KEPEMIMPINAN
SYARIAH
Sebuah kepimpinan tentunya ada sebuah kepercayaan sehingga manajemen
yang didirikan akan menjadi lebih baik. Sebuah manajemen akan menjadi lebih
baik jika didukung oleh sebuah kepimpinan yang baik (Good Leadership). Semua sisi tersebut mempunyai ikatan satu sama
lain, baik itu kepimpinan, kepercayaan, dan kepimpinan. Ketiga hal tersebut
tentunya harus dipengaruhi oleh sebuah pendidikan yang baik. Tujuan dari
artikel ini adalah mendeskripsikan gaya-gaya kepemimpinan dipandang dari sudut
manajemen pendidikan.
Pemimpin yang diidolakan Islam adalah pemimpin yang berpegang pada
nilai-nilai syariah Islam dan menjalankan amanah dengan mengharapkan keridloan
dari Allah.
A. PENGERTIAN
KEPEMIMPINAN
Kehadiran pemimpin dalam kehidupan bermasyarakat
dalam ajaran Islam merupakan keniscayaan. Islam mendorong umatnya untuk
mengatur kehidupan bersama dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,
memotivasi munculnya kepemimpinan berdasarkan kesepakatan masyarakat dengan
memberi kepercayaan kepada seseorang yang dipercaya dan dianggap mampu memimpin
dan memberikan petunjuk atas segala persoalan yang dihadapi dalam kehidupan.
Sedangkan pengertian kepemimpinan meliputi segala
macam atribut yang harus dimiliki seorang pemimpin. Seperti kriteria
keterampilan dan kemampuan untuk melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin. Dengan
atribut yang melekat pada dirinya itu seorang pemimpin mempengaruhi orangorang
yang dipimpinnya untuk bersama-sama dengannya melaksanakan pekerjaan organisasi
guna mencapai tujuan. Kalau organisasi itu adalah instansi pemerintahan
tujuannya adalah memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat,
dan kalau organisasi itu adalah perusahaan (bisnis) adalah mendapatkan
keuntungan yang berkelanjutan.
B. KRITERIA
KEPEMIMPINAN
Agar seorang pemimpin itu dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik, maka kepada setiap orang yang akan dipilih menjadi
pemimpin itu haruslah memiliki kriteria:
a) Orang yang dikenal (dicintai) oleh orang-orang
yang dipimpinnya. Kalau seorang pemimpin itu dikenal dan dicintai orang-orang
yang dipimpinnya, maka kepemimpinannya akan didukung sepenuhnya oleh
orang-orang yang dipimpinnya.
b) Orang yang melayani, bukan yang minta
dilayani. Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang memudahkan masyarakat
berurusan, sehingga masyarakat menjadi senang. Wibawanya bukannya wibawa formal
karena ia punya SK sebagai pemimpin, tetapi wibawanya terbentuk karena sifatnya
yang menyenangkan, lalu ia disegani oleh masyarakat (orang- orang) yang
dipimpinnya. Sikapnya ini merupakan pertanda ia pemimpin yang berhasil,
disenangi dan diterima oleh orang-orang yang dipimpinnya.
c) Mampu menampung aspirasi orang-orang yang
dipimpinnya. Apapun keluhan masyarakat ia tampung dan pelajari untuk dicarikan
pemecahannya.
d) Selalu bermusyawarah dalam memutuskan hal-hal
yang menyangkut orang-orang yang dipimpinnya. Ia menghargai saran dan pendapat
orang-orang yang menjadi pembantunya. Ia tidak sok tahu dan sok kuasa dalam
mengambil keputusan.
e) Memiliki
pengetahuan dan kemampuan yang cukup sehingga dapat melaksanakan tugas
kepemimpinan. Pengetahuan di sini adalah pengetahuan yang terkait dengan
organisasi dimana ia dijadikan sebagai pemimpin. Kalau organisasinya
pemerintahan, maka pengetahuan yang dimilikinya juga menyangkut pemerintahan.
Dan kalau organisasi dimana ia dijadikan pemimpin hasilnya bisnis maka
pengetahuan yang harus ada padanya juga pengetahuan tentang bisnis, demikian
seterusnya. Sedangkan kemampuan di sini adalah kemampuan memimpin (leadership).
Bahkan dulu Bani Israil yang terkenal sebagai umat yang cerewet itu pernah oleh
Tuhan dipilihkan pemimpin yang tidak hanya mempunyai pengetahuan dan kemampuan
manajerial, tetapi juga memiliki keistimewaan tubuh yang perkasa.
f) Memahami kebiasaan dan bahasa orang yang
menjadi tanggung jawabnya.
Dalam persepsi kebenaran seorang pemimpin itu
adalah orang yang memahami kebiasaan dan bahasa orangorang yang dipimpinnya.
Kriteria ini adalah untuk memudahkan pemimpin itu berkomunikasi dengan
orang-orang yang dipimpinnya.
g) Mempunyai kharisma dan wibawa
Kharisma dan wibawa merupakan kriteria yang
memperkuat status kepemimpinan seseorang. Dengan kharisma dan wibawa seorang
pemimpin akan semakin teguh di mata umatnya dalam menjalankan tugasnya. Dalam
prespektif Islam, kharisma dan wibawa ini tidak harus dari warisan darah orang
tuanya yang juga pemimpin, tetapi dapat dibentuk melalui ketentuan dalam
menjalankan ibadah, hubungan sosial (muamalahnya) baik, sikapnya santun kepada
siapa saja, konsekuen (satu kata dengan perbuatan), tidak membeda-bedakan dalam
memberikan pelayanan.
