EKONOMI
MIKRO ISLAM
PENGERTIAN EKONOMI MIKRO ISLAM
Ilmu ekonomi mikro (sering juga
ditulis mikroekonomi) adalah
cabang dari ilmu ekonomi yang mempelajari perilaku konsumen dan perusahaan
serta penentuan harga-harga pasar dan kuantitas faktor input, barang, dan jasa
yang diperjualbelikan. Ekonomi mikro meneliti bagaimana
berbagai keputusan dan perilaku tersebut mempengaruhi penawaran dan permintaan
atas barang dan jasa, yang akan menentukan harga; dan bagaimana harga, pada
gilirannya, menentukan penawaran dan permintaan barang dan jasa selanjutnya.
Individu yang melakukan kombinasi konsumsi atau produksi secara optimal,
bersama-sama individu lainnya di pasar, akan membentuk suatu keseimbangan dalam
skala makro; dengan asumsi bahwa semua hal lain tetap sama (ceteris paribus).
Ekonomi Mikro Islam adalah salah
satu jenis ilmu ekonomi dengan fokus pendekatan kepada hal-hal dalam lingkup
mikro seperti mempelajari perilaku konsumen dan produsen secara Islami,
mengetahui teori penawaran dan permintaan barang dan
jasa dari sudut pandang Islam,
mengetahui mekanisme dan aneka macam pasar dari sudut pandang Islam, mengetahui
pandangan Islam atas alat tukar atau uang, serta mengetahui peranan
perekonomian dalam Islam demi menciptakan Fallah
(kesejahteraan) ummat.
Salah satu tujuan ekonomi mikro adalah menganalisa pasar
beserta mekanismenya yang membentuk harga relatif kepada produk dan jasa, dan
alokasi dari sumber terbatas diantara banyak penggunaan alternatif. Ekonomi
mikro menganalisa kegagalan pasar, yaitu ketika pasar gagal dalam memproduksi
hasil yang efisien; serta menjelaskan berbagai kondisi teoritis yang dibutuhkan
bagi suatu pasar persaingan sempurna. Bidang-bidang penelitian yang penting
dalam ekonomi mikro, meliputi pembahasan mengenai keseimbangan umum (general equilibrium), keadaan pasar dalam
informasi asimetris, pilihan dalam situasi ketidakpastian, serta berbagai
aplikasi ekonomi dari teori permainan. Juga mendapat perhatian ialah pembahasan
mengenai elastisitas produk dalam sistem pasar.
PERBEDAAN MIKROEKONOMI DAN
MAKROEKONOMI
Teori
Mikroekonomi
Suatu bidang dalam ilmu ekonomi yang menganalisis
mengenai bagian-bagian kecil dari
keseluruhan kegiatan perekonomian dan isu pokok yang dianalisis adalah
bagaimana caranya menggunakan faktor-faktor produksi yang tersedia secara
efisien agar kemakmuran masyarakat dapat dimaksimumkan.
Analisis dalam
teori ekonomi mikro dibuat berdasarkan pemikiran bahwa :
a. Kebutuhan dan keinginan manusia adalah tidak terbatas.
b. Kemampuan faktor-faktor produksi menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat adalah terbatas.
Teori Makrokonomi
Suatu bidang dalam ilmu ekonomi yang menganalisis mengenai
keseluruhan kegiatan perekonomian. Analisis bersifat umum dan tidak
memperhatikan kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh unit-unit kecil dalam
perekonomian.
Ekonomi makro membahas aktivitas ekonomi secara keseluruhan,
terutama mengenai pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran, berbagai
kebijakan perekonomian yang berhubungan, serta dampak atas beragam tindakan
pemerintah (misalnya perubahan tingkat pajak) terhadap hal-hal tersebut.
Jadi dalam
teori ekonomi makro ada dua (2) analisis yang digunakan:
1)
Analisis
kegiatan pembeli (konsumen) yang dianalisis bukan perilaku seorang pembeli,
tetapi keseluruhan pembeli yang ada dalam perekonomian.
2)
Analisis perilaku produsen yang
dianalisis bukan perilaku seorang produsen, tetapi kegiatan keseluruhan
produsen yang ada dalam perekonomian.
Secara tidak langsung yang membedakan teori ekonomi mikro
Islam dengan ekonomi Makro Islam adalah lingkup yang berbeda, kalau mikro Islam
lebih kepada lingkup mikro yang bersifat individual dalam mengsikapi segala hal
yang berkaitan dengan perekonomian ummat atau bangsa, sedangkan makro memiliki
lingkup yang lebih luas dibanding mikro karena terkait secara langsung dengan
tingkat pemasukan dan pengeluaran perekonomian bangsa.
Disamping perbedaan tersebut, terdapat juga persamaan antara
ekonomi mikro Islam dan ekonomi makro Islam yaitu sama-sama menjalankan dan
mencari solusi permasalhan perekonomian dengan memakai landasan syariah Islam
demi mendapatkan keridloan Allah.
PELAKU-PELAKU KEGIATAN EKONOMI
1. Rumah Tangga
Rumah tangga adalah pemilik berbagai faktor produksi yang
tersedia dalam perekonomian, sektor ini menyediakan tenaga kerja dan tenaga
usahawan, barang-barang model, kekayaan alam dan harta tetap lainnya.
2. Perusahaan
Perusahaan adalah organisasi yang
dikembangkan oleh seorang atau sekumpulan orang dengan tujuan untuk
menghasilkan berbagai jenis barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat.
Kegiatan mereka dalam perekonomian ialah mengorganisasikan faktor-faktor
produksi sedemikian rupa sehingga kebutuhan rumah tangga berupa barang dan jasa
dapat diproduksi dengan sebaik-baiknya.
3. Pemerintah
Pemerintah adalah badan-badan pemerintah yang bertugas untuk
mengatur kegiatan ekonomi, termasuk didalamnya adalah departemen pemerintah,
badan yang mengatur penanaman modal, bank sentral, pemerintah daerah, angkatan
bersenjata dan sebagainya.
MADZHAB DALAM EKONOMI ISLAM
Dalam tataran paradigma seperti di atas, para
ekonom Muslim tidak menghadapi masalah perbedaan pendapat yang berarti. Namun,
ketika mereka diminta untuk menjelaskan apa dan bagaimana konsep ekonomi Islam
itu, mulai muncullah perbedaan pendapat. Sampai saat ini, pemikiran para ekonom
Muslim kontemporer dapat diklasifikasikan setidaknya menjadi tiga Madzhab
sebagaimana akan dijelaskan berikut:
1. Madzhab
Bagir al-Sadr
Madzhab ini dipelopori oleh Baqir as-Sadr
dengan bukunya yang fenomenal Iqtishâdunâ (Ekonomi Kita). Madzhab ini berpendapat
bahwa ilmu ekonomi (economics) tidak pernah bisa sejalan dengan Islam.
Ekonomi tetap ekonomi, dan Islam tetap Islam. Keduanya tidak akan pernah dapat
disatukan, karena keduanya berasal dari filosofi yang saling kontradiktif. Yang
satu anti-Islam, yang lainnya Islam. Menurut mereka, perbedaaan filosofi ini
berdampak pada perbedaan cara pandang keduanya dalam melihat ekonomi. Menurut
ilmu ekonomi, masalah ekonomi muncul karena adanya keinginan manusia yang tidak
terbatas sementara sumber daya yang tersedia untuk memuaskan keinginan manusia
tersebut jumlahnya terbatas. Madzhab Baqir menolak pernyataan ini, karena
menurut mereka, Islam tidak mengenal adanya sumber daya yang terbatas. Dalil
yang dipakai adalah QS. al-Qamar (54):49: “Sungguh telah Kami ciptakan
segala sesuatu dalam ukuran yang setepat-tepatnya.” Dengan demikian,
karena segala sesuatu telah terukur dengan sempurna, sebenarnya Allah telah
memberikan sumber daya yang cukup bagi seluruh manusia di dunia. Maka tergantung
manusianya yang akan mengolah, memanfaatkan dan mengoptimalkan kesempurnaan
sumber daya yang ada di dunia ini. Pendapat bahwa keinginan manusia itu tidak
terbatas juga ditolak. Suatu contoh adalah manusia akan berhenti minum jika dahaganya
sudah terpuaskan. Oleh karena itu, mazhab ini berkesimpulan bahwa keinginan
yang tidak terbatas itu tidak dapat dibenarkan karena kenyataannya keinginan
manusia itu terbatas. Bandingkan pendapat ini dengan teori Marginal Utility,
Law of Diminishing Returns, dan Hukum Gossen dalam ilmu ekonomi.
