidikan seperti Shah Waliullah Award in New Delhi (2003), A prolific writer in Urdu on subjects as Islami Adab (1960), Muslim Personal Law (1971), dan Islamic Movement in Modern Times (1995).

4. Nawab Haider Naqvi

Tokoh ekonomi islam ini lahir di Meerut, Pakistan tahun 1935. Ia pernah menjabat sebagai penasihat ekonomi senior untuk Otoritas Pengatur Tenaga Listrik Nasional (NEPRA) dan Komisi Pendidikan Tinggi Profesor dan Direktur Jenderal Terhormat Nasional Pakistan di Universitas Urdu Federal, Islamabad, Pakistan.

Lewat pikirannya, ia mendapatkan sejumlah penghargaan daria luar negeri, yaitu Citation in Who's Who in the World, 5th Edition (1980–81), dan Lifetime Award for Kanati Institute of Russia (2001–2012).

Secara garis besar Naqvi selalu menularkan pemikiran ekonomi Pembangunan, Ekonomi internasional, Ekonomi Pertanian, Sistem Ekonomi Perbandingan, dan Pembuatan Model Ekonometrika.

5. Taqiyuddin an-Nabhani

Tak hanya seorang ulama, Taqiyuddin merupakan politikus dan tokoh berpengaruh yang berasal dari Palestina. Aktivitas politik merupakan aspek yang menonjol dalam kehidupannya.

Hal ini menampakkan kecermatan dalam karya-karyanya. Ia juga banyak menelaah peristiwa-peristiwa politik, lalu mendalaminya dengan amat cermat, disertai pemahaman sempurna terhadap situasi-situasi politik dan ide-ide politik yang ada.

Ia termasuk salah seorang pemikir dan politikus terulung pada abad XX. Ia mempunyai gagasan tentang Ekonomi Islam, beliau mengungkapkan bagaimana prinsip dasar ekonomi islam. Prinsip-prinsip dasar sistem ekonomi islam menurut Taqiyuddin an-Nabhani dijalankan atas asas kepemilikan, pemanfaatan kepemilikan, dan konsep distribusi kekayaan yang hal ini akan sangat bertentangan apabila dihadapkan dengan kapitalisme dan sosialisme.

Dalam konsep kepemilikan kapitalisme berpendapat bahwa kepemilikan pribadi sebagai prinsip dasarnya, sedangkan sosialisme mengakui kepemilikan kolektif sebagai prinsipnya. Lain halnya dalam sistem Islam mengakui tiga jenis kepemilikan (kepemilikan individu, kepemilikan umum, kepemilikan negara).

Ia memahami Bahwa Islam bukan sebagai agama saja, tetapi sebuah ideologi, sistem yang termasuk didalamnya tentang negara. Islam sebagai sebuah ideologi mempunyai sistem kehidupan yang menyeluruh dalam semua aspek kehidupan, termasuk didalamnya sistem ekonomi. Sebagai sebuah sistem menuntut untuk diterapkan secara totalitas dalam kehidupan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH DALAM BISNIS KONTEMPORER

  MATERI- PENGANTAR BISNIS ISLAM Oleh: Eny Latifah, S.E.Sy.,M.Ak Perspektif Ekonomi Syariah dalam Bisnis Kontemporer   A.      Pengertian Ek...