Dengan prilaku-prilaku tersebut akan membuat orangorang
yang dipimpinnya kagum dan menaruh rasa hormat kepadanya. Kagum dan hormat
inilah yang bermetamorfose menjadi kharisma dan wibawa.
h) Konsekuen dengan kebenaran
Konsekuen dengan kebenaran ini sering menjadi batu
ujian bagi seorang pemimpin kalau sampai terjadi tidak konsekuen itu terjadi
karena godaan hawa nafsu. Banyak pemimpin yang tadinya sudah baik dalam
tindak-tanduknya, tetapi ketika digoda oleh hawa nafsunya ia tidak lulus,
kebenaran telah digadaikan bahkan dijualnya karena silau dengan harta dunia.
i) Bermuamalah
dengan lembut
Dalam berhubungan/berurusan apapun dengan
orangorang yang dipimpinnya hendaknya dilakukan dengan lemah lembut dan penuh
kasih sayang. Sehingga menjadi menyenangkan dan menimbulkan rasa simpatik.
j) Saling
memaafkan
Antara pemimpin dengan yang dipimpin saling
memaafkan. Karena mungkin saja dalam hubungan muamalah ada kesalahpahaman
sehingga menjadikan pikiran terganggu. Agar kedua belah pihak segera terlepas
dari kesalahan perlu saling memaafkan.
k) Membulatkan tekad dan tawakkal
Semua yang menjadi urusan pemimpin
apabila sampai saatnya untuk diselesaikan, karena segala pertimbangan dengan
data dan informasi sudah diproses maka seorang pemimpin harus yakin dan
bertekad menyelesaikan diikuti tawakkal kepada Allah agar pilihan penyelesaian
itu adalah jalan penyelesaian yang terbaik.
l) Sadar dengan adanya muraqabah
Muraqabah
adalah pengawasan melekat (waskat)
dari Allah. Dengan menyadari adanya muraqabah yang memperhitungkan segala
perbuatan baik dan buruk manusia di yaumil akhir akan membuat manusia,
lebihlebih lagi seorang pemimpin akan selalu berupaya bekerja
seikhlas-ikhlasnya, sejujur-jujurnya agar segala amal perbuatannya mendapat
ridha dari Allah. Karena hanya dengan keikhlasan dan kejujuran itulah yang akan
menyelamatkannya dalam timbangan (mizan) di yaumil akhir nanti.
m) Mempunyai power “pengaruh”
Seorang pemimpin harus mempunyai power “pengaruh”
agar ia dapat melakukan tugas pengawasan (monitoring dan evaluasi). Dengan
power “pengaruh” ini ia akan dapat mencegah dirinya dari orang-orang yang ada
dalam pembinaannya untuk konsekuen menunaikan amanat yang diberikan kepadanya
serta mengajak mereka untuk berbuat kebaikan dan mencegah kemungkaran.
n) Tidak membuat kerusakan di muka bumi
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memelihara
kehidupan di bumi, bukan pemimpin yang merusak kehidupan di bumi seperti;
merusak lingkungan, sawah-ladang, keturunan, mempermainkan kaum yang lemah,
menipu, bersaing secara tidak sehat.
o) Mau mendengar nasehat dan tidak sombong
Orang yang enggan (tidak mau) mendengarkan nasehat
dari orang yang ikhlas tergolong dalam manusia yang sombong. Orang yang sombong
sering menganggap dirinya paling benar, sok tahu segala hal. Dan ini merupakan
tanda-tanda orang yang takabbur dan calon penghuni neraka.
C. GAYA
KEPEMIMPINAN
Gaya atau sering disebut juga model kepemimpinan
adalah salah satu kriteria kepemimpinan yang bersifat universal, dan sering
berkembang menurut situasi dan kondisi dimana kegiatan manajemen itu dilaksanakan.
Meski demikian gaya kepemimpinan tetap diperlukan oleh seorang pemimpin dalam
melaksanakan kepemimpinannya, karena gaya kepemimpinan ini merupakan cara
pendekatan seorang pemimpin dalam mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya
untuk melaksanakan pekerjaan organisasi guna mencapai tujuan organisasi.
Para tokoh manajemen dan ahli sosiologi sepakat
bahwa tidak terdapat karekteristik baku yang melekat dalam kepemimpinan dan
harus dipegang oleh seorang pemimpin sepanjang waktu untuk merealisasikan tujuannya.
Kepemimpinan adalah kompleks dan gaya kepemimpinan
yang paling tepat terdapat pada beberapa variabel yang saling berhubungan,
sehingga banyak orang (para praktisi) membuat kesimpulan gaya yang betul-betul
dominan itu tidak ada, kepemimpinan itu sifatnya situasional (tergantung pada
situasinya).
Meskipun demikian dalam literatur manajemen kita
mengenal berbagai gaya manajemen yang dapat digunakan oleh pemimpin dalam
menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan organisasi, diantaranya:
a. Gaya
kepemimpinan berbaur dengan bawahan (menyatu).
Gaya kepemimpinan ini menunjukkan bahwa pemimpin
setiap saat siap melayani orang-orang yang dipimpinnya. Inilah gaya
kepemimpinan yang disebut Marx Wiber dengan istilah pemimpin yang baik adalah
ibarat sapu lidi yang berada dalam satu ikatan. Inilah pula yang pernah
dilaksanakan oleh Rasulullah SAW dalam melaksanakan misi kerasulannya. Pemimpin
yang berbaur dengan bawahan ini menunjukkan bahwa ia juga adalah bagian dari
mereka, dan bawahannya merasa dekat dengan pemimpinnya. Sejarah kepemimpinan
Rasulullah Muhammad SAW mencatat salah satu indikator keberhasilan Muhammad SAW
dalam merealisasikan misinya adalah gaya kepemimpinan yang dekat atau berbaur
dengan orang-orang yang dipimpinnya.
Berbeda
sekali dengan pimpinan yang menjaga jarak dan jauh dari bawahan (berada di
menara gading) baik pemikiran maupun tindakannya tidak akan mampu menjalankan
tugas kepemimpinannya dengan baik dan utuh. Pemimpin yang dekat (berbaur dengan
bawahan) dapat melengkapi gaya kepemimpinannya dengan contoh (teladan)
perilakunya sendiri. Inilah salah satu alasan Michael H. Hart menempatkan
Muhammad sebagai pemimpin yang paling berpengaruh pada urutan pertama dan 100
orang tokoh di dunia.
b. Gaya
kepemimpinan demokratis
Dalam gaya kepemimpinan demokratis keputusan
terhadap masalah yang dihadapi organisasi dibahas melalui musyawarah, sehingga
semua orang mendapat kesempatan untuk memberikan masukan. Pemimpin berperan
mengatur jalannya musyawarah dan ia tidak berhak memutuskan sendiri. Segala
keputusan diambil secara musyawarah mufakat atau paling tidak dengan suara
terbanyak. Gaya kepemimpinan ini dibangun dengan semangat kebersamaan,
persamaan dan egalitarian.
c. Gaya
kepemimpinan otoritarian
Dalam gaya kepemimpinan otoritarian ini peran
pemimpin untuk mengambil keputusan lebih dominan. Bahkan lebih sering bawahan
sama sekali tidak dilibatkan, bawahan hanya diminta melaksanakan keputusan yang
diambil pimpinan. Gaya kepemimpinan otoritarian ini di zaman modern dan
globalisasi ini sudah tidak populer lagi. Hal itu antara lain karena rakyat
sudah cukup cerdas dapat membedakan mana yang rasional dan mana yang tidak.
