MANAJEMEN DALAM PANDANGAN ISLAM
A. PENDAHULUAN
Nabi Adam dan Siti Hawa sebagai manusia pertama menghuni dunia dengan tekun telah menata sejarah kehidupan manusia tahap demi tahab dengan tatanan yang perspektif. Tatanan kehidupan manusia melalui tata cara yang selalu berkembang sesuai dengan situasi dan kondisinya. Tatanan kehidupan yang tertata baik dan terarah merupakan sendi-sendi manajemen yang tidak bisa terpisahkan dengan kehidupan manusia.
Tatanan kehidupan manusia dari berbagai bentuknya secara serta merta tidak akan terlepas dengan yang namanya manajemen dari bentuk dan keadaan yang multi dimensi. Tentunya manajemen menjadi keniscayaan bagi kehidupan manusia untuk selalu di inovasi sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga manajemen bisa memberi manfaat yang lebih baik.
Proses-proses manajemen pada dasarnya adalah perencanaan segala sesuatu secara mantap untuk melahirkan keyakinan yang berdampak pada melakukan sesutu dengan aturan serta memiliki manfaat (Hafiduddin & Hendri, 2003: 3). Dalam hadis riwayat Tirmidzi dari Abi Hurairah Rasulullah saw. bersabda: “Diantara baiknya, indahnya ke-Islaman seorang adalah yang selalu meninggalkan perbuatan yang tidak ada manfaatnya”. (H.R. Tirmidzi).
Perbuatan yang tidak ada manfaatnya adalah sama dengan perbuatan yang tidak pernah direncankan. Jika perbuatan itu tidak pernah direncanakan, maka tidak termasuk dalam kategori manajemen yang baik.
Pada dasarnya ajaran Islam yang tertuang dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah juga ijma’ ulama banyak mengajarkan tentang kehidupan yang serba terarah dan teratur. Dalam pelaksanaan shalat yang menjadi icon paling sakral dalam Islam merupakan contoh konkrit adanya manajemen yang mengarah kepada keteraturan. Puasa, haji dan amaliyah lainnya merupakan pelaksanaan manajemen yang monomintal.
Oleh karenanya, manajemen merupakan sebuah proses yang menjadi bagian dari ajaran Islam, agar setiap aktifitas yang kita lakukan menjadi terencana dan terarah, sehingga dapat mencapai pada tujuan yang kita inginkan. Dalam makalah ini, akan diuraikan tentang manajemen dalam perspektif Islam.
B. MANAJEMEN SYARIAH DITINJAU DARI HUKUM ISLAM
Manajemen modern yang berasal dari Barat cenderung mengasingkan manusia darimanusia di sekitarnya. Manajemen modern juga menganggap tenaga kerja merupakan faktorproduksi belaka sehingga menciptakan manusia-manusia yang semakinSI hari semakin terasingdari kodratnya sebagai manusia sosial. Manajemen modern menghasilkan manusia-manusia yangbekerja sampai larut malam tanpa ada lagi kesempatan untuk berkumpul dengan keluarga ataumelaksanakan kehidupan sosial dengan masyarakat di sekitarnya.Melihat perkembangan tersebut, para pakar manajemen mencoba menggali dan mencari referensi-referensi konsep dan ide manajemen berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam sumber-sumber Islam.
Menurut Ketua Dewan Penasihat Majelis Ulama Indonesia, Prof KH. AliYafie, dalam Islam manajemen dipandang sebagai perwujudan amal sholeh yang harus bertitik tolak dari niat baik. Niat baik tersebut akan memunculkan motivasi aktivitas untuk mencapaihasil yang bagus demi kesejahteraan bersama.
Manajemen Syariah itu sendiri ditinjau dari hukum islam adalah memberikan pembiayaan sesuai dengan nilai syariah.karena dengan sistem syariah Bank tidak menarik bunga dan tidak ada transaksi yang memiliki resiko tinggi .Misalnya:Seorang penjual beli rumah seharga 100 ribu dolar AS dan kembali menjual seharga 120 ribu dolar Asatau bahkan 300 ribu dolar AS jika terjadi kesepakatan antara penjual dan pembeli maka rumah tersebut dijual secara cicilan sesuai kesepakatan bersama yang adil sampai tiba waktu yang telah ditentukan tapi harus disertai beberapa saksi sehingga ketika terjadi disalah satu pihak ada yang lupa masih ada saksi-saksi. Sebagimana firman alloh dalam quran surat Al –baqarah :282.yang artinya:
”Hai oarang- orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan ,hendaklah kamu menuliskannya . Dan hendaklah seoarang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana alloh mengajarkannya ,maka hendaklah ia menulis dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakan (apa yang akan ditulis itu),dan hendaklah ia bertakwa kepada alloh tuhannya ,dan janagnlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya .Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah(keadaannya)atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan,maka hendaklah walinya mengimlakan dengan jujur .Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang – orang lelaki diantaramu .jika tak ada dua orang lelaki,maka( boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi – saksi yang kamu ridloi ,supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya.janganlah saksi – saksi itu enggan (memberi keterangan)apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya .yang demikian itu lebih adil disisi alloh dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mua’malahmu itu) kecuali jika mua’malah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan diantara kamu ,(jika)kamu tidak menulisnya.dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli ,dan janganlahpenulis dan saksi saling sulit –menyulitkan .jika kamu lakukan( yang demikian ),maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu .dan bertaqwalah pada Allah;Allah mengajarmu; dan alloh maha mengetahui segala sesuatu.”(QS .Al –Baqarah :282).
Hukum Islam menyatakan bahwa uang tidak dapat tumbuh dengan sendirinya melalui bunga yang berlipat ganda.Transaksi dagang dapat diterima selama harga yang ditawarkan sesuai dengan komoditas yang diperdagangkan.karena nilai – nilai islam melarang transaksi perbankan syariah dari hal- hal berbaut ribawi, maksiat, perjudian, dan ketidakpastian .
Dalam pandangan ajaran Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar, tertib, dan teratur. proses-prosesnya harus diikuti dengan baik. Sesuatu tidak boleh dilakukan secara asal-asalan. Hal ini merupakan prinsip utama dalam ajaran Islam.
Rasulullah saw. bersabda dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan Imam Thabrani (Jalaluddin Abd’ ar-Rahman, tt: 122); “Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melakukan sesuatu pekerjaan, dilakukan secara Itqan (tepat, terarah, jelas dan tuntas)”. (H.R Thabrani).
Arah pekerjaan yang jelas, landasan yang mantap, dan cara-cara mendapatkannya yang transparan merupakan ama perbuatan yang dicintai Allah swt.. Sebenarnya, manajemen dalam mengatur segala sesuatu agar dilakukan dengan baik, tepat, dan tuntas merupakan hal yang disyariatkan dalam ajaran Islam (Hafiduddin & Hendri, 2003: 22).
Demikian pula dalam Hadis riwayat Imam Muslim dari Abi Ya’la (Yahya Ibn Syarifuddin, Tt: Hadits ke 17), Rasulullah saw. bersabda: “Allah swt. Mewajibkan kepada kita untuk berlaku ihsan dalam segala sesuatu” (H.R Muslim).
Kata ihsan bermakna ‘melakukan sesuatu secara maksimal dan optimal’. Tidak boleh seorang Muslim melakukan sesuatu tanpa perencanaan, tanpa adanya pemikiran, dan tanpa adanya penelitian, kecuali sesuatu yang sifatnya emergency. Akan tetapi, pada umumnya dari hal yang kecil hingga hal yang besar, harus dilakukan secara ihsan, secara optimal, secara baik, benar dan tuntas (Hafiduddin & Hendri, 2003: 2).
Demikian pula ketika kita melakukan sesuatu itu dengan benar, baik, terencana, dan terorganisasi dengan rapi, maka kita akan terhindar dari keragu-raguan dalam memutuskan sesuatu atau dalam mengerjakan sesuatu. Kita tidak boleh melakukan sesuatu yang didasarkan pada keragu-raguan.
Sesuatu yang didasarkan pada keragu-raguan biasanya akan melahirkan hasil yang tidak optimal dan mungkin akhirnya tidak bermanfaat. Oleh karena itu, dalam Hadis riwayat Imam Tirmidzi dan Nasa’i, Rasulullah saw. bersabda: “Tinggalkan oleh engkau perbuatan yang meragukan, menuju perbuatan yang tidak meragukan” (H.R. Tirmidzi dan Nasa’i).
C. SISI DARI MANAJEMEN SYARIAH
Pembahasan pertama dalam manajemen syariah adalah perilaku yang terkait dengannilai-nilai keimanan dan ketauhidan. Jika setiap perilaku orang terlibat dalam sebuah kegiatandilandasi dengan nilai tauhid, maka diharapkan perilakunya akan terkendali dan tidak terjadiperilaku KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) karena menyadari adanya pengawasan dari yangMaha Tinggi, yaitu Allah SWT yang akan mencatat setiap amal perbuatan yang baik maupunyang buruk. Setiap kegiatan dalam manajemen syariah, diupayakan menjadi amal sholeh yangbernilai abadi.Istilah amal sholeh tidak semata-mata diartikan „perbuatan baik‟ tetapi merupakan amalperbuatan baik yang dilandasi iman, dengan beberapa persyaratan sebagai berikut :
a. Niat yang ikhlas karena Allah.
