Kamis, 10 Maret 2022

KEPIMPINAN SYARIAH

 

KEPEMIMPINAN SYARIAH

 

Sebuah kepimpinan tentunya ada sebuah kepercayaan sehingga manajemen yang didirikan akan menjadi lebih baik. Sebuah manajemen akan menjadi lebih baik jika didukung oleh sebuah kepimpinan yang baik (Good Leadership). Semua sisi tersebut mempunyai ikatan satu sama lain, baik itu kepimpinan, kepercayaan, dan kepimpinan. Ketiga hal tersebut tentunya harus dipengaruhi oleh sebuah pendidikan yang baik. Tujuan dari artikel ini adalah mendeskripsikan gaya-gaya kepemimpinan dipandang dari sudut manajemen pendidikan.

Pemimpin yang diidolakan Islam adalah pemimpin yang berpegang pada nilai-nilai syariah Islam dan menjalankan amanah dengan mengharapkan keridloan dari Allah.

 

A.   PENGERTIAN KEPEMIMPINAN

Kehadiran pemimpin dalam kehidupan bermasyarakat dalam ajaran Islam merupakan keniscayaan. Islam mendorong umatnya untuk mengatur kehidupan bersama dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, memotivasi munculnya kepemimpinan berdasarkan kesepakatan masyarakat dengan memberi kepercayaan kepada seseorang yang dipercaya dan dianggap mampu memimpin dan memberikan petunjuk atas segala persoalan yang dihadapi dalam kehidupan.

Sedangkan pengertian kepemimpinan meliputi segala macam atribut yang harus dimiliki seorang pemimpin. Seperti kriteria keterampilan dan kemampuan untuk melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin. Dengan atribut yang melekat pada dirinya itu seorang pemimpin mempengaruhi orangorang yang dipimpinnya untuk bersama-sama dengannya melaksanakan pekerjaan organisasi guna mencapai tujuan. Kalau organisasi itu adalah instansi pemerintahan tujuannya adalah memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat, dan kalau organisasi itu adalah perusahaan (bisnis) adalah mendapatkan keuntungan yang berkelanjutan.

B.   KRITERIA KEPEMIMPINAN

Agar seorang pemimpin itu dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, maka kepada setiap orang yang akan dipilih menjadi pemimpin itu haruslah memiliki kriteria:

a)  Orang yang dikenal (dicintai) oleh orang-orang yang dipimpinnya. Kalau seorang pemimpin itu dikenal dan dicintai orang-orang yang dipimpinnya, maka kepemimpinannya akan didukung sepenuhnya oleh orang-orang yang dipimpinnya.

b)   Orang yang melayani, bukan yang minta dilayani. Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang memudahkan masyarakat berurusan, sehingga masyarakat menjadi senang. Wibawanya bukannya wibawa formal karena ia punya SK sebagai pemimpin, tetapi wibawanya terbentuk karena sifatnya yang menyenangkan, lalu ia disegani oleh masyarakat (orang- orang) yang dipimpinnya. Sikapnya ini merupakan pertanda ia pemimpin yang berhasil, disenangi dan diterima oleh orang-orang yang dipimpinnya.

c)  Mampu menampung aspirasi orang-orang yang dipimpinnya. Apapun keluhan masyarakat ia tampung dan pelajari untuk dicarikan pemecahannya.

d)   Selalu bermusyawarah dalam memutuskan hal-hal yang menyangkut orang-orang yang dipimpinnya. Ia menghargai saran dan pendapat orang-orang yang menjadi pembantunya. Ia tidak sok tahu dan sok kuasa dalam mengambil keputusan.

e)   Memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup sehingga dapat melaksanakan tugas kepemimpinan. Pengetahuan di sini adalah pengetahuan yang terkait dengan organisasi dimana ia dijadikan sebagai pemimpin. Kalau organisasinya pemerintahan, maka pengetahuan yang dimilikinya juga menyangkut pemerintahan. Dan kalau organisasi dimana ia dijadikan pemimpin hasilnya bisnis maka pengetahuan yang harus ada padanya juga pengetahuan tentang bisnis, demikian seterusnya. Sedangkan kemampuan di sini adalah kemampuan memimpin (leadership). Bahkan dulu Bani Israil yang terkenal sebagai umat yang cerewet itu pernah oleh Tuhan dipilihkan pemimpin yang tidak hanya mempunyai pengetahuan dan kemampuan manajerial, tetapi juga memiliki keistimewaan tubuh yang perkasa.

f)   Memahami kebiasaan dan bahasa orang yang menjadi tanggung jawabnya.

Dalam persepsi kebenaran seorang pemimpin itu adalah orang yang memahami kebiasaan dan bahasa orangorang yang dipimpinnya. Kriteria ini adalah untuk memudahkan pemimpin itu berkomunikasi dengan orang-orang yang dipimpinnya.

g)   Mempunyai kharisma dan wibawa

Kharisma dan wibawa merupakan kriteria yang memperkuat status kepemimpinan seseorang. Dengan kharisma dan wibawa seorang pemimpin akan semakin teguh di mata umatnya dalam menjalankan tugasnya. Dalam prespektif Islam, kharisma dan wibawa ini tidak harus dari warisan darah orang tuanya yang juga pemimpin, tetapi dapat dibentuk melalui ketentuan dalam menjalankan ibadah, hubungan sosial (muamalahnya) baik, sikapnya santun kepada siapa saja, konsekuen (satu kata dengan perbuatan), tidak membeda-bedakan dalam memberikan pelayanan.

Dengan prilaku-prilaku tersebut akan membuat orangorang yang dipimpinnya kagum dan menaruh rasa hormat kepadanya. Kagum dan hormat inilah yang bermetamorfose menjadi kharisma dan wibawa.

h)   Konsekuen dengan kebenaran

Konsekuen dengan kebenaran ini sering menjadi batu ujian bagi seorang pemimpin kalau sampai terjadi tidak konsekuen itu terjadi karena godaan hawa nafsu. Banyak pemimpin yang tadinya sudah baik dalam tindak-tanduknya, tetapi ketika digoda oleh hawa nafsunya ia tidak lulus, kebenaran telah digadaikan bahkan dijualnya karena silau dengan harta dunia.

i)   Bermuamalah dengan lembut

Dalam berhubungan/berurusan apapun dengan orangorang yang dipimpinnya hendaknya dilakukan dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang. Sehingga menjadi menyenangkan dan menimbulkan rasa simpatik.

j)   Saling memaafkan

Antara pemimpin dengan yang dipimpin saling memaafkan. Karena mungkin saja dalam hubungan muamalah ada kesalahpahaman sehingga menjadikan pikiran terganggu. Agar kedua belah pihak segera terlepas dari kesalahan perlu saling memaafkan.

k)   Membulatkan tekad dan tawakkal

      Semua yang menjadi urusan pemimpin apabila sampai saatnya untuk diselesaikan, karena segala pertimbangan dengan data dan informasi sudah diproses maka seorang pemimpin harus yakin dan bertekad menyelesaikan diikuti tawakkal kepada Allah agar pilihan penyelesaian itu adalah jalan penyelesaian yang terbaik.

l)   Sadar dengan adanya muraqabah

     Muraqabah adalah pengawasan melekat (waskat) dari Allah. Dengan menyadari adanya muraqabah yang memperhitungkan segala perbuatan baik dan buruk manusia di yaumil akhir akan membuat manusia, lebihlebih lagi seorang pemimpin akan selalu berupaya bekerja seikhlas-ikhlasnya, sejujur-jujurnya agar segala amal perbuatannya mendapat ridha dari Allah. Karena hanya dengan keikhlasan dan kejujuran itulah yang akan menyelamatkannya dalam timbangan (mizan) di yaumil akhir nanti.

m)   Mempunyai power “pengaruh”

Seorang pemimpin harus mempunyai power “pengaruh” agar ia dapat melakukan tugas pengawasan (monitoring dan evaluasi). Dengan power “pengaruh” ini ia akan dapat mencegah dirinya dari orang-orang yang ada dalam pembinaannya untuk konsekuen menunaikan amanat yang diberikan kepadanya serta mengajak mereka untuk berbuat kebaikan dan mencegah kemungkaran.

n)   Tidak membuat kerusakan di muka bumi

Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memelihara kehidupan di bumi, bukan pemimpin yang merusak kehidupan di bumi seperti; merusak lingkungan, sawah-ladang, keturunan, mempermainkan kaum yang lemah, menipu, bersaing secara tidak sehat.

o)  Mau mendengar nasehat dan tidak sombong

Orang yang enggan (tidak mau) mendengarkan nasehat dari orang yang ikhlas tergolong dalam manusia yang sombong. Orang yang sombong sering menganggap dirinya paling benar, sok tahu segala hal. Dan ini merupakan tanda-tanda orang yang takabbur dan calon penghuni neraka.

C.   GAYA KEPEMIMPINAN

Gaya atau sering disebut juga model kepemimpinan adalah salah satu kriteria kepemimpinan yang bersifat universal, dan sering berkembang menurut situasi dan kondisi dimana kegiatan manajemen itu dilaksanakan. Meski demikian gaya kepemimpinan tetap diperlukan oleh seorang pemimpin dalam melaksanakan kepemimpinannya, karena gaya kepemimpinan ini merupakan cara pendekatan seorang pemimpin dalam mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya untuk melaksanakan pekerjaan organisasi guna mencapai tujuan organisasi.

Para tokoh manajemen dan ahli sosiologi sepakat bahwa tidak terdapat karekteristik baku yang melekat dalam kepemimpinan dan harus dipegang oleh seorang pemimpin sepanjang waktu untuk merealisasikan tujuannya.

Kepemimpinan adalah kompleks dan gaya kepemimpinan yang paling tepat terdapat pada beberapa variabel yang saling berhubungan, sehingga banyak orang (para praktisi) membuat kesimpulan gaya yang betul-betul dominan itu tidak ada, kepemimpinan itu sifatnya situasional (tergantung pada situasinya).

Meskipun demikian dalam literatur manajemen kita mengenal berbagai gaya manajemen yang dapat digunakan oleh pemimpin dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan organisasi, diantaranya:

a. Gaya kepemimpinan berbaur dengan bawahan (menyatu).

Gaya kepemimpinan ini menunjukkan bahwa pemimpin setiap saat siap melayani orang-orang yang dipimpinnya. Inilah gaya kepemimpinan yang disebut Marx Wiber dengan istilah pemimpin yang baik adalah ibarat sapu lidi yang berada dalam satu ikatan. Inilah pula yang pernah dilaksanakan oleh Rasulullah SAW dalam melaksanakan misi kerasulannya. Pemimpin yang berbaur dengan bawahan ini menunjukkan bahwa ia juga adalah bagian dari mereka, dan bawahannya merasa dekat dengan pemimpinnya. Sejarah kepemimpinan Rasulullah Muhammad SAW mencatat salah satu indikator keberhasilan Muhammad SAW dalam merealisasikan misinya adalah gaya kepemimpinan yang dekat atau berbaur dengan orang-orang yang dipimpinnya.

Berbeda sekali dengan pimpinan yang menjaga jarak dan jauh dari bawahan (berada di menara gading) baik pemikiran maupun tindakannya tidak akan mampu menjalankan tugas kepemimpinannya dengan baik dan utuh. Pemimpin yang dekat (berbaur dengan bawahan) dapat melengkapi gaya kepemimpinannya dengan contoh (teladan) perilakunya sendiri. Inilah salah satu alasan Michael H. Hart menempatkan Muhammad sebagai pemimpin yang paling berpengaruh pada urutan pertama dan 100 orang tokoh di dunia.

b. Gaya kepemimpinan demokratis

Dalam gaya kepemimpinan demokratis keputusan terhadap masalah yang dihadapi organisasi dibahas melalui musyawarah, sehingga semua orang mendapat kesempatan untuk memberikan masukan. Pemimpin berperan mengatur jalannya musyawarah dan ia tidak berhak memutuskan sendiri. Segala keputusan diambil secara musyawarah mufakat atau paling tidak dengan suara terbanyak. Gaya kepemimpinan ini dibangun dengan semangat kebersamaan, persamaan dan egalitarian.

c. Gaya kepemimpinan otoritarian

Dalam gaya kepemimpinan otoritarian ini peran pemimpin untuk mengambil keputusan lebih dominan. Bahkan lebih sering bawahan sama sekali tidak dilibatkan, bawahan hanya diminta melaksanakan keputusan yang diambil pimpinan. Gaya kepemimpinan otoritarian ini di zaman modern dan globalisasi ini sudah tidak populer lagi. Hal itu antara lain karena rakyat sudah cukup cerdas dapat membedakan mana yang rasional dan mana yang tidak. Satu-satunya keuntungan dalam gaya kepemimpinan otoritarian ini dalam pengambilan keputusan tidak banyak memerlukan waktu dan biayanya murah bahkan tanpa biaya pun bisa. Kelemahan yang paling mendasar gaya otoritarian ini adalah tidak memberi ruang partisipasi orang-orang yang dipimpin dalam proses pengambilan keputusan.

d. Gaya kepemimpinan laissezfaire

Gaya kepemimpinan laissezfaire ini lebih memberikan kebebasan kepada orang-orang yang dipimpin untuk mengambil keputusan terhadap suatu masalah. Pemimpin lebih berperan sebatas menyampaikan informasi dan memfasilitasi hal-hal yang diperlukan terkait dengan keputusan yang diambil orang- orang yang dipimpin. Organisasi tidak mempunyai kewenangan intervensi atau memberi rekomendasi berkenaan keputusan yang diambil oleh masing-masing orang anggota organisasi itu.

e. Gaya kepemimpinan partisipatoris

Gaya kepemimpinan partisipatoris ini adalah gaya kepemimpinan yang melibatkan orang-orang yang dipimpinnya dalam setiap aktivitas organisasi. Keterlibatan orang-orang yang dipimpin tidak hanya sebatas turut serta dalam musyawarah membahas dan mengambil kesimpulan terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi organisasi, tetapi juga keterlibatan dalam menangani pekerjaan yang harus dilakukan pemimpin.

f. Gaya kepemimpinan situasional

Gaya kepemimpinan situasional ini adalah gaya kepemimpinan yang memadukan satu gaya kepemimpinan dengan gaya kepemimpinan yang lain dengan melihat/memperhatikan sisi-sisi positifnya. Alasan penggunaan gaya kepemimpinan situasional ini adalah karena dalam kenyataannya tidak ada gaya kepemimpinan yang bisa digunakan terus menerus atau dengan kata lain masing-masing gaya kepemimpinan itu mempunyai keterbatasan, sehingga untuk melengkapinya bisa dipadukan dengan gaya yang lain

Selain mempunyai kemampuan konseptual, seorang pemimpin (manajer) dituntut pula untuk memiliki kemampuan teknis berkenaan dengan kegiatan yang menjadi core organisasi tersebut, meskipun tidak sedetil pekerjaan teknis yang dilakukan oleh staf (karyawan yang membidanginya). Kemampuan teknis ini terutama dimaksudkan agar ia juga mengerti tentang pekerjaanpekerjaan yang ditangani organisasinya, sehingga ia bisa mengetahui bagaimana mestinya para staf atau karyawan harus mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat teknis, sehingga ia dapat memberikan contoh mengerjakannya dan yang lebih penting lagi ia dapat mengetahui kemungkinan terjadinya manipulasi pekerjaan oleh staf atau karyawan yang nakal.

Kemampuan interpersonal adalah kemampuan pemimpin organisasi untuk membina hubungan baik, berkomunikasi dan berinteraksi dengan bawahan dan semua stakeholder organisasi. Kemampuan interpesonal ini merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin untuk dapat sukses dalam melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin.

Pentingnya seorang pemimpin memiliki kemampuan ini karena kemampuan interpersonal ini dapat menjembatani kesenjangan pemahaman tentang visi dan misi organisasi baik terhadap pelanggan internal (semua karyawan), maupun terhadap semua stakeholder (pihak-pihak yang berkepentingan) yang disebut juga pelanggan eksternal. Bilamana pemahaman terhadap visi dan misi organisasi itu sudah terbangun, maka akan memudahkan para karyawan (pelanggan internal) untuk melaksanakan tugasnya masing-masing dan akan bermuara pada kinerja yang baik. Begitu pula dengan stakeholder (pelanggan eksternal) akan memudahkan pimpinan berhubungan dengan mereka dalam melaksanakan apa yang menjadi tugas organisasi, seperti misalnya bagaimana seorang pemimpin perusahaan menentukan segmenting, targeting dan positing produknya ke pasar sasaran.

Kemampuan interpersonal seorang pemimpin dapat dilihat dari perilaku perilaku dan kepemimpinannya dihadapan para bawahan,5 diantaranya misalnya:

a) Menunjukkan suri tauladan yang baik atas semua aktivitas yang dilakukan.

b) Memiliki interaksi sosial yang baik dengan bawahan, konsen terhadap persoalan mereka dan berlaku adil.

c) Mengajak bawahan untuk bermusyawarah dan menghormati pendapat mereka.

d) Melatih bawahan untuk mengjalankan tugas dengan amanah.

e)Mempunyai kepercayaan terhadap kemampuan bawahan dan mendelegasikan sebagian dari wewenangnya.

f) Melakukan inspeksi, pengawasan dan audit terhadap kinerja bawahan secara amanah.

D. ETIKA KEPEMIMPINAN SYARIAH

Etika kepemimpinan dalam manajemen syariah sangat diperlukan terutama oleh mereka yang dipercaya menduduki jabatan dalam organisasi, baik organisasi kedinasan (instansi pemerintah), maupun organisasi swasta (seperti bisnis, maupun sosial kemasyarakatan).

1. Sikap Etis terhadap Tuhan

Tuhan memuji hamba-Nya yang mempunyai sikap etis terhadap Tuhan-Nya, karena dengan itu ia dapat mengembangkan etika positif bagi kehidupannya. Sebaliknya Allah sangat membenci orang-orang kafir (kafirun) dan munafiq (munafiqun), bukan karena mereka telah mengambil Tuhan selain Allah (syirk), tidak tahu terimakasih (ingkar), dan menyombongkan diri terhadap Tuhan (takabur), tetapi karena mereka orang yang menganiaya diri sendiri (zhalim), suka berbuat kerusakan (fajir), dan kekacauan (fasid). Mereka ini mengenyampingkan etika atau mengikuti nilai-nilai negatif yang merusak kehidupan.

Sikap etis yang seharusnya dilakukan hamba terhadap Tuhannya telah ditunjukkan oleh Tuhan melalui wahyu (kitab suci), utusan (rasul), hidayah (hati nurani), dan potensi pembeda antara yang hak dan yang batil dalam diri manusia (akal). Sikap etis itu berupa: iman, Islam, taqwa, ihsan, ikhlas, tawakal, syukur, sabar, taubat, dzikir, dan ridla.

a. Iman

Iman disini diartikan sebagai sikap batin yang teguh, kokoh, dan tak tergoyahkan dalam mempercayai eksistensi Tuhan serta menaruh kepercayaan dan mengandalkan diri kepada-Nya. Iman itu mempunyai dimensi intelektual, spiritual, dan sosial. Dimensi intelektual maksudnya keimanan yang didasarkan pemikiran yang jernih dan didukung oleh bukti-bukti ilmiah, bukan dogmatis dan mistik.

Eksistensi Tuhan secara intelektual dapat dipahami keberadaan Tuhan bukan hanya untuk dirinya tetapi juga untuk makhluk yang lain. Apabila manusia percaya pada keberadaan Tuhan, maka ia juga secara otomatis menerima keberadaan diri sendiri dan orang lain. Iman juga memiliki dimensi spiritual. Adanya kepercayaan dalam hidup ini menggambarkan bahwa manusia itu memiliki keterbatasan sehingga harus menyerahkan kepercayaan kepada yang lain. Kepercayaan manusia terhadap Tuhan didasarkan pada dua persoalan mendasar;

Pertama, kelemahan atau keterbatasan pada diri manusia sehingga harus menggantungkan diri pada yang lain dalam hal ini Tuhan (Allah al-Shamad).

Kedua, Tuhan yang dipercayai lebih daripada yang lain, manusia lalu menaruh kepercayaan kepada-Nya adalah Tuhan yang memang pantas dipercaya dan Tuhan yang serba Maha dan bukan “Tuhan” yang biasa-biasa saja.

Tuhan yang sebenarnya  tak terjangkau oleh manusia. Oleh karena itu keimanan manusia terhadap Tuhan tidak terlepas dari hidayah (petunjuk) dan inayah (anugerah) Tuhan kepada hamba- Nya. Hidayah dan inayah itu dalam Islam selalu tersedia bagi manusia bagaikan udara yang selalu siap dihirup. Allah digambarkan sangat dekat bahkan lebih dekat dari urat nadi manusia.

Kemudian iman juga memiliki dimensi sosial. Iman harus diekspresikan bukan hanya saat beribadah, berdo’a dan dalam keadaan susah, melainkan pada setiap kesempatan dan di semua dimensi kehidupan. Iman bukan hanya menyangkut budi, tetapi juga menyangkut seluruh dimensi: cerita, rasa, karsa, dan karya. Iman harus melahirkan amal saleh.

b.   Islam

Islam memiliki dua pengertian, yaitu Islam dalam pengertian normatif etimologis dan Islam dalam pengertian definitif yaitu nama agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sebagai wahyu yang terakhir. Konsep Islam dalam pengertian ini adalah Islam dalam pengertian normatif etimologis. Dalam pengertian ini Islam berarti “aslama” yang berarti suatu sikap batin untuk tunduk, pasrah atau penyerahan diri kepada kehendak Allah. Sikap pasrah, tunduk dan patuh disini muncul dari keimanan yang mendalam sebagaimana ditunjukkan oleh Ibrahim a.s, murid-murid Isa a.s (Al-Hawariyyun), dan perkataan Musa kepada kaumnya, yaitu sikap batin yang mendalam disertai usaha yang sungguh-sungguh untuk tunduk, patuh, dan rela atas kekuasaan universal Tuhan kepada hambanya. Manusia yang beriman kepada Allah mencari ilmu untuk menggali/mencari karunia Allah dan beramal saleh kepada sesama adalah contoh etika relegius berupa Islam dalam arti pasrah atas keharusan sunnatullah kepada manusia.

c.  Taqwa

Secara etimologis taqwa mempunyai arti yang kompleks dan serba mancakup: takut kepada Allah, melindungi diri dari kehancuran, menjaga kualitas amal, berhati-hati, dan waspada terhadap bahaya atau serangan dalam masalah moral. Taqwa merupakan jaminan kualitas kepribadian (personality quality assurance).

c.    Ikhlas

Ikhlas adalah sikap tulus dan murni dalam tingkah laku perbuatan semata-mata demi memperoleh ridha (perkenan) Allah. Bebas dari pamrih atas agenda-agenda tersembunyi (hidden agenda) dibalik perbuatan itu untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar. Ikhlas dalam berbuat dan berkarya tidak dapat muncul begitu saja, secara relegius Islam, ikhlas dapat lahir dari panggilan keimanan dan ketaqwaan yang dalam, serta sifat qanaah (merasa cukup dengan apa yang ada). Secara ilmiah ikhlas lahir dari orang yang berjiwa besar, memiliki idealisme dan profesionalisme. Perbuatan yang ikhlas adalah perbuatan yang didasari oleh rasa cinta, pengabdian yang tulus dan penuh kesungguhan. Ditengah-tengah masyarakat kata ikhlas juga disebut lillahi ta’ala sering kali diartikan sebagai perbuatan/ karya yang diberi imbalan sekedarnya sehingga kualitasnya juga sekedarnya. Ikhlas merupakan sikap yang semestinya dilakukan oleh manusia dalam segala tindakannya. Mempersembahkan segala amal perbuatan hanya karena Allah dan untuk Allah akan berdampak pada hal-hal berikut:

I.   Pertama, tumbuhnya rasa kedekatan, kehadiran, dan kecintaan Allah kepada kita.

II.  Kedua, tambahnya kesadaran bahwa Allah senantiasa mengawasi dan menolong kita.

III. Ketiga, tambahnya rasa tanggung jawab untuk menjalankan segala tugas dan kewajiban sebagai Amanah Allah yang harus dilakukan secara professional.