Satu-satunya keuntungan dalam gaya kepemimpinan otoritarian ini dalam
pengambilan keputusan tidak banyak memerlukan waktu dan biayanya murah bahkan
tanpa biaya pun bisa. Kelemahan yang paling mendasar gaya otoritarian ini
adalah tidak memberi ruang partisipasi orang-orang yang dipimpin dalam proses
pengambilan keputusan.
d. Gaya
kepemimpinan laissezfaire
Gaya kepemimpinan laissezfaire ini lebih memberikan
kebebasan kepada orang-orang yang dipimpin untuk mengambil keputusan terhadap
suatu masalah. Pemimpin lebih berperan sebatas menyampaikan informasi dan
memfasilitasi hal-hal yang diperlukan terkait dengan keputusan yang diambil
orang- orang yang dipimpin. Organisasi tidak mempunyai kewenangan intervensi
atau memberi rekomendasi berkenaan keputusan yang diambil oleh masing-masing
orang anggota organisasi itu.
e. Gaya
kepemimpinan partisipatoris
Gaya kepemimpinan partisipatoris ini adalah gaya kepemimpinan
yang melibatkan orang-orang yang dipimpinnya dalam setiap aktivitas organisasi.
Keterlibatan orang-orang yang dipimpin tidak hanya sebatas turut serta dalam
musyawarah membahas dan mengambil kesimpulan terhadap persoalan-persoalan yang
dihadapi organisasi, tetapi juga keterlibatan dalam menangani pekerjaan yang
harus dilakukan pemimpin.
f. Gaya
kepemimpinan situasional
Gaya kepemimpinan situasional ini adalah gaya
kepemimpinan yang memadukan satu gaya kepemimpinan dengan gaya kepemimpinan
yang lain dengan melihat/memperhatikan sisi-sisi positifnya. Alasan penggunaan
gaya kepemimpinan situasional ini adalah karena dalam kenyataannya tidak ada
gaya kepemimpinan yang bisa digunakan terus menerus atau dengan kata lain
masing-masing gaya kepemimpinan itu mempunyai keterbatasan, sehingga untuk
melengkapinya bisa dipadukan dengan gaya yang lain
Selain
mempunyai kemampuan konseptual, seorang pemimpin (manajer) dituntut pula untuk
memiliki kemampuan teknis berkenaan dengan kegiatan yang menjadi core organisasi
tersebut, meskipun tidak sedetil pekerjaan teknis yang dilakukan oleh staf
(karyawan yang membidanginya). Kemampuan teknis ini terutama dimaksudkan agar
ia juga mengerti tentang pekerjaanpekerjaan yang ditangani organisasinya,
sehingga ia bisa mengetahui bagaimana mestinya para staf atau karyawan harus
mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat teknis, sehingga ia dapat
memberikan contoh mengerjakannya dan yang lebih penting lagi ia dapat
mengetahui kemungkinan terjadinya manipulasi pekerjaan oleh staf atau karyawan
yang nakal.
Kemampuan
interpersonal adalah kemampuan pemimpin organisasi untuk membina hubungan baik,
berkomunikasi dan berinteraksi dengan bawahan dan semua stakeholder organisasi.
Kemampuan interpesonal ini merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh seorang
pemimpin untuk dapat sukses dalam melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin.
Pentingnya
seorang pemimpin memiliki kemampuan ini karena kemampuan interpersonal ini
dapat menjembatani kesenjangan pemahaman tentang visi dan misi organisasi baik
terhadap pelanggan internal (semua karyawan), maupun terhadap semua stakeholder
(pihak-pihak yang berkepentingan) yang disebut juga pelanggan eksternal.
Bilamana pemahaman terhadap visi dan misi organisasi itu sudah terbangun, maka
akan memudahkan para karyawan (pelanggan internal) untuk melaksanakan tugasnya
masing-masing dan akan bermuara pada kinerja yang baik. Begitu pula dengan
stakeholder (pelanggan eksternal) akan memudahkan pimpinan berhubungan dengan
mereka dalam melaksanakan apa yang menjadi tugas organisasi, seperti misalnya
bagaimana seorang pemimpin perusahaan menentukan segmenting, targeting dan
positing produknya ke pasar sasaran.
Kemampuan
interpersonal seorang pemimpin dapat dilihat dari perilaku perilaku dan
kepemimpinannya dihadapan para bawahan,5 diantaranya misalnya:
a)
Menunjukkan suri tauladan yang baik atas semua aktivitas yang dilakukan.
b) Memiliki
interaksi sosial yang baik dengan bawahan, konsen terhadap persoalan mereka dan
berlaku adil.
c) Mengajak
bawahan untuk bermusyawarah dan menghormati pendapat mereka.
d) Melatih
bawahan untuk mengjalankan tugas dengan amanah.
e)Mempunyai
kepercayaan terhadap kemampuan bawahan dan mendelegasikan sebagian dari
wewenangnya.
f)
Melakukan inspeksi, pengawasan dan audit terhadap kinerja bawahan secara
amanah.
D. ETIKA KEPEMIMPINAN SYARIAH
Etika kepemimpinan dalam manajemen syariah sangat
diperlukan terutama oleh mereka yang dipercaya menduduki jabatan dalam
organisasi, baik organisasi kedinasan (instansi pemerintah), maupun organisasi
swasta (seperti bisnis, maupun sosial kemasyarakatan).
