Kamis, 10 Maret 2022

PARADIGMA EKONOMI ISLAM

 

PARADIGMA EKONOMI ISLAM

 

A.    PARADIGMA EKONOMI ISLAM

Revolusi ilmu pengetahuanyang terjadi di Eropa Barat sejak abad ke-16 M menyebabkan pamor dan kekuasaan agama kristen di benua tersebut menurun drastis. Hal ini karena dogma yang dipegang dan diajarkan oleg tokoh-tokoh gereja pada abad tersebut jelas-jelas bertentangan dengan fakta-fakta yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan. Akibatnya terjadi sekularisme dan pembebasan dari nilai-nilai agama di dunia Eropa Barat dalam segala bidang, termasuk dalam ilmu pengetahuan. Selain itu, paradigma Cartesian dengan metode analisisnya yaitu fragmentasi atau pemecahan semua aspek yang kompleks dari suatu fenomena, menyumbangkan tambahan permasalahan.

Dari paradigma inilah (sekularisasi, fragmentasi, dan kebebasnilaian pengetahuan) ilmu pengetahuan modern dibangun, fenomena yang termasuk di dalamnya adalah ilmu ekonomi konvensional. Para ilmuwan non-Muslim saja telah mengkritik paradigma ini, seperti Sismondi (1773-1842), Carlyle (1795-1881), Ruskin (1819-1900), dan lain sebagainya. Mereka bukan hanya menyarankan pendekatan interdisipliner dalam mempelajari fenomena manusiawi, tetapi lebih dari itu, mereka menyarankan holistik yang mengintegrasikan baik kebutuhan material maupun spiritual manusia, interaksi antarmanusia, serta interaksi manusia dengan alam semesta.

Dari hasil kritikan ini, ilmu ekonomi konvensional menghasilkan madzhab-madzhab baru yang didalamnya terdapat aspek-aspek normatig, sosial, dan institusional perilakumanusia dalam model pemikirannya. Namun, kesemuanya menghadapi problem karena mereka sulit untuk menemukan standar nilai yang sama dan disepakati secara luas.

Dengan fakta seperti ini, akan menjadi ironi bagi ilmuwan Muslim jika mereka menerima begitu saja ilmu ekonomi konvensional tanpa menelaahnya terlebih dahulu, padahal para ilmuwan non-Muslim saja sudah ramai-ramai mengkritiknya. Karena itu, ekonomi Muslim perlu mengembangkan suatu ilmu ekonomi khas, yang dilandasi oleh nilai-nilai iman dan Islam yang dihayati dan diamalkannya. Yang secara singkat dapat disebut dengan “Ilmu Ekonomi Islam “.

Ekonomi Islam: Perbedaan Sudut Pandang

Dalam tataran paradigma Ekonomi Islam yang memasukkan atau paling tidak diwarnai oleh prinsip-prinsip relijius (berorientasi pada kehidupan dunia dan akhirat) tidak mengalami perbedan pendapat yang berarti. Sampai saat ini, pemikiran ekonom Muslim kontemporer dapat diklasifikasikan setidaknya menjadi tiga madzhab, yaitu:

a.    Madzhab Baqir As-Sadr

Madzhab ini dipelopori oleh baqir As-Sadr dengan bukunya yang fenomenal “iqtishaduna” yang artinya “ekonomi kita”. Madzhab ini berpendapat bahwa ilmu ekonomi ekonomi tidak pernah sejalan dengan Islam.Keduanya tidak dapat disatukan karena keduanya berasal dari filosofi yang kontradiktif. Yang satu anti-Islam, yang satu Islam.

Menurut mereka, perbedaan filosofi ini berdampak pada perbedaan cara pandang keduanya dalam melihat masalah ekonomi. Menurut ilmu ekonomi, masalah ekonomi muncul karena adanya keinginan manusia yang tidak terbatas sementara sumber daya yang tersedia terbatas. Tetapi menurut Baqir As-Sadr, masalah ekonomi menurut Islam muncul karena adanya distribusi yang tidak merata dan adil sebagai akibat sistem ekonomi yang membolehkan eksploitasi pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah. Dalil yang dipakai adalah Al-qur’an:

Sungguh telah kami ciptakan segala sesuatu dalam ukuran yang setepat-tepatnya” (Q.S. Qamar (54): 49).

Oleh karena it, menurut mereka istilah ekonomi islami adalah istilah yang bukan hanya tidak sesuai dan salah, tetapi juga menyesatkan dan kontradiktif, karena itu penggunaan istilah ekonomi islami harus dihentikan. Sebagai gantinya, ditawarkan istilah baru yang berasal dari filosofi Islam, yaitu iqtishad.

Menurut mereka, iqtishad bukan sekedar terjemahan ekonomi dalam bahasa Arab yang berasal dari kata qasd yang secara harfiah berarti “equilibrium” atau keadaan sama, seimbang, atau pertengahan.

Sejalan dengan itu, maka semua teori yang dikembangkan oleh ilmu ekonomi konvensional ditolak dan dibuang. Sebagai gantinya madzhab ini berusaha untuk menyusun teori-teori baru dalamekonomi yang langsung digali dan dideduksi dari Al-qur’an dan As-Sunnah.

Tokoh-tokoh madzhab ini selain Muhammad Baqir As-Sadr adalah Abbas Mirakhor, Baqir al-Hasani, Kadim as-Sadr, Iraj Toutounchian, Hedayati, dan lain-lain.

b.   Madzhab Mainstream

Madzhab Mainstream justru setuju dengan masalah kelangkaan sumber daya tetapi keinginan manusia tidak terbatas. Mereka berpendapat bahwa, memang benar permintaan dan penawaran sumber daya dunia berada pada titik equilibrium, tetapi jika kita berbicara pada tempat dan watu tertentu,maka sangat mungkin terjadi kelangkaan pada suatu tempat tertentu dibandingkan dengan tempat lainnya. Dalil yang dipakai:

Dan sungguh akan Kami uji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira bagi orang-orang yang sabar” (Q.S. Al-Baqarah (2):155)

Sedangkan keinginan manusia yang tidak terbatas dianggap sebagai hal yang alamiah. Dalil yang dipakai:

Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke liang kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatan itu)” (Q.S. At-Takatsur (102): 1-5)

Dan sabda nabi Muhammad saw meyebutkan, bahwa manusia tidak akan pernah puas. Bila diberikan emas satu lembah, ia akan meminta emas dua lembah, dan seterusnya.

Pandangan madzhab ini tampak tidak ada bedanya dengan ekonomi konvensional, tetapi ternyata ada perbedaannya. Perbedaannya terletak pada cara menyelesaikan masalah tersebut (kesenjangan jumlah keinginan dan sumber daya yang ada). Ekonomi islam menyelesaikan masalah tersebut dengan membuat skala prioritas, memilih dari yang paling penting sampai yang paling tidak penting menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sedangkan ekonomi konvensional membuat skala prioritas menurut hawa nafsunya.

Tokoh-tokoh madzhab ini di antaranya, M. Umer Chapra, M.A. Mannan, M. Nejatullah Siddiqi, dan lain-lain. Mereka mayoritas bekerja diIslamic Development Bank (IDB) sebagai doktor di bidang ekonomi yang belajar (dan ada juga yang mengajar) di universitas-universitas barat. Oleh karena itu, madzhab ini tidak pernah membuang sekaligus teori-teori ekonomi konvensional ke keranjang sampah. Umer Chapra misalnya berpendapat bahwa usaha mengembangkan ekonomi islam bukan berarti semua hasil analisis yang baik dan sangat bermanfaat yang telah dicapai oleh ekonomi konvensional selama lebih dari seratus tahun terakhir.

c.    Madzhab Alternatif Kritis

Pelopor madzhab ini adalah Timur Kuman (Ketua Jurusan Ekonomi di University of Southern California), Jomo (Yale, Cambridge, Harvard, Malaya), Muhammad Arif, dan lain-lain. Madzhab ini mengkritik kedua madzhab sebelumnya. Madzhab Baqir dikritik sebagai madzhab yang berusaha untuk menemukan sesuatu yang baru yang sebenarnya sudah ditemukan oleh orang lain. Sementara itu, madzhab mainstream dikritiknya sebagai jiplakan dari ekonomi neoklasik dengan menghilangkan variabelriba dan memasukkan variabel zakat serta niat.

Madzhab ini adalah sebuah madzhab yang kritis. Mereka berpendapat bahwa Islam pasti benar, tetapi ekonomi islam belum tentu benar karena ekonomi islam adalah hasil tafsiran manusia atas Al-qur’an dan Sunnah, sehingga nilai kebenarannya tidak mutlak. Proposisi dan teori ekonomi islam harus selalu diuji kebenarannya sebagaimana yang dilakukan terhadap ekonomi konvensional.

B.     PRINSIP-PRINSIP UMUM EKONOMI ISLAM

Walaupun pemikiran tentang ekonomi Islam terbagi menjadi tiga madzhab, tetapi pada dasarnya mereka setuju dengan prinsip-prinsip umum yang mendasarinya. Prinsip-prinsip ini membentuk keseluruhan kerangka ekonomi islam, yang jika diibaratkan sebagai sebuah bangunan dapat divisualisasikan. Bangunan ekonomi Islam didasarkan atas lima Nilai universal, yakni: tauhid (keimanan), ‘adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintahan), dan ma’ad (hasil). Kelima nilai ini menjadi dasar inspirasi untuk menyusun proposisi-proposisi dan teori-teori ekonomi islam.

Namun, teori yang kuat dan baik tanpa diterapkan menjadi sistem, akan menjadikan ekonomi islam hanya sebagai kajian ilmu saja tanpa memberi dampak pada kehidupan ekonomi. Oleh karena itu, dari kelima nilai-nilai universal tersebut, dibangunlah tiga prinsip derivatif yang menjadi ciri-ciri dari cikal bakalsistem ekonomi islam. Ketiga prinsip derivatif itu adalah: multitype ownership, freedom to act, dan social justice.  

Di atas semua nilai dan prinsip yang telah diuraikan di atas, dibangunlah konsep yang memayungi kesemuanya, yakni konsep akhlah. Akhlak menempati posisi puncak, karena inilah yang menjadi tujuan Islam dan dakwah para Nabi, yakni untuk menyempurnakan akhlak manusia.

a.       Nilai-nilai Universal

Nilai-nilai yang menjadi dasar inspirasi untuk membangun teori-teori ekonomi Islam, yaitu:

1.      Tauhid (Keesaan Tuhan)

Tauhid merupakan fondasi ajaran Islam. Dengan tauhid, manusia menyaksikan bahwa “tiada sesuatupun yang layak disembah selain Allah) dan tidak ada pemilik langit, bumi, dan segala isinya, selain daripada Allah. Karena itu segala aktivitas manusia dalam hubungannya dengan alam (sumber daya) dan manusia (mu’amalah) dibingkai dengan kerangka hubungan dengan Allah. Karena kepadaNya kita akan mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita, termasuk aktivitas ekonomi dan bisnis.

2.      ‘Adl (Keadilan)

Salah satusifat Allah adalah adil. Dia tidakmembeda-bedakan perlakuan terhadap makhluk-Nya secara dzalim. Dalam banyak ayat, Allah memerintahkan manusia untuk berbuat adil. Dalam islam adil didefinisikan sebagai “tidak mendzalimi dan tidak didzalimi”.Implikasi ekonomi dari nilai ini adalah bahwa pelaku ekonomi tidak dibolehkan untuk mengejar keuntungan pribadi bila hal itu merugikan orang lain atau merusak alam.

3.      Nubuwwah (Kenabian)

Untuk umat manusia, Allah telah mengirimkan model manusia yang terakhirdan sempurna untuk diteladani sampai akhir zaman, nabi Muhammad. Sifat-sifat utama sang model yang harus diteladani oleh manusia pada umumnya dan pelaku ekonomi dan bisnis pada khususnya, antara lain:

a)      Shiddiq (benar, jujur)

Konsep turunan khas ekonomi dan  bisnis, yakni efektivitas (mencapai tujuan yang tepat)dan efisiensi (melakukan kegiatan dengan benar, yakni menggunakan teknik dan metode yang tidak menyebabkan kemubadziran).

b)      Amanah (tanggung jawab, kepercayaan, kredibilitas)

Sifat amanah memainkan peranan yang fundamental dalam ekonomi dan bisnis, karena tanpa kredibilitas dan tanggung jawab, kehidupan ekonomi dan bisnis akan hancur.

c)      Fathanah (kecerdikan, kebijaksanaan, intelektualitas)

Implikasi ekonomi dan bisnis dari sifat ini adalah bahwa segala aktivitas harus dilakukan dengan ilmu, kecerdikan, dan pengoptimalan semua potensi akal yang ada untuk mencapai tujuan.

d)     Tabligh (komunikasi, keterbukaan, pemasaran)

Sifat ini mengimplikasikan pada ekonomi dan bisnis, bahwa sifat tabligh menurunkan prinsip-prinsipilmu komunikasi (personal maupun massa), pemasaran, penjualan, periklanan, pembentukan opini massa, open management, iklim keterbukaan, dan lain-lain.

4.      Khilafah (Pemerintahan)

Dalam Islam, pemerintah memainkan peranan yang kecil, tetapi sangat penting dalam perekonomian. Peran utamanya adalah untuk menjamin perekonomian agar berjalan sesuai dengan syari’ah, dan untuk memastikan supaya tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak manusia. Semua ini dalam rangka mencapai maqashid al-syari’ah (tujuan-tujuan syari’ah, yaitu keimanan, jiwa, akal, kehormatan, dan kekayaan manusia), yang menurut Imam Al-Ghazali adalah untuk memajukan kesejahteraan manusia.

5.      Ma’ad (Hasil)

Walaupun sering kali diterjemahkan sebagai “kebangkitan”, tetapi secara harfiah ma’ad berarti “kembali”. Implikasi nilai ini dalam kehidupan ekonomi dan bisnis misalnya, diformulasikanoleh Imam Al-Ghazali yang menyatakan bahwa motivasi para pelaku bisnis adalah untuk mendapatkan laba. Laba dunia dan laba akhirat. Karena itu, konsep profit mendapatkn legitimasi dalam Islam.

a.       Prinsip-prinsip Derivatif: Ciri-ciri Sistem Ekonomi Islam

1.      Multitype Ownership (Kepemilikan multijenis)

Nilai tauhid dan nilai ‘adl melahirkan konsep multitype ownership. Prinsip ini adalah terjemahan dari nilai tauhid:pemilik primer langit, bumi, dan sisanya adalah Allah, dan manusia hanya sebagai pemilik sekunder. Sedangkan untuk menjamin keadilan, maka cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara. Sistem kepemilikan campuran juga diakui oleh Islam, baik campuran negara-swasta, swasta domestik-asing, atau negara-asing.

2.      Freedom to Act (Kebebasan Bertindak/Berusaha)

Keempat nilai nubuwwah yang dimiliki oleh Nabi Muhammad bila digabungkan dengannilai keadilan dan nilai khilafah (goog governance) akan melahirkan freedom to act pada Muslim, khususnya pada pelaku ekonomi dan bisnis. Freedom to act akan bagi setiap individu akan menciptakan mekanisme pasar dalam perekonomian. Karena itu, mekanisme pasar adalah keharusan dalam Islam, dengan syarat tidak ada distorsi (proses pendzaliman)

3.      Social Justice (Keadilan Sosial)

Gabungan nilai khilafah dan nilai ma’ad  melahirkan prinsip keadilan sosial. Dalam Islam, pemerintah bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya dan keseimbangan sosial antara yang kaya dan yang miskin. Semua sistem ekonomi memiliki tujuan yang sama yaitu menciptakan sistem perekonomian yang adil. Dalam Islam, keadilan diartikan dengan suka sama sukadan tidak ada yang terdzalimi.

Akhlak : Perilaku Islam dalam perekonomian

Sekarang kita telah memiliki landasan teori yang kuat serta prinsip-prinsip sistem ekonomi yang mantap. Tetapi dua hal itu belum cukup, karena teori dan sistem menuntut adanya manusia yang menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam teori dan sistem  tersebut. Harus ada manusia yang perperilaku, berakhlak secara profesional (ihsan, itqan) dalam bidang ekonomi. Karena teori yang unggul dan sistem-sistem ekonomi yang sesuai syari’ah sama sekali bukan merupakan jaminan bahwa perekonomian umat Islam akan maju. Sistem ekonomi hanya memastikan bahwa tidak ada transaksi ekonomi yang bertntangan dengan syari’ah.Perekonomian umat Islam baru dapat maju bila pola pikir dan pola laku Muslimin dan Muslimat sudah itqan (tekun) dan ihsan (profesional).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH DALAM BISNIS KONTEMPORER

  MATERI- PENGANTAR BISNIS ISLAM Oleh: Eny Latifah, S.E.Sy.,M.Ak Perspektif Ekonomi Syariah dalam Bisnis Kontemporer   A.      Pengertian Ek...