Rabu, 09 Maret 2022

EKONOMI MIKRO ISLAM

 

EKONOMI MIKRO ISLAM

 

      PENGERTIAN EKONOMI MIKRO ISLAM

Ilmu ekonomi mikro (sering juga ditulis mikroekonomi) adalah cabang dari ilmu ekonomi yang mempelajari perilaku konsumen dan perusahaan serta penentuan harga-harga pasar dan kuantitas faktor input, barang, dan jasa yang diperjualbelikan. Ekonomi mikro meneliti bagaimana berbagai keputusan dan perilaku tersebut mempengaruhi penawaran dan permintaan atas barang dan jasa, yang akan menentukan harga; dan bagaimana harga, pada gilirannya, menentukan penawaran dan permintaan barang dan jasa selanjutnya. Individu yang melakukan kombinasi konsumsi atau produksi secara optimal, bersama-sama individu lainnya di pasar, akan membentuk suatu keseimbangan dalam skala makro; dengan asumsi bahwa semua hal lain tetap sama (ceteris paribus).

Ekonomi Mikro Islam adalah salah satu jenis ilmu ekonomi dengan fokus pendekatan kepada hal-hal dalam lingkup mikro seperti mempelajari perilaku konsumen dan produsen secara Islami, mengetahui teori penawaran dan permintaan barang dan jasa dari sudut pandang Islam, mengetahui mekanisme dan aneka macam pasar dari sudut pandang Islam, mengetahui pandangan Islam atas alat tukar atau uang, serta mengetahui peranan perekonomian dalam Islam demi menciptakan Fallah (kesejahteraan) ummat.

Salah satu tujuan ekonomi mikro adalah menganalisa pasar beserta mekanismenya yang membentuk harga relatif kepada produk dan jasa, dan alokasi dari sumber terbatas diantara banyak penggunaan alternatif. Ekonomi mikro menganalisa kegagalan pasar, yaitu ketika pasar gagal dalam memproduksi hasil yang efisien; serta menjelaskan berbagai kondisi teoritis yang dibutuhkan bagi suatu pasar persaingan sempurna. Bidang-bidang penelitian yang penting dalam ekonomi mikro, meliputi pembahasan mengenai keseimbangan umum (general equilibrium), keadaan pasar dalam informasi asimetris, pilihan dalam situasi ketidakpastian, serta berbagai aplikasi ekonomi dari teori permainan. Juga mendapat perhatian ialah pembahasan mengenai elastisitas produk dalam sistem pasar.


     PERBEDAAN MIKROEKONOMI DAN MAKROEKONOMI

         Teori Mikroekonomi

Suatu bidang dalam ilmu ekonomi yang menganalisis mengenai    bagian-bagian kecil dari keseluruhan kegiatan perekonomian dan isu pokok yang dianalisis adalah bagaimana caranya menggunakan faktor-faktor produksi yang tersedia secara efisien agar kemakmuran masyarakat dapat dimaksimumkan.

Analisis dalam teori ekonomi mikro dibuat berdasarkan pemikiran bahwa :

a.       Kebutuhan dan keinginan manusia adalah tidak terbatas.

b.      Kemampuan faktor-faktor produksi menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat adalah terbatas.


Teori Makrokonomi

Suatu bidang dalam ilmu ekonomi yang menganalisis mengenai keseluruhan kegiatan perekonomian. Analisis bersifat umum dan tidak memperhatikan kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh unit-unit kecil dalam perekonomian.

Ekonomi makro membahas aktivitas ekonomi secara keseluruhan, terutama mengenai pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran, berbagai kebijakan perekonomian yang berhubungan, serta dampak atas beragam tindakan pemerintah (misalnya perubahan tingkat pajak) terhadap hal-hal tersebut.

 

Jadi dalam teori ekonomi makro ada dua (2) analisis yang digunakan:

1)    Analisis kegiatan pembeli (konsumen) yang dianalisis bukan perilaku seorang pembeli, tetapi keseluruhan pembeli yang ada dalam perekonomian.

2)    Analisis perilaku produsen yang dianalisis bukan perilaku seorang produsen, tetapi kegiatan keseluruhan produsen yang ada dalam perekonomian.

Secara tidak langsung yang membedakan teori ekonomi mikro Islam dengan ekonomi Makro Islam adalah lingkup yang berbeda, kalau mikro Islam lebih kepada lingkup mikro yang bersifat individual dalam mengsikapi segala hal yang berkaitan dengan perekonomian ummat atau bangsa, sedangkan makro memiliki lingkup yang lebih luas dibanding mikro karena terkait secara langsung dengan tingkat pemasukan dan pengeluaran perekonomian bangsa.

Disamping perbedaan tersebut, terdapat juga persamaan antara ekonomi mikro Islam dan ekonomi makro Islam yaitu sama-sama menjalankan dan mencari solusi permasalhan perekonomian dengan memakai landasan syariah Islam demi mendapatkan keridloan Allah.

 

      PELAKU-PELAKU KEGIATAN EKONOMI

1.  Rumah Tangga

Rumah tangga adalah pemilik berbagai faktor produksi yang tersedia dalam perekonomian, sektor ini menyediakan tenaga kerja dan tenaga usahawan, barang-barang model, kekayaan alam dan harta tetap lainnya.

2.  Perusahaan

Perusahaan adalah organisasi yang dikembangkan oleh seorang atau sekumpulan orang dengan tujuan untuk menghasilkan berbagai jenis barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat. Kegiatan mereka dalam perekonomian ialah mengorganisasikan faktor-faktor produksi sedemikian rupa sehingga kebutuhan rumah tangga berupa barang dan jasa dapat diproduksi dengan sebaik-baiknya.

3.  Pemerintah

Pemerintah adalah badan-badan pemerintah yang bertugas untuk mengatur kegiatan ekonomi, termasuk didalamnya adalah departemen pemerintah, badan yang mengatur penanaman modal, bank sentral, pemerintah daerah, angkatan bersenjata dan sebagainya.


      MADZHAB DALAM EKONOMI ISLAM

Dalam tataran paradigma seperti di atas, para ekonom Muslim tidak menghadapi masalah perbedaan pendapat yang berarti. Namun, ketika mereka diminta untuk menjelaskan apa dan bagaimana konsep ekonomi Islam itu, mulai muncullah perbedaan pendapat. Sampai saat ini, pemikiran para ekonom Muslim kontemporer dapat diklasifikasikan setidaknya menjadi tiga Madzhab

sebagaimana akan dijelaskan berikut:

 

1.   Madzhab Bagir al-Sadr

Madzhab ini dipelopori oleh Baqir as-Sadr dengan bukunya yang fenomenal Iqtishâdunâ (Ekonomi Kita). Madzhab ini berpendapat bahwa ilmu ekonomi (economics) tidak pernah bisa sejalan dengan Islam. Ekonomi tetap ekonomi, dan Islam tetap Islam. Keduanya tidak akan pernah dapat disatukan, karena keduanya berasal dari filosofi yang saling kontradiktif. Yang satu anti-Islam, yang lainnya Islam. Menurut mereka, perbedaaan filosofi ini berdampak pada perbedaan cara pandang keduanya dalam melihat ekonomi. Menurut ilmu ekonomi, masalah ekonomi muncul karena adanya keinginan manusia yang tidak terbatas sementara sumber daya yang tersedia untuk memuaskan keinginan manusia tersebut jumlahnya terbatas. Madzhab Baqir menolak pernyataan ini, karena menurut mereka, Islam tidak mengenal adanya sumber daya yang terbatas. Dalil yang dipakai adalah QS. al-Qamar (54):49: “Sungguh telah Kami ciptakan segala sesuatu dalam ukuran yang setepat-tepatnya.” Dengan demikian, karena segala sesuatu telah terukur dengan sempurna, sebenarnya Allah telah memberikan sumber daya yang cukup bagi seluruh manusia di dunia. Maka tergantung manusianya yang akan mengolah, memanfaatkan dan mengoptimalkan kesempurnaan sumber daya yang ada di dunia ini. Pendapat bahwa keinginan manusia itu tidak terbatas juga ditolak. Suatu contoh adalah manusia akan berhenti minum jika dahaganya sudah terpuaskan. Oleh karena itu, mazhab ini berkesimpulan bahwa keinginan yang tidak terbatas itu tidak dapat dibenarkan karena kenyataannya keinginan manusia itu terbatas. Bandingkan pendapat ini dengan teori Marginal Utility, Law of Diminishing Returns, dan Hukum Gossen dalam ilmu ekonomi.

Madzhab Baqir juga berpendapat bahwa masalah ekonomi muncul karena adanya distribusi yang tidak merata dan adil sebagai akibat sistem ekonomi yang membolehkan eksploitasi pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah. Yang kuat memiliki akses terhadap sumber daya sehngga menjadi sangat kaya, sementara yang lemah tidak memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat miskin. Karena itu masalah ekonomi muncul bukan karena sumber manusia yang terbatas. Tetapi karena keserakahan manusia yang tidak terbatas. Karena menurut mereka, istilah “ekonomi Islami” adalah istilah yang bukan hanya tidak sesuai dan salah, tapi juga menyesatkan dan kontradiktif, karena itu penggunaan istilah “ekonomi Islami” harus dihentikan. Sebagai gantinya, ditawarkan istilah baru yang berasal dari filosofi Islam, yakni Iqtishâd. Menurut mereka, iqtishâd bukan sekedar terjemahan dari ekonomi. Iqtishâd berasal dari bahasa Arab qasd yang secara harfiah berarti “equilibrium” atau “keadaan sama, seimbang atau pertengahan”.

2.  Madzhab Mainstream

Madzhab Mainstream berbeda pendapat dengan madzhab Bagir. Madzhab ini justru setuju bahwa masalah ekonomi muncul karena sumber daya yang terbatas yang dihadapkan pada keinginan manusia yang tidak terbatas. Misalnya, bahwa total permintaan dan penawaran beras di seluruh dunia berada pada titik equilibrium. Namun, jika kita berbicara pada tempat dan waktu tertentu, maka mungkin terjadi kelangkaan sumber daya. Bahkan ini yang sering terjadi. Suplai beras di Ethiopia dan Bangladesh, misalnya, tentu lebih langka dibandingkan di Thailand. Jadi, keterbatasan sumber daya memang ada, dan diakui pula oleh Islam. Dalil yang dipakai adalah QS. al-Baqarah (2): 155:

“Dan sungguh akan kami uji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira bagi orang-orang yang sabar.”

Sedangkan keinginan manusia yang tidak terbatas dianggap sebagai hal yang alamiah. Dengan merujuk kepada Firman Allah swt surat al-Takatsur (102): 1-5)

 “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk

ke liang kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu).”26

Dengan demikian, pandangan madzhab ini tentang masalah ekonomi hampir tidak ada bedanya dengan pandangan ekonomi konvensional. Kelangkaan sumber dayalah yang menjadi penyebab munculnya masalah ekonomi.

Bila demikian, di manakah letak perbedaan madzhab Mainstream ini dengan ekonomi konvensional?

Perbedaannya terletak dalam cara menyelesaikan masalah tersebut. Dilema sumber daya yang terbatas versus keinginan yang tak terbatas memaksa manusia untuk melakukan pilihan-pilihan atas keinginannya. Kemudian manusia membuat skala prioritas pemenuhan keinginan, dari yang paling penting sampai kepada yang paling tidak penting. Dalam ekonomi konvensional, pilihan dan penentuan skala prioritas dilakukan berdasarkan selera pribadi masing-masing. Manusia boleh mempertimbangkan tuntutan agama, boleh juga mengabaikannya. Hal demikian dalam bahasa al-Qur’an disebut: “pilihan dilakukan dengan mempertaruhkan hawa nafsunya”. Tetapi dalam ekonomi Islam, keputusan pilihan ini tidak dapat dilakukan semaunya saja. Prilaku manusia dalam setiap aspek kehidupannya – termasuk ekonomi – selalu dipandu oleh Allah lewat al-Qur’an dan al- Sunnah.

