MATERI- EKONOMI MIKRO ISLAM
Oleh: Eny Latifah,S.E.Sy.,M.Ak
Teori
Nilai Guna Atau Kepuasan
A.
Pengertian
Nilai Guna (Utility)
Utility
atau nilai guna sering digunakan sebagai istilah untuk menjelaskan mengenai
suatu manfaat barang atau komoditas tertentu. Pada teori keseimbangan,
diketahui bahwa teori keseimbangan menggambarkan antara kesesuaian antara
permintaan dan penawaran.
Permintaan
timbul karena konsumen memerlukan manfaat dari komoditas yang diminta. Manfaat
inilah yang dikenal dengan istilah utilitas (utility). Jadi sebenarnya
permintaan suatu komoditas menggambarkan permintaan akan manfaat dari komoditas
tersebut (Sugiarto Dkk, 2007) Teori utility sering digunakan sebagai pendekatan
dalam menjelaskan perilaku konsumen.
Pokok
persoalan ekonomi yang dihadapi oleh setiap orang dalam perannya sebagai
konsumen membutuhkan bermacam barang dan jasa yang semua harus diimbangi dengan
kemampuan membeli. Konsumen harus berhadapan dengan pilihan jenis dan jumlah
barang dan jasa yang harus di beli serta harga yang harus dibayar untuk
mendapatkan barang dan jasa yang dituju.
Konsumen
yang bertindak ekonomis harus mempertimbangkan pengorbanan, yaitu harga yang
harus dibayar dan hasilnya, yaitu manfaat atau nilai guna atau kepuasan yang
diperoleh dari pengeluaran uang tersebut. Sebagai contoh yaitu jika seseorang
hanya mempunyai satu baju yang baik, maka manfaat baju yang satu itu (dan
penilaiannya terhadap baju itu) amat besar. Jika baju tersebut sobek, maka
seseorang itu akan merasa susah dan perlu/butuh untuk membeli baju lain
meskipun harus membayar harga yang cukup mahal. Tetapi jika seandainya terdapat
persediaan 10 baju yang masih baik di almari, manfaat dari satu potong baju itu
tidak dirasakan begitu besar. Kalau ada satu baju yang sobek, maka tingkat
kebutuhan terhadap pembelian baju menjadi menurun.
Utility
atau daya guna suatu barang sebenarnya berarti kemampuan barang tersebut untuk
memenuhi kebutuhan manusia secara obyektif. Produksi menciptakan kemampuan
tersebut. Namun baru dirasakan apabila barang itu dikonsumsi. Oleh karena itu,
pengertian utility dalam analisis perilaku konsumen berarti manfaat yang
dirasakan dari konsumsi suatu barang atau kepuasan yang diperoleh dari barang /
jasa tersebut dan dengan demikian juga penghargaan konsumen terhadapnya. Jadi
utility juga merupakan suatu yang subyektif, tergantung pada pribadi yang
melekat pada diri konsumen yaitu sejauh mana kebutuhannya terpenuhi dengan
konsumsi barang/jasa tertentu (Gilarso, 2003).
B.
Jenis-jenis
Nilai Guna (Utility)
Terdapat
4 jenis nilai guna (utility) yaitu sebagai berikut: a
1)
Place Utility (Nilai Guna
Tempat)
Nilai guna tempat adalah nilai guna produk yang
berhubungan dengan bagaimana produk tersedia di tempat yang dapat dijangkau
oleh konsumen. Dimana produk seharusnya tersedia di tempat yang mudah dijangkau
oleh konsumen. Nilai guna tempat dapat dimaksimalkan dengan menjadikan produk
dapat dijangkau oleh konsumen pada waktu yang tepat. Untuk mencapai hal
tersebut, efektivitas, dan efisiensi sangat dibutuhkan. Contoh: kantin
perusahaan hendaknya berada di bagian depan bangunan perusahaan agar kantin
mudah dijangkau oleh konsumen yang berasal dari perusahaan itu sendiri maupun
tamu perusahaan. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan nilai guna tempat dari
kantin yaitu agar kantin tersedia di tempat yang mudah dijangkau konsumen.
2)
Form Utility (Nilai Guna
Bentuk)
Nilai guna bentuk adalah nilai yang diciptakan
oleh suatu bisnis dengan menggabungkan bahan-bahan dan komponen-komponen
tertentu untuk menghasilkan suatu produk. Nilai guna bentuk merupakan nilai
guna produk yang berhubungan dengan bentuk produk yang dipasarkan oleh
produsen. Bentuk yang dimaksud adalah bentuk yang lebih bermanfaat dari pada
bentuk dari bahan yang digunakan untuk membuat produk tersebut. Jadi, produk
akan memiliki nilai guna bentuk lebih tinggi jika ada perubahan bentuk dari
bahan pembuat produk tersebut. Penerapan konsep form utility ini dalam bidang
pemasaran adalah dengan meningkatkan daya jual (marketability) suatu produk
melalui pengubahan karakteristik-karakteristiknya: bentuk, ukuran, warna,
fungsi, gaya (style). Contoh: nilai guna bentuk sepotong roti itu lebih tinggi
dari pada nilai guna bentuk bahan pembuat roti seperti tepung, gula, dan telur.
3)
Time Utility (Nilai Guna
Waktu)
Nilai guna waktu adalah nilai guna produk yang
berhubungan dengan bagaimana produk dapat diakses oleh konsumen pada waktu
produk tersebut dibutuhkan. Contoh: baju tebal dipasarkan pada beberapa bulan
sampai musim dingin berakhir. Tujuannya adalah agar konsumen dapat membeli baju
tebal pada waktu baju tebal tersebut dibutuhkan. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan nilai guna waktu dari produk tersebut.
4)
Possession Utility (Nilai
Guna Kepemilikan)
Nilai guna kepemilikan adalah nilai guna produk yang berhubungan
dengan perubahan kepemilikan produk dari satu orang ke orang lain. Nilai guna
kepemilikan terbentuk ketika seorang konsumen membeli suatu produk dari
produsen untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan memiliki suatu barang, seseorang
bisa menggunakan secara bebas (memperoleh kontrol penuh) atas barang itu.
Possession utility memiliki arti yang sama dengan ownership utility. Fungsi
bisnis yang menciptakan possession utility dari suatu produk adalah fungsi
pemasaran. Contoh: nilai guna kepemilikan stetoskop bagi tenaga medis adalah
tinggi karena tenaga medis membutuhkan stetoskop dalam menjalankan pekerjaannya
C.
Pendekatan
Nilai Guna (Utility)
Terdapat
2 pendekatan dalam memaksimalkan nilai guna (utility) yaitu sebagai berikut:
1.
PendekatanKardinal(Cardinal
Approach) Pendekatan kardinal merupakan gabungan dari beberapa ahli ekonomi
aliran subjektif seperti Herman Heinrich Gossen (1854), William Stanley Jevons
(1871), dan Leon Wallras (1894). Pendekatan kardinal memberikan penilaian
subjektif akan pemuasan kebutuhan dari suatu barang. Artinya tinggi rendahnya
nilai guna suatu barang tergantung pada subjek yang memberikan penilaian. Jadi
suatu barang akan memberikan nilai guna yang tinggi bila barang dimaksud
memberikan daya guna yang tinggi bagi sang pemakai. Misalnya: Sebuah dayung
perahu akan memberikan daya guna yang tinggi bagi nelayan daripada bagi pemain
badminton. Sehingga nilai guna dayung lebih tinggi nilainya bagi nelayan
daripada bagi pemain badminton.
Dalam pendekatan kardinal berlaku asumsi sebagai
berikut: 1) Daya guna diukur dalam satuan uang, yaitu jumlah uang yang bersedia
dibayar oleh konsumen dalam rangka menambah unit yang akan dikonsumsi. 2) Daya
guna marginal dari uang tetap, yaitu bahwa nilai dari suatu uang dalam
satuannya adalah sama untuk setiap orang tanpa memandang statusnya. 3)
Addivitas, yaitu bahwa nilai guna total adalah keseluruhan konsumsi dari
barang. 4) Daya guna bersifat independen, artinya daya guna suatu barang tidak
dipengaruhi oleh karena mengkonsumsi barang lain. 5) Periode konsumsi suatu
barang berdekatan dan dengan jumlah yang sama. Dalam pendekatan kardinal
dikenal konsep utilitas marjinal (marginal utility = MU) dan utilitas total
(total utility = TU) sebagai berikut:
a)
Utilitas Marginal
(Marginal Utility = MU)
Utilitas marginal adalah pertambahan atau
pengurangan kepuasan yang diperoleh seseorang sebagai akibat dari pertambahan
atau pengurangan mengkonsumsi satu unit barang tertentu untuk memenuhi
kepuasannya.
b)
Utilitas Total (Total
Utility = TU)
Utilitas total adalah jumlah seluruh nilai guna
(kepuasan) yang di peroleh seseorang dari mengkonsumsi sejumlah barang
tertentu.
2.
Pendekatan Ordinal
(Ordinal Approach)
Dalam pendekatan ordinal bahwa besarnya nilai guna
ordinal dapat diukur atau dihitung dengan menggunakan pendekatan nilai relatif
yaitu melalui order atau rangking. Bila di dalam pendekatan kardinal kepuasan
mengkonsumsi suatu barang penilaiannya bersifat subjektif (tergantung pada
siapa yang menilai), tentu saja setiap orang memiliki penilaian yang berbeda.
Maka dalam pendekatan ordinal ini tingkat kepuasan dapat diurutkan dalam
tingkatan-tingkatan tertentu, misalnya rendah, sedang, tinggi. Dengan demikian,
setiap kepuasan yang diperoleh dapat teranalisis.
Dalam menganalisis tingkat kepuasan masing-masing
individu dengan menggunakan pendekatan ordinal dapat menggunakankurva
indifference. Yang dimaksud kurva indifference adalah kurva yang
menggambarkan kombinasi 2 macam input untuk menghasilkan output yang sama
(kepuasan).
Beberapa asumsi yang mendasari pendekatan ordinal adalah
sebagai berikut : 1) Rasionalitas, di mana konsumen akan berusaha meningkatkan
kepuasannya atau akan memilih tingkat kepuasan yang tertinggi yang bisa
dicapainya. 2) Konveksitas, yaitu bentuk kurva indifference cembung dari titik
origin dari sumbu absis dan ordinat. 3) Nilai guna tergantung pada jumlah
barang yang dikonsumsi. 4) Transitivitas, yaitu konsumen akan menjatuhkan pada
pilihan terbaik dari beberapa pilihan. 5) Berdasarkan asumsi ke-4, maka kurva
indifference tidak boleh bersinggungan atau saling berpotongan. Konsumen dalam
memilih barang yang akan memaksimalkan tingkat kepuasan ditunjukan dengan
bantuan kurva indifference.
D.
Mengukur
Nilai Guna
1.
Cara Pengukuran Nilai Guna
Kardinal
Dalam pendekatan marginal dianggap manfaat atau
kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dapat dinyatakan secara kuantitatif.
Pendekatan ini bertitik tolak pada anggapan bahwa kepuasan konsumen dapat
diukur dengan angka. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pendekatan ini:
a)
Nilai Guna Total / Total
Utility (TU) Nilai kepuasan secara keseluruhan yang diperoleh konsumen dalam
mengkonsumsi barang / jasa. Contohnya: Saat mengkonsumsi 5 unit diperoleh
kepuasan total (TU) 30
b)
Nilai Guna Marginal /
Marginal Utility (MU) Tambahan kepuasan yang diperoleh konsumen dari setiap
unit tambahan barang yang dikonsumsi.
Contohnya: Saat mengkonsumsi 4 unit diperoleh TU
28, sedang saat mengkonsumsi 5 unit diperoleh TU 30, jadi besarnya marginal
utility:
MU = 30-28 = 2 5-4
c)
Nilai Guna Marginal Yang
Semakin Menurun (Diminishing Marginal Utility) Nilai guna marginal (MU) yang
diperoleh konsumen untuk setiap tambahan konsumsi pada mulanya meningkat tetapi
sampai pada titik tertentu akan mengalami penurunan.
Contoh
perhitungan dengan Pendekatan Kardinal adalah sebagai berikut:
Tabel
1
Perhitungan
dengan Pendekatan Kardinal
Konsumsi Air Gelas |
Nilai Guna Total (TU) |
Nilai Guna Marginal (MU) |
1 2 3 4 5 |
50 90 100 100 80 |
50 40 10 0 -20 |
Keterangan:
1)
Pada awalnya TU terus
bertambah dari 50, 90, 100 dan mencapai titik maksimum 100, bila diteruskan
(minum gelas ke 5) TU akan turun (menjadi 80)
2)
Kepuasan maksimum (titik
kepuasan maksimum) terjadi pada saat tingkat TU sama dengan tingkat TU
sebelumnya dan MU sama dengan nol ( pada gelas ke-4)
3)
Setelah mencapai kepuasan
maksimum TU akan mengalami penurunan (pada gelas ke 5)
4)
MU turun terus dari 50,
40, 10, 0, -20 (berlakunya Law of Diminishing Marginal Utility).
2.
Cara Pengukuran Nilai Guna
Ordinal
Dalam
pendekatan ordinal, manfaat yang diperoleh masyarakat dari mengkonsumsikan
barang-barang tidak di kuantitatif. Pendekatan ordinal dilakukan dengan
menggunakan analisis kurva indiferensi. Kurva Indiferensi yaitu kurva yang
menunjukkan berbagai titik-titik kombinasi dua barang yang memberikan kepuasan
yang sama. Pendekatan ordinal menganggap bahwa utilitas suatu barang tidak
perlu diukur, cukup untuk diketahui dan konsumen mampu membuat urutan tinggi
rendahnya utilitas yang di peroleh dari mengonsumsi sejumlah barang atau jasa.
Selanjutnya konsumsi dipandang sebagai upaya optimalisasi dalam konsumsinya.
Pendekatan
ordinal dapat dianalisis dengan menggunakan kurva indiferen (indifference
curve) dan garis anggaran (budget line).
1)
Kurva Indiferen
(Indeference Curve)
Kurva indiferen adalah kurva yang
menunjukkan kombinasi dua macam barang konsumsi yang memberikan tingkat
utilitas yang sama Seorang konsumen membeli sejumlah barang, misalnya, makanan
dan pakaian dan berusaha mengombinasikan dua kebutuhan yang menghasilkan
utilitas yang sama, digambarkan dalam Tabel 2
Contoh pengukuran dengan
pendekatan ordinal, yaitu:
Tabel 2
Contoh pengukuran dengan
pendekatan ordinal
Situasi |
Makanan |
Pakaian |
A |
4 |
2 |
B |
3 |
4 |
Apabila konsumen menyatakan bahwa
:
a)
A > B, berarti makan 4 kali sehari dengan
membeli pakaian 2 kali setahun lebih berdaya guna dan memuaskan konsumen
daripada makan 3 kali sehari dan membeli pakaian 4 kalisetahun.
b)
A < B, berarti makan 3
kali sehari dengan membeli pakaian 4 kali setahun lebih berdaya guna dan
memuaskan konsumen daripada makan 4 kali sehari dengan membeli pakaian 2 kali
setahun.
c)
A = B, berarti makan 4
kali sehari dengan membeli pakaian 2 kali setahun dan makan 3 kali sehari
dengan membeli pakaian 4 kali setahun memberikan utilitas yang sama kepada
konsumen.
2)
Garis Anggaran (Budget
Line)
Adanya keterbatasan pada
pendapatan akan membatasi pengeluaran konsumen untuk mengonsumsi sejumlah
barang. Hal ini digambarkan dalam garis anggaran (budget line), yaitu garis
yang menunjukkan berbagai kombinasi dari dua macam barang yang berbeda oleh
konsumen dengan pendapatan yang sama. Persamaan garis anggaran adalah:
I
= Px. X + Py. Y
Dimana:
I = Pendapatan konsumen P = Harga
barang atau jasa yang dikonsumsi X,Y = Jenis Barang X dan Y.
Misalnya seorang konsumen
mengonsumsi barang X dan Y, harga barang X (Px) dan harga barang Y (Py) adalah
Rp1.000,00 dan pendapatan konsumen (I) pada saat itu adalah Rp10.000,00 dan
semuanya dibelanjakan untuk barang X dan Y.
Jika
konsumen membelanjakan semua pendapatannya untuk barang Y, dia dapat membeli
sebanyak 10 unit barang X 10000., hal tersebut ditunjukkan oleh titik A. Sebaliknya
10=1000, jika konsumen membelanjakan semua pendapatannya untuk barang 10000.X,
dia dapat membeli sebanyak 0 unit barang Y, 10=1000 ditunjukkan oleh titik B.
Menghubungkan titik A dan B dengan suatu garis lurus dapat diperoleh garis
anggaran AB yang memperlihatkan kombinasi yang berbeda dari dua jenis barang
yang dapat dibeli konsumen dengan tingkat pendapatan yang terbatas.
Selanjutnya
untuk mengetahui pada saat kapan konsumen optimalisasi dalam mengonsumsi secara
optimal, yaitu pada saat kurva indiferen (IC2) bersinggungan dengan garis
anggaran (AB), terjadi di titik (E). Adapun kurva indiferen (IC1) dan kurva
indiferen (IC3) merupakan kurva yang tidak diharapkan oleh konsumen, karena
kurva-kurva tersebut tidak menunjukkan keseimbangan barang dan jasa yang
dikonsumsi.
E.
Memaksimalkan
Nilai Guna
Setiap
orang akan berusaha untuk memaksimumkan nilai guna dari barang yang
dikonsumsinya. Tidak sukar untuk menentukan pada tingkat mana nilai guna dari
menikmati barang itu akan mencapai tingkat yang maksimum apabila yang
dikonsumsinya hanya satu barang saja. Bila barang yang digunakan adalah
berbagai jenis, cara untuk menentukan corak konsumsi barang yang akan
menciptaka nilai guna yang maksimum menjadi lebih rumit. Kerumitan diakibatkan
adanya perbedaan harga dari masing-masing barang. Syarat pemaksimuman nilai
guna adalah bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan untuk membeli unit tambahan
dari berbagai jenis barang harus memberikan nilai guna yang sama besarnya
(Sukirno, 1997).
Misalkan,
seseorang melakukan pembelian dan konsumsi atas dua macam barang, yaitu makanan
dan pakaian yang harganya berturut-turut adalah 5.000 rupiah dan 50.000 rupiah.
Misalkan tambahan satu unit makanan akan memberikan nilai guna kardinal
sebanyak 5, dan tambahan satu unit pakaian mempunyai tambahan nilai guna
kardinal sebanyak 50. Andaikata orang tersebut memiliki uang 50.000 rupiah,
dengan uang tersebut, ia dapat membeli 10 unit tambahan makanan, maka jumlah
nilai guna marginalnya adalah 10 x 5 = 50. Bila uang itu digunakan untuk membeli
pakaian, yang diperolehnya hanya satu unit dan nilai guna kardinal dari satu
unit tambahan pakaian ini adalah 50. Seseorang akan memaksimumkan nilai guna
dari barang yang dikonsumsinya apabila perbandingan nilai guna kardinal
berbagai barang tersebut adalah sama dengan perbandingan harga barang tersebut
Syarat
pemaksimuman nilai guna dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:
MU Barang A = MU Barang B = MU Barang C PA
PB PC
Dalam
persamaan diatas, MU adalah nilai guna kardinal dan PA, PB, serta PC adalah
harga barang A, barang B, dan barang C. MU barang A = P barang A ,dll , artinya
kepuasan tertinggi yang dicapai seseorang bila ia mengkonsumsi barang A dengan
harga tersebut (PA) adalah apabila nilai guna marjinalnya sama dengan harga
yang dibayarkan untuk barang A.
F.
Utility
dan Marginal Utility
Utilitas
(Utility) adalah ukuran kepuasan atau kegunaan yang diperoleh konsumen dari
mengonsumsi suatu barang atau jasa. Utilitas marginal (Marginal Utility)
adalah tambahan kepuasan yang diperoleh dari mengonsumsi satu unit tambahan
barang atau jasa.
Konsep
utilitas berkaitan dengan seberapa besar kepuasan yang didapatkan konsumen dari
mengonsumsi suatu produk. Utilitas bersifat subjektif, artinya setiap
individu bisa memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda terhadap suatu barang
atau jasa.
Utilitas
marginal mengukur perubahan kepuasan ketika konsumen menambah jumlah barang
atau jasa yang dikonsumsi. Umumnya, utilitas marginal cenderung menurun
seiring dengan peningkatan jumlah konsumsi. Ini dikenal sebagai hukum
utilitas marginal yang semakin menurun (law of diminishing marginal
utility). Artinya, setiap tambahan barang atau jasa yang dikonsumsi akan
memberikan kepuasan yang semakin kecil dibandingkan dengan barang atau jasa
sebelumnya.
Contoh: Bayangkan
Anda sangat menyukai es krim. Cangkir pertama es krim yang Anda makan
mungkin memberikan kepuasan yang sangat tinggi (utilitas marginal
tinggi). Cangkir kedua mungkin masih memberikan kepuasan, tetapi tidak
sebesar cangkir pertama (utilitas marginal menurun). Saat Anda mencapai
cangkir ketiga atau keempat, utilitas marginal mungkin sudah sangat kecil, atau
bahkan mendekati nol, karena Anda mungkin sudah merasa kenyang atau
bosan.
Pentingnya
Utilitas Marginal:
1)
Memahami Perilaku
Konsumen: Utilitas marginal membantu memahami bagaimana konsumen membuat
keputusan pembelian dan mengalokasikan sumber daya mereka.
2)
Penentuan Harga: Produsen
dapat menggunakan konsep utilitas marginal untuk menentukan harga produk yang
optimal, dengan mempertimbangkan kepuasan konsumen.
3)
Analisis Pasar: Utilitas
marginal membantu dalam menganalisis permintaan pasar dan perilaku konsumen
secara keseluruhan
G.
Kurva
Indiferens
Kurva indiferensi adalah kurva yang menunjukkan berbagai
kombinasi dua barang atau jasa yang memberikan tingkat kepuasan yang sama bagi
konsumen. Dengan kata lain, konsumen tidak memiliki preferensi antara
titik-titik yang terletak pada kurva indiferensi yang sama.
Kurva indiferensi menggambarkan preferensi konsumen
terhadap dua barang atau lebih, dengan asumsi bahwa konsumen akan mendapatkan
tingkat kepuasan yang sama dari berbagai kombinasi barang yang ditawarkan pada
kurva tersebut.
Setiap titik pada kurva indiferensi mewakili kombinasi
barang yang memberikan tingkat kepuasan yang sama bagi konsumen. Konsumen akan
merasa "indiferen" atau tidak memiliki preferensi antara titik-titik
tersebut.
Kurva indiferensi umumnya berbentuk cembung ke arah titik
asal. Hal ini mencerminkan asumsi bahwa tingkat substitusi marjinal (Marginal
Rate of Substitution/MRS) antara dua barang semakin menurun seiring dengan
pergerakan sepanjang kurva.
Kurva indiferensi yang berbeda tidak akan pernah
berpotongan. Jika dua kurva berpotongan, ini akan menunjukkan bahwa konsumen
memiliki dua tingkat kepuasan yang berbeda pada titik potong, yang bertentangan
dengan prinsip dasar kurva indiferensi.
Contoh: Jika seorang konsumen memiliki kurva indiferensi yang
menunjukkan kombinasi antara kopi dan teh, setiap titik pada kurva tersebut
akan memberikan tingkat kepuasan yang sama. Konsumen tersebut mungkin merasa
sama senangnya dengan mengonsumsi 2 cangkir kopi dan 3 cangkir teh, atau 3
cangkir kopi dan 2 cangkir teh.
Secara umum, kurva indiferensi digunakan dalam analisis
ekonomi untuk memahami bagaimana konsumen membuat keputusan dalam memilih
antara berbagai pilihan barang dan jasa, serta untuk menganalisis perilaku
konsumen dalam berbagai situasi ekonomi.
H.
Budget
Line
Budget line (garis anggaran) adalah sebuah konsep dalam
ekonomi yang menggambarkan semua kombinasi barang atau jasa yang dapat dibeli
oleh konsumen dengan sejumlah pendapatan tertentu pada harga yang berlaku.
Garis anggaran ini membatasi pilihan konsumsi konsumen berdasarkan anggaran dan
harga barang yang tersedia.
Garis anggaran menunjukkan batas maksimal berapa banyak
barang atau jasa yang bisa dibeli konsumen dengan anggaran yang dimilikinya. Garis
anggaran membantu konsumen dalam menentukan kombinasi barang atau jasa yang
paling optimal untuk memaksimalkan kepuasan mereka, berdasarkan anggaran dan
harga yang berlaku.
Garis anggaran dapat bergeser atau berubah bentuk jika
ada perubahan dalam pendapatan konsumen atau harga barang dan jasa yang dibeli.
Garis anggaran biasanya divisualisasikan dalam bentuk grafik, dengan sumbu
horizontal dan vertikal mewakili dua jenis barang atau jasa yang berbeda.
Dengan kata lain, garis anggaran adalah alat penting
dalam analisis ekonomi untuk memahami perilaku konsumen dalam membuat pilihan
konsumsi di bawah kendala anggaran.
Berikut
adalah penampilan budget Line:
DAFTAR
PUSTAKA
Gilarso,
T. (2003). Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro. Kanisius. Yogyakarta
Kalyango,
Ronny. 2014. Five Different Types of Utility in Marketing. http://www.ehow.com.
Diakses pada Selasa, 1 April 2014 pukul 19:53
Kurnia,
Aulia Dzikriyati. 2010. Teori Konsumsi dalam Ekonomi Mikro (Analisis Kritis
dalam Perspektif Ekonomi Islam). Program Sarjana. Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang. Malang
Kuspriatni,
L. Tanpa Tahun. Teori tingkah laku konsumen. http://lista.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/28856/Materi+4+Teori+Tingkah+Laku+Konsumen.pdf.
Nafisah,
U. 2014. Need and demand. https://www.academia.edu/5477282/NEED_AND_DEMAND.
Prasetyo,
Himawan. Perilaku Konsumen dan Produsen. Dari http://himawanprasetyo.vv.si/materi/perilaku-konsumen-danprodusen/
Riyanto,
Kuwat. 2010. Teori Tingkah Laku Konsumen. Dari http://kuwatriy.files.wordpress.com/2010/04/teori-tingkah-lakukonsumen.ppt.
DiaksesTanggal 2 April 2014.
Samuelson
danNordhaus. 2003. Ilmu Mikroekonomi Edisi Tujuh Belas. Jakarta: P.T. Media
Global Edukasi
Sholeh,
M. 2006. Ekonomika Mikro. http://staff.uny.ac.id/system/files/pendidikan/Drs.%20Maimun%20Sholeh, %20M.Si./A1%20Diktat%20Ekonomika%20Mikro.docx.
Sugiarto
Dkk (2007). Ekonomi Mikro Sebuah Kajian Komprehensif. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta
Sukirno,
Sadono. 2005.MikroEkonomi Teori Pengantar, Edisi Ketiga.Jakarta: PT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar