Jumat, 20 Juni 2025

TEORI NILAI GUNA (KEPUASAN)

 MATERI- EKONOMI MIKRO ISLAM

Oleh: Eny Latifah,S.E.Sy.,M.Ak


Teori Nilai Guna Atau Kepuasan

 

A.    Pengertian Nilai Guna (Utility)

Utility atau nilai guna sering digunakan sebagai istilah untuk menjelaskan mengenai suatu manfaat barang atau komoditas tertentu. Pada teori keseimbangan, diketahui bahwa teori keseimbangan menggambarkan antara kesesuaian antara permintaan dan penawaran.

Permintaan timbul karena konsumen memerlukan manfaat dari komoditas yang diminta. Manfaat inilah yang dikenal dengan istilah utilitas (utility). Jadi sebenarnya permintaan suatu komoditas menggambarkan permintaan akan manfaat dari komoditas tersebut (Sugiarto Dkk, 2007) Teori utility sering digunakan sebagai pendekatan dalam menjelaskan perilaku konsumen.

Pokok persoalan ekonomi yang dihadapi oleh setiap orang dalam perannya sebagai konsumen membutuhkan bermacam barang dan jasa yang semua harus diimbangi dengan kemampuan membeli. Konsumen harus berhadapan dengan pilihan jenis dan jumlah barang dan jasa yang harus di beli serta harga yang harus dibayar untuk mendapatkan barang dan jasa yang dituju.

Konsumen yang bertindak ekonomis harus mempertimbangkan pengorbanan, yaitu harga yang harus dibayar dan hasilnya, yaitu manfaat atau nilai guna atau kepuasan yang diperoleh dari pengeluaran uang tersebut. Sebagai contoh yaitu jika seseorang hanya mempunyai satu baju yang baik, maka manfaat baju yang satu itu (dan penilaiannya terhadap baju itu) amat besar. Jika baju tersebut sobek, maka seseorang itu akan merasa susah dan perlu/butuh untuk membeli baju lain meskipun harus membayar harga yang cukup mahal. Tetapi jika seandainya terdapat persediaan 10 baju yang masih baik di almari, manfaat dari satu potong baju itu tidak dirasakan begitu besar. Kalau ada satu baju yang sobek, maka tingkat kebutuhan terhadap pembelian baju menjadi menurun.

Utility atau daya guna suatu barang sebenarnya berarti kemampuan barang tersebut untuk memenuhi kebutuhan manusia secara obyektif. Produksi menciptakan kemampuan tersebut. Namun baru dirasakan apabila barang itu dikonsumsi. Oleh karena itu, pengertian utility dalam analisis perilaku konsumen berarti manfaat yang dirasakan dari konsumsi suatu barang atau kepuasan yang diperoleh dari barang / jasa tersebut dan dengan demikian juga penghargaan konsumen terhadapnya. Jadi utility juga merupakan suatu yang subyektif, tergantung pada pribadi yang melekat pada diri konsumen yaitu sejauh mana kebutuhannya terpenuhi dengan konsumsi barang/jasa tertentu (Gilarso, 2003).

B.    Jenis-jenis Nilai Guna (Utility)

Terdapat 4 jenis nilai guna (utility) yaitu sebagai berikut: a

1)    Place Utility (Nilai Guna Tempat)

Nilai guna tempat adalah nilai guna produk yang berhubungan dengan bagaimana produk tersedia di tempat yang dapat dijangkau oleh konsumen. Dimana produk seharusnya tersedia di tempat yang mudah dijangkau oleh konsumen. Nilai guna tempat dapat dimaksimalkan dengan menjadikan produk dapat dijangkau oleh konsumen pada waktu yang tepat. Untuk mencapai hal tersebut, efektivitas, dan efisiensi sangat dibutuhkan. Contoh: kantin perusahaan hendaknya berada di bagian depan bangunan perusahaan agar kantin mudah dijangkau oleh konsumen yang berasal dari perusahaan itu sendiri maupun tamu perusahaan. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan nilai guna tempat dari kantin yaitu agar kantin tersedia di tempat yang mudah dijangkau konsumen.

2)    Form Utility (Nilai Guna Bentuk)

Nilai guna bentuk adalah nilai yang diciptakan oleh suatu bisnis dengan menggabungkan bahan-bahan dan komponen-komponen tertentu untuk menghasilkan suatu produk. Nilai guna bentuk merupakan nilai guna produk yang berhubungan dengan bentuk produk yang dipasarkan oleh produsen. Bentuk yang dimaksud adalah bentuk yang lebih bermanfaat dari pada bentuk dari bahan yang digunakan untuk membuat produk tersebut. Jadi, produk akan memiliki nilai guna bentuk lebih tinggi jika ada perubahan bentuk dari bahan pembuat produk tersebut. Penerapan konsep form utility ini dalam bidang pemasaran adalah dengan meningkatkan daya jual (marketability) suatu produk melalui pengubahan karakteristik-karakteristiknya: bentuk, ukuran, warna, fungsi, gaya (style). Contoh: nilai guna bentuk sepotong roti itu lebih tinggi dari pada nilai guna bentuk bahan pembuat roti seperti tepung, gula, dan telur.

3)    Time Utility (Nilai Guna Waktu)

Nilai guna waktu adalah nilai guna produk yang berhubungan dengan bagaimana produk dapat diakses oleh konsumen pada waktu produk tersebut dibutuhkan. Contoh: baju tebal dipasarkan pada beberapa bulan sampai musim dingin berakhir. Tujuannya adalah agar konsumen dapat membeli baju tebal pada waktu baju tebal tersebut dibutuhkan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan nilai guna waktu dari produk tersebut.

4)    Possession Utility (Nilai Guna Kepemilikan)

Nilai guna kepemilikan adalah nilai guna produk yang berhubungan dengan perubahan kepemilikan produk dari satu orang ke orang lain. Nilai guna kepemilikan terbentuk ketika seorang konsumen membeli suatu produk dari produsen untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan memiliki suatu barang, seseorang bisa menggunakan secara bebas (memperoleh kontrol penuh) atas barang itu. Possession utility memiliki arti yang sama dengan ownership utility. Fungsi bisnis yang menciptakan possession utility dari suatu produk adalah fungsi pemasaran. Contoh: nilai guna kepemilikan stetoskop bagi tenaga medis adalah tinggi karena tenaga medis membutuhkan stetoskop dalam menjalankan pekerjaannya

C.     Pendekatan Nilai Guna (Utility)

Terdapat 2 pendekatan dalam memaksimalkan nilai guna (utility) yaitu sebagai berikut:

1.     PendekatanKardinal(Cardinal Approach) Pendekatan kardinal merupakan gabungan dari beberapa ahli ekonomi aliran subjektif seperti Herman Heinrich Gossen (1854), William Stanley Jevons (1871), dan Leon Wallras (1894). Pendekatan kardinal memberikan penilaian subjektif akan pemuasan kebutuhan dari suatu barang. Artinya tinggi rendahnya nilai guna suatu barang tergantung pada subjek yang memberikan penilaian. Jadi suatu barang akan memberikan nilai guna yang tinggi bila barang dimaksud memberikan daya guna yang tinggi bagi sang pemakai. Misalnya: Sebuah dayung perahu akan memberikan daya guna yang tinggi bagi nelayan daripada bagi pemain badminton. Sehingga nilai guna dayung lebih tinggi nilainya bagi nelayan daripada bagi pemain badminton.

Dalam pendekatan kardinal berlaku asumsi sebagai berikut: 1) Daya guna diukur dalam satuan uang, yaitu jumlah uang yang bersedia dibayar oleh konsumen dalam rangka menambah unit yang akan dikonsumsi. 2) Daya guna marginal dari uang tetap, yaitu bahwa nilai dari suatu uang dalam satuannya adalah sama untuk setiap orang tanpa memandang statusnya. 3) Addivitas, yaitu bahwa nilai guna total adalah keseluruhan konsumsi dari barang. 4) Daya guna bersifat independen, artinya daya guna suatu barang tidak dipengaruhi oleh karena mengkonsumsi barang lain. 5) Periode konsumsi suatu barang berdekatan dan dengan jumlah yang sama. Dalam pendekatan kardinal dikenal konsep utilitas marjinal (marginal utility = MU) dan utilitas total (total utility = TU) sebagai berikut:

a)    Utilitas Marginal (Marginal Utility = MU)

Utilitas marginal adalah pertambahan atau pengurangan kepuasan yang diperoleh seseorang sebagai akibat dari pertambahan atau pengurangan mengkonsumsi satu unit barang tertentu untuk memenuhi kepuasannya.

b)    Utilitas Total (Total Utility = TU)

Utilitas total adalah jumlah seluruh nilai guna (kepuasan) yang di peroleh seseorang dari mengkonsumsi sejumlah barang tertentu.

2.     Pendekatan Ordinal (Ordinal Approach)

Dalam pendekatan ordinal bahwa besarnya nilai guna ordinal dapat diukur atau dihitung dengan menggunakan pendekatan nilai relatif yaitu melalui order atau rangking. Bila di dalam pendekatan kardinal kepuasan mengkonsumsi suatu barang penilaiannya bersifat subjektif (tergantung pada siapa yang menilai), tentu saja setiap orang memiliki penilaian yang berbeda. Maka dalam pendekatan ordinal ini tingkat kepuasan dapat diurutkan dalam tingkatan-tingkatan tertentu, misalnya rendah, sedang, tinggi. Dengan demikian, setiap kepuasan yang diperoleh dapat teranalisis.

Dalam menganalisis tingkat kepuasan masing-masing individu dengan menggunakan pendekatan ordinal dapat menggunakankurva indifference. Yang dimaksud kurva indifference adalah kurva yang menggambarkan kombinasi 2 macam input untuk menghasilkan output yang sama (kepuasan).

Beberapa asumsi yang mendasari pendekatan ordinal adalah sebagai berikut : 1) Rasionalitas, di mana konsumen akan berusaha meningkatkan kepuasannya atau akan memilih tingkat kepuasan yang tertinggi yang bisa dicapainya. 2) Konveksitas, yaitu bentuk kurva indifference cembung dari titik origin dari sumbu absis dan ordinat. 3) Nilai guna tergantung pada jumlah barang yang dikonsumsi. 4) Transitivitas, yaitu konsumen akan menjatuhkan pada pilihan terbaik dari beberapa pilihan. 5) Berdasarkan asumsi ke-4, maka kurva indifference tidak boleh bersinggungan atau saling berpotongan. Konsumen dalam memilih barang yang akan memaksimalkan tingkat kepuasan ditunjukan dengan bantuan kurva indifference.

D.    Mengukur Nilai Guna

1.     Cara Pengukuran Nilai Guna Kardinal

Dalam pendekatan marginal dianggap manfaat atau kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dapat dinyatakan secara kuantitatif. Pendekatan ini bertitik tolak pada anggapan bahwa kepuasan konsumen dapat diukur dengan angka. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pendekatan ini:

a)      Nilai Guna Total / Total Utility (TU) Nilai kepuasan secara keseluruhan yang diperoleh konsumen dalam mengkonsumsi barang / jasa. Contohnya: Saat mengkonsumsi 5 unit diperoleh kepuasan total (TU) 30

b)       Nilai Guna Marginal / Marginal Utility (MU) Tambahan kepuasan yang diperoleh konsumen dari setiap unit tambahan barang yang dikonsumsi.

Contohnya: Saat mengkonsumsi 4 unit diperoleh TU 28, sedang saat mengkonsumsi 5 unit diperoleh TU 30, jadi besarnya marginal utility:

MU = 30-28   = 2

5-4

 

 

 


c)        Nilai Guna Marginal Yang Semakin Menurun (Diminishing Marginal Utility) Nilai guna marginal (MU) yang diperoleh konsumen untuk setiap tambahan konsumsi pada mulanya meningkat tetapi sampai pada titik tertentu akan mengalami penurunan.

Contoh perhitungan dengan Pendekatan Kardinal adalah sebagai berikut:

Tabel 1

Perhitungan dengan Pendekatan Kardinal

Konsumsi Air Gelas

Nilai Guna Total (TU)

Nilai Guna Marginal

(MU)

1

2

3

4

5

50

90

100

100

80

50

40

10

0

-20

Keterangan:

1)    Pada awalnya TU terus bertambah dari 50, 90, 100 dan mencapai titik maksimum 100, bila diteruskan (minum gelas ke 5) TU akan turun (menjadi 80)

2)    Kepuasan maksimum (titik kepuasan maksimum) terjadi pada saat tingkat TU sama dengan tingkat TU sebelumnya dan MU sama dengan nol ( pada gelas ke-4)

3)    Setelah mencapai kepuasan maksimum TU akan mengalami penurunan (pada gelas ke 5)

4)    MU turun terus dari 50, 40, 10, 0, -20 (berlakunya Law of Diminishing Marginal Utility).

2.     Cara Pengukuran Nilai Guna Ordinal

                    Dalam pendekatan ordinal, manfaat yang diperoleh masyarakat dari mengkonsumsikan barang-barang tidak di kuantitatif. Pendekatan ordinal dilakukan dengan menggunakan analisis kurva indiferensi. Kurva Indiferensi yaitu kurva yang menunjukkan berbagai titik-titik kombinasi dua barang yang memberikan kepuasan yang sama. Pendekatan ordinal menganggap bahwa utilitas suatu barang tidak perlu diukur, cukup untuk diketahui dan konsumen mampu membuat urutan tinggi rendahnya utilitas yang di peroleh dari mengonsumsi sejumlah barang atau jasa. Selanjutnya konsumsi dipandang sebagai upaya optimalisasi dalam konsumsinya.

                    Pendekatan ordinal dapat dianalisis dengan menggunakan kurva indiferen (indifference curve) dan garis anggaran (budget line).

1)    Kurva Indiferen (Indeference Curve)

Kurva indiferen adalah kurva yang menunjukkan kombinasi dua macam barang konsumsi yang memberikan tingkat utilitas yang sama Seorang konsumen membeli sejumlah barang, misalnya, makanan dan pakaian dan berusaha mengombinasikan dua kebutuhan yang menghasilkan utilitas yang sama, digambarkan dalam Tabel 2

Contoh pengukuran dengan pendekatan ordinal, yaitu:

Tabel 2

Contoh pengukuran dengan pendekatan ordinal

Situasi

Makanan

Pakaian

A

4

2

B

3

4

 

Apabila konsumen menyatakan bahwa :

a)     A > B, berarti makan 4 kali sehari dengan membeli pakaian 2 kali setahun lebih berdaya guna dan memuaskan konsumen daripada makan 3 kali sehari dan membeli pakaian 4 kalisetahun.

b)    A < B, berarti makan 3 kali sehari dengan membeli pakaian 4 kali setahun lebih berdaya guna dan memuaskan konsumen daripada makan 4 kali sehari dengan membeli pakaian 2 kali setahun.

c)     A = B, berarti makan 4 kali sehari dengan membeli pakaian 2 kali setahun dan makan 3 kali sehari dengan membeli pakaian 4 kali setahun memberikan utilitas yang sama kepada konsumen.

2)    Garis Anggaran (Budget Line)

Adanya keterbatasan pada pendapatan akan membatasi pengeluaran konsumen untuk mengonsumsi sejumlah barang. Hal ini digambarkan dalam garis anggaran (budget line), yaitu garis yang menunjukkan berbagai kombinasi dari dua macam barang yang berbeda oleh konsumen dengan pendapatan yang sama. Persamaan garis anggaran adalah:  

                                    I = Px. X + Py. Y

Dimana:

I = Pendapatan konsumen P = Harga barang atau jasa yang dikonsumsi X,Y = Jenis Barang X dan Y.

Misalnya seorang konsumen mengonsumsi barang X dan Y, harga barang X (Px) dan harga barang Y (Py) adalah Rp1.000,00 dan pendapatan konsumen (I) pada saat itu adalah Rp10.000,00 dan semuanya dibelanjakan untuk barang X dan Y.

                  Jika konsumen membelanjakan semua pendapatannya untuk barang Y, dia dapat membeli sebanyak 10 unit barang X 10000., hal tersebut ditunjukkan oleh titik A. Sebaliknya 10=1000, jika konsumen membelanjakan semua pendapatannya untuk barang 10000.X, dia dapat membeli sebanyak 0 unit barang Y, 10=1000 ditunjukkan oleh titik B. Menghubungkan titik A dan B dengan suatu garis lurus dapat diperoleh garis anggaran AB yang memperlihatkan kombinasi yang berbeda dari dua jenis barang yang dapat dibeli konsumen dengan tingkat pendapatan yang terbatas.

                  Selanjutnya untuk mengetahui pada saat kapan konsumen optimalisasi dalam mengonsumsi secara optimal, yaitu pada saat kurva indiferen (IC2) bersinggungan dengan garis anggaran (AB), terjadi di titik (E). Adapun kurva indiferen (IC1) dan kurva indiferen (IC3) merupakan kurva yang tidak diharapkan oleh konsumen, karena kurva-kurva tersebut tidak menunjukkan keseimbangan barang dan jasa yang dikonsumsi.

E.     Memaksimalkan Nilai Guna

Setiap orang akan berusaha untuk memaksimumkan nilai guna dari barang yang dikonsumsinya. Tidak sukar untuk menentukan pada tingkat mana nilai guna dari menikmati barang itu akan mencapai tingkat yang maksimum apabila yang dikonsumsinya hanya satu barang saja. Bila barang yang digunakan adalah berbagai jenis, cara untuk menentukan corak konsumsi barang yang akan menciptaka nilai guna yang maksimum menjadi lebih rumit. Kerumitan diakibatkan adanya perbedaan harga dari masing-masing barang. Syarat pemaksimuman nilai guna adalah bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan untuk membeli unit tambahan dari berbagai jenis barang harus memberikan nilai guna yang sama besarnya (Sukirno, 1997).

Misalkan, seseorang melakukan pembelian dan konsumsi atas dua macam barang, yaitu makanan dan pakaian yang harganya berturut-turut adalah 5.000 rupiah dan 50.000 rupiah. Misalkan tambahan satu unit makanan akan memberikan nilai guna kardinal sebanyak 5, dan tambahan satu unit pakaian mempunyai tambahan nilai guna kardinal sebanyak 50. Andaikata orang tersebut memiliki uang 50.000 rupiah, dengan uang tersebut, ia dapat membeli 10 unit tambahan makanan, maka jumlah nilai guna marginalnya adalah 10 x 5 = 50. Bila uang itu digunakan untuk membeli pakaian, yang diperolehnya hanya satu unit dan nilai guna kardinal dari satu unit tambahan pakaian ini adalah 50. Seseorang akan memaksimumkan nilai guna dari barang yang dikonsumsinya apabila perbandingan nilai guna kardinal berbagai barang tersebut adalah sama dengan perbandingan harga barang tersebut

Syarat pemaksimuman nilai guna dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:

MU Barang A  = MU Barang B = MU Barang C

    PA                        PB                            PC

 

 

 

 


 

Dalam persamaan diatas, MU adalah nilai guna kardinal dan PA, PB, serta PC adalah harga barang A, barang B, dan barang C. MU barang A = P barang A ,dll , artinya kepuasan tertinggi yang dicapai seseorang bila ia mengkonsumsi barang A dengan harga tersebut (PA) adalah apabila nilai guna marjinalnya sama dengan harga yang dibayarkan untuk barang A.

 

F.     Utility dan Marginal Utility

Utilitas (Utility) adalah ukuran kepuasan atau kegunaan yang diperoleh konsumen dari mengonsumsi suatu barang atau jasa. Utilitas marginal (Marginal Utility) adalah tambahan kepuasan yang diperoleh dari mengonsumsi satu unit tambahan barang atau jasa. 

Konsep utilitas berkaitan dengan seberapa besar kepuasan yang didapatkan konsumen dari mengonsumsi suatu produk. Utilitas bersifat subjektif, artinya setiap individu bisa memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda terhadap suatu barang atau jasa. 

Utilitas marginal mengukur perubahan kepuasan ketika konsumen menambah jumlah barang atau jasa yang dikonsumsi. Umumnya, utilitas marginal cenderung menurun seiring dengan peningkatan jumlah konsumsi. Ini dikenal sebagai hukum utilitas marginal yang semakin menurun (law of diminishing marginal utility). Artinya, setiap tambahan barang atau jasa yang dikonsumsi akan memberikan kepuasan yang semakin kecil dibandingkan dengan barang atau jasa sebelumnya. 

Contoh: Bayangkan Anda sangat menyukai es krim. Cangkir pertama es krim yang Anda makan mungkin memberikan kepuasan yang sangat tinggi (utilitas marginal tinggi). Cangkir kedua mungkin masih memberikan kepuasan, tetapi tidak sebesar cangkir pertama (utilitas marginal menurun). Saat Anda mencapai cangkir ketiga atau keempat, utilitas marginal mungkin sudah sangat kecil, atau bahkan mendekati nol, karena Anda mungkin sudah merasa kenyang atau bosan. 

Pentingnya Utilitas Marginal:

1)    Memahami Perilaku Konsumen: Utilitas marginal membantu memahami bagaimana konsumen membuat keputusan pembelian dan mengalokasikan sumber daya mereka. 

2)    Penentuan Harga: Produsen dapat menggunakan konsep utilitas marginal untuk menentukan harga produk yang optimal, dengan mempertimbangkan kepuasan konsumen. 

3)    Analisis Pasar: Utilitas marginal membantu dalam menganalisis permintaan pasar dan perilaku konsumen secara keseluruhan

 

G.    Kurva Indiferens

Kurva indiferensi adalah kurva yang menunjukkan berbagai kombinasi dua barang atau jasa yang memberikan tingkat kepuasan yang sama bagi konsumen. Dengan kata lain, konsumen tidak memiliki preferensi antara titik-titik yang terletak pada kurva indiferensi yang sama.

Kurva indiferensi menggambarkan preferensi konsumen terhadap dua barang atau lebih, dengan asumsi bahwa konsumen akan mendapatkan tingkat kepuasan yang sama dari berbagai kombinasi barang yang ditawarkan pada kurva tersebut.

Setiap titik pada kurva indiferensi mewakili kombinasi barang yang memberikan tingkat kepuasan yang sama bagi konsumen. Konsumen akan merasa "indiferen" atau tidak memiliki preferensi antara titik-titik tersebut.

Kurva indiferensi umumnya berbentuk cembung ke arah titik asal. Hal ini mencerminkan asumsi bahwa tingkat substitusi marjinal (Marginal Rate of Substitution/MRS) antara dua barang semakin menurun seiring dengan pergerakan sepanjang kurva.

Kurva indiferensi yang berbeda tidak akan pernah berpotongan. Jika dua kurva berpotongan, ini akan menunjukkan bahwa konsumen memiliki dua tingkat kepuasan yang berbeda pada titik potong, yang bertentangan dengan prinsip dasar kurva indiferensi.

Contoh: Jika seorang konsumen memiliki kurva indiferensi yang menunjukkan kombinasi antara kopi dan teh, setiap titik pada kurva tersebut akan memberikan tingkat kepuasan yang sama. Konsumen tersebut mungkin merasa sama senangnya dengan mengonsumsi 2 cangkir kopi dan 3 cangkir teh, atau 3 cangkir kopi dan 2 cangkir teh.

Secara umum, kurva indiferensi digunakan dalam analisis ekonomi untuk memahami bagaimana konsumen membuat keputusan dalam memilih antara berbagai pilihan barang dan jasa, serta untuk menganalisis perilaku konsumen dalam berbagai situasi ekonomi.

H.   Budget Line

Budget line (garis anggaran) adalah sebuah konsep dalam ekonomi yang menggambarkan semua kombinasi barang atau jasa yang dapat dibeli oleh konsumen dengan sejumlah pendapatan tertentu pada harga yang berlaku. Garis anggaran ini membatasi pilihan konsumsi konsumen berdasarkan anggaran dan harga barang yang tersedia.

Garis anggaran menunjukkan batas maksimal berapa banyak barang atau jasa yang bisa dibeli konsumen dengan anggaran yang dimilikinya.  Garis anggaran membantu konsumen dalam menentukan kombinasi barang atau jasa yang paling optimal untuk memaksimalkan kepuasan mereka, berdasarkan anggaran dan harga yang berlaku.

Garis anggaran dapat bergeser atau berubah bentuk jika ada perubahan dalam pendapatan konsumen atau harga barang dan jasa yang dibeli. Garis anggaran biasanya divisualisasikan dalam bentuk grafik, dengan sumbu horizontal dan vertikal mewakili dua jenis barang atau jasa yang berbeda.

Dengan kata lain, garis anggaran adalah alat penting dalam analisis ekonomi untuk memahami perilaku konsumen dalam membuat pilihan konsumsi di bawah kendala anggaran.

Berikut adalah penampilan budget Line:

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Gilarso, T. (2003). Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro. Kanisius. Yogyakarta

Kalyango, Ronny. 2014. Five Different Types of Utility in Marketing. http://www.ehow.com. Diakses pada Selasa, 1 April 2014 pukul 19:53

Kurnia, Aulia Dzikriyati. 2010. Teori Konsumsi dalam Ekonomi Mikro (Analisis Kritis dalam Perspektif Ekonomi Islam). Program Sarjana. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Malang

Kuspriatni, L. Tanpa Tahun. Teori tingkah laku konsumen. http://lista.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/28856/Materi+4+Teori+Tingkah+Laku+Konsumen.pdf.

Nafisah, U. 2014. Need and demand. https://www.academia.edu/5477282/NEED_AND_DEMAND.

Prasetyo, Himawan. Perilaku Konsumen dan Produsen. Dari http://himawanprasetyo.vv.si/materi/perilaku-konsumen-danprodusen/

Riyanto, Kuwat. 2010. Teori Tingkah Laku Konsumen. Dari http://kuwatriy.files.wordpress.com/2010/04/teori-tingkah-lakukonsumen.ppt. DiaksesTanggal 2 April 2014.

Samuelson danNordhaus. 2003. Ilmu Mikroekonomi Edisi Tujuh Belas. Jakarta: P.T. Media Global Edukasi

Sholeh, M. 2006. Ekonomika Mikro. http://staff.uny.ac.id/system/files/pendidikan/Drs.%20Maimun%20Sholeh, %20M.Si./A1%20Diktat%20Ekonomika%20Mikro.docx.

Sugiarto Dkk (2007). Ekonomi Mikro Sebuah Kajian Komprehensif. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Sukirno, Sadono. 2005.MikroEkonomi Teori Pengantar, Edisi Ketiga.Jakarta: PT


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH DALAM BISNIS KONTEMPORER

  MATERI- PENGANTAR BISNIS ISLAM Oleh: Eny Latifah, S.E.Sy.,M.Ak Perspektif Ekonomi Syariah dalam Bisnis Kontemporer   A.      Pengertian Ek...