Kamis, 10 Maret 2022

PERKEMBANGAN MANAJEMEN SYARIAH

 

PERKEMBANGAN MANAJEMEN SYARIAH

 

     Sejarah adalah catatan yang sampai kapanpun tidak ada yang mampu menghapusnya meski ingin. Ilmu manajemen sudah ada sejak Allah memanajemen makhluk yang mana yang akan diciptakan terlebih dahulu. Setelah itu manajemen diteruskan makhluk-makhluNya.

     Penerapan manajemen sangatlah luas, bisa diterapkan diberbagai sisi kehidupan. Tanpa manajemen akan terjadi kekacauan dan keterlambatan karena berjalan tidak sesui dengan manajemen (perencanaan/skedul) yang sebelumnya telah dibuat.

A.   SEJARAH MANAJEMEN SYARIAH

          Manajemen syariah telah ada sejak zaman Nabi Adam hingga Nabi Muhammad dan sampai sekarang manajemen diterapkan dalam kehidupan. Bukti bahwa manajemen sudah ada zaman dahulu adalah:

1.       Zaman Nabi Adam

Peristiwa penetapan pasangan pada putra Nabi Adam yaitu Qabil dan Habil. Siti hawa selalu melahirkan anak kembar, sepasang satu laki dan satunya lagi perempuan. Nabi Adam sudah menetapkan peraturan sesuai apa yang di syariatkan Allah SWT agar melakukan persilangan yaitu habil dengan saudara kembarnya habil. Qabil memiliki saudara kembar yang berparas cantik sedangkan habil saudara kembarnya berparas kurang cantik. Qabil telah melanggar peraturan karena dia hanya ingin menikah dengan saudaranya yang berparas cantik itu dan tidak mengizinkan Habil menikahi kembarannya.

2.       Zaman Nabi Nuh

Nabi Nuh memakai manajemen dakwah yang baik. Beliau berdakwah siang dan malam dengan cara yang menyejukkan. Metode dahwah Nabi Nuh patut kita pelajari dan kita ikuti karena beliau menyampaikan dakwah dengan halus,jelas, dan argumentative. Seorang manajer harus merencanakan sesuatu dengan rapi, jangan semata-mata berorientasi pada hasil (laba saja) karena itu tidak menjadi ukuran mutlak berhasil atau tidaknya usaha kita. Meskipun manusia yang berencana, bekerja, memanejemen dan melakukan kerja keras tapi Allah SWT lah menentukan.

3.       Zaman Nabi Yusuf

Nabi Yusuf merupakan contoh dan leader yang berhasil. Beliau melakukan tindakan preventif dengan mengajukan jabatan menjadi kepala logistic Negara (KABULOG) karena dia dikenal dengan “Hafidzun Alim”. Hafidz disini memiliki makna amanah, transparan, dan jujur. Sedangkan kata Alim berarti memiliki pengetahuan di bidangnya. Nabi Yusuf mampu mengatasi “musim paceklik” dimana rakyat sulit bisa memenuhi bahan pangan di masa-masa tertentu. Karena Nabi Yusuf memiliki manajemen yang baik hal itu bisa diatasi dan rakyat merasa sejahtera dikala Nabi Yusuf sebagai Kabulog.

4.       Zaman Nabi Ibrahim

Ketika Nabi Ibrahim mendapat perintah dari Allah SWT untuk menyembelih anaknya Nabi Ismail beliau menggunakan manajemen yang trasnparan dan kejujuran. Meskipun perintah Allah SWT itu mutlak dilakukan, Nabi Ibrahim dalam implementasi tetap melakukan dialog dengan Nabi Ismail dengan penuh kesadaran.

5.       Zaman Nabi Muhammad SAW

Manajemen yang dilakukan Rasulullah SAW berbeda dengan nabi-nabi terdahulu. Nabi memiliki insting penilaian yang luar biasa atas keahlian dari para sahabat-sahabatnya. Keputusan Rasulullah tidak mengizinkan sahabat Abu Bakar dan Umar bin Khattab menjadi panglima perang itu karena beliau melihat potensi besar yang ada pada sahabatnya itu tidak terletak pada panglima tetapi ada pada posisi negarawan. Manajemen Rasulullah ini dikenal dengan sebutan “the right in the righ place”.

Sekitar 571 M, seorang bayi keturunan Quraisy lahir di Mekah. Bangsa Quraisy memberi julukan al-Amin (yang terpecaya). Al-Qur’an (pada surah 3:144, 33:40, 48:29, 47:2) menyebutnya Muhammad dan hanya sekali (pada surah 61:6) menyebutnya Ahmad, Kemudian nama seterusnya yang ia sandang adalah Muhammad (yang terpuji). Muhammad SAW mulai berperan sebagai Nabi sekaligus sebagai Rasul setelah ia menerima wahyu kenabian pada menjelang akhir bulan Ramadhan tahun 610 M. Sejak menjadi Nabi dan Rasul ini Muhammad SAW memulai kegiatan manajemen yang secara ringkasnya dapat diringkaskan sebagai berikut:

a) Ketika perkembangan Islam mulai nampak dan Islam didakwahkan secara terang-terangan dengan persuasif, Rasulullah SAW mulai mengutus para sahabat untuk dijadikan sebagai duta guna mendakwahkan agama dan memungut zakat masyarakat Arab pada waktu itu. Tugas utama yang harus dilakukan utusan adalah memberikan pelajaran agama terlebih dahulu kepada pemimpin kabilah dan diharapkan dapat merambah pada kaumnya. Rasul telah mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman dengan uraian tugas yang jelas seraya bersada: “Engkau aku utus untuk datang kepada kaum ahli kitab. Persoalan utama yang harus engkau dakwahkan kepada mereka adalah mengajak untuk beribadah kepada Allah SWT. Beritahukan kepada mereka bahwa Allah SWT mewajibkan membayar zakat. Zakat diwajibkan bagi orang-orang kaya, dan selanjutnya dibagikan kepada fakir miskin. Jika mereka mentaatinya, ambilah dari mereka dan jaga kemulian harta mereka. Dan takutlah terhadap doa orang yang terzalimi, karena doa mereka tidak ada hijab dari Allah”. Rasulullah juga selektif dalam memilih pegawainya, yaitu mereka yang agamanya kuat (shalih) dan merupakan pioner dalam masuk agama Islam. Dan bahkan juga Rasulullah sering minta pendapat sahabat tentang track record (kepribadian calon pegawai). Bahkan Rasulullah juga pernah menolak permintaan Abu Azar Al-Ghifari untuk dijadikan pegawai di salah satu wilayah, karena ada persyaratan kompetensi yang tidak terpenuhi (istilah sekarang job requirement unfulfield).

b) Rasulullah SAW juga memiliki Majelis Syura semacam think tank (staf ahli) yang dimulai setelah berdirinya negara “kota Madinah” Majelis Syura difungsikan oleh Rasulullah sebagai tempat berdiskusi dan bermusyawarah untuk membicarakan masalah masalah yang dihadapi yang berkenaan masalah keagamaan, pemerintahan, kemasyarakatan, dan hubungan dengan bangsa atau negara lain. Ini menunjukkan Rasulullah SAW itu seorang yang sangat menghargai kemampuan dan profesionalisme orangorang yang dipimpinnya. Mereka yang masuk dalam think tank ini adalah para sahabat atau orang-orang yang memiliki kecermatan dalam berpikir, kedalaman ilmu agamanya, kuat imannya, dan rajin mendakwahkan agama Islam. Majelis Syura di zaman Rasulullah ini terdiri dari 7 orang sahabat Anshar, dan 7 orang sahabat Muhajirin. Diantara mereka itu adalah Hamzah, Ja’far, Abu Bakar, Umar, Ali, Ibnu Mas’ud, Salman, Usman, Hudzaifah, Abu Dzar, Miqdat danBilal.

c) Rasulullah SAW juga melakukan pembagian tugas dan wewenang, seperti: Ali bin Abi Thalib menangani kesekretariatan dan perjanjian-perjanjian yang dilakukan Rasulullah, Hudzaifah bin Almin menangani dokumen rahasia Rasulullah, Abdullah bin Al-Arqam bertugas menarik zakat dari para raja, Zubair bin Awam dan Juhaim bin Shalt bertugas mencatat harta zakat, Mughirah bin Syu’bah dan Hasyim bin Namir bertugas mencatat utang piutang dan transaksi muamalah, Zaid bin Tsabit bertugas sebagai penterjemah dalam Bahasa Parsi, Romawi, Qibty, Habsy, dan Yahudi.5 Najiyah al Tafawi dan Nafi’ bin Dzarib al-Naufal bertugas menulis mushaf, dan lain-lain.

6. Zaman Khulafauroshiddin

a)       AbuBakar

AbuBakar adalah pendukung dan teman setia Muhammad yang paling awal. Setelah Muhammad SAW meninggal dunia, ia terpilih sebagai penerus Muhammad pada tanggal 8 Juni 632 M. Pada zaman pemerintahan Abu Bakar aktivitas manajemen yang dilakukannya antara lain menata wilayah kekuasaan Islam dibagi menjadi beberapa provinsi. Wilayah Hijaz terdiri dari 3 provinsi, yaitu Mekkah, Madinah, dan Thaif. Wilayah Yaman dibagi menjadi 8 provinsi, yaitu Shai’a, Hadralmaut, Haulan, Zabad, Rama Al-Jundi, Najran, Jarsy, dan Bahrain. Masing-masing provinsi dipimpin oleh seorang gubernur. Diantara para gubernur itu adalah: Itab bin Usaid, Amr bin Ash, Utsman bin Abi Al-Ash, Muhajir bin Abi Umayah, Ziyad bin Ubaidillah Al-Ansyari, Abu Musa Al-Asy’ari, Muadz bin Jabal, Ala’ bin Al-Hadarami, Syarhabil bin Hasanah, Abi Sofyan, Khalid bin Walid, dan lain-lain. Diantara tugas para Gubernur adalah mendirikan sholat, menegakkan peradilan, menarik, mengelola dan membagikan zakat, melaksanakan had, dan mereka mempunyai kekuasaan pelaksanaan peradilan secara simultan. Pada zaman khalifah Abu Bakar ini sudah pula ada pengawasan terhadap kinerja karyawan.

b)        Umar bin Khattab

Setelah Abu Bakar meninggal dunia tugas khalifah diteruskan oleh Umar bin Khattab. Umar memerintah dari tahun 634-644 M. Pada zaman pemerintahan Umar bin Khattab kegiatan manajemen semakin luas. Salah satu diantaranya dipraktekkannya konsep dasar hubungan antara negara dan rakyat, tugas pelayanan publik dan menjaga kepentingan rakyat dari otoritas pemimpin. Umar juga melakukan pemisahan antara kekuasaan peradilan dengan kekuasaan eksekutif, serta menetapkan ada lembaga pengawasan terhadap kinerja pegawai publik. Pengawasan ini dimaksudkan untuk menjaga penduduk dari tindak kezaliman dan kesewenangan pegawai pelayanan publik atau seorang pemimpin.

c)        Usman bin Affan

Usman bin Affan terpilih sebagai khalifah ke-3 menggantikan Umar bin Khattab. Ia menjadi khalifah dari tahun 644-656 M.9 Pada zaman khalifah Utsman bin Affan, pertama-tama kegiatan manajemen yang dilakukannya adalah menjaga dan melestarikan sistem pemerintahan yang sudah ditetapkan oleh khalifah Umar bin Khattab. Khalifah Utsman lebih mengakomodir keinginan rakyatnya ketika mereka meminta untuk mencopot dan melengser pemimpin mereka. Paling tidak ada tiga gubernur dilengserkan atas permintaan rakyat yaitu Mughirah bin Syu’bah Gubernur Kufah dan menggantinya dengan Walid bin Uqbah. Satu saat khalifah Utsman mendengar Walid minum khamar, lalu khalifah Utsman memanggilnya ke Madinah, kemudian memberi had bagi Walid dan mencopotnya dari posisi gubernur dan menggantinya dengan Sa’id bin Ash. Kemudian khalifah Utsman juga mencopot Abi Musa Al-Asy’ari dari jabatan gubernur dan menggantinya dengan Abdullah bin Amir (anak paman khalifah Utsman dari pihak wanita). Khalifah Utsman juga mencopot Amr bin Ash dari jabatan Gubernur Mesir dan menggantinya dengan Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sarh, dan ia pun menetapkan Marwan bin Hakim sebagai ketua Dewan (Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sarh adalah anak paman khalifah Utsman dari pihak lelaki). Pada masa kekhalifahan Utsman ini terdapat indikasi nepotisme. Hal ini membuat sekelompok sahabat mencela kepemimpinan Utsman karena lebih memilih keluarga dari pada para sahabat yang menjadi pioneer dalam Islam.

d)       Ali bin Abi Thalib

Ali bin Abi Thalib terpilih menjadi khalifah menggantikan Utsman bin Affan dari tahun 656-661 M. Pada zaman khalifah Ali bin Abi Thalib kegiatan manajemen yang menonjol yang dilakukannya adalah memilih gubernur dengan sangat selektif, begitu juga dalam mengangkat pegawai. Ia menasehatkan kepada para gubernur; “Janganlah engkau mengangkat pegawai karena ada unsur kecintaan dan kewalian (nepotisme), karena hal itu akan menciptakan golongan durhaka dan khianat. Pilihlah pegawai karena pengalaman dan kompetensi yang dimilikinya, ketaqwaannya dan keturunan orang shaleh, serta orang tersebut merupakan pioner dalam Islam. Mereka adalah orang yang memiliki akhlak mulia, argumen yang shahih, tidak mengejar kemuliaan (pangkat) dan mempunyai pandangan yang luas atas suatu persoalan.”

Khalifah Ali juga mengajarkan sistem renumerasi dan ia berkata; “Sempurnakanlah gaji yang mereka terima, karena upah itu akan memberi kekuatan kepada mereka untuk memperbaiki diri.” Khalifah Ali juga konsen terhadap kepentingan masyarakat dan mempunyai perhatian khusus terhadap keadilan dan menjauhi tindak kezaliman.

Dari sejarah manajemen yang diterapkan baik di zaman nabi dan sahabatnya dapat kita gambarkan Sebuah perusahaan yang sudah lama berdiri tidak berarti tidak akan hancur suatu ketika. Hal itu bisa terjadi bilamana manajemen yang digunakan kurang tepat dan hanya mengandalkan hasil tanpa memperhatikan budaya kerja. Sejarah bisnis yang Rasulullah dan sahabatnya memberi pelajaran bagi kita agar menjalankan segala bisnis dengan penuh kejujuran dan amanah yang penuh, bukan hanya semata-mata ingin mendapatkan keuntungan (dunia) saja tetapi juga keberkahan (keridloan Allah). Keuntungan maksimal tiada arti bilamana tidak ada keberkahan di dalamnya. Keuntungan tersebut akan membawa kehancuran nantinya. Rasulullah juga mengajarkan tentang bisnis yaitu lakukanlah bisnis dengan penuh keihlasan karena segala amal ibadah yang kita jalankan di dunia ini akan menghantarkan kepada keridloan Allah bilamana kita jalankan dengan penuh keikhlasan.

B. EKONOMI DAN BISNIS SYARIAH KONTEMPORER

          Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024 menunjukkan bahwa ekonomi dan keuangan syariah mengalami perkembangan dalam duawarsa terakhir, baik secara global maupun nasional The State of The Global Islamic Economy Report 2018/2019 melaporkan besaran pengeluaran makanan dan gaya hidup halal umat Islam di dunia mencapai USD 2,1 Triliun pada Tahun 2017 dan akan diperkirakan akan terus tumbuh mencapai USD 3 Triliun pada 2023.  Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia belum dapat berperan secara optimal dalam memenuhi permintaan atas produk halal yang di inginkan dunia. Saat ini Indonesia berada pada tingkat Sepuluh sebagai produsen halal product dunia, hal ini terjadi karena ketidakseimbangan antara produksi dan tingkat konsumsi atas halal product yang ada.

Fokus utama implementasi pengembangan ekonomi syariah adalah sektor riil, terutama yang berpotensi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara nasional. Secara lebih spesifik, yang dipilih adalah sektor produksi dan jasa. Terutama yang sudah menerapkan label halal sebagai diferensiasi dari produk lain. Dalam mewujudkan keseimbangan antara penyediaan produk yang telah dihasilkan dan tingginya tingkat konsumsi masyarakat itu membutuhkan peran dari Lembaga Keuangan yang mampu menopang dan menjadi pendamping para pengusaha penghasil produk halal yang ada di Indonesia. Tingkat usaha tersebut tidak hanya yang kapasitas besar saja tapi tingkat kecil seperti Unit Usaha Kecil dan Menengah (UKM) juga harus ikut mengembangkan produk halal.

Di Era disruption memberikan corak tersendiri bagi dunia bisnis syariah. Tidak hanya pada sektor lembaga keuangan tetapi juga aneka bisnis mulai beralih kepada bisnis yang berbasis syariah. Sektor Perbankan yang sejak 2007 telah mulai beroperasional dengan menggunakan sistem keuangan berbasis syariah. Dan di era digital ini banyak bisnis pariisata, makanan, perhotelan, rumah sakit semua mulai mengarah kepada sistem syariah. Hal ini akan memberikan atmosfer bisnis syariah yang semakin diminati oleh para investor dan masyarakat baik di Indonesia manupun di mancanegara.

Pengembangan ekonomi dan bisnis syariah telah diadopsi ke dalam kerangka besar kebijakan ekonomi Indonesia dewasa ini. Hal tersebut dipelopori oleh Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan tanah air, dengan menetapkan perbankan syariah sebagai salah satu pilar penyangga dual-banking sytem dan mendorong pangsa pasar bank-bank syariah yang lebih luas sesuai cetak biru perbankan syariah (Bank Indonesia, 2002).

          Selain itu Departemen Keuangan melalui Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mengakui keberadaan lembaga keuangan syariah non banking seperti asuransi syariah, pasar modal syariah, reksadana syariah, pengadaian syariah dan lainnya. Sementara, Departemen Agama telah mengeluarkan akreditasi bagi organisasi pengelola zakat baik di tingkat pusat maupun daerah.

Perkembangan ekonomi dan bisnis syariah kontemporer dewasa ini semakin meningkat, terutama peningkatan di bidang pertumbuhan lembaga keuangan syariah, baik perbankan syariah maupun lembaga keuangan mikro syariah. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia pada umumnya mendukung penuh ekonomi dan bisnis syariah, sehingga sentiment pertumbuhan ekonomi dan bisnis akan selalu positif.

C. BUDAYA KERJA BAGI UMAT ISLAM

Kata budaya adalah sebagai suatu perkembangan dari bahasa sansekerta “budhayah” yaitu bentuk jamak dari budhi atau akal, dan kata majmuk budi-daya, yang berarti daya dari budi, dengan kata lain, budayah adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa. Sedangkan kebudayaanmerupakan pengembangan dari budaya yaitu hasil dari cipta, karsa dan rasa tersebut.

Budaya kerja merupakan kelompok pola perilaku yang melekat secara keseluruhan pada diri sendiri setiap individu dalam sebuah organisasi. Membangun budaya berarti juga meningkatkan dan mempertahankan sisi-sisi positif, seta berupaya membiasakan (habituating proces) pola perilaku tertentu agar tercipta suatu bentuk baru yang lebih baik.

Budaya kerja menurut Hadari Nawawi, budaya kerja adalah kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang oleh pegawai dalam suatu organisasi, pelanggaran dengan kebiasaan ini memang tidak ada sangsi tegas, namun dari pelaku organisasi secara moral telah menyepakati.

Dalam manajemen berbasis syariah, seorang pemimpin organisasi baik organisasi publik maupun organisasi bisnis dituntut untuk memiliki etos kerja Islami yang bertumpu pada akhlakul karimah. Islam menjadikan akhlak sebagai energy batin yang terus menyala dan mendorong setiap langkah kehidupan kita dalam koridor jalan yang lurus. Ciri-ciri orang yang bekerja dengan etos kerja Islami nampak pada sikap dan perilaku dalam kehidupan seharihari yang dilandasi oleh keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja itu ibadah dan berprestasi itu indah. Toto Tasmara menyebutnya ada semacam panggilan dari hatinya terus menerus memperbaiki diri, mencari prestasi bukan prestise, dan tampil sebagai bagian dari umat yang terbaik (khairu ummah). Sikap dan perilaku yang tergolong budaya kerja (etos kerja Islami) ini seyogianya dimiliki/menjadi bagian dari keseharian dalam aktivitas seorang pemimpin yang Islami. Sikap dan perilaku tersebut adalah:

1.   Menghargai waktu

Seorang yang beretos kerja Islami sangat menghargai betapa berharganya waktu, satu detik saja berlalu tak mungkin lagi kembali. Dan bagi orang yang mampu mengelola waktu dengan baik, maka ia akan memperoleh optimalisasi dalam kehidupan, sebaliknya apabila tidak mampu mengelolanya maka ia tidak mendapatkan apa-apa. Demikian tingginya nilai waktu menurut Al-Qur’an, akan tetapi bagaimana dengan kenyataan, tengoklah dengan mata hati yang bening dan bijak, betapa banyak diantara kita yang mengabaikan nilai waktu, sehingga menyebabkan kita terpuruk dalam kelemahan dan kerugian. Kita hafal surah al-Ashr, tetapi tidak mampu menangkap esensinya dan tidak pandai mempraktikannya. Betapa banyak di antara kita yang telah membuang-buang aset ilahiyah (waktu) ini, dan pada saat yang sama juga banyak orang yang berkeringat berjuang memenuhi seruan (hayya ‘alal falaah) dengan kerja keras, namun di antara kita masih ada orang terpenjara dalam kemalasan.

2.  Ikhlas

Ikhlas artinya bersih, murni, tidak terkontaminasi dengan sesuatu yang mengotori. Orang yang ikhlas dalam bekerja memandang tugasnya sebagai pengabdian, sebagai amanah yang harus dilakukan tanpa pretensi apapun, dan dilaksanakan secara profesional. Ikhlas bukan hanya output dari cara kita melaksanakan pekerjaan dengan melayani orang lain, tetapi juga ikhlas menjadi input (masukan) dalam membentuk kepribadian. yang didasarkan pada sikap yang bersih, seperti misalnya dalam hal mencari rejeki, seorang mukhlis dia tidak mau mengambil dari yang kotor seperti hasil dari korupsi, manipulasi, menipu dan sebagainya. Dalam keikhlasan tersimpan pula suasana hati yang rela bahwa yang dilakukannya tidak mengharapkan imbalan kecuali hanya untuk menunaikan amanah dengan sebaikbaiknya. Kalaupun ada imbalan (reward) itu bukan tujuan utama, melainkan sekedar akibat sampingan dari pengabdiannya. Ikhlas merupakan energi batin yang dapat membentengi diri dari segala bentuk yang kotor,

3.  Jujur

Dalam jiwa seorang yang jujur terdapat nilai rohani yang menentukan sikap berpihak kepada kebenaran, moral yang terpuji dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya sehingga ia hadir sebagai orang yang berintegritas yang mempunyai kepribadian terpuji dan utuh. Sifat jujur merupakan mutiara akhlak yang akan menempatkan seseorang dalam kedudukan yang mulia (maqamam mahmuda) orang yang jujur berani menyatakan sikap secara transparan, terbebas dari segala kepalsuan dan penipuan. Hatinya terbuka dan selalu bertindak lurus dan oleh karena itu ia memiliki keberanian moral yang sangat kuat. Seperti halnya keikhlasan, kejujuran juga tidak datang dari luar, tetapi dari bisikan kalbu yang secara terus menerus mengetuk-ngetuk dan membisikkan nilai moral luhur yang didorong hati nurani manusia yang fitrah, kejujuran bukan sebuah paksaan, melainkan panggilan dari dalam diri seseorang. Perilaku jujur diikuti oleh sikap bertanggung jawab atas apa yang diperbuat (intergritas), sehingga kejujuran dan tanggung jawab ibarat dua sisi mata uang.

4.  Komitmen

Komitmen (i’tikad) adalah keyakinan yang mengikat seseorang sedemikian rupa kukuhnya dan menggerakkan perilakunya menuju ke arah tujuan yang diyakininya. Orang yang mempunyai komitmen yang kuat terhadap pilihan pekerjaannya adalah orang paling merasakan kepuasan dari pekerjaannya dan paling rendah tingkat stresnya. Daniel Goleman dalam bukunya Working With Emotional Intelegency mengidentifikasi ciri-ciri orang yang berkomitmen sebagai berikut:

a.  Siap berkorban demi pemenuhan sasaran organisasi (perusahaan) yang  lebih penting.

b.  Merasakan dorongan semangat dalam hal yang lebih besar.

c.  Menggunakan nilai-nilai kelompok dalam pengambilan keputusan dan penjabaran pilihan-pilihan.

Terkait dengan komitmen ini, penelitian yang dilakukan oleh Prof. Curtis Verscheor membuktikan bahwa perusahaan yang memiliki komitmen terhadap nilai-nilai moral lebih berhasil secara finansial dibanding perusahaan yang tidak memiliki komitmen moral.

Dalam komitmen terbangun sebuah tekad, keyakinan yang melahirkan vitalitas yang penuh gairah. Orang yang memiliki komitmen tidak mengenal kata menyerah, mereka hanya akan berhenti menapaki cita-citanya di jalan yang lurus bila langit sudah runtuh. Komitmen adalah soal tindakan, kesungguhan, dan kesinambungan.

5. Istiqamah

Seorang pemimpin yang profesional memiliki sikap konsisten (istiqamah) dalam bekerja dan memperjuangkan apa yang menjadi tujuan organisasi. Ia taat azas dan mempertahankan prinsip serta komitmennya dalam menghadapi tantangan dalam pekerjaannya sekalipun berhadapan dengan resiko yang membahayakan dirinya, termasuk dalam pengertian ini kesiapannya untuk disingkirkan dari komunitasnya, karena orang-orang yang bersekongkol berseberangan sikap dengannya. Sikap konsisten (istiqamah) ini akan melahirkan kepercayaan diri yang kuat, memiliki integritas, serta mampu mengelola tekanan (stress) dan tetap hidup penuh gairah. Istiqamah berarti ketika berhadapan dengan segala rintangan ia masih tetap berdiri tegak. Konsisten berarti tetap menapaki jalan yang lurus sekalipun berbagai halangan telah menghadang. Istiqamah (konsisten) ini bukan sekedar idealisme, tetapi sebuah karakter yang melekat pada jiwa setiap pemimpin sejati yang memiliki semangat “la ilaaha illallah” sebagaimana yang dilakukan oleh seorang sahabat Nabi Bilal bin Rabbah “AhadAhad” ketika mengalami siksaan musuh-musuh Islam. Dalam bahasa yang mudah, istiqamah itu ibarat berjalansampai ke batas, ibarat berlayar sampai ke pulau tetap tangguh menghadapi rintangan sampai tujuan tercapai. Rasulullah SAW sendiri telah memberikan contoh bagaimana bersikap istiqamah (konsisten) dalam memperjuangkan kebenaran agama Islam.

6. Kreatif

Orang yang kreatif selalu ingin mencoba metode dan gagasan baru dan asli untuk mencapai efektivitas dan efisiensi dalam melaksanakan pekerjaannya. Orang kreatif selalu bekerja dengan sistematis dengan mengemukakan data dan informasi yang relevan. Orang kreatif bisa berfikir dengan otak kanan, yaitu mencari alternatif pemecahan masalah, mencari jawaban pertanyaan why and what if dan what and how.

Goleman menerangkan ciri-ciri orang yang kreatif yang disebutnya star performer memiliki beberapa ciri penting diantaranya:

a. Kuatnya motivasi untuk berprestasi

b. Komitmen kepada visi dan sasaran tempat bekerja

c. Inisiatif dan optimis

7. Disiplin

Disiplin adalah kemampuan mengendalikan diri dengan tetap taat walaupun dalam situasi yang sangat menekan. Orang yang memiliki disiplin sangat berhati-hati dalam mengelola pekerjaannya serta penuh tanggung jawab memenuhi kewajiban. Seorang pemimpin organisasi punya kewajiban tidak hanya menanamkan disiplin terhadap diri sendiri, tetapi juga menanamkan disiplin kepada bawahan (orang-orang yang ada dalam pembinaannya). Mendisiplinkan diri sendiri saja sulit apalagi mendisiplinkan orang lain (bawahan). Seorang pemimpin yang ingin membangun disiplin perusahaanya. misalnya disiplin kerja, masuk kerja 08.00 pulang 16.00. Dia tidak bisa menggerakkannya hanya dengan perintah, semua karyawan agar mentaati disiplin kerja masuk bekerja jam 08.00 dan pulang jam 16.00, sementara dia sendiri masuk kerja jam 09.00, apalagi kalau itu sudah jadi kebiasaannya, jangan harap akan berhasil, malah bisa jadi bahan cemoohan anak buah. Kalau ia ingin berhasil mendisiplinkan karyawan masuk dan pulang kerja, maka ia sebagai pemimpin harus bisa jadi contoh/teladan bagi anak buahnya, jadi ia harus memulai dari dirinya sendiri (ibda binafsik), pemimpin yang baik memang pemimpin yang mau berkorban untuk memberi contoh/teladan kepada bawahan, bukan hanya ngomong (bil lisan) tapi dengan berbuat (bil hal).

8. Percaya Diri

Orang yang percaya diri dapat melahirkan kekuatan, keberanian, dan tegas dalam bertindak, orang percaya diri tangkas (tidak ragu) dalam mengambil keputusan tanpa nampak sikap arogan dan defensif serta tangguh mempertahankan pendiriannya. Orang yang percaya diri hadir di tengah-tengah lingkungannya bagaikan lampu yang terang benderang, ia memancarkan raut wajah yang cerah dan berkharisma. Orang-orang yang berada disekitarnya merasa tercerahkan, tenteram dan muthma’innah. Sebuah penelitian oleh Bayatzis membuktikan para penyelia, manajer, dan eksekutif yang percaya diri lebih berprestasi dari orang yang biasa-biasa saja. Orang yang percaya diri adalah orang yang sudah memenangkan setengah dari permainan, dan orang yang ragu-ragu adalah orang yang kalah sebelum bertanding.

Refleksi dari sikap percaya diri itu nampak dari indikator kepribadiannya:

a) Berani menyatakan pendapat atau gagasannya sendiri walaupun beresiko, misalnya menjadi orang yang tidak populer atau malah dikucilkan.

b) Mampu menguasai emosi, tetap tenang dengan berpikir jernih walaupun dalam tekanan (under presure)

c) Memiliki independensi yang kuat sehingga tidak mudah terpengaruh oleh sikap orang lain walaupun pihak lain itu mayoritas, kebenaran menurutnya tidak selalu dicerminkan oleh kelompok yang mayoritas.

9. Bertanggung Jawab

Bertanggung jawab dapat didefinisikan sebagai sikap dan tindakan seseorang di dalam menerima sesuatu sebagai amanah dan penuh rasa tanggung jawab. Orang yang sudah terbiasa bertanggung jawab dalam bekerja mempersepsi pekerjaannya sebagai amanah yang harus ditunaikan dengan penuh kesungguhan yang pada akhirnya melahirkan keyakinan bahwa itu merupakan bagian dari ibadah dan bekerja yang baik dan berprestasi itu sesuatu yang bernilai (indah). Seorang pemimpin perlu menumbuhkembangkan sikap bertanggung jawab di kalangan bawahannya dengan menanamkan paradigma berpikir dan sikap mental yang amanah. Amanah adalah sesuatu yang harus dipertanggung jawabkan untuk mendapat keridhaan Allah. Amanah yang tidak ditunaikan akan mendapat murka Allah. Harta yang dimiliki, jabatan, dan bahkan hidup kita ini semuanya merupakan amanah, karena di dalamnya ada muatan tanggung jawab untuk meningkatkan dan mengembangkannya menjadi lebih baik. Menunaikan amanah dengan sebaik-baiknya merupakan ciri orang yang profesional, karena orang yang profesional itu adalah orang yang mengerti apa arti tanggung jawab. Pengertian dari tanggung jawab itu bukan sesuatu yang dibuat-buat, tetapi asli bersumber dari hati nurani seseorang. Dan apa kata hati nurani itu tidak bisa ditutuptutupi, apalagi menodainya.

10. Leadership

Leadership artinya memiliki jiwa kepemimpinan (khalifah bil ardhi), yang bermakna mengambil peran sebagai pemimpin dalam kehidupan di muka bumi. Kepemimpinan berarti mengambil posisi memimpin dan sekaligus menanamkan peran sebagai pemimpin sehingga kehadirannya memberikan manfaat dan pengaruh positif kepada lingkungannya. Seorang pemimpin adalah orang yang mempunyai personalitas yang tinggi. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang punya keyakinan tetapi tidak segan menerima kritik, bahkan mempertimbangkan apa yang baik. Pemimpin yang baik bukan tipikal orang yang mengekor, karena sebagai seorang pemimpin ia sudah terlatih berpikir kritis analitis, karena ia sadar dan yakin, seluruh hidup dan kehidupannya akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah.

Gaya kepemimpinan Rasulullah SAW adalah gaya kepemimpinan yang memadukan tiga komponen yang sangat diperlukan oleh seorang pemimpin yaitu: visi, value dan vitality.

Visi : artinya mampu menjelaskan arah dan tujuan serta alasannya.

Value : artinya memimpin dengan cinta kasih, menggerakkan orang lain dengan keteladanan, dan memiliki prinsip-prinsip nilai (integrity).

Vitality: artinya memiliki daya vitalitas atau energi yang sangat kuat sehingga mampu menggerakkan orang lain, melebihi daya tahan fisik maupun mental.

Selain sebagai pemimpin yang visioner, beberapa teori/ gaya kepemimpinan lainnya juga dapat ditemukan pada diri Muhammad SAW, misalnya empat fungsi kepemimpinan (the 4 rules of leadership) yang di zaman modern ini dikembangkan oleh Stephen Covey juga melekat pada diri Muhammad SAW.

a. Pathfinding :

Fungsi ini mengungkap bagaimana upaya sang pemimpin memahami dan memenuhi kebutuhan utama para stakeholdernya (berkenaan dengan visi, misi dan strategi). Fungsi ini ditemukan dalam diri Muhammad SAW yang terefleksi dari upaya beliau melakukan berbagai langkah dalam mengajak umat ke jalan yang benar seperti misalnya Muhammad SAW berhasil membangun suatu tatanan sosial yang modern dengan memperkenalkan nilai-nilai kesetaraan universal, semangat kemajemukan, multi kulturalisme, rule of law, dan sebagainya.

b. Aligning

Fungsi ini berkaitan dengan bagaimana menyelaraskan keseluruhan sistem dalam organisasi agar mampu bekerja dan saling sinerji. Muhammad SAW mampu menyeleraskan berbagai strategi untuk mencapai tujuan dengan menyiarkan ajaran Islam dan membangun tatanan sosial yang baik dan modern, sistem hukum yang kuat, hubungan diplomasi dengan penguasa-penguasa di sekitar Madinah, dan sistem pertahanan yang kuat, sehingga Madinah tumbuh menjadi negara baru yang cukup berpengaruh pada waktu itu.

c. Empowering

Fungsi ini berhubungan dengan upaya pemimpin untuk menumbuhkan lingkungan agar setiap orang dalam organisasi mampu melakukan yang terbaik dan mempunyai komitmen yang kuat, memahami sifat pekerjaan dan tugas yang diembannya, mendelegasikan tugas dan tanggung jawab kepada bawahan yang dipimpinnya, siapa mengerjakan apa dan bertanggung jawab kepada siapa, dan menyediakan dukungan sumber daya yang diperlukan. Dalam sirah nabawiyah diceritakan kecakapan Muhammad SAW dalam mensinergikan berbagai potensi yang dimiliki para pengikutnya dalam mencapai tujuan, seperti mengatur strategi dalam perang Uhud, beliau menempatkan pasukan pemanah di atas bukit untuk melindungi pasukan inpanteri. Beliau juga dengan bijak mempersatukan kaum Muhajirin dan kaum Anshar ketika mulai membangun masyarakat Madinah. Beliau juga mengangkat para pejabat sebagai amir (kepala daerah) atau hakim berdasarkan kompetensi dan track record masing-masing. Hasilnya, dalam waktu yang tidak terlalu lama (± 10 th) beliau berhasil meletakkan dasar-dasar tatanan sosial masyarakat modern. Pemimpin dunia lainnya mungkin butuh waktu lebih dari itu.

d. Modeling

Fungsi ini berhubungan dengan bagaimana pemimpin itu menjadi panutan bagi bawahan/orangorang yang dipimpinnya. Bagaimana pemimpin itu bertanggung jawab atas tutur katanya, sikap, prilaku, dan keputusan-keputusan yang diambilnya. Sejauh mana ia melakukan apa yang dikatakannya. Muhammad SAW adalah seorang yang selalu melaksanakan apa yang ia katakan, dan beliau sangat membenci orang yang mengatakan semata tetapi tidak melaksanakan apa yang ia katakan itu.

11. Entrepreneur

Seorang pemimpin juga dituntut untuk memiliki jiwa entrepreneur (wiraswasta). Seorang yang berjiwa wirausaha adalah orang yang selalu melihat setiap sudut kehidupan ini sebagai peluang dan kemudian berani mencobanya. Seorang pemimpin mempunyai tanggung jawab untuk memajukan kehidupan orang-orang yang berada dalam pembinaannya, dan tugas tanggung jawab itu akan lebih mudah bila si pemimpin tadi dapat mengadopsi apa yang menjadi sifat dasar seorang wirausahawan (entrepreneur), seperti:

a. Selalu menyukai dan menyadari adanya ketetapan dan perubahan. Ketetapan itu ada konsep akidah (Q.S Al- Anbiya; 25), dan perubahan dilaksanakan pada masalah-masalah mu’amalah, termasuk peningkatan kualitas kehidupan (Q.S Ar-Ra’ad; 11).

b. Bersifat inovatif, yang membedakannya dengan orang lain. Al-Qur’an  menempatkan manusia sebagai khalifah dengan tugas memakmurkan bumi dan melakukan perubahan serta perbaikan (Al-Hadits).

c. Berupaya secara sungguh-sungguh untuk bermanfaat bagi orang lain, sebagaimana maksud hadits berikut:

Manusia yang baik adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain. Siapa yang membantu seseorang untuk menyelesaikan kesulitan di dunia, niscaya Allah akan melepaskannya dari kesulitan di hari kemudian. (HR. Ath-Thabrani).

Siapa yang menyayangi seseorang di dunia, maka yang dilangit akan menyayanginya . (HR. Baihaqi)

Tidak disebut seseorang beriman sebelum ia menyayangi saudaranya sebagaimana ia menyayangi dirinya sendiri. (HR. Muslim).

d. Berupaya secara terus-menerus membangun karakter dan kepribadian karyawan (orang-orang yang dalam pembinaannya) untuk membekalinya memasuki kehidupan yang penuh persaingan.

12. Fastabiqul Khairat

Seorang pemimpin yang bergairah memiliki semangat berlomba dalam kebajikan untuk meraih prestasi. Berlomba untuk mencapai prestasi diri bukan asal berlomba (nekad), tapi berlomba dengan penuh perhitungan. Ibarat orang yang ingin bertanding ia lebih dahulu harus menjaga stamina, mengumpulkan kekuatan untuk merebut kemenangan “The Winner”. Seorang pemimpin yang mempunyai semangat entrepreneur juga bukan orang yang mudah menyerah (putus asa) dalam menghadapi keadaan. Ia menyadari sepenuhnya keuletan dan kegigihan dalam memperjuangkan sesuatu, sebenarnya adalah fitrah manusia, sehingga sikap malas dan kehilangan sikap “sense of competition” adalah suatu kondisi yang melawan fitrah kemanusiaannya dan sekaligus menghianati fungsinya sebagai “khalifah fil ardh”. Seorang pemimpin yang berkarakter wirausaha tidak pernah menyerah pada kegagalan.

Era Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) baru saja dimulai. Dan sekarang dunia telah memasuki era industri 5.0, dimana percepatan Tehnologi dalam mendampingi kegiatan manusia di bumi ini sangatlah relative cepat. Banyak perusahan-perusahaan yang mengadopsi budaya asing yang diyakini begitu maju dan berkembang. Pertannyaanya, budaya seperti apa yang harus kita ikuti? Budaya Asing tidak selamanya negative dan tidak selamanya positif. Budaya Asing boleh diadopsi dengan catatan sesuai dengan Islam. Budaya penghargaan atas waktu dan ketepatan dalam memenuhi janji, selalu dianggap sebagai budaya Barat, padahal itu adalah bagian dari ajaran Islam.Q.S-Mu’minun ayat 8 yang artinya:” dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya”

Ayat diatas menegaskan amanat dan memenuhi janji adalah bagian dari budaya Islam. Jika perusahaan benar-benar menepati sesuai dengan janji mereka, hal itu merupakan suatu kekuatan yang luar biasa. Penghargaan atas waktu, pemenuhan janji, dan pelayanan kepada konsumen dengan baik merupakan budaya yang harus dikembangkan.

Pameo bisnis disebutkan bahwa konsumen adalah raja. Meskipun konsumen bukanlah raja, tetapi konsumen harus tetap dihargai. Dalam Islam sendiri mengajarkan “tamu adalah raja” dimana segala yang datang menghampiri kita harus kita layani dengan baik dan ramah, agar tidak memberikan kesan yang negatif untuk diri kita maupun lingkungan sekitar kita.

Bisnis syariah sekarang harus pandai-pandai dalam mempelajari budaya bangsa sendiri dan Internasional, strategi dalam berbisnis syariah jangan sampai terhanyut dengan kebutuhan Tehnologi yang selalu ada sebagai pelengkap berbisnis. Sebagai Muslim harus bisa mengontrol etika atau akhlak yang telah Rasulullah contohkan, jangan sampai karena mengikuti Era Industri 5.0 kita melupakan prinsip-prinsip syariah dalam menjalankan bisnis. Dari itu fahami budaya asing dan tetap melestarikan budaya Islam dalam menjalankan bisnis.

D. SISTEM KERJA BARAT DALAM PANDANGAN ISLAM

          Untuk membangun budaya kerja yang baik, diperlukan orang yang baik pula. Di Barat ada perusahaan yang menerapkan system mengeluarkan karyawan dengan prestasi terendah. Jumlah karyawan yang dikeluarkan tersebut mencapai 10% setiap tahun. Bagaimana pandangan Islam tentang aturan itu?

          Muamalah dalam Islam membahas hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Hal itu pun terikat hak dan kewajiban. Aturan yang mengharuskan 10% karyawan akan di nilai berdasar prestasi terendah harus keluar setiap tahunnya, tetap sah dan mubah jika memang telah disepakati di awal (sesuai kontrak di awal kerja). Meskipun hal tersebut diperbolehkan tetap harus memandang nilai kemanusiaan, misalnya dengan mutasi atau mengalihkan kepada perusahaan yang membutuhkan. Manfaat aturan ini adalah agar karyawan termotivasi dan optimal dalam menjalankan kinerjanya di perusahaan.

Sistem kerja yang ada di Barat mungkin tidak sama dengan apa yang ada di Indonesia. Salah satu faktor yang berperan disini adalah gaya kepemimpinan. Bila seorang pemimpin otoriter dalam menjalankan bisnisnya, maka di dalam kamus dia tidak ada kata berhenti dan tidak ada kata rugi, mereka akan mencoba membeikan sanksi tegas kepada karyawanya agar tidak menghentikan  pekerjaanya dan harus mendapatkan keuntungan bagaimanapun caranya. Hal itu mungkin akan sulit diterapkan di Indonesia karena atmosfer bisnis memiliki kaitan erat dengan nilai-nilai kemanusiaan. Hablum minannas sangatlah penting untuk menguatkan ukhuwah Islamiyah sesama Muslim, dan Indonesia adalah negara yang mayoritas masyarakatnya adalah Islam.

Meskipun demikian tidak sulit bagi Indonesia menjalankan prinsip seperti sistem Barat, hanya saja hal itu dilakukan dengan tidak terpaksa, karena Islam sendiri mengajarkan amanah, disiplin, kebersihan, dan kejujuran dalam segala hal. Bilamana seseorang memiliki keimanan yang kuat maka sistem baratpun akan mudah dijalankan tanpa harus takut dengan adanya sanksi atas pelanggaran sistem tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH DALAM BISNIS KONTEMPORER

  MATERI- PENGANTAR BISNIS ISLAM Oleh: Eny Latifah, S.E.Sy.,M.Ak Perspektif Ekonomi Syariah dalam Bisnis Kontemporer   A.      Pengertian Ek...