1. Sikap Etis terhadap Tuhan
Tuhan
memuji hamba-Nya yang mempunyai sikap etis terhadap Tuhan-Nya, karena dengan
itu ia dapat mengembangkan etika positif bagi kehidupannya. Sebaliknya Allah
sangat membenci orang-orang kafir (kafirun) dan munafiq (munafiqun), bukan
karena mereka telah mengambil Tuhan selain Allah (syirk), tidak tahu
terimakasih (ingkar), dan menyombongkan diri terhadap Tuhan (takabur), tetapi
karena mereka orang yang menganiaya diri sendiri (zhalim), suka berbuat
kerusakan (fajir), dan kekacauan (fasid). Mereka ini mengenyampingkan etika
atau mengikuti nilai-nilai negatif yang merusak kehidupan.
Sikap etis
yang seharusnya dilakukan hamba terhadap Tuhannya telah ditunjukkan oleh Tuhan
melalui wahyu (kitab suci), utusan (rasul), hidayah (hati nurani), dan potensi
pembeda antara yang hak dan yang batil dalam diri manusia (akal). Sikap etis
itu berupa: iman, Islam, taqwa, ihsan, ikhlas, tawakal, syukur, sabar, taubat,
dzikir, dan ridla.
a. Iman
Iman disini
diartikan sebagai sikap batin yang teguh, kokoh, dan tak tergoyahkan dalam
mempercayai eksistensi Tuhan serta menaruh kepercayaan dan mengandalkan diri
kepada-Nya. Iman itu mempunyai dimensi intelektual, spiritual, dan sosial.
Dimensi intelektual maksudnya keimanan yang didasarkan pemikiran yang jernih
dan didukung oleh bukti-bukti ilmiah, bukan dogmatis dan mistik.
Eksistensi
Tuhan secara intelektual dapat dipahami keberadaan Tuhan bukan hanya untuk
dirinya tetapi juga untuk makhluk yang lain. Apabila manusia percaya pada
keberadaan Tuhan, maka ia juga secara otomatis menerima keberadaan diri sendiri
dan orang lain. Iman juga memiliki dimensi spiritual. Adanya kepercayaan dalam
hidup ini menggambarkan bahwa manusia itu memiliki keterbatasan sehingga harus
menyerahkan kepercayaan kepada yang lain. Kepercayaan manusia terhadap Tuhan
didasarkan pada dua persoalan mendasar;
Pertama,
kelemahan atau keterbatasan pada diri manusia sehingga harus menggantungkan
diri pada yang lain dalam hal ini Tuhan (Allah
al-Shamad).
Kedua,
Tuhan yang dipercayai lebih daripada yang lain, manusia lalu menaruh
kepercayaan kepada-Nya adalah Tuhan yang memang pantas dipercaya dan Tuhan yang
serba Maha dan bukan “Tuhan” yang biasa-biasa saja.
Tuhan yang
sebenarnya tak terjangkau oleh manusia.
Oleh karena itu keimanan manusia terhadap Tuhan tidak terlepas dari hidayah
(petunjuk) dan inayah (anugerah) Tuhan kepada hamba- Nya. Hidayah dan inayah
itu dalam Islam selalu tersedia bagi manusia bagaikan udara yang selalu siap
dihirup. Allah digambarkan sangat dekat bahkan lebih dekat dari urat nadi
manusia.
Kemudian
iman juga memiliki dimensi sosial. Iman harus diekspresikan bukan hanya saat
beribadah, berdo’a dan dalam keadaan susah, melainkan pada setiap kesempatan
dan di semua dimensi kehidupan. Iman bukan hanya menyangkut budi, tetapi juga
menyangkut seluruh dimensi: cerita, rasa, karsa, dan karya. Iman harus
melahirkan amal saleh.
b. Islam
Islam
memiliki dua pengertian, yaitu Islam dalam pengertian normatif etimologis dan
Islam dalam pengertian definitif yaitu nama agama yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW sebagai wahyu yang terakhir. Konsep Islam dalam pengertian ini
adalah Islam dalam pengertian normatif etimologis. Dalam pengertian ini Islam
berarti “aslama” yang berarti suatu sikap batin untuk tunduk, pasrah atau
penyerahan diri kepada kehendak Allah. Sikap pasrah, tunduk dan patuh disini
muncul dari keimanan yang mendalam sebagaimana ditunjukkan oleh Ibrahim a.s,
murid-murid Isa a.s (Al-Hawariyyun), dan perkataan Musa kepada kaumnya, yaitu
sikap batin yang mendalam disertai usaha yang sungguh-sungguh untuk tunduk,
patuh, dan rela atas kekuasaan universal Tuhan kepada hambanya. Manusia yang
beriman kepada Allah mencari ilmu untuk menggali/mencari karunia Allah dan
beramal saleh kepada sesama adalah contoh etika relegius berupa Islam dalam
arti pasrah atas keharusan sunnatullah kepada manusia.
c. Taqwa
Secara
etimologis taqwa mempunyai arti yang kompleks dan serba mancakup: takut kepada
Allah, melindungi diri dari kehancuran, menjaga kualitas amal, berhati-hati,
dan waspada terhadap bahaya atau serangan dalam masalah moral. Taqwa merupakan
jaminan kualitas kepribadian (personality
quality assurance).
c.
Ikhlas
Ikhlas
adalah sikap tulus dan murni dalam tingkah laku perbuatan semata-mata demi
memperoleh ridha (perkenan) Allah. Bebas dari pamrih atas agenda-agenda
tersembunyi (hidden agenda) dibalik perbuatan itu untuk memperoleh keuntungan
yang lebih besar. Ikhlas dalam berbuat dan berkarya tidak dapat muncul begitu
saja, secara relegius Islam, ikhlas dapat lahir dari panggilan keimanan dan
ketaqwaan yang dalam, serta sifat qanaah (merasa cukup dengan apa yang ada).
Secara ilmiah ikhlas lahir dari orang yang berjiwa besar, memiliki idealisme
dan profesionalisme. Perbuatan yang ikhlas adalah perbuatan yang didasari oleh
rasa cinta, pengabdian yang tulus dan penuh kesungguhan. Ditengah-tengah
masyarakat kata ikhlas juga disebut lillahi ta’ala sering kali diartikan
sebagai perbuatan/ karya yang diberi imbalan sekedarnya sehingga kualitasnya
juga sekedarnya. Ikhlas merupakan sikap yang semestinya dilakukan oleh manusia
dalam segala tindakannya. Mempersembahkan segala amal perbuatan hanya karena
Allah dan untuk Allah akan berdampak pada hal-hal berikut:
I. Pertama, tumbuhnya rasa kedekatan, kehadiran,
dan kecintaan Allah kepada kita.