Madzhab Baqir juga berpendapat bahwa masalah
ekonomi muncul karena adanya distribusi yang tidak merata dan adil sebagai
akibat sistem ekonomi yang membolehkan eksploitasi pihak yang kuat terhadap
pihak yang lemah. Yang kuat memiliki akses terhadap sumber daya sehngga menjadi
sangat kaya, sementara yang lemah tidak memiliki akses terhadap sumber daya
sehingga menjadi sangat miskin. Karena itu masalah ekonomi muncul bukan karena
sumber manusia yang terbatas. Tetapi karena keserakahan manusia yang tidak terbatas.
Karena menurut mereka, istilah “ekonomi Islami” adalah istilah yang bukan hanya
tidak sesuai dan salah, tapi juga menyesatkan dan kontradiktif, karena itu
penggunaan istilah “ekonomi Islami” harus dihentikan. Sebagai gantinya,
ditawarkan istilah baru yang berasal dari filosofi Islam, yakni Iqtishâd.
Menurut mereka, iqtishâd bukan sekedar terjemahan dari ekonomi. Iqtishâd
berasal dari bahasa Arab qasd yang secara harfiah berarti “equilibrium”
atau “keadaan sama, seimbang atau pertengahan”.
2.
Madzhab Mainstream
Madzhab Mainstream berbeda pendapat
dengan madzhab Bagir. Madzhab ini justru setuju bahwa masalah ekonomi muncul
karena sumber daya yang terbatas yang dihadapkan pada keinginan manusia yang
tidak terbatas. Misalnya, bahwa total permintaan dan penawaran beras di seluruh
dunia berada pada titik equilibrium. Namun, jika kita berbicara pada
tempat dan waktu tertentu, maka mungkin terjadi kelangkaan sumber daya. Bahkan
ini yang sering terjadi. Suplai beras di Ethiopia dan Bangladesh, misalnya,
tentu lebih langka dibandingkan di Thailand. Jadi, keterbatasan sumber daya
memang ada, dan diakui pula oleh Islam. Dalil yang dipakai adalah QS.
al-Baqarah (2): 155:
“Dan sungguh akan kami uji kamu dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah
berita gembira bagi orang-orang yang sabar.”
Sedangkan keinginan manusia yang tidak
terbatas dianggap sebagai hal yang alamiah. Dengan merujuk kepada Firman Allah
swt surat al-Takatsur (102): 1-5)
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu.
Sampai kamu masuk
ke liang kubur. Janganlah begitu, kelak kamu
akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu).”26
Dengan demikian, pandangan madzhab ini tentang
masalah ekonomi hampir tidak ada bedanya dengan pandangan ekonomi konvensional.
Kelangkaan sumber dayalah yang menjadi penyebab munculnya masalah ekonomi.
Bila demikian, di manakah letak perbedaan
madzhab Mainstream ini dengan ekonomi konvensional?
Perbedaannya terletak dalam cara menyelesaikan
masalah tersebut. Dilema sumber daya yang terbatas versus keinginan yang
tak terbatas memaksa manusia untuk melakukan pilihan-pilihan atas keinginannya.
Kemudian manusia membuat skala prioritas pemenuhan keinginan, dari yang paling
penting sampai kepada yang paling tidak penting. Dalam ekonomi konvensional,
pilihan dan penentuan skala prioritas dilakukan berdasarkan selera pribadi
masing-masing. Manusia boleh mempertimbangkan tuntutan agama, boleh juga mengabaikannya.
Hal demikian dalam bahasa al-Qur’an disebut: “pilihan dilakukan dengan
mempertaruhkan hawa nafsunya”. Tetapi dalam ekonomi Islam, keputusan pilihan
ini tidak dapat dilakukan semaunya saja. Prilaku manusia dalam setiap aspek
kehidupannya – termasuk ekonomi – selalu dipandu oleh Allah lewat al-Qur’an dan
al- Sunnah.
Di antara tokoh mazhab ini adalah M. Umer
Chapra, yang mengatakan bahwa usaha mengembangkan ekonomi Islam bukan berarti
memusnahkan semua hasil analisis yang baik dan sangat berharga yang telah
dicapai oleh ekonomi konvensional selama lebih dari seratus tahun terakhir.
Mengadopsi hal-hal yang baik dan bermanfaat yang dihasilkan oleh bangsa dan
budaya non- Islam sama sekali tidak dilarang oleh agama. Nabi bersabda bahwa
hikmah/ilmu itu bagi umat Islam adalah ibarat barang yang hilang. Di mana saja
ditemukan, maka umat Muslimlah yang paling berhak mengambilnya. Catatan sejarah
umat Muslim memperkuat hal ini, para ulama dan ilmuwan Muslim banyak mengadopsi
dari peradaban lain seperti Yunani, India, Persia, Cina dan lain-lain. Yang
bermanfaat diambil, yang tidak bermanfaat dibuang, sehingga terjadi
transformasi ilmu dengan diterangi cahaya Islam, meminjam istilah Naquib
Al-Attas, Islamisasi Ilmu Pengetahuan.
3.
Madzhab Alternatif Kritis
Madzhab ini mengkritik kedua madzhab
sebelumnya. Madzhab Bagir dikritik sebagai madzhab yang berusaha untuk
menemukan sesuatu yang baru yang sebenarnya sudah ditemukan oleh orang lain.
Menghancurkan teori lama, kemudian menggantinya dengan teori baru. Sementara
madzhab Mainstream dikritiknya sebagai jiplakan dari ekonomi neo klasik
dengan menghilangkan variabel riba dan memasukkan variabel zakat serta niat.
Madzhab ini adalah sebuah madzhab yang kritis.
Mereka berpendapat bahwa analisis kritis bukan saja harus dilakukan terhadap
sosialisme dan kapitalisme, tetapi juga terhadap ekonomi Islam itu sendiri.
Mereka yakin bahwa Islam pasti benar, tetapi ekonomi Islami belum tentu benar,
karena ekonomi Islami adalah hasil tafsiran manusia terhadap al-Qur’ân dan al-Sunnah,
sehingga nilai kebenarannya tidak mutlak. Proposisi dan teori yang diajukan oleh
ekonomi Islam harus selalu diuji kebenarannya sebagaimana yang dilakukan
terhadap ekonomi konvensional.
Walaupun pemikiran para pakar tentang ekonomi
Islam terbagi ke dalam tiga mazhab di atas, namun pada dasarnya mereka setuju
dengan prinsip-prinsip umum yang mendasarinya. Bangunan ekonomi Islam
didasarkan atas lima nilai universal, yakni: tawhid (keimanan), ’adl (keadilan),
nubuwwah (kenabian), khalîfah (pemerintahan), dan ma’âd (hasil).
Kelima nilai inilah menjadi dasar inspirasi untuk menyusun proposisi-proposisi
dan teori-teori ekonomi Islam. Namun demikian, teori yang kuat dan baik tanpa diaplikasikan
menjadi sistem, akan menjadikan ekonomi Islam hanya sebagai kajian ilmu saja
tanpa memberikan dampak pada kehidupan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu,
dari kelima nilai-nilai universal tersebut, dibangunlah tiga prinsip derivatif
yang menjadi ciri-ciri dan cikal bakal sistem ekonomi Islam. Ketiga prinsip
derivatif itu adalah multitype ownership, freedom to act, dan social
justice. Di atas semua nilai dan prinsip inilah dibangunlah konsep yang
memayungi kesemuanya, yakni konsep akhlak. Akhlak menempati posisi sentral,
karena akhlak inilah yang menjadi tujuan Islam dan dakwan para Nabi, yaitu
untuk menyempurnakan akhlak manusia. Akhlak inilah yang menjadi panduan para
pelaku ekonomi dan bisnis dalam melakukan segala aktivitasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar