Kamis, 05 Januari 2023

Konsep Hutang dalam Akuntansi Syariah

 KONSEP HUTANG  DALAM AKUNTANSI SYARIAH

 

A. PENDAHULUAN

Suatu entitas bisnis ataupun lainnya memerlukan tambahan modal ataupun hutang kepada pihak lain dalam hal mempertahankan eksistensinya. Termasuk entitas perbankan syariah. Begitupun dengan Manusia sebagai makhluk sosial tentu membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Hal semacam ini berlaku dalam segala hal, termasuk dalam pemenuhan rezeki.

Banyak cara yang dilakukan Allah Swt. dalam menyampaikan rezeki pada hambanya, Di antaranya: melalui disyariatkannya praktik transaksi hutang piutang sebagai salah satu aspek pemenuhan hajat hidup manusia (Musadad, 2019). Konsep hutang piutang dalam keilmuan akuntansi syariah berdimensi tolong menolong (ta`awun).

Dengan demikian, hutang piutang dapat dikatakan sebagai ibadah sosial yang dalam pandangan Islam memiliki keutamaanyang mulia. Olehnya itu penting memahami dengan baik apa esensi konsep hutang piutang dalam suatu entitas bisnis maupun dalam kehidupan bermasyarakat.

Hutang piutangmuncul disebabkan bahwa entitas maupun manusia (stakeholders) dalam keadaan tertentu, bisa jadi mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan operasionalnya maupun hidupnya. Sehingga jalan meminjam uang kepada orang lain atau pihak lain adalah jalan penyelesaiannya. Atas dasar ini, Islam tentu membolehkan seseorang meminjam sejumlah hutang untuk kemudian dikembalikan kepemiliknya.

 

B. ARTI DAN DASAR HUKUM HUTANG MENURUT SYARIAH

Hutang berasal dari bahasa arab yaitu qardh yang berarti hutang. Menurut Abu Al-kasim kata dayn berarti memberi utang atau berhutang. Dayn mensyaratkan jangka waktu tertentu dalam pengembalian utang, hal ini yang membedakan al-Qardh yang tidak mensyaratkan jangka waktu tertentu dalam pengembalian utangnya, dayn lebih umum dari al-qardh. Alqardh secara terminologis adalah memberikan harta kepada orang yang akan memanfaatkannya dan mengembalikan gantinya dikemudian hari (Abdullah, 2009).

Dasar hukum dalam hutang piutang pada asalnya mubah atau diperbolehkan dalam syariah. Bahkan orang yang memberikan hutang kepada orang lain yang sangat membutuhkan adalah hal yang dianjurkan dalam perspektif agama Islam. Transaksi akad hutang piutang masuk dalam akad sosial yang mendapatkan janji pahala yang besar. Asalkan tidak mengandung unsur kezaliman didalamnya dan menganut prinsip keadilan didalamnya. Konsep keadilan dalam Islam, dijelaskan dalam QS. AlBaqarah ayat 279, yaitu adil dalam Islam adalah tidak menzalimi dan tidak dizalimi.

Prinsip keadilan dapat diterjemahkan dengan menempatkan sesuatu pada tempatnya. Dalam konteks ekonomi termasuk hutang piutang, berarti bahwa setiap transaksi ekonomi yang dilakukan oleh pelaku ekonomi tidak boleh menzalimi bahkan sampai merugikan orang lain (Apriyanti, 2018). Hakikatnya, manusia sendiri sebagai khalifah dimuka bumi ini yang fungsi utamanya menjaga keteraturan interaksi (muamalah) antar kelompok, agar kekacauan dan keributan dapat dikurangi atau dihilangkan (Muhammad, 2018).

Jadi, setiap transaksi bisnis, harus didasarkan kepada prinsip kerelaan antar kedua belah pihak (an taradhim minkum) dan tidak bathil yaitu tidak ada pihak yang menzalimi dan dizalimi atau dengan kata lain la tazhlimuna wa la tuzhlamun (Nurhayati & Wasilah, 2013).

 

C. KEWAJIBAN MENCATAT HUTANG DALAM SYARIAH

Dalam ajaran Islam, orang yang berhutang dan memberi hutang diwajibkan untuk menulis atau mencatat dengan baik agar tidak terjadi masalah dikemudian hari. Selain itu, orang yang berhutang harus memiliki niat yang kuat atau komitmen untuk mengembalikannya. Jika tidak bisa melunasinya, maka hendaklah kedua belah pihak untuk mufakatsehingga tidak terjadi konflik dikemudian hari.

Bahkan tidak sedikit kasus yang muncul dipermukaan masyarakat ataupun suatu entitas karena karena perkara hutang piutang. Perintah Allah Swt. melalui QS. Al-Baqarah ayat 282 secara jelas disebutkan pentingnya pencatatan dan akuntansi (proses akuntansi) sebagai bukti transaksi. Selain itu, akuntansi syariah adalah sebagai bentuk akuntabilitas yang terpercaya dan sebagai pondasi etika informasi laporan suatu entitas (Rahman et al., 2019).

Sebagaimana perintah agama yang terkandung dalam QS. Al-Baqarah ayat 282 yang terjemahannya: “... dan janganlah kamu bosan menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya”. Dalam ayat di atas menjelaskan kebenaran yang secara eksplisit tersaji adalah bahwa Allah Swt. memerintahkan umat Islam menuliskan transaksi baik yang kecil maupun yang besar (Warsono & Hardono, 2012).

Lantas bagaimana kalau orang yang berhutang mengalami kesulitan dalam melunasinya. Dalam QS. Al-Baqarah ayat 280, terdapat anjuran untuk memberikan kelonggaran waktu kepada orang yang berutang dan mengikhlaskan utang apabila orang tersebut benar-benar tidak mampu dinilai sebagai kebaikan dan Shadaqah.

 

D. RUKUN DAN SYARATBERHUTANG DALAM TINJAUAN SYARIAH

Rukun, Syarat, dan Prinsip Berhutang dalam Tinjauan Syariah Adapun yang menjadi syarat dan rukun yang harus dipenuhi dalam hutang-piutang (Violita et al., 2018), seperti diuraikan berikut ini.

1. Sighat Sighat yang dimaksud dalam akad adalah ijab dan qabul. Masing-masing kedua belah pihak memiliki kesepakatan dan menunjukkan mereka saling rida atau rela.

2. Akad (Adanya Pelaku) Akad yang dimaksud adalah para pihak yang melakukan transaksi yang memberi hutang dan penghutang. Adapun syarat-syarat bagi penghutang adalah baligh, berakal sehat dan pandai yang bisa membedakan baik dan buruk.

3. Harta yang Dihutangkan Harta yang akan dipinjamkan harus berupa harta (aset) yang ada takarannya, baik yang bisa ditimbang, diukur, maupun dihitung.

Sebagai wujud bentuk implementasi dari paradigma dan asas yang telah ditetapkan, transaksi syariah harus memenuhi karakteristik dan persyaratan (Warsono & Jufri, 2011), sebagai berikut:

a. Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling rida.

b. Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik (thayib) dan tidak haram.

c. Tidak mengandung unsur riba, zalim, maysir, gharar. Hutang diatur dalam Islam karena memang merupakan salah satu sektor kecil dalam urusan ekonomi umat.

Hutang bukan saja dilakukan oleh orang yang tidak mampu, namun oleh orang yang mampu juga dari sisi ekonomi. Adapun prinsip-prinsip hutang yang harus diperhatikan (Iska, 2012), meliputi:  

1. Jika terpaksa berhutang, jangan berhutang diluar kemampuan.

2. Jika hutang telah dilakukan, harus ada niat untuk membayarnya. Harus memiliki komitmen untuk mengembalikan hutang.

3. Harus disadari bahwa hutang itu merupakan alternatif terakhir ketika segala usaha untuk mendapatkan sejumlah dana secara halal dan tunai mengalami kebuntuan

 

E. KONSEP HUTANG DALAM AKUNTANSI SYARIAH

Hutang biasa dikenal dengan istilah liabilitas dalam keilmuan akuntansi. Hakikat hutang dalam Islam adalah sebuah bentuk pertolongan bagi debitur (orang yang meminjam uang). Dengan demikian, wajib kepada debitur agar berniat membayar sejumlah hutangnya. Disisi lain, kreditur (tempat meminjam uang) menerima pengembalian aset yang dipinjamkannya dientitas dengan jalan yang baik.

Akhlak yang baik dalam hutang piutang adalah berbuat baik dalam mengembalikan pinjaman.Dalam konsep syariah, hutang piutang merupakan akad transaksi ekonomi yang berdimensi tolong menolong (ta`awun). Oleh karena itu, penting menginternalisasikan nilai tafahum (saling memahami) dalam berakad transaksi hutang piutang baik dilingkungan entitas ataupun dalam bermasyarakat.

Hutang secara terminologi adalah memberikan harta kepada orang yang akan memanfaatkannya dan mengembalikan ganti rugi dikemudian hari (Abdullah bin Muhammad ath-Thayyar, 2009: 152). Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, hutang adalah penyediaan dana atau tagihan antar lembaga keuangan syariah dengan pihak peminjam untuk melakukan pembayaran secara tunai atau cicilan dalam dalam jangka waktu tertentu. Definisi yang dikemukakan dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah bersifat apikatif dalam akad pinjam-meminjam antara nasabah dan Lembaga Keuangan Syariah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH DALAM BISNIS KONTEMPORER

  MATERI- PENGANTAR BISNIS ISLAM Oleh: Eny Latifah, S.E.Sy.,M.Ak Perspektif Ekonomi Syariah dalam Bisnis Kontemporer   A.      Pengertian Ek...