Suatu perbuatan, walaupun terkesan baik, tetapi jikatidak dilandasi keikhlasan karena Allah, maka perbuatan itu tudak dikatakan sebagaiamal sholeh. Niat yang ikhlas hanya dimiliki oleh orang-orang yang beriman. Perhatikan firman Allah dalam surah Al Bayyinah:5 berikut,
“padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikanketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”(al-Bayyinah:5)
b. Tata cara pelaksanaannya sesuai dengan syariat.
Suatu perbuatan yang baik tetapitidak sesuai dengan ketentuan syariat, maka tidak dikatakan sebagai amal sholeh. Sebagai contoh, seseorang yang melakukan sholat ba‟diyah ashar. Kelihatannya perbuatan itu baik, tetapi tidak sesuai dengan ketentuan syariat, maka ibadah itu bukanamal sholeh bahkan dikatakan bid‟ah.
c. Dilakukan dengan penuh kesungguhan.
Perbuatan yang dilakukan asal-asalan tidak termasuk amal sholeh. Sudah menjadi anggapan umum bahwa karena ikhlas (sering disebut dengan istilahlillahi ta‟ala), maka suatu pekerjaan dilaksanakan dengan asal-asalan, tanpa kesungguhan. Keikhlasan seseorang dapat dilihat dari kesungguhannyadalam melakukan perbuatannya. Jadi, bukti keikhlasannya itu adalah dengankesungguhan, dengan mujahadah. Ikhlas juga sering diartikan sebagai suatu pekerjaantanpa upah, akibatnya muncul pandangan bahwa orang yang menerima gaji daripekerjaanya (misalnya mengajar), maka dikatakan tidak ikhlas dalam mengajar. Hal iniperlu diluruskan. Keikhlasan seseorang dalam beramal tidak bisa diukur dengan materiatau upah yang ia terima. Bisa saja seseorang bekerja dengan menerima gaji yang tinggitetapi ia ikhlas dalam pekerjaannya. Sebaliknya, ada pula orang yang bekerja denganupah sedikit tapi tidak ikhlas, atau menjadi tidak ikhlas dalam pekerjaannya karena upahyang kecil.Hal kedua yang dibahas dalam manajemen syariah adalah struktur organisasi. Strukturorganisasi sangatlah perlu. Adanya struktur dan stratifikasi dalam Islam dijelaskan dalam surah Al-An‟aam :165,“
Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggalkansebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yangdberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(al-An‟aam:165).
Dalam ayat diatas dikatakan,“Allah meninggikan seseorang diatas orang lain beberapaderajat ”Hal ini menjelaskan bahwa dalam mengatur kehidupan dunia, peranan manusia tidak akan sama.Kepintaran dan jabatan seseorang tidak akan sama. Sesungguhnya struktur itu merupakan sunnatullah. Ayat ini mengatakan bahwa kelebihan yang diberikan itu (struktur yang berbeda-beda) merupakan ujian dari Allah dan bukan digunakan untuk kepentingan sendiri.Hal ketiga yang dibahas dalam manajemen syariah adalah sistem. Sistem syariah yang disusunharus menjadikan perilaku-perilakunya berjalan dengan baik. Sistem adalah seluruh aturan kehidupan manusia yang bersumber dari Al-Qur‟an dan Sunnah Rasul. Aturan tersebut berbentuk keharusan dan larangan melakukan sesuatu. Aturan tersebut dikenal sebagai hukum lima, yaitu, wajib, sunnah, mubah, makhruh, dan haram. Aturan-aturan itu dimaksudkan untuk menjamin keselamatan manusia sepanjang hidup mereka,baik yang menyangkut keselamatan agama, diri (jiwa dan raga), akal, harta benda, sertakeselamatan nasab keturunan. Semua hal itu merupakan kebutuhan pokok atau primer (al-haajatal dharuriyyah). Pelaksanaan sistem kehidupan secara konsisten dalam semua kegiatan akanmelahirkan sebuah tatanan kehidupn yang baik yang disebut dengan hayatan thayyibah. Dalam ilmu manajemen, pelaksanaan sistem yang konsisten akan melahirkan sebuah tatanan yang rapi,sebuah tatanan yang disebut sebagai manajemen yang rapi.
D. CIRI-CIRI MANAJEMAN ISLAM
Ciri-ciri manajemen islam adalah sebagai berikut: Manajemen berdasarkan akhlak yang luhur (akhlakul karimah). Manajemen terbuka. Manajemen yang demokratis.
Manajemen berdasarkan ilmiah. Manajemen berdasarkan tolong menolong(ta‟awun). Manjemen berdasarkan perdamaian.
Berikut penjelasan dari ciri-ciri manajemen islam yang menonjol yang seharusnya kita praktekkan :
a) Manajemen berdasarkan akhlak yang luhur (akhlakul karimah).
Setiap muslim dimana pun dia berada harus mempunyai akhlak yang luhur (akhlakul karimah). Al-qur‟an dan hadis menjadi dasar dan sumber akhlak yang mulia. Oleh karena akhlak yang mulia membedakanantara orang Islam dan bukanIslam, maka tidak ada pilihan lain bagi setiap pemimpin atau seorang manajer Islamwajib mempunyai, menghargai, mempraktekkan akhlak ini. Perusahaan atau lembaga masyarakat milik muslimharus dikelola berdasarkan prinsip akhlak yang luhur. Dengan demikian, agama islam adalah akhlakulkarimah, dan benar-benar autoritatif, karena agama ini adalah agama akhir zaman untuk seluruh umat manusiaberdasarkan fitrah. Universal berarti sesuai dengan kebutuhan umat manusia dalam semua keadaan dan sepanjangzaman.Oleh karena itu para calon pemimpin dan manajer harus diambil dari orang yang mempunyai akhlak luhurdan juga harus berpedoman kepada akhlakul karimah.2.
b) Manajemen terbuka
fungsi dan tugas pemimpin atau manajer adalah memegang amanat karena dia bukan mengurus ataumengelola harta benda miliknya sendiri, akan tetapi harta benda milik orang lain yaitu harta pemegang saham ataurakyat. Oleh karena itu, ia harus mengelolanya dengan baik, secara sehat, dan jujur. Dengan kata lain, ia harusmengelolanya menurut sistem manajemen terbuka. Jika seorang pemimpin atau manajer menerapkan sistemmanajemen terbuka maka terpenuhilah tugasnya kepada Allah terutama mengenai zakat kepada pemerintah,mengenai pajak dan kepada pemegang modal mengenai rugi laba yang sebenarnya. Sehubungan dengan hal iniapabila dia sebagai pejabat pemerintah yang memikul amanat Allah dan rakyat harus bertanggungjawab kepadaAllah dan rakyat. Dengan demikan, manajemen terbuka seharusnya diterapkan oleh pemimpin atau manajer danbersedia untuk diminta keterangan mengenai pengelolaanya. Jika perlu setiap waktu ia bersedia untuk diperiksabaik pembukuan, kas asset yang ada dan kebijakan (policy) yang diambilnya.,Firman Allah, Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.”(Surah An-Nisaa : 58)Karena itu, kewajiban untuk menunaikan amanat memerlukan manajemen terbuka karena manajemen terbuka ituwajib dilakukan.
c) Manajemen yang demokratis
Sebagai akibat dari penerapan manajemen terbuka, pegelolaan sesuatu badan harus pula di jalankansecara demokratis. Manajemen demokratis artinya semua harus dimusyawarahkan bersama semua peserta,partisipan dan pemegang saham. Mereka harus dapat diberi hak untuk menyampaikan pendapatnya. Ini adalah cirikhas Islam berdasarkan perintah Allah dan Rasul-Nya.Firman Allah,Artinya: “ Urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka.” (Surah Asy-Syuura : 38Firman allah :Artinya : “
Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan.”
(Surah Ali-Imran : 159)Akibat dari penerapan sistem manajemen secara demokratis menimbulkan suatu pengawasan social (socialcontrol), yang harus disalurkan dan diberi hak untuk menggunakannya. Islam sangat menghargai pengawasan sosial ini.
d) Manajemen berdasarkan ilmiah
Seorang pemimpin atau manajer wajib mempunyai ilmu menurut bidang tempatnya bertugas karenatanpa ilmu dia tidak akan berhasil dengan baik. Didalam Al-qur’an ada contohnya yaitu kasus Nabi Yusuf yang melamar untuk menjadi Menteri Perbendaharaan Kerajaan Mesir,seperti dalam ayat berikut :Artinya: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang yang pandaimenjaga, lagi berpengetahuan.” (Surah Yusuf :55) Seorang pemimpin atau manajer haruslah pengurus yang berpengatahuan seperti yang dimaksud ayat di atas.Kemudian Allah dengan tegas memerintahkan, Artinya : “ Terangkanlah kepadaku dengan berdasar pengetahuan jika kamu memang orang-orang yang benar .”(Surah Al-An’am : 143)Jadi semua pemimpin atau manajer haruslah orang yang berilmupengetahuan karena dia yang merencanakan ataumenurus dan mengelola setiap fungsi manajemen. Menurut ajaran Islam kepengurusan haruslah diselenggarakan secara ilmiah Masyarakat yang dikelola dengan sistem demokratis dan dengan keterbukaan harus disertai pula denganmanajemen yang ilmiah. Makin banyak ilmuwan yang berakhlak dan berbobot makin baik pengawasan karena mereka akan memberikan masukan yang berbobot ilmiah pula, sehingga terciptalah masyarakat yang sehat danbersih. Inilah inti masyarakat baik dan diridhai Allah (baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur).
e) Manajemen berdasarkan tolong menolong (ta’awun).
Masyarakat Islam berdasarkan tolong-menolong (ta’awun), seperti tercantum didalam firman Allahyang berikut, Artinya : “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (surah Al-Maaidah : 2). Dengan firman ini Allah menunjukkan konsepsi masyarakat menurut Islam, yaitu suatu masyarakat yangbertolong-tolongan dalam semua perbuatan baik bersifat ekonomis, politis, sosial budaya serta pertahanan. Jadikonsep ini mendekati konsepsi koperasi yang kita kenal sekarang yang muncul di Eropa abad ke-18. Bedanya jikakonsepsi koperasi keluar dari dapur individualisme sebagai salah satu produk revolusi industri maka konsepsi tolong-menolong (ta’awun) adalah konsepsi Illahi yang bernafaskan kemanusiaan sesuai dengan fitrah manusiadan berlandaskan kasih sayang antar manusia. Konsepsi tolong-menolong (ta’awun) ini menunjukkan bahwamanusia dijadikan sebagai makhluk sosial karena mereka ditakdirkan Allah menjadi khalif-Nya di muka bumi.Dilihat dari proses ini maka ta’awun adalah suatu sunnatullah yang diberikan oleh Allah sebagai fitrah manusia. Dengan demikian, konsepsi lebih tinggi nilainya dari pada konsepsi koperasi dan lebih luaspula jangkauannya. Oleh karena itu, pelaksanaan konsepsi ini adalah untuk mendapatkan ridha Allah karena ta’awun bukan saja faedah bagi diri sendiri tetapi juga mendapatkan pahala dari Allah, seperti didalam firmanAllah berikut,Artinya :“Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagiaan (pahala)dari padanya. Dan Barangsiapa memberi syafa'at yang buruk niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya.” (surah An-Nisaa : 85) Artinya : “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rizki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (Surah Al-Baqarah : 245)Semua yang telah dicapai dalam bidang ekonomi tersebut adalah berkat konsepsi ta’’awun memberikansumbangan yang besar dan berharga di dalam penyelenggaraan manajemen. Manajemen menurut visi Islam haruslah ditegakkan atas dasar bertolong-tolongan dengan ikhlas.6.
f) Manjemen berdasarkan perdamaian
Sebagai konsepsi yang menjadi ciri khas Islam dalam penyelenggaraan manajemen adalah berdasarkan perdamaian. Firman Allah, Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam perdamian .” (Surah Al-Baqarah : 208). Allah memerintahkan umat Islam melalui firman tersebut untuk senantiasa berusaha menciptakan perdamaiandalam hubungan manusia. Jadi perdamaian didalam badan usaha maupun perdamaian di masyarakat. Oleh karenaitu pengaturan hubungan antar manusia didalam proses manajemen haruslah berdasarkan perdamaian. Perbedaanfungsi dan kedudukan sosial tidak boleh menimbulkan antagonistis dan kontradiktif, tetapi hal itu adalah akibatpembagian kerja yangmerupakan rahmat Tuhan, sehingga fungsi pemimpin adalah pemersatu. Persatuan diperlukan agar dapat bekerjasama dan tolong-menolong antara komponen tenaga kerja, modal dan manajemen. Adanya golongan pemilik modal di satu pihak dan golongan pekerja di pihaklain, serta diikat oleh golongan yang mempunyai kemampuanmanajemen akan menjadi sesuatu kekuatan produktif bagi kelangsungan hidup manusia.Firman Allah, Artinya : “ Dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka).” (Surah An-Nisaa : 128)Setiap pertentangan atau permusuhan harus diselesaikan dengan damai. Semua usaha untuk mencapai perdamaianitu harus ditempuh sepanjang tidak bertentangan dengan hukum dan akhlak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar