Rabu, 11 Januari 2023

Kepemimpinan Dalam Manajemen Syariah

 KEPEMIMPINAN DALAM MANAJEMEN SYARIAH

  

A. PENDAHULUAN

Mayoritas umat Indonesia adalah beragama Islam. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam angka Badan Pusat Statistik bahwa setidaknya 87,18% dari 236,6 ribu penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam. Hal itu menunjukkan, bahwa izzul Islam wal muslimin dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia telah hidup, menguatkan, dan mengukuhkan. Atas dasar inilah, selanjutnya muncul kepemimpinan Islami dalam kancah negeri yang berpijak dalam berbagai institusi, organisasi, maupun perusahaan di mana manajemen usaha dibangun atas dasar syariat Islam oleh seorang pimpinan.

Pemimpin dalam agama Islam biasa disebut dengan Umara atau Ulul Amri, yaitu orang yang mendapat amanahuntuk mengurus urusan orang lain. Juga disebut sebagai Khadimul Ummah (pelayan umat),yaitu pemimpin harus menempatkan diri pada posisi sebagai pelayan masyarakat/ perusahaan. Pemimpin harus memikirkan cara-cara agar perusahaan yang dipimpinnya maju, karyawannya sejahtera,serta lingkungan di sekelilingnya menikmati kehadiran perusahaan/ kelompok yang dipimpinnya.

Bagi pemimpin yang bersifat melayani, kekuasaan yang dimilikinya bukan sekedar kekuasaan yang bersifat formalistic karena jabatan, melainkan sebuah kekuasaan yang melahirkan sebuah power yang lahir dari kesadaran. Contoh pemimpin seperti itu adalah Abdurrahman bin Auf, yaitu seorang pengusaha pada zaman Rasulullah SAW. Ia menilai bahwa perusahaannya yang maju merupakan hasil dukungan karyawannya yang mencintai pekerjaan mereka.

Konsep pemimpin dalam Islam atau selanjutnya disebut kepemimpinan Islam merupakan model kepemimpinan yang memiliki nilai-nilai transendental yang berpijak kuat pada sumber Al- Quran dan As-Sunnah atas praktik Rasullullah, para sahabat, dan al-khulafa’ al-rasyidin. Namun dalam perkembangannya, aplikasi kepemimpinan Islam saat ini terlihat semakin jauh dari harapan.

Para tokohnya terlihat dengan mudah kehilangan kendali atas terjadinya siklus konflik yang terus terjadi. Harapan umat (pengikutnya) akan munculnya seorang tokoh muslim yang mampu dan bisa diterima oleh semua lapisan dalam mewujudkan organisasi yang terhormat, kuat dan sejahtera tampaknya masih harus melalui jalan yang panjang.

 

 

B. DEFINISI KEPEMIMPINAN

Kepemimpinan kata dasarnya adalah pemimpin yang berarti : 1) orang yang memimpin, 2) petunjuk: buku petunjuk atau pedoman. Sedangkan dalam istilah Islam pemimpin dikonotasikan dengan kata khalifah, amir atau imamah. Khalifah adalah pengganti yaitu seseorang yang menggantikan tempat orang lain yang lain dalam beberapa persoalan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kata khalifah yang berarti pengganti telah berkembang menjadi " titel atau gelaran bagi pemimpin tertinggi masyarakat Muslim sebagai gelar yang berlabel agama".

Imamah berarti yang menjadi pemimpin, yang menjadi suri teladan atau contoh yang harus diikuti atau yang mendahului dan Amir mempunyai arti pemimpin ( Qaid Zaim ) dan dalam kamus Inggris diartikan dengan orang yang memerintah, komandan, kepala dan raja.

Kepemimpinan syariah adalah kepemimpinan yang mengandung aspek yang terdapat dalam kepemimpinan pada umumnya, namun pada kepemimpinan syariah terdapat nilai-nilai agama yang melandasinya.

Kepemimpinan syariah memiliki tantangan yang tidak mudah, karena selain dipertanggungjawabkan di dunia, juga harus dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Jika dilaksanakan secara tepat maka dapat memiliki dampak yang besar bagi kemajuan perusahaan.

Kepemimpinan adalah sebuah seni dalam mengatur suatu organisasi, karakter pemimpin yang menjadi suri tauladan adalah karakter kepemimpinan Rasulullah. seorang pemimpin dalam bisnis syariah saat ini haruslah memiliki karakter seperti yang di miliki Rasulullah. karena karakter tersebut merupakan pondasi utama yang sangat penting untuk dimiliki oleh seorang pemimpin dalam bisnis syariah. Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan studi literature pustaka (library research) mengumpulkan data dari berbagai buku, jurnal, artikel, dll. Setelah dikaji lebih dalam maka dalam penelitian ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin harus memiliki karakter seperti; (1). Shiddq. (2).Amanah. (3). Tabligh (4). Fathonah.

Al Qur’an Surat An – Nissa ayat 59 “ Hai orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia pada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Menurut Abu Sinn kepemimpinan dalam islam adalah sebagai berikut :

1) Kepemimpinanbersifat tengah-tengah, yaitu selalu menjaga hak dan kewajiban individu serta masyarakat dengan prinsip keadilan, persamaan, tidak condong pada kekerasan atau kelembutan, tidak sewenang-wenang atau berbuat aniaya. Menurut Umar RA, Kepemimpianan yang lembut tetapi tidak lemah, dan orang yang kuat namun tidak sewenang-wenang/ korup.

2) Kepemimpinan yang peduli pada nilai-nilai kemanusiaan, memperhatikan kemuliaannya, menyertakannya dalam setiap persoalan krusial, dan memperlakukannya dengan sebaik mungkin.

3) Kepemimpinan yang mementingkan kehidupan anggota teamnya, dan tidak membedakan mereka kecuali berdasarkan besarnya beban tanggung jawab yang diberikan oleh seorang pemimpin. Sebagaimana perkataan Umar RA kepada Abu Musya Al Asy’ar “ Dan bahagiakah persoalan rakyat dengan kehadiranmu, engkau adalah bagian dari mereka, tetapi sesungguhnya Allah telah memberikan bagian yang lebih berat kepadamu”

4) Kepemimpinan yang fokus pada tujuan dan upaya memberikan kepuasan kepada bawahan dengan memberikan suri tauladan yang baik, konsisten dan tetap bersemangat serta rela berkorban untuk mewujudkan tujuan.

Sebagaimana kepemimpinan dalam manajemen modern, kepemimpinan dalam Islam juga meliputi dimensi kepemimpinan sebagai berikut :

a) Kemampuan Strategis Salah satu strategi dakwah yang dilakukan Rasulullah ketika awal penyebaran Islam adalah membebaskan kaum muslimin dari siksaan kaum Quraisy, selanjutnya mengajak berhijrah ketika siksaan yang mereka terima semakin besar, menyatukan kaum muhajirin dan Anshar di tempat hijrah, serta membuat beberapa kesepakatan damai dengan pihak non muslim.

b) Kemampuan Interpersonal Ada beberapa kemampuan interpersonal yang harus ditunjukkan pemimpin dihadapan bawahannya, yaitu :

a. Menunjukkan suri teladan (qudwah hasanah) yang baik atas semua aktivitas yang dilakukan

b. Peduli (caring) dan berlaku adil pada bawahan

c. Mengajak bawahan bermusyawarah dan menghormati pendapat mereka

d. Melatih bawahan untuk menjalankan tugas dengan amanah

e. Memiliki kepercayaan terhadap kemampuan bawahan, dan mendelegasikan beberapa wewenang

f. Melakukan inspeksi, pengawasan dan audit terhadap kinerja bawahan secara amanah

g. Memiliki kemampuan teknis. Kemampuan teknis ini bisa membantunya dalam membuat perencanaan, menentukan aktivitas pekerjaan, mengajari dan kemudian mendelegasikan pada bawahan.

Menurut Sula, suatu perusahaan yang islami hendaknya dipimpin oleh seorang yang islami. Karena mana mungkin akan tercipta corporate culture yang islami jika pemimpinnya sendiri tidak memahami dan tidak menjalankan syariat islam secara konsekuen? kriteria pemimpin yang islami adalah sebagai berikut :

1) Memiliki akidah yang lurus

Langkah-langkah dalam menjalankan bisnis senantiasa menuju pada ridha Allah, oleh karenanya menjadikan Al Qur’an menjadi bacaan sehari-hari dan menjadikan Al Qur’an dan hadist menjadi acuan sikap dalam beribadah.

2) Memiliki akhlak yang baik

Ia harus dapat menjadi contoh dengan hasil kerja yang optimal karena bekerja yang baik adalah bagian dari akhlak dan etika islami.

3) Giat beribadah

Shalat tepat waktu dan mendirikan shalat fardhu berjamaah

4) Jujur (sidiq)

Kejujuran ditampilkan dalam bentuk kesungguhan dan ketepatan, baik ketepatan waktu, janji, pelayanan, sikap mau mengakui kelemahan dan kekurangan untuk diperbaiki secara terus menerus dan menjauhkan diri dari perbuatan dusta dan menipu, baik untuk diri sendiri, keluarga maupun segenap stake holder.

5) Bertanggung Jawab (amanah)

Sikap amanah Nampak dalam keterbukaan, pelayanan yang optimal, serta upaya berbuat baik dalam segala hal, khususnya dalam pekerjaan dan pelayanan kepada pelanggan.

6) Komunikatif dan argumentative (tabligh)

Pemimpin diharapkan mampu mengkomunikasikan visi dan misinya secara benar kepada karyawannya. Juga mampu menyampaikan keunggulan-keunggulan produknya dengan jujur dan persuasif kepada pelanggan. Tidak kalah penting, penyampaian gagasan tersebut idealnya dilakukan dengan cara bil hikmah (bijaksana dan tepat sasaran), dan kalimat-kalimatnya qaulan sadiidan, yaitu pembicaraan yang benar dan berbobot.

7) Kompeten (fathanah)

Sifat ini menumbuhkan kreatifitas dan kemampuan melakukan berbagai inovasi yang bermanfaat bagi perusahaan. Ini disebabkan keinginan unuk mengerti, memahami dan menghayati tugas dan kewajibannya secara mendalam.

8) Memiliki jiwa kepemimpinan dan kecakapan manajerial

9) Memiliki sikap adil dan seimbang (wasathan)

Sikap adil mendatangkan rasa cinta dari bawahan sehingga dapat memotivasi konerja.

10) Konsisten (istiqomah)

Ditampilkan dengan keteguhan, kesabaran serta keuletan sehingga menghasilkan sesuatu yang optimal.

11) Energik dan kuat (qowi)

 

C. TIPE-TIPE KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM

Kita tidak dapat menolak kenyataan bahwa perilaku masing-masing orang memimpin sangatlah bervariasi antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam banyak hal, ini dapat disebabkan oleh jenis pengaruh yang dimilikinya, atau dapat pula disebabkan oleh cara penggunaan pengaruh itu sendiri yang berbeda-beda.

Secara teoritis, perbedaan-perbedaan ini kemudian dikategorikan kepada beberapa tipe kepemimpinan berdasarkan ciri dan karakteristik masing-masing sebagaimana yang akan diuraikan berikut:

1. Kepemimpinan Paternalistik

Membicarakan kepemimpinan paternalistik adalah sinonim dengan membicarakan “pengabaian delegasi” yang merupakan bagian penting dalam proses kepemimpinan. Pentingnya proses delegasi atau mempercayakan serta mewakilkan suatu wewenang adalah hal pokok dalam kepemimpinan. Seorang pemimpin tentu saja tidak dapat bekerja sendirian dan oleh karenanya membutuhkan orang lain yang diyakini mampu memegang tanggung jawab atas suatu pekerjaan sehingga lebih mempermudah koordinasi dan pencapaian tujuan.

Namun yang bakal ditemui dalam pribadi seorang pemimpin dengan tipe paternalistik akan sangat berbeda. Dalam prakteknya, mereka memang memberikan delegasi kepada pimpinan tingkat bawah atau bahkan pengikutnya secara umum, namun tidak pernah terbuktikan bahwa delegasi merupakan pelimpahan tanggung jawab. Pada kenyataannya, pemimpin paternalistik hampir tidak pernah memberikan keluasan kepada orang-orang yang berada di bawahnya untuk melaksanakan delegasi itu, kecuali dengan pengawasan yang cenderung berlebihan. Kita tahu bahwa hal ini sebetulnya dapat mengakibatkan kekacauan konsentrasi dalam pencapaian tujuan.

Kekeliruan dalam mekanisme organisasi ternyata tidak hanya disebabkan oleh pengelakan tanggung jawab, tetapi juga dapat dikarenakan tanggung jawab yang berlebihan dan tidak proporsional. Jika seorang pemimpin mengambil tanggung jawab lebih banyak, ia sebetulnya tidak memberikan peluang kepada  bawahannya untuk belajar memikul tanggung jawab. Akibatnya, bawahan tidak dapat menumbuhkembangkan kemampuan dan kepribadiannya. Bahkan bisa jadi hal ini akan menyebabkan mereka merasa tidak berharga bagi organisasi dimana ia bernaung. Padahal secara mendasar, semua manusia akan merasakan betapa dirinya sangat berharga jika dirinya diserahi tugas yang menuntut tanggung jawab.

Menurut Limas Sutanto, pemimpin yang terlalu banyak mengambil tanggung jawab seringkali tidak disukai oleh rekanrekannya dalam tim. Gaya kerja semacam ini sering pula dikenal dengan gaya “one-man show.” Pada kondisi seperti ini, anggotaanggota tim tidak mendapatkan bagian pekerjaan atau tugas yang proporsional. Padahal hakikat kerja tim terletak pada kerjasama antar-anggotanya. Gaya “one-man show” meniadakan peran anggota-anggota tim karena semua peran diambil-alih oleh satu orang saja. Jadi, pada kondisi ini tidak akan ditemukan lagi apa yang disebut sebagai “kerja tim.”

Ketidakpercayaan pemimpin terhadap bawahan bukan tanpa sebab. Munculnya tipe ini biasanya disebabkan oleh reputasi bawahan yang dikenal sebagai orang yang “tidak dapat diandalkan” sehingga pemimpin memiliki asumsi bawahan mereka harus didampingi dan diberikan arahan secara terusmenerus. Namun dalam beberapa hal, tidak semua orang dapat bekerja dalam pemantauan yang ketat sebab mereka merasa diperlakukan sebagai anak kecil. Dan semua orang tahu bahwa hal ini bukan gejala positif dalam organisasi.

2. Kepemimpinan Demokratik

Kepemimpinan dengan tipe demokratik seringkali dianggap sebagai salah satu tipe ideal dalam kepemimpinan. Hampir semua orang dapat menerima ketika dirinya dipimpin oleh seorang demokrat. Kepemimpinan demokratik menganggap anggotanya bukan hanya sebagai bawahan, tetapi juga sebagai mitra kerja. Hal inilah yang menyebabkan munculnya hubungan komunikasi yang relatif terjalin dengan baik. Pandangan ini tentu saja akan melahirkan perilaku pemimpin yang berbeda pula. Mereka mau mengakomodir pendapat bawahan, bahkan meminta saran kepada mereka tanpa ragu-ragu.

Pemimpin tipe ini juga seringkali meminta dirinya untuk dievaluasi oleh anggotanya.

Untuk lebih memudahkan dalam mengidentifikasi tipe kepemimpinan demokratik, beberapa indikator di bawah ini dapat dijadikan kriteria.

a) Menempatkan manusia dalam pandangan yang terhormat mulia dan berpotensi. Sikap ini memunculkan perilaku pemimpin yang menghargai bawahan. Mereka memotivasi bawahan untuk memunculkan potensi mereka sebaik-baiknya.

b) Senantiasa berusaha mempertautkan antara kepentingan dan tujuan organisasi dengan tujuan dan kepentingan pribadi. Bukan sebaliknya, pemimpin demokrat justru berupaya menjadikan kepentingan organisasi sebagai kepentingan setiap individu dalam organisasi. Sikap ini akan memunculkan motivasi yang tinggi.

c) Terbuka dalam menerima kritik dan saran dari siapapun. Sikap ini merupakan bentuk pengakuan dari ketidaksempur-naan pemimpin. Mereka selalu terbuka terhadap masukan dan kritik siapapun untuk kepentingan perbaikan organisasi dan seluruh anggotanya.

d) Berusaha menciptakan iklim yang kondusif dan mengutamakan kerjasama yang kompak. Tindakantindakan yang dilakukan pemimpin demokrat selalu berusaha untuk mengkoordinasikan masing-masing anggota dengan berbagai cara, termasuk cara-cara yang bersifat kekeluargaan.

e) Mendorong pengikut untuk bebas dalam melakukan insiatif, melalui kreativitas yang dinamis. Salah satu dimensi pemimpin demokrat adalah sifat egaliter yang memungkinkan dirinya membiarkan para pengikutnya untuk mengerahkan segenap potensi dan kreativitasnya untuk melakukan inisiatif untuk kepentingan pencapaian tujuan organisasi.

f) Senantiasa membawa diri untuk dapat berkembang sebagai pemimpin yang berwawasan luas, handal dan berwibawa. Membawa diri adalah selalu terlibat dalam hubunganhubungan sosial dengan banyak orang. Mereka juga menimba ilmu dari siapapun dan dari manapun. Inilah yang menyebabkan mereka memiliki kewibawaan dan dapat diandalkan.

`Tipe kepemimpinan demokratik adalah salah satu tipeyang paling banyak dipraktikkan orang dalam organisasi agar menjadi efektif. Mereka yang menggunakan tipe ini meyakini bahwa memimpin dengan demokratis adalah juga menetapkan satu tujuan yang sama, tetapi menerima alternatif metode dalam mencapai tujuan tersebut, dan mereka membiarkannya selama masih berada dalam batas-batas tujuan tersebut.

3. Kepemimpinan Otoriter

Tipologi kepemimpinan otoriter atau dapat juga disebut sebagai otokratis, biasanya tidak dapat bertahan dalam jangan waktu yang panjang. Jikapun dapat bertahan, hanyalah pada lingkungan terbatas. Dengan pengertian ini saja, tipe kepemimpinan ini bukanlah tipe kepemimpinan yang universal yang dapat diterima hampir semua kalangan. Daya tahan tipe ini akan semakin berkurang ketika para pengikut semakin berkembang dan semakin cerdas.

Otoritarisme dipandang sebagai sesuatu yang kontra-produktif sebab merendahkan nilai-nilai kemanusiaan yang semestinya dijunjung tinggi oleh seorang pemimpin. Oleh karena itu, seiring perkembangan pemahaman pengikut, pemimpin dengan tipe ini justru akan dijauhi. Dalam tipe kepemimpinan otoriter, para pengikut ditempatkan sebagai obyek dan senantiasa dimotivasi dengan ancaman-ancaman dan seolah-olah mereka sama sekali tidak memiliki hak untuk mencurahkan gagasan untuk kepentingan organisasi.

Tipe kepemimpinan semacam ini melahirkan caracara komunikasi yang hanya berlaku satu arah (single-way traffic communication) sehingga tidak efektif karena pengikut tidak dapat mengembangkan kreativitasnya.  Kepemimpinan otoriter mungkin lebih cocok jika diterapkan dalam lembaga-lembaga militer. Itulah sebabnya, tipe kepemimpinan ini sering pula disebut sebagai tipe militeristik yang cenderung terlihat kaku dalam garis komando dari atas ke bawah. Namun hal ini bukan tanpa tujuan, sebab segala upaya itu bertujuan menciptakan kedisiplinan diantara para pengikut.

4. Kepemimpinan otoriter biasanya dapat dicirikan melalui beberapa karakteristik berikut:

a. Menganggap organisasi sebagai milik pribadi. Sikap ini diperlihatkan dengan sikapnya yang direktif dan senang memerintah karena merasa dirinya adalah satu-satunya yang memiliki otoritas dalam organisasi.

b. Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi. Sikap ini memunculkan perilaku “pengabaian kepentingan” organisasi yang sesungguhnya. Mereka menganggap bahwa setiap perilaku dan gerakan mereka adalah mewakili organisasi.

c. Menganggap pengikut sebagai alat semata. Sikap ini membuat orang yang dipimpin seperti diperas tanpa diperhatikan. Prestasi bawahan seringkali diakui sebagai prestasi dirinya sebagai pemimpin.

d. Tidak mau menerima kritik, saran atau pendapat. Menyampaikan kritik kepada pemimpin otoritas sama halnya dengan “bunuh diri.” Artinya, kritik, saran dan pendapat sangat sulit untuk diterima oleh pemimpin dengan tipe ini. Sebab, mereka sangat emosional-reaktif terhadap saran, apalagi kritik.

e. Terlalu bergantung kepada kekuasaan formalnya. Salah satu penyebab perilaku pemimpin otoriter adalah ia hanya terpaku pada kekuasaan formalnya. Ia sangat mementingkan tugas dan terkadang mengabaikan sisi-sisi sosial.

f. Dalam menggerakkan organisasi, mereka selalu menggunakan unsur paksaan dan bersifat menghukum. Ancaman adalah satu-satunya cara yang paling efektif menurut pemimpin dengan tipe ini. Hal ini disebabkan pandangan mereka terhadap bawahan yang dianggap sepele

5. Kepemimpinan Laissez-Faire

Tipe ini dikenal sebagai tipe yang sangat bebas dan terbuka. Bahkan, bagi sementara orang, tipe kepemimpinan semacam ini mengakibatkan hilangnya kepatuhan bawahan dan menurunnya harga diri seorang pemimpin. Mereka menjalankan kepemimpinan dengan cara mendelegasikan wewenang sepenuhnya kepada para bawahannya. Ada kesulitan tersendiri dalam penerapan kepemimpinan ini yakni jika orang yang dipimpinnya tidak cukup mengerti tentang apa yang diinginkan pemimpin, atau kurangnya pengalaman bawahan dalam berorganisasi, mungkin justru akan kontraproduktif.

Intinya, tipe kepemimpinan ini seolah-olah posisi pemimpin adalah simbol belaka. Mereka memiliki kewenangan tetapi jarang sekali menggunakannya. Mereka telah memberikan kebebasan setiap bawahannya untuk mengambil keputusan dan menetapkan kebijakan serta langkah-langkah strategis untuk pengembangan organisasi yang dipimpinnya.

Beberapa karakteristik penting dari tipe kepemimpinan ini antara lain: a. Kebebasan lengkap untuk keputusan kelompok atau individual dengan partisipasi pemimpin yang sangat minim; b. Sangat delegatif dan memberikan kepercayaan penuh kepada bawahan; c. Membebaskan bawahan untuk melakukan pendekatan apapun dalam pekerjaan mereka, asalkan dapat menyelesaikannya sesuai target dan waktu yang telah ditentukan. Karena karakternya yang demikian, tipe ini juga dikenal orang sebagai “kepemimpinan bebas” yang artinya kepemimpinan yang memberikan kebebasan terhadap seluruh bawahannya.

6. Kepemimpinan Kharismatik

Diantara semua tipe kepemimpinan yang ada, mungkin tipe kharismatik adalah tipe yang paling sulit untuk dijelaskan secara teoritik. Hal ini disebabkan tidak hanya karena minimnya literatur yang berbicara tentang tema itu, tetapi juga penelusuran para ahli terhadap tipe kepemimpinan kharismatik selalu kurang memuaskan secara teori.

Dilihat dari gejala kepemimpinan, kharismatik adalah tipe kepemimpinan yang diperlihatkan melalui kesetiaan dan tanggung jawab dari para pengikutnya, bukan karena pemimpin tersebut memiliki kemahiran khusus atau ada pada kedudukan khusus, tetapi karena para pengikutnya menanggapinya sebagai individu. Seperti dasar kemahiran dan keahlian. Dasar daya tarik ini unik bagi individu dan situasi. Uniknya lagi, pengaruh kharismatik tidak dapat dipindahkan kepada orang lain. Tipologi kepemimpinan kharismatik ini diwarnai dengan indikator besarnya pengaruh sang pemimpin terhadap para pengikutnya.

Kepemimpinan seperti ini lahir karena pemimpin tersebut mempunyai kelebihan yang psikis dan mental serta kemampuan tertentu, sehingga apa yang diperintahkannya akan diikuti oleh para pengikutnya. Bahkan, terkadang para pengikutnya jarang mempertimbangkan rasionalitas dari perintah tersebut. Jadi, diantara semuanya, pemimpin dengan tipe ini memiliki daya tarik yang sukar dipahami secara teoritik. Tipe kepemimpinan ini biasanya menggunakan gaya persuasif dan edukatif. Jika dilihat dari perspektif manajemen, sebenarnya kepemimpinan dengan tipe ini akan jauh lebih berhasil jika pemimpin tersebut mendapat kepercayaan dalam lembaga formal. Kesulitan para ahli untuk mengurai dan mengidentifikasi karakter kepemimpinan tipe ini disebabkan oleh pandangan para ahli yang selalu saja berbeda dalam menjelaskan karakter atau ciri khas kepemimpinan ini. Maka, tidaklah mengherankan jika hingga kini para sarjana belum berhasil menemukan sebabsebab mengapa seorang pemimpin memiliki kharisma. Sejauh ini, yang diketahui ialah bahwa pemimpin yang demikianmempunyai daya tarik yang amat besar dan pada umumnya memiliki pengikut dalam jumlah besar.

Pandangan lebih ekstrim muncul dari Soewarno Handayaningrat melalui pandangannya yang mengatakan, “karena kurangnya pengetahuan tentang sebab-musabab seseorang menjadi pemimpin yang kharismatis, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian itu diberkahi dengan kekuatan gaib (supranatural power).” Kiranya memang tidak salah pandangan di atas. Sebab pada kenyataannya, kharismatika seseorang lahir tanpa dipelajari. Ia muncul begitu saja dalam diri seseorang. Kharismatika adalah masalah bagaimana orang lain menghargai diri kita. Ketika kita lebih banyak dihargai—bukan ditakuti— orang lain, artinya kita sedang menaiki tangga kharismatik.

Dengan demikian, kharismatika dapat muncul dalam diri seseorang ketika seseorang itu memiliki 3 (tiga) macam kecerdasan sekaligus; intelektual, emosional dan spiritual. Ketiga kecerdasan ini menjadi daya pikat bagi siapapun sehingga orang lain merasa beruntung bekerjasama dengannya. Pemimpin kharismatik biasanya muncul dalam organisasi sosial-keagamaan dalam masyarakat dan dihargai memenuhi standar ketokohan, bukan dari segi usia, pangkat, jabatan, status dan sebagainya. Ketokohan adalah label yang diberikan masyarakatNamun demikian, tidak menutup kemungkinan tipe ini juga dapat ditemui dalam lembaga-lembaga formal.

7. Kepemimpinan Situasional

Tipe kepemimpinan situasional adalah tipe kepemimpinan yang tidak mengandalkan satu tipe kepemimpinan saja. Hal ini bukanlah tindakan yang tidak konsisten. Namun, hal ini disebabkan oleh kesadaran pemimpin bahwa organisasi yang dipimpinnya senantiasa mengalami perubahan, baik dalam lingkungan internal maupun eksternal organisasi.

Semua perubahan ini pastilah membutuhkan polapola yang berbeda dalam memimpin. Salah satu perubahan yang selalu terjadi dalam organisas adalah naik-turunnya kualitas kerja dan kesiapan orang-orang dalam memikul tanggung jawab. Hal ini sangat penting untuk diketahui oleh seorang pemimpin, karena berkaitan dengan kebijakan yang akan diambilnya dalam membagi-bagikan jenis pekerjaan dan tanggung jawab sekaligus. 123 Misalnya, dengan meningkatnya kesiapan orang-orang yang dipimpinnya, pemimpin hendaknya mengurangi perilaku mendukung ataupun hubungannya.

Untuk lebih mudah dalam mengidentifikasinya, ada empat gaya kepemimpinan-situasional yang dapat dikemukakan yakni; gaya memberitahu (telling), gaya mempromosikan (selling), gaya berpartisipasi (participating) dan gaya mewakilkan (delegating) sebagaimana akan diuraikan sebagai berikut:

 Gaya 1: Memberitahu (telling). Gaya ini ditandai dengan tugas berat, hubungan lemah. Ciri yang lainnya adalah komunikasi satu-arah; di sini pemimpin menentukan peranan orang-orang yang dipimpinnya dan memberitahu apa, dimana, kapan, dan bagaimana cara mengerjakan berbagai macam tugas.

Gaya 2: Mempromosikan (selling). Tugas berat, hubungan kuat. Gaya ini ditandai dengan usaha komunikasi dua-arah, meskipun hampir semua pengaturan dilakukan oleh pemimpin. Pemimpin juga menyediakan dukungan sosio-emosional supaya orang-orang yang dipimpinnya turut bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan.

Gaya 3: Berpartisipasi (participating). Hubungan kuat, tugas berat. Gaya ini ditandai oleh pemimpin dan anggota yang bersama-sama terlibat dalam pembuatan keputusan melalui komunikasi dua-arah yang sebenarnya. Pemimpin lebih banyak terlibat dalam pemberian kemudahan karena anggota-anggotanya memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk menyelesaikan tugasnya.

Gaya 4: Mewakilkan (delegating). Hubungan kuat, tugas ringan. Gaya ini dapat dicirikan dengan gaya pemimpin yang membiarkan anggotanya bertanggung jawab atas keputusan-keputusan mereka. Pemimpin mewakilkan keputusannya kepada orang-orang yang dipimpinnya karena mereka mempunyai tingkat kesiapan yang tinggi, bersedia, serta mampu bertanggung jawab untuk mengatur perilaku mereka sendiri.

Demikianlah beberapa tipe kepemimpinan yang paling populer dalam disiplin kepemimpinan manajemen. Sekali lagi, bahwa kepemimpinan ideal adalah kepemimpinan efektif. Namun bukan berarti bahwa kepemimpinan ideal itu hanya mengarah pada satu tipe saja, melainkan ditentukan oleh perubahan yang dialami organisasi. Tampaknya, kepemimpinan situasional lebih aman untuk dikatakan sebagai “kepemimpinan ideal.” Hal ini disebabkan sifatnya yang bisa turun dan bisa juga naik. Porsi dukungan dan perintah serta delegasi pemimpin kepada bawahan didasarkan pengetahuan pemimpin atas apa yang terjadi di dalam organisasi tersebut. Dan hal ini merupakan bukti adanya komunikasi yang baik diantara atasan-bawahan-rekan.

Mengenai tipe kepemimpinan dimana prilaku pemimpin dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Berikut tipe-tipe kepemimpinan:

1. Tipe partisipatif adalah kontrol atas pemecahan masalah dan pengambilan keputusan antara pemimpin dan bawahan dalam keadaan seimbang.

2. Tipe konsultatif adalah menggunakan komunikasi dua arah dan memberikan suportif terhadap bawahan.

3. Tipe delegatif adalah pemimpin yang mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi dengan bawahan dan selanjutnya mendelegasikan pengambilan keputusan seluruhnya kepada bawahan.

4. Tipe direktif adalah ditandai adanya komunikasi satu arah. Pimpinan membatasi peranan bawahan dan menunjukkan kepada bawahan apa, kapan, dimana dan bagaimana sesuatu tugas harus dilaksanakan.

Sudah tercatat oleh sejarah  mengenai konsep kepemimpinan Islam  sebagaimana Nabi Adam memimpin Hawa   dan keturunannya setelah diusir dari surga.  Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul  Allah yang menyampaikan ajaran-ajaran  agama adalah kepala negara dan kepala  rumah tangga. Mengenai kepemimpinan,  Rasulullah SAW bersabda “Telah  menceritakan kepadaku Ismail, malaikat  dari Abdullah bin dinar, dari Ibn Umar  r.a, sesungguhnya Rasulullah SAW  berkata: “Kalian adalah pemimpin, yang  akan dimintai pertanggungjawaban.  

Penguasa adalah pemimpin, yang akan  dimintai pertanggungjawaban atas  kepemimpinannya. Suami adalah  pemimpin keluarganya, dan akan dimintai  pertanggungjawaban atas  kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin  dirumah suaminya, dan akan dimintai  pertanggungjawaban atas  kepemimpinannya. Pelayan adalah  pemimpin dalam mengolah harta tuannya,  dan akan dimintai pertanggungjawaban  tentang kepemimpinannya. Oleh karena itu  kalian sebagai pemimpin akan dimintai  pertanggungjawaban atas  kepemimpinannya” (HR. Bukhari). Gaya Kepemimpinan Islam dapat  disimpulkan sebagai gaya seseorang  dalam memimpin yang memiliki sikap  amanah, ikhlas, dan cerdas serta bersikap  baik kepada karyawan dengan  menunjukkan kebijaksanaannya.

 

D. PENDEKATAN DALAM KEPEMIMPINAN

Kepemimpinan dan manajemen  merupakan dua konsep yang saling  berhubungan banyak orang mengatakan  bahwa kedua konsep itu adalah sama,tetapi  ada beberapa hal yang membedakan konsep itu perbedaan yang mendasar pemimpin  dapat timbul dari kelompok-kelompok yang  sama sekali tidak terorganisasi, sedangkan  manajemen hanya ada apabila sruktur  organisasi menciptakan peranan.

Pendekatan-pendekatan terbaru dalam  kepemimpinan yang dapat melibatkan pekerja dan mampu melakukan perbaikan  terus. menerus serta berorientasi pada  kepuasan pelanggan adalah kepemimpinan  transformasional (transformation  leadership). Pemimpin transformasional  mengubah seluruh organisasi melalui  transformasi organisasi menuju pandangan  mereka tentang apa yang harus dilakukan  oleh organisasi dan bagaimana seharusnya  organisasi berjalan dengan baik menuju  tujuan yang telah ditetapkan (Gaspersz, 2003 : 204)

Berikut berbagai pendekatan-pendekatan  dalam manajemen (Gaspersz, 2003 : 204)

1. Pendekatan berdasarkan kebiasaan  (empirial case approach). Manajernen  di pelajari dari sudut sejarahnnya, asal usulnya berdasarkan pengalamanpengalaman nyata di masa lalu.

2. Pendekatan berdasarkan kelakuan  antar individu (interpersonal behavior  approach). Manajemen dipelajari  berdasarkan hubungan antar  manusia,diakui tingkah laku hubungan  manajer dengan bawahan, bawahan  dan bawahansebagai manusia.

3. Pendekatan berdasarkan kelakuan  kelompok (goup behaviour approach). Manajemen di pelajari dari psikologi  sosial suatu studi pola budaya  mengenai susunan tingkah laku  kelompok manusia (organizational  behaviour) yang di artikan sebagai  system, pola hubungan antar manusia  di antara kelompok.

4. Pendekatan sistem kerja sama sosial  (cooperative social system approach). Manajemen dipelajari dari teori system  atau merupakan bagian dari teori  system semua manajer bekerja dalam  suatu system social, manajer  memimpin orang berdasarkan kerja  sama manusia, kerja sarna ini timbul  sebagai akibat adanya keterbatasan  physic, biologi, psychology, dan sociologi.

5. Pendekatan system sosioteknik (socio  technological system approach). Memandang suatu orang sebagai dua  sistem yaitu: social system dan technical  system yang kedua-duanya perlu ada  interaksi yang harmonis. Jadi orang dan  manajemen yang efektif tidak hanya  tergantung pada interaksi yang baik dari  orang-orang tetapi juga pada lingkungan  teknis ditempat mereka bekerja, cara  bekerja, alat-alat yang di gunakan,  ruangan dan keadaan cahaya tempat  mereka bekerja.

6. Pendekatan Teori keputusan (decision theori approach). Merupakan pemilihan  secara rasional yang dititik beratkan pada  keputusan rasional, logis dan ilmiah. Rational Decision adalah pemilihan di  antara beberapa alternative yang  merupakan cara tindakan yang  berdasarkan keputusan yang diambil  secara rasional. Jadi, rational decision  harus di dasari oleh alternative-alternatif  kegiatan yang dievaluasi, baru kemudian  di pilih.

7. Pendekatan pusat komunikasi  (communication center). Menekankan pentingnya peranan komunikasi bagi  manajer.

8. Pendekatan matematis (mathematical  approach). Melihat manajemen sebagai suatu system proses dalam model-model  matematik, pendekatan ini di kenal  sebagai operation research or  operationalist yang mendasarkan  pembahasan pada pendekatan  mathematic dan telah menamakan  dirinya sebagai manajement scientist.  Jadi,dalam pengambilan keputusan selalu  dengan bantuan orang yang merupakan  penerapan dari metode ilmiah terhadap  masalah-masalah manajemen yang dikemukakan secara kuantitatif.

9.  Pendekatan Situasional (contingency  approach). Mempelajari manajemen didasarkan pada sifat situasional (sikon) internal dan eksternal orang pada saat tersebut.  Masalah-masalah yang dihadapi diselesaikan dan diatasi berdasarkan situasional (sikon), sehingga pemecahan masalah yang berbeda-beda dilakukan dengan cara yang berbeda-beda pula.

10. Pendekatan sumber daya manusia  (human resources/supportiveapproach). Manajemen di pelajari dengan SDM  sebagai dasar kajian/tinjauan. Masalah  individu, kelompok kerja, lingkungan  kerja, motivasi-motivasi apa yang dapat  meningkatkan produktivitas kerjanya.

11. Pendekatan kombinasi (operation  approach). Manajemen tersebut  dipelajari berdasarkan kombinasi sernua pendekatan diatas(1-10).

Ada juga pendekatan lain yang juga diterapkan dalam kepemimpinan. Berikut pendekatan kepemimpinan yang ada:

1. Pendekatan Sifat Dalam pendekatan sifat timbul pemikiran bahwa pemimpin iti dilahirkan, pemimpin bukan dibuat. Pemikiran semacam itu dinamakan pemikiran “Hereditary” (turun temurun). Pendekatan secara turun temurun bahwa pemimpin dilahirkan bukan dibuat, pemimpin tidak dapat memperoleh kemampuan dengan belajar/latihan tetapi dari menerima warisan, sehingga menjamin kepemimpinan dalam garis turun temurun dilakukan antar anggota keluarga. Dengan demikian kekuasaan dan kesejahteraan dapat dilangsungkan pada generasi berikutnya yang termasuk dalam garis keturunan keluarga yang saat itu berkuasa. Kemudian timbul teori baru yaitu “Physical Characteristic Theory” (teori dari Fisik). Kemudian timbul lagibahwa pemimpin itu dapat diciptakan melalui latihan sehingga setiap orang mempunyai potensi untuk menjadi pemimpin. Para ahli umumnya memiliki pandangan perlunya seorang pemimpin mempunyai sifat-sifat yang baik. Pandangan semacam ini dinamakan pendekatan sifat.

Adapun sifat-sifat yang baik yang harus dimiliki seorang pemimpin yaitu:

a) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

b) Cakap, cerdik dan jujur

c) Sehat jasmani dan rohani

d) Tegas, berani, disiplin dan efisien

e) Bijaksana dan manusiawi

f) Berilmu

g) Bersemangat tinggi

h) Berjiwa matang dan berkemauan keras

i) mempunyai motivasi kerja tinggi

j) Mampu berbuat adil

k) Mampu membuat rencana dan keputusan

l) Memiliki rasa tanggung jawab yang besar

m) Mendahulukan kepentingan orang lain.

2. Pendekatan Perilaku Pendekatan perilaku adalah keberhasilan dan kegagalan seorang pemimpin itu dilakukan oleh gaya bersikap dan bertindak pemimpin yang bersangkutan. Gaya bersikap dan bertindak akan tampak dari cara memberi perintah, memberi tugas, cara berkomunikasi, cara membuat keputusan, cara mendorong semangat kerja bawahan, cara menegakkan disiplin, cara pengawasan dan lain-lain. Bila dalam melakukan tindakan dengan cara lugas, keras, sepihak yang penting tugas selesai dengan baik, dan yang bersalah langsung dihukum, gaya kepemimpinan itu cenderung bergaya otoriter. Sebaliknya jika dalam melakukan kegiatan tersebut pemimpin dengan cara halus, simpatik, interaksi timbal balik, menghargai pendapat dan lain-lalin. Maka gaya kepemimpinan ini bergaya kepemimpinan demokratis. Pandangan kllasik menganggap sikap pegawai itu pasif dalam arti enggan bekerja, malas, takut memikul tanggung jawab, bekerja berdasarkan perintah. Sebaliknya pandangan modern pegawai itu manusia yang memiliki perasaan, emosi, kehendak aktif dan tanggung jawab. Pandangan klasik menimbulkan gaya kepemimpinan otoriter sedangkan pandangan modern menimbulkan gaya kepemimpinan demokratis. Dari dua pandangan di atas menimbulkan gaya kepemimpinan yang berbeda.

3. Pendekatan Kontingensi Dalam pandangan ini dikenal dengan sebutan “One Best Way” (Satu yang terbaik), artinya untuk mengurus suatu organisasi dapat dilakukan dengan paralek tunggal untuk segala situasi. Padahal kenyataannya tiap-tiap organisasi memiliki cirri khusus bahkan organisasi yang sejenis akan menghadapi masalah berbeda lingkungan yang berbeda, pejabat dengan watak dan perilaku yang berbeda. Oleh karena itu tidak dapat dipimpin dengan perilaku tunggal untuk segala situasi. Situasi yang berbeda harus dihadapi dengan perilaku kepepimpinan yang berbeda. Fromont E. Kast, mengatakan bahwa organisasi adalah suatu system yang terdiri dari sub sisteem dengan batas lingkungan supra system. Pandangan kontingensi menunjukkan pendekatan dalam organisasi adanya natar hubungan dalam sub system yang terdiri daari sub sistem maupun organisasi dengan lingkungannya. Kontingensi berpandangan bahwa azas-azsa organisasi bersifat universal. Apabila dikaitkan dengan kepemimpinan maka dapat dikatakan bahwa tiap-tiap organisasi adalah unik dan tiap situsi harus dihadapi dengan gaya kepemimpinan tersendiri.

4. Pendekatan Terpadu Sersley dan Blanchard, memadukan berbagai teori kedalam pendekatan kepemimpinan situasional dengan maksud menunjukkan kesamaan dari pada perbedaan diantara teori-teori tersebut.

Teori-teori yang dipadukan adalah:

a) Perpeduan antara teori motivasi jenjang kebutuhan teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional.

b) Perpaduan teori motivasi 2 faktor teori tingkat kematangan bawahan, dengan pendekatan situasional.

c) Perpaduan antar 4 sistem manajemen, teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan situasional

d) Perpaduan antara teori x dan y, teori tingkat kematangan bawahan dengan kematangan situasional

e) Perpaduan antara pola perilaku A dan B, tori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional

f) Perpaduan antara 4 anggapan tentang orang, teori kematangan bawahan dengan kepemimpinan situasional

g) Perpaduan antara teori “Ego State”, teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional

h) Perpaduan antara teori”Life Position” , teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional

i) Perpaduan antara teori system control, teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional.

j) Perpaduan antara teori dasar daya, teori tingkat kamatangan bawahan dengan pendekatan kepemikmpinan situasional.

k) Perpaduan antara teori “Parent effektiviness training”, teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional

l) Perpaduan antara teori pertumbuhan organisasi dengan pendekatan kepemimpinan situasional.  

m) Perpaduan antara teori proses pertumbuhan organisasi, teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional.

n) Perpaduan antara teori siklus perubahan, teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional.

o) Perpaduan antara teori modivikasi perilaku, teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional

p) Perpaduan antara teori “Force field analysis”, teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional.

 

PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH DALAM BISNIS KONTEMPORER

  MATERI- PENGANTAR BISNIS ISLAM Oleh: Eny Latifah, S.E.Sy.,M.Ak Perspektif Ekonomi Syariah dalam Bisnis Kontemporer   A.      Pengertian Ek...