Di antara tokoh mazhab ini adalah M. Umer Chapra, yang mengatakan bahwa usaha mengembangkan ekonomi Islam bukan berarti memusnahkan semua hasil analisis yang baik dan sangat berharga yang telah dicapai oleh ekonomi konvensional selama lebih dari seratus tahun terakhir. Mengadopsi hal-hal yang baik dan bermanfaat yang dihasilkan oleh bangsa dan budaya non- Islam sama sekali tidak dilarang oleh agama. Nabi bersabda bahwa hikmah/ilmu itu bagi umat Islam adalah ibarat barang yang hilang. Di mana saja ditemukan, maka umat Muslimlah yang paling berhak mengambilnya. Catatan sejarah umat Muslim memperkuat hal ini, para ulama dan ilmuwan Muslim banyak mengadopsi dari peradaban lain seperti Yunani, India, Persia, Cina dan lain-lain. Yang bermanfaat diambil, yang tidak bermanfaat dibuang, sehingga terjadi transformasi ilmu dengan diterangi cahaya Islam, meminjam istilah Naquib Al-Attas, Islamisasi Ilmu Pengetahuan.

3.  Madzhab Alternatif Kritis

Madzhab ini mengkritik kedua madzhab sebelumnya. Madzhab Bagir dikritik sebagai madzhab yang berusaha untuk menemukan sesuatu yang baru yang sebenarnya sudah ditemukan oleh orang lain. Menghancurkan teori lama, kemudian menggantinya dengan teori baru. Sementara madzhab Mainstream dikritiknya sebagai jiplakan dari ekonomi neo klasik dengan menghilangkan variabel riba dan memasukkan variabel zakat serta niat.

Madzhab ini adalah sebuah madzhab yang kritis. Mereka berpendapat bahwa analisis kritis bukan saja harus dilakukan terhadap sosialisme dan kapitalisme, tetapi juga terhadap ekonomi Islam itu sendiri. Mereka yakin bahwa Islam pasti benar, tetapi ekonomi Islami belum tentu benar, karena ekonomi Islami adalah hasil tafsiran manusia terhadap al-Qur’ân dan al-Sunnah, sehingga nilai kebenarannya tidak mutlak. Proposisi dan teori yang diajukan oleh ekonomi Islam harus selalu diuji kebenarannya sebagaimana yang dilakukan terhadap ekonomi konvensional.

Walaupun pemikiran para pakar tentang ekonomi Islam terbagi ke dalam tiga mazhab di atas, namun pada dasarnya mereka setuju dengan prinsip-prinsip umum yang mendasarinya. Bangunan ekonomi Islam didasarkan atas lima nilai universal, yakni: tawhid (keimanan), ’adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khalîfah (pemerintahan), dan ma’âd (hasil). Kelima nilai inilah menjadi dasar inspirasi untuk menyusun proposisi-proposisi dan teori-teori ekonomi Islam. Namun demikian, teori yang kuat dan baik tanpa diaplikasikan menjadi sistem, akan menjadikan ekonomi Islam hanya sebagai kajian ilmu saja tanpa memberikan dampak pada kehidupan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, dari kelima nilai-nilai universal tersebut, dibangunlah tiga prinsip derivatif yang menjadi ciri-ciri dan cikal bakal sistem ekonomi Islam. Ketiga prinsip derivatif itu adalah multitype ownership, freedom to act, dan social justice. Di atas semua nilai dan prinsip inilah dibangunlah konsep yang memayungi kesemuanya, yakni konsep akhlak. Akhlak menempati posisi sentral, karena akhlak inilah yang menjadi tujuan Islam dan dakwan para Nabi, yaitu untuk menyempurnakan akhlak manusia. Akhlak inilah yang menjadi panduan para pelaku ekonomi dan bisnis dalam melakukan segala aktivitasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH DALAM BISNIS KONTEMPORER

  MATERI- PENGANTAR BISNIS ISLAM Oleh: Eny Latifah, S.E.Sy.,M.Ak Perspektif Ekonomi Syariah dalam Bisnis Kontemporer   A.      Pengertian Ek...