Rabu, 11 Januari 2023

Perencanaan Dalam Manajemen Syariah

 PERENCANAAN DALAM MANAJEMEN SYARIAH


A. PENDAHULUAN

.Setiap kegiatan yang mempunyai arah dan tujuan, memerlukan suatu perencanaan. Tanpa perencanaan yang tepat, tujuan tidak akan dapat dicapai secara efektif dan efisien. Kegiatan perencanaan bertujuan untuk menjamin agar tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan tingkat kepastian yang tinggi dan resiko yang kecil. Perencanaan merupakan tahapan paling penting dari suatu fungsi manajemen, terutama dalam menghadapi lingkungan eksternal yang dinamis. Perencanaan merupakan proses mendefinisikan tujuan organisasi, membuat strategi untuk mencapai tujuan, dan mengembangkan rencana aktivitas kerja organisasi.

Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen, karenanya tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lain seperti pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan, tidak akan dapat berjalan. Al-Qur’an al-Karim merupakan kitab suci yang di antara fungsinya adalah sebagai “hudan”, yang sarat dengan berbagai petunjuk agar manusia dapat menjadi khalifah di muka bumi ini. Untuk memperoleh petunjuk al-Qur’an, diperlukan pengkajian terhadap kandungannya, baik yang berkaitan dengan manusia dan kehidupannya sebagai objek utamanya, maupun tentang alam semesta yang terbentang. Semuanya itu diyakini oleh setiap Muslim telah termaktub dalam alQur’an. Al-Qur'an merupakan kitab Allah yang paling komprehensif dan memiliki solusi untuk setiap masalah.

Baik masalah-masalah sosial, ekonomi, bisnis atau politik. Al-Qur’an adalah sumber pengetahuan yang menginformasikan tentang Sejarah, Geografi, Astronomi, Biologi, Manajemen dan lain-lain. Al-Qur'an memiliki koleksi paling komprehensif tentang prinsip-prinsif, ajaran, bimbingan serta petunjuk dalam kehidupan.

Dalam hal manajemen, al-Qur’an telah memberikan prinsipprinsip dasarnya sejak 1400 tahun yang lalu. Manajemen yang saat ini dianggap sebagai salah satu disiplin penting, sejumlah prinsif-prinsifnya juga berasal dari pengetahuan yang telah diberikan al-Qur’an. Banyak prinsip-prinsip dan teori-teori yang dibuat di abad ke-16 atau ke-17 yang berasal dari al-Qur'an. Menurut Azgar Ali Mohammad sedikitnya ada 300 ayat dalam al-Qur’an yang mensinyalir prinsif-prinsif manajemen.

 

B. DEFINISI PERENCANAAN

Menurut Achmad Warson Munawir dalam kamus al-Munawirnya (1997), kata ‘rencana’ diartikan dalam bahasa arab sebagai اخلطة atau الطريقة  sedangkan الطريقة juga diartikan sebagai ‘jalan’, dengan demikian ‘rencana’ ada  hubungannya dengan ‘jalan’, untuk mengkaji lebih dalam terlebih dahulu  diperlukan kajian kosa kata dalam bahasa Indonesia. Kata perencanaan berasal  dari kata ‘rencana’, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2002)  diartikan sebagai proses pembuatan rangka sesuatu yang akan dikerjakan,  sedangkan kata jalan dalam kamus yang sama diartikan sebagai cara (akal,  syarat, ikhtiar, dsb) untuk melakukan (mengerjakan, mencapai, mencari)  sesuatu.

Hal ini menunjukkan bahwa kata ‘rencana’ memang memiliki hubungan  dengan kata ‘jalan’ jika ditinjau dari aspek tujuan yang ingin dicapai yaitu  sama-sama menunjukkan suatu proses atau cara untuk mencapai tujuan  dimasa yang akan datang.

Urgensi Perencanaan adalah Aktivitas perencanaan sangat penting dilakukan untuk menetapkan  sejumlah pekerjaan yang harus dilaksanakan kemudian. Setiap individu  dituntut harus dapat membuat perencanaan tentang aktivitas yang akan  dilakukan.

Merumuskan aktivitas perencanaan dengan memilih dan membuat  dugaan masa mendatang dengan rumusan aktivitas tertentu yang  mengikutinya. Adanya tujuan dari perencanaan merupakan hal yang harus  selalu diperhatikan dan dipedomani, karena menjadi akhir dari proses  perencanaan. (Siswanto, 2006).

Ruang lingkup dalam menetapkan perencanaan diantaranya:

1) Sifat perencanaan berorientasi ke masa yang akan datang

2) Adanya elemen identifikasi yang merupakan serangkaian tindakan yang diambil perencana baik pribadi maupun organisasi di masa yang akan datang.

3) Identifikasi, tindakan, masa akan datang menjadi unsur penting dalam perencanaan baik individu maupun organisasi (Siswanto, 2006).

Perencanaan Berbagai Dimensi

a) Dilihat dari dimensi waktu, perencanaan dapat mencakup;

1. Perencanaan jangka panjang (long term planning) yang biasanya  berjangka 10 tahun ke atas.

2. Perencanaan jangka menengah (medium term planning) yang biasanya berjangka 3 sampai 8 tahun.

3.  Perencanaan jangka pendek (short term planning) yang biasanya berjangka 1 tahunan.

a) Perencanaan dari dimensi spasial, model perencanaan ini terkait dengan  ruang dan batas wilayah, seperti perencanaan nasional (berskala nasional),  regional (daerah atau wilayah), perencanaan tata ruang dan tata tanah.

b)  Perencanaan yang dilihat dari dimensi jenis meliputi ;

1) Perencanaan dari atas ke bawah (top down planning), seperti dari atasan ke bawahan.

2) Perencanaan dari bawah ke atas (bottom up planning), seperti hasil rapat yang ide perencanaannya berasal dari bawahan.

3) Perencanaan menyerong kesamping (diagonal planning), bersama dengan bagian diluar struktur organisasi/individu.

4) Perencanaan mendatar (horizontal planning), seperti perencanaan lintas sektoral oleh pejabat selevel.

 

C. KONSEP PERENCANAAN DALAM MANAJEMEN SYARIAH

Setiap pekerjaan yang dilakukan hendaknya selalu diawali dengan perencanaan yang baik agar dapat diperoleh hasil yang optimal atas pekerjaan yang dilakukan tersebut. Perencanaan yang baik adalah ketika apa yang dirumuskan ternyata dapat direalisasikan dan mencapai tujuan yang diharapkan.

Perencanaan yang buruk adalah ketika apa yang telah dirumuskan dan ditetapkan ternyata tidak berjalan dalam implementasinya, sehingga tujuan tersebut menjadi tidak terwujud.

Seperti konsep perencanaan pada umumnya atau ‘perencanaan konvensional’, dalam ‘perencanaan syariah’ juga terdapat aturan-aturan umum tentang perencanaan.Tetapi jika dicermati, terdapat beberapa hal perbedaan yang prinsip disamping adanya “kesamaankesamaan” seperti dijelaskan di atas.Hal ini bisa dimaklumi karena konsep perencanaan syariah tentu merupakan konsep perencanaan yang merujuk kepada nilai-nilai agama atau syariah islam

Perencanaan atau planning adalah kegiatan awal dalam sebuah pekerjaan dalam bentuk memikirkan hal-hal yang terkait pekerjaan itu agar mendapatkan hasil yang optimal (Didin,Hendri,2007). Perencanaan adalah pemilihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa yang harus dilakukan, kapan, bagaimana, dan oleh siapa (Hani Handoko,1994). Sedangkan menurut Robbins dan Mary (1999), perencanaan adalah suatu proses yang melibatkan penentuan sasaran atau tujuan organisasi, menyusun strategi menyeluruh untuk mencapai sasaran yang ditetapkan, dan mengembangkan hierarki rencana secara menyeluruh untuk mengintegrasikan dan mengkorrdinasikan kegiatan. Perencanaan syariah adalah amal atau pekerjaan dalam suatu pekerjaan tertentu, yaitu mempersiapkan semua hal yang diperlukan dari awal sampai dengan akhir pekerjaan, yang niat atau motivasi dan caranya sesuai dengan ‘nilai-nilai syariah islam’. Perencanaan, baik yang konvensional atau syariah juga merupakan sesuatu yang pasti diperlukan adanya, keharusan dan bahkan kebutuhan. Hal ini karena karena secara umum semua hal memerlukan perencanaan. Dalam sebuah hadistyang diriwayatkan Ibnu Mubarok, Rasulullah Saw. Menjelaskan tentang pentingnya suatu perencanaan.

Perencanaan merupakan proses pengambilan keputusan untuk beberapa alternatif (pilihan) mengenai sasaran dan metode yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, serta memantau dan mengevaluasi hasil pelaksanaannya yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Islam mengajarkan berbagai aspek kehidupan yang tidak lepas dari aturan Allah SWT, seperti yang tertuang dalam Al-Qur’an surat al-Hasyr ayat 18 yang menjelaskan bahwa perencanaan yang akan dilaksanakan harus disesuaikan dengan keadaan situasi dan kondisi di masa lalu, sekarang, serta masa depan. Oleh karena itu untuk meramal masa depan dibutuhkan perencanaan yang matang, berorientasi duniawi-ukhrawi.

Rasulullah saw. sendiri telah banyak memberikan contoh tentang pentingnya melakukan sebuah perencanaan guna tercapainya keberhasilan terhadap agenda-agenda yang ditargetkan. Misalnya adalah pada masa-masa awal dakwah beliau, tepatnya pada tahun kelima kenabian. Rasulullah saw. Melakukan persiapan dan perencanaan yang matang agar beliau tetap dapat bertemu dengan para sahabatnya tanpa diketahui oleh kaum musyrik Quraisy yang merupakan mayoritas pada masa itu dan selalu melakukan penindasan kepada kaum muslimin yang minoritas. Rasulullah saw. menjadikan sebuah rumah milik al-Arqam bin Abu al-Arqam sebagai tempat pertemuan beliau dengan para sahabatnya.

Prof. Dr. Quraish Shihab dalamnya tafsir “al-Misbah” nya, menafsirkan bahwa ayat tersebut berbicara mengenai perencanaan. Beliau mengatakan bahwa kata “waltandzur’ nafsumma koddamat lighod”, mempunyai arti bahwa manusia harus memikirkan terhadap dirinya dan merencanakan dari segala apa yang menyertai perbuatan selama hidupnya, sehingga ia akan memperoleh kenikmatan dalam kehidupan ini.

Perintah untuk memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok, dipahami oleh Thabathabai yang dikutip dalam Tafsir al-Misbah sebagai perintah untuk evaluasi terhadap amal-amal yang dilakukan. Ini seperti seorang tukang telah menyelesaikan pekerjaannya. Ia dituntut untuk memperhatikannya kembali agar menyempurnakan nnya bila telah baik, atau memperbaikinya bila masih ada kekurangannya, sehingga jika tiba  saatnya diperiksa, tidak ada lagi kekurangan dan barang tersebut terlihat sempurna.

Dalam sudut pandang Islam, perencanaan yang menyeluruh tidak hanya meliputi cara berfikir strategis saja (dengan berbagai alat berfikir), tapi yang lebih penting adalah menempatkan keyakinan/keimanan kepada Allah SWT sebagai satu-satunya yang Maha Berkehendak, Maha Mengabulkan dan Maha Mengetahui yang terbaik bagi mahklukNya, sementara manusia hanya bisa berencana sebagai salah satu bentuk ikhtiar, tinggal lagi manusia cukup berserah diri berharap agar pencapaian dari sebuah rencana adalah ridho-Nya semata.

Ayat al-Qur’an diatas menekankan tentang prosepencapaian tujuan dari perencanaan yang tidak boleh melihat hanya di satu waktu saja. Di ayat tersebut Allah menegaskan kepada orang-orang beriman bahwa sebagai bentuk takwa kepadan-Nya, kita haruslah memperhatikan segala perbutan yang dilakukan. Hal ini sejalan dengan prinsip dasar Perencanaan dimana tujuan dalam pelaksanaan perencanaan adalah tujuan jangka panjang dan berkelanjutan serta orientasi pelaksanaannya pun harus memiliki pengaruh positif.

Perencanaan dalam fungsi mamagement amat penting. Suatu kegiatan yang sukses biasanya merupakan indikasi dari perencanaan yang matang. Bahkan dalam kegiatan-kegiatan tertentu kita perlu menyiapkan beberapa lapis perencanaan agar ketiatan tersebut dapat mencapai sukses maksimal sebagaimana yang kita kenal dengan istilah ; Plan A, Plan B dan Plan c, dan seterusnya.

Allah menjelaskan bahwa Dia menjadikan langit, bumi, dan makhluk apa saja yang tidak sia-sia. Langit dengan segala bintang yang menghiasi, matahari yang memancarkan sinarnya diwaktu siang dan bulan yang menampakkan bentuknya yang berubah-rubah dari malam ke malam, sangat bermanfaat bagi manusia. Semua itu diciptakan dengan penuh perencanaan yang sangat besar bagi kelestarian makhluk ciptaan-Nya dan sebagai rahmat yang tak ternilai harganya.

 

 

D. TAHAP-TAHAP PERENCANAAN SYARIAH

Suatu perencanaan yang baik harus memiliki tahapan yang baik juga.Secara umum, untuk perencanaan apapun memiliki empat tahapan. Pertama, analisis kebutuhan dan kemampuan. Secara fisik dan mental perlu dipahami apakah misalnya perlukah membuka suatu usaha rumah makan di daerah tertentu. Kedua, analisis kekuatan dan kelemahan (analisis SWOT). Ketiga, menyusun program dan langkah kerja. Hasil kedua macam analisis tersebut bisa dijadikan dasar yang kuat seorang manajer atau pejabat suatu instansi pemerintah misalnya dalam menyusun langkah kerja. Keempat, evaluasi (penilaian). Bukanlah suatu perencanaan yang baik kalau tanpa evaluasi perlu dan harus dilakukan di awal, di tengah, dan di akhir perencanaan. Jadi, evaluasi dilakukan pada setiap tahap perencanaan seperti yang telah dijelaskan di atas. Evaluasi yang dilakukan dengan baik akan menghasilkan penyusunan program-program dan kegiatan-kegiatanyang baik.

Sistem perencanaan yang diterapkan oleh masing-masing pribadi atau organisasi perusahaan, dalam beberapa hal bisa saja berbeda satu sama lain. Tetapi secara prinsip tentu memiliki persamaan, hal ini dikarenakan sifat universalitas prinsip-prinsip perencanaan. Perbedaan yang dimaksud di atas adalah perbedaan yang dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal subyek yang bersangkutan. Misalnya saja, dalam hal jenis organisai yang memiliki perencanaan. Dalam hal ini tidak bisa disamakan, sistem perencanaan pada instansi pemerintahan dengan perusahaan, atau perencanaan yang dimiliki sebuah keluarga dengan sebuah kelompok masyarakat. Saat ini, kajian dan praktek ‘ekonomi syariah’ mengalami perkembangan yang sangat cepat. Sebagai bagian dari bidang ilmu ekonomi atau manajemen syariah, kajian tentang ‘perencanaan syariah’ juga mengalami perkembangan yang sangat cepat bersamaan dengan ekonomi syariah. Maraknya kajian dan praktek bank syariah, bisnis syariah, asuransi syariah dan belakangan ‘perencanaan keuangan syariah’ adalah sedikit dari sekian banyak bukti perkembangan ekonomi syariah, termasuk dalam hal ini adalah perencanaan syariah

Tahapan Proses Perencanaan  Secara mendasar kegiatan perencanaan mempunyai 4 tahapan seperti ulasan berikut:

1. Menetapkan target atau tujuan, perencanaan dimulai dengan keputusan-keputusan tentang keinginan atau kebutuhan organisasi atau kelompok kerja. Tanpa rumusan target atau tujuan yang jelas, organisasi akan menggunakan sumber daya secara tidak efektif.

2. Merumuskan keadaan saat ini, pemahaman akan posisi atau keadaan organisasi sekarang ini dari pada tujuan yang hendak dicapai atau sumber daya-sumber daya yang tersedia untuk pencapaian tujuan merupakan hal sangat penting, karena tujuan dan rencana menyangkut waktu yang akan datang. Hanya setelah keadaan organisasi saat ini dianalisa, rencana dapat dirumuskan untuk menggambarkan rencana kegiatan lebih lanjut. Tahap kedua ini memerlukan informasi-terutama keuangan dan data statistik yang didapat melalui komunikasi dalam organisasi.

3. Mengidentifikasi segala kemudahan dan hambatan, segala kekuatan dan kelemahan serta kemudahan dan hambatan perlu diidentifikasikan untuk mengukur kemampuan organisasi dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor lingkungan intren dan ekstern yang dapat membantu organisasi mencapai tujuannya,atau yang mungkin menimbulkan masalah. Walau pun sulit dilakukan, antisipasi keadaan,masalah, dan kesempatan serta ancaman yang mungkin terjadi di waktu mendatang adalah bagian esensi dari proses perencanaan.

4. Mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk pencapaian tujuan, Tahap terakhir dalam proses perncanaan meliputi pengembangaan berbagai alternatif kegiatan untuk pencapaian tujuan, penilaian alternatif-alternatif tersebut dan pemilihan alternatif terbaik (paling memuaskan) diantara berbagai alternatif yang ada.

 

E. PERBEDAAN DAN PERSAMAAN PERENCANAAN KONVENSIONAL DENGAN ISLAMI

Dalam melakukan perencanaan, ada empat hal yang disangat diperlukan atau harusada. Pertama, hasil yang ingn dicapai.Hal ini misalnya sesuatu tujuan yang diharapkan atauingin dicapai dalam melakukan sebuah kegiatan. Kedua, orang yang akan melakukan.Tanpamemastikan siapa yang akan menjalankan sebuah kegiatan maka suatu kegiatan tidak kanberjalan dengan baik. Ketiga, waktu dan skala prioritas.Ini terkait dengan penyesuaiankegiatan, waktu yang tersedia, dan pencapaian yang diinginkan. Keempat, dana. Harus dialokasikan atau dianggarkan dengan baik berapakah biaya yang dihabiskan untukmelakukan sebuah kegiatan.Perencanaan konvensional (non syariah) jelas-jelas telah dan akan tetap memberikanmanfaat yang besar bagi individu atau organisasi. Banyak konsep-konsep perencanaankonvensional yang telah disampaikan oleh para pakar pada zamannya.

Konsep-konseptersebut bisa dikatakan sebagian besar sesuai dengan syariah meskipun sebagian besarnyajuga tidak sesuai.Berbeda dengan perencanaan syariah yang menjadikan syariah islam sebagai‘panduan utama’ dalam melakukan perencanaan, tidak demikian halnya dengan perencanaankonvensional. Sistem perencanaan inihanya menjadikan referensi-referensi umum (duniawi)saja sebagai ‘panduan utamanya’.

Perencanaan syariah ‘sangat pasti dan jelas’ memiliki‘prinsip’ dan ‘prioritas’ dalam hal program dan kegiatan. Karena “timbangan” berbagai halkepentingan dalam perencanaan syariah ‘sangat akurat’, yaitu ‘aturan-aturan syariah dantujuan-tujuannya. Sedangkan dalam perencanaan konvensional, sampai saat ini, prinsip danprioritas serta alasannya (timbangannya) masih selalu menjadi masalah yang sulit diatasi,terlebih ketika banyaknya kepentingan tertentu yang kurang terkait atau tidak sama sekalidengan visi dan misi organisasi. Wajar, jika perencanaan konvensional (non syariah) tidak menjadikan agama (islam) sebagai ideologi atau filosofi subtansial. Hal ini dikarenakan ilmuinduknya, yaitu ilmu manajemen dan ilmu ekonomi konvensional juga demikian. Keilmuanini memisahkan antara filosofis agama dengan teori-teori keilmuannya(sekuler)

 

F. PRINSIP-PRINSIP PERENCANAAN SYARIAH

Setiap perencanaan dikatakan baik kalau menerapkan kiat-kiat atau ‘prinsip-prinsip prencanaan syariah’, yaitu terdapat lima prinsip (Didin,Hendri,2003). Prinsip- prinsip tersebut, yaitu, Pertama, didasarkan pada sebuah ‘keyakinan’ bahwa apa yang dilakukan adalah ‘baik’. Standar baik dalam agama Islam adalah yang sesuai dengan ajaran islam. Kita tidak boleh melakukan sebuah perencanaan untuk melakukan sebuah usaha yang dilarang dalam islam. Walaupun usaha itu menguntungkan dari segi materi, seperti proyek-proyek perzinaan, lokalisasi judi, atau prostitusi, tetapi keuntungan itu akan menghilangkan keberkahan serta mengundang bencana.

Secara konvensional, perencanaan yang dibuat tidak memperhatikan prinsip ini. Karena dalam sistem konvensional yang terpenting adalah adanya perencanaan. Kedua, dipastikan bahwa yang dilakukan memiliki banyak manfaat. Manfaat ini bukan sekedar untuk ‘orang yang melakukan perencanaan’, tetapi juga untuk oranglain. Jika merencanakan sesuatu sekadar untuk kepentingan pribadi, maka usaha itu tidak akan bertahan lama. Oleh karena itu, perlu diperhatikan manfaat yang relatif lama. Manfaat utama dalam sistem konvensional adalah kesenangan pihak tertentu saja. Ketiga, berkaitan dengan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan apa yang akan dilakukan. Sebagian besar teori ilmu yang digunakan dalam perencanaan konvensional pun tentu sama saja dengan perencanaan syariah.

Untuk merencanakan bisnis, maka seorang pengusaha harus banyak mendengar dan membaca agar dapat mempertanggungjawbkan segala hal yang dilakukannya.Sesuatu yang ilmiah bukan berarti hal yang besar, tetapi yang kecil pun dapat ilmiah. Sesuatu yang ilmiah bukanlah terletak pada kerumitannya, melainkan terletak pada sesuatu yang bias dipertanggungjawabkan, bukan sebuah khayalan. Pada sisi ini mungkin bisa dikatakan ada perbedaan besar. Karena disadari atau tidak oleh pihak yang menyusun perencanaaan konvensional, perencanaan yang dibuat cenderung terkesan “rumit”. Keempat, dilakukan studi banding (benchmark). Benchmark adalah melakukan studi terhadap praktik terbaik dari perusahaan sejenisyang sukses menjalankan bisnisnya. Kita perlu melihat pengalaman oranglain, mengapa mereka sukses ?apa yang mereka lakukan? Bagaimana mereka melakukan sebuah perencanaan ? Hal ini pun dilakukan secara umum dilakukan dengan baik dalm sistem konvensional.Kelima, dipikirkan prosesnya. Proses seperti apa yang akan dilakukan ? Apakah proses itu tetap? Seperti apa hasil (output) dari proses yang direncanakan?Fase ini yang kurang diperhatikan dalam sistem perencanaan konvensional. Sistem konvensional cenderung lebih mengedepankan tujuan dan target walau tidak diikuti langsung dengan pilihan proses yang benar.

Perencanaan konvensional (non syariah) jelas-jelas telah dan akan tetap memberikan manfaat yang besar bagi siapapun dalam berbagai lingkup kehidupan. Banyak konsep-konsep perencanaan konvensional yang telah disampaikan oleh para pakar pada zamannya.Konsepkonsep tersebut bisa dikatakan sebagian besar sesuai dengan syariah.Meskipun sebagian besarnya juga tidak sesuai.

 

G. VISI, MISI DAN PERENCANAAN

Perencanaan yang baik pasti terdapat visi dan misi yang jelas di dalamnya. Visi adalah tujuan umum yang diinginkan terwujud di masa yang akan datang atau di masa depan. Visi merupakan pandangan, “gambaran” harapan, impian (dream), atau cita – cita.Tentu yang dimaksud dalam hal ini adalah bukan ‘impian kosong’ atau impian yang tidak didasari oleh kemauan atau komitmen yang kuat dan kemampuan yang realistis untuk mencapainya.

Perencanaan pada hakikatnya lebih terfokus pada visi, misi, dan tujuan (www.slideshare.net). Napoleon mengatakan, “Tiada seorangpun dapat memimpin suatu masyarakat tanpa memberikan kejelasan mengenai masa depan mereka, karena seorang pemimpin, sesungguhnya tak lain dari seorang penjual harapan” (Thariq, Faisal, 2006).

Visi adalah “roh” perencanaan. Sebagai perumpamaan bahwa secara umum kehidupan manusia hanya akan terjadi kalau terdapat roh (jiwa atau hati) didalam jasadnya, maka demikian juga halnya antara visi dengan perencanaan. Masih dalam perumpamaan tersebut, untuk memiliki kehidupan yang “baik” maka harus juga memiliki roh yang baik atau sehat. Maka bisa dibayangkan bagaimana jadinya kalau seseorang atau organisasi memiliki perencanaan dengan visi yang tidak jelas atau bahkan tanpa visi sama sekali. Suatu perencanaan yang didalamnya terdapat visi yang jelas dan kuat adalah perencanaan yang bermutu dan bisa dipertanggungjawabkan.Bermutu karena secara strategis dan operasional tujuannya jelas dan dapat dilakukan secara sistemik atau satu kesatuan dari unsur - unsur yang terkait dengan pelaksanaan perencanaan tersebut. Memiliki bobot karena muatan nilai – nilai idealisme kebaikan dan cakupannya.

Dalam konsep perencanaan syariah, visi dan misi harus sesuai dengan prinsipprinsip ajaran agama atau syariah islam. Seperti misalnya prinsip ‘rahmatan lil ‘alamiin’ atau rahmat untuk seluruh kehidupan di alam, adalah visi peran setiap muslim. Maka seorang muslim atau seorang manajer harus memiliki visi perencanaan atau program-program yang tidak keluar atau bertentangan dari prinsip tersebut. Bagi ndividu atau organisasiapapun, visi dalam syariah islam pada dasarnya adalah sesuatu yang bersifat sesuai dengan kemanusiaan atau sesuai fitrah dan telah menyatu dalam dirinya (built in).

Visi ini juga sebenarnya bersifat abadi dalam hati setiap orang, tidak peduli apapun perannya, apakah seorang manajer perusahaan, pejabat pemerintahan, atau seorang kepala rumah tangga.Visi ini berarti ingin menjadikan semua potensi yang ada sebagai suatu kekuatan. Baik bagi pengusaha maupun bukan, hal yang penting adalah memiliki visi untuk menjadikan semua potensi yang dimilikinya sebagai sebuah kekuatan. Semua potensi yang terdiri dari potensi dana,

SDM, dan alam, diprogramkan atau dikelola dengan baik sehinggan menjadi sesuatu yang bermanfaat (Didin, Hendri,2003). Visi yang baik pasti bisa diturunkan menjadi ‘misi’. Misi adalah tujuan-tujuan dalam perencanaan yang mulai bersifat khusus.Meskipun visi sangat menentukan perencanaan secara keseluruhan, tetapi visi masih bersifat filosofis. Sedangkan misi sudah bersifat relatif terukur. Dengan visi seperti itu maka seharusnya dihasilkan misi islami, yaitu memberdayakan semua kekuatan sehingga menjadi sesuatu yang dapat dinikmati oleh kehidupan manusia secara luas. Di bawah ini adalah contoh uraian visi dan misi masingmasing dari suatu organisasiprofit dan non profit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH DALAM BISNIS KONTEMPORER

  MATERI- PENGANTAR BISNIS ISLAM Oleh: Eny Latifah, S.E.Sy.,M.Ak Perspektif Ekonomi Syariah dalam Bisnis Kontemporer   A.      Pengertian Ek...