II. Kedua, tambahnya kesadaran bahwa Allah
senantiasa mengawasi dan menolong kita.
III. Ketiga, tambahnya rasa tanggung jawab untuk
menjalankan segala tugas dan kewajiban sebagai Amanah Allah yang harus
dilakukan secara professional.
IV. Keempat, hidup terasa lebih indah, ringan dan
sukses karena semua perbuatannya semata-mata menghadap ridha Allah, tidak untuk
pamrih dari sesama manusia.
d.
Tawakkal
Tawakkal
adalah sikap senantiasa bersandar kepada Allah dengan penuh harapan kepada-Nya
dan keyakinan bahwa dia akan menolong dan menjamin kita dalam mencari dan
menemukan jalan yang terbaik. Tawakkal adalah bagian dari etika manusia kepada
Tuhan, karena tawakkal merupakan implementasi dari iman, yaitu menaruh
kepercayaan kepada Allah, menyerahkan diri dalam menghadapi urusan kepada
Allah. Tawakkal juga merupakan sikap yang tidak menyombogkan diri kepada Allah,
kerendahan hati dan jiwa yang sehat karena menyadari keterbatasannya. Tawakkal
juga menggambarkan sikap berbaik sangka (husnu al-zhan.), tidak melupakan dan
tidak meninggalkan Allah. Tawakkal juga menggambarkan jiwa yang ikhlas, lapang
dada, kearifan dan kebijaksanaan. Oleh karena itu, dengan bertawakkal hati dan
pikiran menjadi tenang dan jernih lebih percaya pada diri sendiri. Tawakkal
dapat melahirkan kekuatan yang luar biasa dalam situasi normal dan lebih-lebih
dalam keadaan luar biasa. Tawakkal adalah bagian dari akhlak (sikap etis)
kepada Allah yang sangat bermanfaat bagi pelaku itu sendiri maupun bagi sesama.
Orang yang bertawakkal lebih merasa dekat dan disayangi Tuhan. Hidupnya menjadi
mudah, masalah menjadi ringan dan berujung pada kesuksesan.
e.
Syukur
Syukur
adalah sikap penuh terima kasih dan penghargaan atas segala kebaikan Tuhan
terhadap hamba-Nya yang tak terbatas baik diminta maupun tidak. Sikap syukur
merupakan manifestasi keimanan dan keikhlasan sehingga mampu melahirkan
perilaku baik sangka (husnu al-zhan) dan berpengharapan kepada Allah. Sikap
syukur lahir dari kesadaran bahwa apa yang diberikan oleh Allah adalah yang
terbaik apakah itu berupa nikmat atau berupa ujian.
f.
Sabar
Sabar
adalah sikap tabah, tekun, ikhlas, teliti, hatihati, tidak gegabah, dan tidak
keburu nafsu dalam menghadapi kepahitan hidup atau liku-liku kehidupan dalam
menjalankan Amanah yang dipercayakan kepadanya. Orang yang sabar adalah orang
yang memiliki kesadaran bahwa kehidupan memiliki tujuan, dan untuk mencapai
tujuan itu terdapat banyak rintangan, hambatan, ancaman dan bahkan ujian. Orang
yang sabar tidak menghindar dari semua rintangan, ancaman, dan ujian itu.
Tetapi dihadapi dengan sabar dan terus bahagia dan berdoa agar diberi jalan
keluar yang lebih baik. Orang yang sabar menyadari ia diciptakan oleh Allah,
diatur oleh Allah, dan kembali kepada Allah.
g.
Taubat
Taubat
secara harfiah adalah kembali kejalan Tuhan atau perbuatan terpuji. Dalam
pengertian istilah taubat itu adalah sikap penuh keyakinan dan kesadaran akan
kebenaran jalan Tuhan dan bertekad untuk kembali kejalan Tuhan (yang lurus)
setelah sebelumnya tersesat di jalan kenistaan disertai penuh harap akan
ampunan dan kasih-Nya. Taubat mempunyai dimensi: (a) menyadari kebenaran jalan
ilahi sebagai jalan hidup terpuji, (b) menyesali kesalahannya yang menyebabkan
hidupnya tercela, dan (c) bertaubat tidak mengulangi lagi kesalahan itu dan
kembali ke jalan kebenaran. Taubat adalah keniscayaan dalam hidup manusia,
karena manusia itu dhaif (lemah) di hadapan Allah. Dengan taubat dari kesalahan
manusia kembali menemukan jati dirinya sebagai makhluk yang fitri dan hanief
yang berarti melakukan penyucian dan pencerahan batin. Allah sangat gembira dan
menyayangi hambanya yang bertaubat dan menyucikan diri dan akan mencurahkan
rahmat dan rezeki yang tidak terbatas.
h.
Zikir
Zikir
secara harfiah artinya ingat. Zikrullah artinya ingat kepada Allah. Menurut
istilah, zikir adalah sikap batin untuk senantiasa menghadirkan Allah dalam
segala keadaan dan segala aktivitas. Dengan demikian zikir bukan sekedar menyebut
nama Allah, asma Allah secara lisan seperti yang kebanyakan dipahami orang,
melainkan suatu totalitas kepriadian dan tindakan yang senantiasa melibatkan
kehadiran Allah untuk memberikan petunjuk dan pertolongannya. Orang yang mampu
seperti itu Al-Qur’an memujinya dengan sebutan “Ulul Albab” atau orang yang
berhasil mencapai puncak spiritualitas.
2. Sikap
Etis Terhadap Sesama
Sikap etis
terhadap sesama merupakan refleksi dari sikap etis terhadap Tuhan, karena
manusia berkewajiban menjaga hubungan baik kepada Allah dan kepada sesama
manusia (hublun minallah wa hublun minannass). Islam mengharuskan umatnya
menerapkan trilogi kehidupan yaitu: iman, ilmu, dan amal saleh. Hubungan ketiga
hal tersebut saling mensifati: iman yang ilmiah-amaliah, ilmu yang imaniah–amaliah,
amaliah yang imaniah - ilmiah. Iman yang tanpa ilmu sesat, iman tanpa amal
angan-angan, ilmu tanpa iman absurd, ilmu tanpa iman mandul, amal tanpa iman
tertolak dan amal tanpa ilmu gagal.
Kehidupan
organisasi (pemerintah maupun bisnis) akan sangat indah apabila dimanaje oleh
orang-orang yang karakternya dibentuk oleh pendidikan etika. Penampilannya akan
santun, ramah dan menyejukan dari pada mereka yang kering etikanya karena tidak
terbiasa dalam pendidikan. Mereka yang kering etika ini boleh jadi tidak
menyadari, karena mereka tidak tahu apa sebabnya. Yang merasakan kesenjangan
etika itu adalah orang-orang yang dilayaninya, misalnya dalam ungkapan
menyebalkan. Etika terhadap sesama ini dapat di kelompokkan dalam tiga
kategori:
a) Etika yang berhubungan dengan sifat pribadi.
Akhlak (etika) pribadi yang dicontohkan Rasul itu
adalah:
(1) Shiddiq
Shiddiq merupakan salah satu sifat utama Rasulullah
Muhammad SAW. Shiddiq berarti benar, meneguhkan, taat asas (rule of law).
Shiddiq yang dimaksudkan disini adalah moralitas yang mendorong seseorang
bersikap dalam berprilaku yang teguh sesuai dengan kebenaran keyakinannya dan
membenarkan keyakinan orang lain yang diyakini sebagai orang-orang yang benar.
Dengan demikian shiddiq itu berarti bersikap teguh dengan keyakinan, kokoh dan
tak mudah goyah dalam memegang prinsip, lurus dalam mentaati asas, peraturan, ketentuan
dan tidak mudah menyimpang. Orang yang shiddiq adalah orang yang memiliki
komitmen, dedikasi, berkarakter, dan percaya diri.
(2) Amanah
Amanah
adalah salah satu sifat Rasul yang utama. Amanah adalah moralitas untuk
senantiasa menjaga kepercayaan yang diberikan orang lain kepada dirinya. Amanah
adalah salah satu karakteristik orang yang beriman. Orang yang amanah adalah
orang yang dapat menjaga dan mengolaborasikan kepentingan diri sendiri dan
kepentingan orang lain. Ia dapat berlaku adil terhadap diri sendiri dan
terhadap orang lain, dan tidak tergoda mengambil keuntungan sepihak diatas
kerugian orang lain. Ia sadar bahwa kehidupan manusia itu dipertaruhkan kepada
kepercayaan. Tanpa adanya kepercayaan dari dan oleh orang lain maka pada
hakekatnya dia telah mati atau dianggap mati.
Al-Qur’an
mengatakan bahwa hakekat kehidupan ini adalah menjaga amanah dan yang tidak
mampu menjaga amanah adalah pada hakekatnya bukan manusia (insan) atau makhluk
yang tidak diberi ruh oleh Tuhan seperti langit, bumi dan gunung (Q.S.
Al-Ahzab: 72). Segala apa yang ada di bumi yang dipercayakan Allah kepada
manusia untuk mengelolanya dan yang dipercayakan manusia lain kepada dirinya
adalah amanah. Anak, istri, binatang
piaraan, sawah, ladang, pekerjaan dan jabatan
semuanya adalah amanah yang harus dijaga dan dipelihara sesuai dengan
permintaan/perjanjian yang memberikan amanah yaitu Allah dan sesama manusia.
Oleh karena itu moralitas amanah akan melahirkan prilaku penuh tanggung jawab
(responsible), berani mengambil resiko (caourageous risk taker), dan
professional (profesionalisme).
(3) Fathanah
Fathanah juga merupakan sifat Rasul yang utama. Fathanah berarti cerdas,
memahami, tepat dan cemerlang. Fathanah tidak hanya kecerdasan intelektual
(Intellectual Quotient) atau IQ semata, tetapi juga diliputi kecerdasan
emosional (Emotional Quotient) atau EQ dan kecerdasan spiritual (Spiritual
Quotient) atau SQ. Fathanah terbentuk disamping karena faktor fisik, juga
faktor psikis. Disamping memiliki kecerdasan yang memadai juga karena pikiran
dan hati yang bersih (Qalbun Salim) dapat mengambil keputusan dengan cepat dan
tepat karena di dalam diri (hatinya) tidak ada motif-motif yang terselubung
atau agenda-agenda yang tersembunyi atau menyimpang dari kebenaran. Orang yang
mempunyai sifat fathanah dalam menghadapi persoalan yang rumit menjadi mudah
dan persoalan mudah menjadi menyenangkan. Jargon yang digunakan dalam melayani
orang lain “kalau bisa dipermudah kenapa dipersulit”. Sebaliknya orang yang
hatinya kasar atau hatinya sakit atau hatinya munafik dan orang yang hatinya
mati (qalbun mayyit) senantiasa mempersulit persoalan yang sebenarnya mudah.
Jargon yang digunakan dalam memberi pelayanan pada orang lain adalah “kalau
bisa dipersulit kenapa dipermudah”.
(4) Khalifah
Kata
khalifah mempunyai banyak arti tergantung konteks pemakaiannya. Khalifah yang
dimaksud disini adalah bukan dalam arti politik, tetapi dalam arti genitiknya
sebagaimana yang dimaksud Al-Qur’an bahwa manusia adalah makhluk yang diberi
amanah, kepercayaan oleh Tuhan untuk mengelola bumi atau sebagai wakil Allah
dimuka bumi
(5) Mujtahid dan Mujahid
Mujtahid adalah orang yang melakukan ijtihad yaitu yang melakukan pengamalan
pemikiran untuk memecahkan suatu masalah. Atau secara singkat dikatakan orang
yang berjuang secara psikis. Sedangkan mujahid adalah orang yang berjuang
dengan melakukan jihad, yaitu orang yang berjuang melakukan pengamalan untuk
mencapai suatu tujuan mulia baik secara psikis maupun phisik atau harta benda,
raga dan jiwa tanpa memperhitungkan apakah akan memperoleh imbalan atau
kedudukan atau tidak.
(6) Istiqamah
Istiqamah (consisten) merupakan salah satu sikap penting yang juga dicontohkan
Rasulullah. Istiqamah berarti teguh, lurus, konsisten. Istiqomah adalah suatu
sikap batin yang kokoh tak tergoyahkan kepada kebenaran dan cita-cita walaupun
harus menghadapi kesulitan, rintangan, cobaan, dan ujian. Sikap istiqamah ini
menghiasi diri orang yang beriman dengan kokoh. Ia berani mengatakan; Qul
al-haq walau kaana murran (katakanlah kebenaran itu walau pahit), walaupun
dihadapan pemimpin yang lalim. Istiqamah adalah kunci keberhasilan dalam hidup.
(7) Sahiyun
Sahiyun (dermawan) adalah sikap peduli, empati dan merasa terpanggil untuk
menolong sesama manusia yang sedang terbelenggu oleh kemiskinan, kebodohan,
kedhaliman, dan penyakit dengan mendermakan sebagian dari harta yang dimiliki
atas dasar keikhlasan dan mengharap ridha Allah. Seseorang disebut dermawan
apabila prilaku dermawannya itu built in dalam kepriadiannya dan dilakukan
dalam situasi apapun. Ia tetap dermawan ketika dalam kecukupan maupun
kekurangan, ketika menduduki jabatan atau tidak. Orang yang bersedekah dengan
tujuan untuk memperoleh jabatan seperti menjelang pemilu, atau orang bersedekah
tatkala ajal sudah hendak menjemputnya atau bersedekah untuk menghalangi orang
kejalan Allah, bukan kategori orang yang dermawan, bahkan mereka termasuk
orang-orang yang merugi karena yang dilakukan itu tidak diterima sebagai
kebajikan. Orang yang dermawan atau baik hati, atau ringan tangan mendapat
tempat terhormat di hati masyarakat. Ia dicintai, dibela, dan dihormati, serta
dijaga oleh masyarakatnya sehingga jauh dari musuh dan bala. Kedermawanan juga
dapat menghapus aib atau kelemahan seseorang. Kalau si dermawan tersebut
seorang pemimpin maka dia akan sukses dalam kepemimpinannya.
(8) Adl
Adl atau adil adalah salah satu sifat Tuhan dalam asmaul husna. Adil adalah
suatu upaya sungguh-sungguh untuk bersikap jujur “seimbang” atau “pertengahan”
dalam memandang, menilai atau menyikapi sesuatu atau seseorang. Sikap kepada
sesuatu atau seseorang itu dilakukan hanya setelah mempertimbangkan dari segala
segi secara jujur, seimbang, proporsional dengan penuh itikad baik dadan bebas
dari prasangka atau motif-motif tersembunyi.
Adil dapat
dibedakan dalam tiga kategori:
I. Adil yang diketahui oleh akal seperti keadilan
dalam hukum positif.
II. Adil yang dapat diketahui indra keadilan dalam
timbangan, takaran, ukuran dan pembagian (harta, waktu dan sebagainya).
III. Adil
yang dapat dirasakan tetapi sulit dibagikan seperti cinta..
b) Etika yang berhubungan dengan sikap dalam
pergaulan terhadap sesama.
(1) Silaturrahmi
Silaturrahmi adalah pertalian rasa cinta kasih
antar sesama manusia, khususnya antar saudara, kerabat, handai taulan,
tetangga, dan mitra kerja. Hubungan dan komunikasi antar sesama manusia ini
harus dibangun atas dasar cinta kasih. Dengan cinta kasih semua persoalan,
semua masalah dapat diselesaikan dengan win-win solution dan happy ending
(khusnul khatimah). Silaturrahmi dapat menambahkan: rasa toleransi, empati dan
cinta kasih. Silaturrahmi juga dapat menghilangkan prasangka buruk, curiga,
perselesihan, kebencian dan permusuhan antar sesama. Silaturrahmi lebih dari
sekedar berkomunikasi dan bertegur sapa. Silaturrahmi juga menyambung dan
menghubungkan kembali tali persaudaraan, kekeluargaan, dan kemitraan yang
terputus. Dalam silaturrahmi terdapat misi kemanusiaan yang harmonis seperti:
cinta kasih (rahmah), perdamaian (ishlah), kerukunan dan kebersamaan (ukhuwah)
dan seterusnya.
(2) Ukhuwah
Ukhuwah (persaudaraan) adalah semangat persaudaraan
yang universal diantara sesama manusia yang memiliki keragaman budaya, agama,
bahasa, adat istiadat, peradaban, suku bangsa dan politik. Semangat
persaudaraan itu mengundang makna tindakan positif yang merupakan keharusan
untuk saling mengenal, saling menghargai, saling menghormati, saling menolong
dalam kebajikan dan taqwa, saling mendo’akan, dan saling belajar. Dan dalam
makna yang lain ukhuwah juga berarti tidak saling menghina, saling mengejek,
saling merendahkan, banyak berprasangka dan suka mencari-cari kesalahan orang
lain,
(3) Musaawah
Musaawah adalah
pandangan bahwa manusia itu sama dan sederajat dalam harkat dan martabatnya
tanpa memandang jenis kelamin, kebangsaan, dan sukunya. Tinggi rendahnya
manusia hanya ada dalam pandangan Tuhan berdasarkan kadar ketaqwaaannya.
(4) Tawadhu
Tawadhu (rendah
hati) adalah merendahkan kemuliaan yang dimiliki terhadap orang lain yang lebih
rendah dan tetap menjaga diri terhadap orang lain yang lebih tinggi. Sikap
rendah hati berasal dari ketundukan kepada yang haq dari manapun datangnya dan
bukan ketundukan karena silau terhadap dunia. Sikap rendah hati tumbuh karena
keinsyafan bahwa segala kemuliaan (kekuasaan, harta dan jabatan) hakekatnya
adalah milik Allah, maka tidak sepantasnya manusia mengklaim kemuliaan itu
kecuali dengan prilaku dan karya yang baik.