IV. Keempat, hidup terasa lebih indah, ringan dan sukses karena semua perbuatannya semata-mata menghadap ridha Allah, tidak untuk pamrih dari sesama manusia.

d.   Tawakkal

Tawakkal adalah sikap senantiasa bersandar kepada Allah dengan penuh harapan kepada-Nya dan keyakinan bahwa dia akan menolong dan menjamin kita dalam mencari dan menemukan jalan yang terbaik. Tawakkal adalah bagian dari etika manusia kepada Tuhan, karena tawakkal merupakan implementasi dari iman, yaitu menaruh kepercayaan kepada Allah, menyerahkan diri dalam menghadapi urusan kepada Allah. Tawakkal juga merupakan sikap yang tidak menyombogkan diri kepada Allah, kerendahan hati dan jiwa yang sehat karena menyadari keterbatasannya. Tawakkal juga menggambarkan sikap berbaik sangka (husnu al-zhan.), tidak melupakan dan tidak meninggalkan Allah. Tawakkal juga menggambarkan jiwa yang ikhlas, lapang dada, kearifan dan kebijaksanaan. Oleh karena itu, dengan bertawakkal hati dan pikiran menjadi tenang dan jernih lebih percaya pada diri sendiri. Tawakkal dapat melahirkan kekuatan yang luar biasa dalam situasi normal dan lebih-lebih dalam keadaan luar biasa. Tawakkal adalah bagian dari akhlak (sikap etis) kepada Allah yang sangat bermanfaat bagi pelaku itu sendiri maupun bagi sesama. Orang yang bertawakkal lebih merasa dekat dan disayangi Tuhan. Hidupnya menjadi mudah, masalah menjadi ringan dan berujung pada kesuksesan.

e.    Syukur

Syukur adalah sikap penuh terima kasih dan penghargaan atas segala kebaikan Tuhan terhadap hamba-Nya yang tak terbatas baik diminta maupun tidak. Sikap syukur merupakan manifestasi keimanan dan keikhlasan sehingga mampu melahirkan perilaku baik sangka (husnu al-zhan) dan berpengharapan kepada Allah. Sikap syukur lahir dari kesadaran bahwa apa yang diberikan oleh Allah adalah yang terbaik apakah itu berupa nikmat atau berupa ujian.

f.     Sabar

Sabar adalah sikap tabah, tekun, ikhlas, teliti, hatihati, tidak gegabah, dan tidak keburu nafsu dalam menghadapi kepahitan hidup atau liku-liku kehidupan dalam menjalankan Amanah yang dipercayakan kepadanya. Orang yang sabar adalah orang yang memiliki kesadaran bahwa kehidupan memiliki tujuan, dan untuk mencapai tujuan itu terdapat banyak rintangan, hambatan, ancaman dan bahkan ujian. Orang yang sabar tidak menghindar dari semua rintangan, ancaman, dan ujian itu. Tetapi dihadapi dengan sabar dan terus bahagia dan berdoa agar diberi jalan keluar yang lebih baik. Orang yang sabar menyadari ia diciptakan oleh Allah, diatur oleh Allah, dan kembali kepada Allah.

g.    Taubat

Taubat secara harfiah adalah kembali kejalan Tuhan atau perbuatan terpuji. Dalam pengertian istilah taubat itu adalah sikap penuh keyakinan dan kesadaran akan kebenaran jalan Tuhan dan bertekad untuk kembali kejalan Tuhan (yang lurus) setelah sebelumnya tersesat di jalan kenistaan disertai penuh harap akan ampunan dan kasih-Nya. Taubat mempunyai dimensi: (a) menyadari kebenaran jalan ilahi sebagai jalan hidup terpuji, (b) menyesali kesalahannya yang menyebabkan hidupnya tercela, dan (c) bertaubat tidak mengulangi lagi kesalahan itu dan kembali ke jalan kebenaran. Taubat adalah keniscayaan dalam hidup manusia, karena manusia itu dhaif (lemah) di hadapan Allah. Dengan taubat dari kesalahan manusia kembali menemukan jati dirinya sebagai makhluk yang fitri dan hanief yang berarti melakukan penyucian dan pencerahan batin. Allah sangat gembira dan menyayangi hambanya yang bertaubat dan menyucikan diri dan akan mencurahkan rahmat dan rezeki yang tidak terbatas.

h.   Zikir

Zikir secara harfiah artinya ingat. Zikrullah artinya ingat kepada Allah. Menurut istilah, zikir adalah sikap batin untuk senantiasa menghadirkan Allah dalam segala keadaan dan segala aktivitas. Dengan demikian zikir bukan sekedar menyebut nama Allah, asma Allah secara lisan seperti yang kebanyakan dipahami orang, melainkan suatu totalitas kepriadian dan tindakan yang senantiasa melibatkan kehadiran Allah untuk memberikan petunjuk dan pertolongannya. Orang yang mampu seperti itu Al-Qur’an memujinya dengan sebutan “Ulul Albab” atau orang yang berhasil mencapai puncak spiritualitas.

2. Sikap Etis Terhadap Sesama

Sikap etis terhadap sesama merupakan refleksi dari sikap etis terhadap Tuhan, karena manusia berkewajiban menjaga hubungan baik kepada Allah dan kepada sesama manusia (hublun minallah wa hublun minannass). Islam mengharuskan umatnya menerapkan trilogi kehidupan yaitu: iman, ilmu, dan amal saleh. Hubungan ketiga hal tersebut saling mensifati: iman yang ilmiah-amaliah, ilmu yang imaniah–amaliah, amaliah yang imaniah - ilmiah. Iman yang tanpa ilmu sesat, iman tanpa amal angan-angan, ilmu tanpa iman absurd, ilmu tanpa iman mandul, amal tanpa iman tertolak dan amal tanpa ilmu gagal.

Kehidupan organisasi (pemerintah maupun bisnis) akan sangat indah apabila dimanaje oleh orang-orang yang karakternya dibentuk oleh pendidikan etika. Penampilannya akan santun, ramah dan menyejukan dari pada mereka yang kering etikanya karena tidak terbiasa dalam pendidikan. Mereka yang kering etika ini boleh jadi tidak menyadari, karena mereka tidak tahu apa sebabnya. Yang merasakan kesenjangan etika itu adalah orang-orang yang dilayaninya, misalnya dalam ungkapan menyebalkan. Etika terhadap sesama ini dapat di kelompokkan dalam tiga kategori:

a)   Etika yang berhubungan dengan sifat pribadi.

Akhlak (etika) pribadi yang dicontohkan Rasul itu adalah:

(1)  Shiddiq

Shiddiq merupakan salah satu sifat utama Rasulullah Muhammad SAW. Shiddiq berarti benar, meneguhkan, taat asas (rule of law). Shiddiq yang dimaksudkan disini adalah moralitas yang mendorong seseorang bersikap dalam berprilaku yang teguh sesuai dengan kebenaran keyakinannya dan membenarkan keyakinan orang lain yang diyakini sebagai orang-orang yang benar. Dengan demikian shiddiq itu berarti bersikap teguh dengan keyakinan, kokoh dan tak mudah goyah dalam memegang prinsip, lurus dalam mentaati asas, peraturan, ketentuan dan tidak mudah menyimpang. Orang yang shiddiq adalah orang yang memiliki komitmen, dedikasi, berkarakter, dan percaya diri.

(2)  Amanah

Amanah adalah salah satu sifat Rasul yang utama. Amanah adalah moralitas untuk senantiasa menjaga kepercayaan yang diberikan orang lain kepada dirinya. Amanah adalah salah satu karakteristik orang yang beriman. Orang yang amanah adalah orang yang dapat menjaga dan mengolaborasikan kepentingan diri sendiri dan kepentingan orang lain. Ia dapat berlaku adil terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain, dan tidak tergoda mengambil keuntungan sepihak diatas kerugian orang lain. Ia sadar bahwa kehidupan manusia itu dipertaruhkan kepada kepercayaan. Tanpa adanya kepercayaan dari dan oleh orang lain maka pada hakekatnya dia telah mati atau dianggap mati.

Al-Qur’an mengatakan bahwa hakekat kehidupan ini adalah menjaga amanah dan yang tidak mampu menjaga amanah adalah pada hakekatnya bukan manusia (insan) atau makhluk yang tidak diberi ruh oleh Tuhan seperti langit, bumi dan gunung (Q.S. Al-Ahzab: 72). Segala apa yang ada di bumi yang dipercayakan Allah kepada manusia untuk mengelolanya dan yang dipercayakan manusia lain kepada dirinya adalah amanah. Anak, istri, binatang

piaraan, sawah, ladang, pekerjaan dan jabatan semuanya adalah amanah yang harus dijaga dan dipelihara sesuai dengan permintaan/perjanjian yang memberikan amanah yaitu Allah dan sesama manusia. Oleh karena itu moralitas amanah akan melahirkan prilaku penuh tanggung jawab (responsible), berani mengambil resiko (caourageous risk taker), dan professional (profesionalisme).

(3)  Fathanah

Fathanah juga merupakan sifat Rasul yang utama. Fathanah berarti cerdas, memahami, tepat dan cemerlang. Fathanah tidak hanya kecerdasan intelektual (Intellectual Quotient) atau IQ semata, tetapi juga diliputi kecerdasan emosional (Emotional Quotient) atau EQ dan kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient) atau SQ. Fathanah terbentuk disamping karena faktor fisik, juga faktor psikis. Disamping memiliki kecerdasan yang memadai juga karena pikiran dan hati yang bersih (Qalbun Salim) dapat mengambil keputusan dengan cepat dan tepat karena di dalam diri (hatinya) tidak ada motif-motif yang terselubung atau agenda-agenda yang tersembunyi atau menyimpang dari kebenaran. Orang yang mempunyai sifat fathanah dalam menghadapi persoalan yang rumit menjadi mudah dan persoalan mudah menjadi menyenangkan. Jargon yang digunakan dalam melayani orang lain “kalau bisa dipermudah kenapa dipersulit”. Sebaliknya orang yang hatinya kasar atau hatinya sakit atau hatinya munafik dan orang yang hatinya mati (qalbun mayyit) senantiasa mempersulit persoalan yang sebenarnya mudah. Jargon yang digunakan dalam memberi pelayanan pada orang lain adalah “kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah”.

(4)  Khalifah

Kata khalifah mempunyai banyak arti tergantung konteks pemakaiannya. Khalifah yang dimaksud disini adalah bukan dalam arti politik, tetapi dalam arti genitiknya sebagaimana yang dimaksud Al-Qur’an bahwa manusia adalah makhluk yang diberi amanah, kepercayaan oleh Tuhan untuk mengelola bumi atau sebagai wakil Allah dimuka bumi

(5)  Mujtahid dan Mujahid

Mujtahid adalah orang yang melakukan ijtihad yaitu yang melakukan pengamalan pemikiran untuk memecahkan suatu masalah. Atau secara singkat dikatakan orang yang berjuang secara psikis. Sedangkan mujahid adalah orang yang berjuang dengan melakukan jihad, yaitu orang yang berjuang melakukan pengamalan untuk mencapai suatu tujuan mulia baik secara psikis maupun phisik atau harta benda, raga dan jiwa tanpa memperhitungkan apakah akan memperoleh imbalan atau kedudukan atau tidak.

(6)  Istiqamah

Istiqamah (consisten) merupakan salah satu sikap penting yang juga dicontohkan Rasulullah. Istiqamah berarti teguh, lurus, konsisten. Istiqomah adalah suatu sikap batin yang kokoh tak tergoyahkan kepada kebenaran dan cita-cita walaupun harus menghadapi kesulitan, rintangan, cobaan, dan ujian. Sikap istiqamah ini menghiasi diri orang yang beriman dengan kokoh. Ia berani mengatakan; Qul al-haq walau kaana murran (katakanlah kebenaran itu walau pahit), walaupun dihadapan pemimpin yang lalim. Istiqamah adalah kunci keberhasilan dalam hidup.

(7)  Sahiyun

Sahiyun (dermawan) adalah sikap peduli, empati dan merasa terpanggil untuk menolong sesama manusia yang sedang terbelenggu oleh kemiskinan, kebodohan, kedhaliman, dan penyakit dengan mendermakan sebagian dari harta yang dimiliki atas dasar keikhlasan dan mengharap ridha Allah. Seseorang disebut dermawan apabila prilaku dermawannya itu built in dalam kepriadiannya dan dilakukan dalam situasi apapun. Ia tetap dermawan ketika dalam kecukupan maupun kekurangan, ketika menduduki jabatan atau tidak. Orang yang bersedekah dengan tujuan untuk memperoleh jabatan seperti menjelang pemilu, atau orang bersedekah tatkala ajal sudah hendak menjemputnya atau bersedekah untuk menghalangi orang kejalan Allah, bukan kategori orang yang dermawan, bahkan mereka termasuk orang-orang yang merugi karena yang dilakukan itu tidak diterima sebagai kebajikan. Orang yang dermawan atau baik hati, atau ringan tangan mendapat tempat terhormat di hati masyarakat. Ia dicintai, dibela, dan dihormati, serta dijaga oleh masyarakatnya sehingga jauh dari musuh dan bala. Kedermawanan juga dapat menghapus aib atau kelemahan seseorang. Kalau si dermawan tersebut seorang pemimpin maka dia akan sukses dalam kepemimpinannya.

(8)  Adl

Adl atau adil adalah salah satu sifat Tuhan dalam asmaul husna. Adil adalah suatu upaya sungguh-sungguh untuk bersikap jujur “seimbang” atau “pertengahan” dalam memandang, menilai atau menyikapi sesuatu atau seseorang. Sikap kepada sesuatu atau seseorang itu dilakukan hanya setelah mempertimbangkan dari segala segi secara jujur, seimbang, proporsional dengan penuh itikad baik dadan bebas dari prasangka atau motif-motif tersembunyi.

Adil dapat dibedakan dalam tiga kategori:

I.  Adil yang diketahui oleh akal seperti keadilan dalam hukum positif.

II. Adil yang dapat diketahui indra keadilan dalam timbangan, takaran, ukuran dan pembagian (harta, waktu dan sebagainya).

III. Adil yang dapat dirasakan tetapi sulit dibagikan seperti cinta..

b)  Etika yang berhubungan dengan sikap dalam pergaulan terhadap sesama.

(1) Silaturrahmi

Silaturrahmi adalah pertalian rasa cinta kasih antar sesama manusia, khususnya antar saudara, kerabat, handai taulan, tetangga, dan mitra kerja. Hubungan dan komunikasi antar sesama manusia ini harus dibangun atas dasar cinta kasih. Dengan cinta kasih semua persoalan, semua masalah dapat diselesaikan dengan win-win solution dan happy ending (khusnul khatimah). Silaturrahmi dapat menambahkan: rasa toleransi, empati dan cinta kasih. Silaturrahmi juga dapat menghilangkan prasangka buruk, curiga, perselesihan, kebencian dan permusuhan antar sesama. Silaturrahmi lebih dari sekedar berkomunikasi dan bertegur sapa. Silaturrahmi juga menyambung dan menghubungkan kembali tali persaudaraan, kekeluargaan, dan kemitraan yang terputus. Dalam silaturrahmi terdapat misi kemanusiaan yang harmonis seperti: cinta kasih (rahmah), perdamaian (ishlah), kerukunan dan kebersamaan (ukhuwah) dan seterusnya.

(2) Ukhuwah

Ukhuwah (persaudaraan) adalah semangat persaudaraan yang universal diantara sesama manusia yang memiliki keragaman budaya, agama, bahasa, adat istiadat, peradaban, suku bangsa dan politik. Semangat persaudaraan itu mengundang makna tindakan positif yang merupakan keharusan untuk saling mengenal, saling menghargai, saling menghormati, saling menolong dalam kebajikan dan taqwa, saling mendo’akan, dan saling belajar. Dan dalam makna yang lain ukhuwah juga berarti tidak saling menghina, saling mengejek, saling merendahkan, banyak berprasangka dan suka mencari-cari kesalahan orang lain,

(3) Musaawah

Musaawah adalah pandangan bahwa manusia itu sama dan sederajat dalam harkat dan martabatnya tanpa memandang jenis kelamin, kebangsaan, dan sukunya. Tinggi rendahnya manusia hanya ada dalam pandangan Tuhan berdasarkan kadar ketaqwaaannya.

(4) Tawadhu

Tawadhu (rendah hati) adalah merendahkan kemuliaan yang dimiliki terhadap orang lain yang lebih rendah dan tetap menjaga diri terhadap orang lain yang lebih tinggi. Sikap rendah hati berasal dari ketundukan kepada yang haq dari manapun datangnya dan bukan ketundukan karena silau terhadap dunia. Sikap rendah hati tumbuh karena keinsyafan bahwa segala kemuliaan (kekuasaan, harta dan jabatan) hakekatnya adalah milik Allah, maka tidak sepantasnya manusia mengklaim kemuliaan itu kecuali dengan prilaku dan karya yang baik.

(5) Husnu al-zhan

Husnu al-zhan adalah pandangan bahwa manusia itu pada dasarnya adalah berkecendrungan baik. Manusia adalah makhluk yang paling mulia dan paling potensial dari segala ciptaan Allah dan paling dipercaya oleh Tuhan untuk mengelola alam semesta ini. Dalam konteks kemanusiaan sikap husnu al-zhan dasarnya adalah saling percaya, saling menghormati, saling bertukar informasi, dan saling menasehati.

c) Etika yang berhubungan dengan aktivitas berkarya

(1) Tabligh

Tabligh merupakan salah satu sifat yang dicontohkan Rasulullah SAW yang menjadi kunci keberhasilan dalam menjalankan tugas kerasulannya. Tabligh menurut bahasa berarti menyampaikan pesanpesan Tuhan secara penuh dan tuntas tanpa ada yang disembunyikan. Dalam pengertian sehari-hari tabligh dapat dipahami sebagai menjalankan tugas yang menjadi tanggung jawab secara professional (dengan komitmen, dedikasi, dan keahlian), sehingga prosesnya dapat berjalan secara efektif dan efesien dan hasilnya berkualitas dan maksimal. Dalam berkehidupan berorganisasi tabligh juga berarti tidak melakukan internalisasi, yaitu tidak menyalahgunakan fasilitas dan tujuan organisasi untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Dalam Bahasa kontemporer tabligh berarti anti korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam menjalankan amanat atau tugas yang menjadi tanggung jawab.

(2) Ruh al-jihad

Ruh al-jihad adalah semangat juang yang gigih untuk mengalahkan kekuatan destruktif baik yang bersifat pribadi (perang melawan hawa nafsu) maupun perang melawan musuh bersama guna membela dan mempertahankan agama, kebenaran, kehormatan, nyawa, harta dan tanah air dengan niat karena Allah dan untuk memperoleh ridha-Nya. Jihad dilakukan dengan ruhani, lisan, harta, dan nyawa dan dilakukan sepanjang waktu sampai kekuatan destruktif itu terkalahkan. Jihad dikelompokkan menjadi jihad melawan hawa nafsu dilakukan sepanjang hayat, jihad melawan musuh bersama dilakukan pada waktu-waktu tertentu dan jihad fi sabilillah (berjuang di jalan Allah) dilakukan kapan saja dan oleh siapa saja merupakan keniscayaan. Misalnya seorang kepala negara berjuang untuk kesejahteraan rakyatnya, seorang manajer perusahaan berjuang untuk kesejahteraan karyawannya, dan seorang dokter berjuang untuk kesembuhan pasiennya, seorang ayah berjuang mencari nafkah untuk anak-anaknya dan istrinya. Jadi semua orang berjuang fi sabilillah. Dalam konteks manajemen semangat jihad ini sangat diperlukan untuk menstimulasi berjalannya roda organisasi.

(3) Kerja sebagai ibadah

Hidup dan kerja bagi manusia merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan dari ibadah kepada Allah. Oleh karena itu hidup dan kerja harus dijalani dengan sebaik-baiknya, penuh kesungguhan, komitmen dan dedikasi yang tinggi. Ibadah adalah mempersembahkan (mendedikasikan) seluruh kehidupan dan karyanya hanya kepada Tuhan.

(4) Uswah hasanah

Uswah hasanah maksudnya suri tauladan yang baik sebagaimana yang bisa ditiru dari pribadi Nabi Muhammad SAW dan Nabi Ibrahim as. Uswah hasanah terbentuk atas dasar kesungguhan dan prestasi dalam perjuangan. Etos keteladanan ini sangat penting dikembangkan dalam rangka memajukan organisasi (institusi pemerintah maupun bisnis), terutama oleh para pemimpin. Misalnya untuk menegakkan disiplin jam kerja kantor, seorang pemimpin/manajer tidak bisa hanya memerintahkan karyawan semuanya masuk jam 08.00 pulang jam 16.00, sementara dia sendiri tidak pernah tertib, bahkan masuk kerja selalu terlambat dari awal jam kerja. Jelas dia tidak bisa menertibkan anak buahnya dan malah bisa jadi bahan cemoohan. Dia baru bisa menertibkan jam kerja anak buah bila ia bersedia dengan tulus ikhlas menjadi contoh (teladan) bagi anak buahnya. Jadi ia sendiri harus menjadi contoh orang yang paling awal masuk ke tempat kerja setiap hari, begitu juga dengan jam pulang, ia harus rela jadi orang yang terakhir pulang. Dan itu harus ia lakukan dengan ikhlas. Bila itu sudah bisa ia lakukan maka dapat dipastikan ia dapat menanamkan disiplin jam kerja kepada semua karyawannya, Memberi contoh (teladan) bagi anak buah ini adalah perjuangan yang berat tetapi mulia, karena sangat berpengaruh pada peningkatan etos kerja karyawan.

(5) Musyarakah dan Ta’awun

Musyarakah dan ta’awun artinya persekutuan dalam kebaikan, dan kemaslahatan atau perdamaian (taqwa), dan sebaliknya di dalam Islam orang dilarang berserikat dan ber-ta’awun dalam hal keburukan dan permusuhan

(6) Al-Wafa

Al-Wafa adalah menepati janji apabila seseorang berjanji setiap orang yang berjanji akan dimintai pertanggungjawaban oleh manusia dimana ia berjanji dan di akhirat nanti oleh Tuhan. Dan orang yang tidak bisa menepati janjinya adalah orang yang munafik. Orang yang munafik itu mempunyai standar ganda dalam menyikapi permasalahan yang dihadapi dan kesimpulannya kepada yang menguntungkan, memilih jalan selamat yang sifatnya situasional. Kemunafikan dapat terjadi pada siapa saja termasuk pada orang-orang beriman. Menepati janji bukan hanya merupakan prilaku terpuji yang sangat dihormati oleh setiap manusia, bahkan lebih dari itu mengajarkan kunci keberhasilan hidup seseorang. Dan dari perspektif keimanan merupakan indikator kadar keimanan seseorang yang dapat menentukan orang itu dapat dipercaya atau tidak baik ucapan maupun tindakannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH DALAM BISNIS KONTEMPORER

  MATERI- PENGANTAR BISNIS ISLAM Oleh: Eny Latifah, S.E.Sy.,M.Ak Perspektif Ekonomi Syariah dalam Bisnis Kontemporer   A.      Pengertian Ek...