(5) Husnu al-zhan
Husnu al-zhan adalah
pandangan bahwa manusia itu pada dasarnya adalah berkecendrungan baik. Manusia
adalah makhluk yang paling mulia dan paling potensial dari segala ciptaan Allah
dan paling dipercaya oleh Tuhan untuk mengelola alam semesta ini. Dalam konteks
kemanusiaan sikap husnu al-zhan dasarnya adalah saling percaya, saling
menghormati, saling bertukar informasi, dan saling menasehati.
c) Etika
yang berhubungan dengan aktivitas berkarya
(1) Tabligh
Tabligh merupakan
salah satu sifat yang dicontohkan Rasulullah SAW yang menjadi kunci
keberhasilan dalam menjalankan tugas kerasulannya. Tabligh menurut bahasa
berarti menyampaikan pesanpesan Tuhan secara penuh dan tuntas tanpa ada yang
disembunyikan. Dalam pengertian sehari-hari tabligh dapat dipahami sebagai menjalankan
tugas yang menjadi tanggung jawab secara professional (dengan komitmen,
dedikasi, dan keahlian), sehingga prosesnya dapat berjalan secara efektif dan
efesien dan hasilnya berkualitas dan maksimal. Dalam berkehidupan berorganisasi
tabligh juga berarti tidak melakukan internalisasi, yaitu tidak menyalahgunakan
fasilitas dan tujuan organisasi untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Dalam
Bahasa kontemporer tabligh berarti anti korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam
menjalankan amanat atau tugas yang menjadi tanggung jawab.
(2) Ruh
al-jihad
Ruh al-jihad adalah semangat juang yang gigih untuk
mengalahkan kekuatan destruktif baik yang bersifat pribadi (perang melawan hawa
nafsu) maupun perang melawan musuh bersama guna membela dan mempertahankan
agama, kebenaran, kehormatan, nyawa, harta dan tanah air dengan niat karena
Allah dan untuk memperoleh ridha-Nya. Jihad dilakukan dengan ruhani, lisan,
harta, dan nyawa dan dilakukan sepanjang waktu sampai kekuatan destruktif itu
terkalahkan. Jihad dikelompokkan menjadi jihad melawan hawa nafsu dilakukan
sepanjang hayat, jihad melawan musuh bersama dilakukan pada waktu-waktu
tertentu dan jihad fi sabilillah (berjuang di jalan Allah) dilakukan kapan saja
dan oleh siapa saja merupakan keniscayaan. Misalnya seorang kepala negara
berjuang untuk kesejahteraan rakyatnya, seorang manajer perusahaan berjuang
untuk kesejahteraan karyawannya, dan seorang dokter berjuang untuk kesembuhan
pasiennya, seorang ayah berjuang mencari nafkah untuk anak-anaknya dan
istrinya. Jadi semua orang berjuang fi sabilillah. Dalam konteks manajemen
semangat jihad ini sangat diperlukan untuk menstimulasi berjalannya roda
organisasi.
(3) Kerja sebagai ibadah
Hidup dan kerja bagi manusia merupakan rangkaian
yang tidak terpisahkan dari ibadah kepada Allah. Oleh karena itu hidup dan
kerja harus dijalani dengan sebaik-baiknya, penuh kesungguhan, komitmen dan
dedikasi yang tinggi. Ibadah adalah mempersembahkan (mendedikasikan) seluruh
kehidupan dan karyanya hanya kepada Tuhan.
(4) Uswah
hasanah
Uswah hasanah maksudnya
suri tauladan yang baik sebagaimana yang bisa ditiru dari pribadi Nabi Muhammad
SAW dan Nabi Ibrahim as. Uswah hasanah terbentuk atas dasar kesungguhan dan
prestasi dalam perjuangan. Etos keteladanan ini sangat penting dikembangkan
dalam rangka memajukan organisasi (institusi pemerintah maupun bisnis),
terutama oleh para pemimpin. Misalnya untuk menegakkan disiplin jam kerja
kantor, seorang pemimpin/manajer tidak bisa hanya memerintahkan karyawan
semuanya masuk jam 08.00 pulang jam 16.00, sementara dia sendiri tidak pernah
tertib, bahkan masuk kerja selalu terlambat dari awal jam kerja. Jelas dia
tidak bisa menertibkan anak buahnya dan malah bisa jadi bahan cemoohan. Dia
baru bisa menertibkan jam kerja anak buah bila ia bersedia dengan tulus ikhlas
menjadi contoh (teladan) bagi anak buahnya. Jadi ia sendiri harus menjadi
contoh orang yang paling awal masuk ke tempat kerja setiap hari, begitu juga
dengan jam pulang, ia harus rela jadi orang yang terakhir pulang. Dan itu harus
ia lakukan dengan ikhlas. Bila itu sudah bisa ia lakukan maka dapat dipastikan
ia dapat menanamkan disiplin jam kerja kepada semua karyawannya, Memberi contoh
(teladan) bagi anak buah ini adalah perjuangan yang berat tetapi mulia, karena
sangat berpengaruh pada peningkatan etos kerja karyawan.
(5) Musyarakah
dan Ta’awun
Musyarakah dan ta’awun artinya persekutuan dalam
kebaikan, dan kemaslahatan atau perdamaian (taqwa), dan sebaliknya di dalam
Islam orang dilarang berserikat dan ber-ta’awun dalam hal keburukan dan
permusuhan
(6) Al-Wafa
Al-Wafa adalah
menepati janji apabila seseorang berjanji setiap orang yang berjanji akan
dimintai pertanggungjawaban oleh manusia dimana ia berjanji dan di akhirat
nanti oleh Tuhan. Dan orang yang tidak bisa menepati janjinya adalah orang yang
munafik. Orang yang munafik itu mempunyai standar ganda dalam menyikapi
permasalahan yang dihadapi dan kesimpulannya kepada yang menguntungkan, memilih
jalan selamat yang sifatnya situasional. Kemunafikan dapat terjadi pada siapa
saja termasuk pada orang-orang beriman. Menepati janji bukan hanya merupakan
prilaku terpuji yang sangat dihormati oleh setiap manusia, bahkan lebih dari
itu mengajarkan kunci keberhasilan hidup seseorang. Dan dari perspektif
keimanan merupakan indikator kadar keimanan seseorang yang dapat menentukan
orang itu dapat dipercaya atau tidak baik ucapan maupun tindakannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar